Malam ini Julian pulang cukup larut, setelah bertemu Kinan ia menemui temannya di bar. Karna ia membawa mobil dan tidak ada Jay dan Kenzo, Julian memilih untuk tidak minum sedikitpun.
Ia terus mendalami perasaanya sendiri, setelah mengenal Kinan ia tidak mengenal lagi dirinya yang dulu. Begitu mudah tergiur dengan dunia malam bersama teman-temannya disana, meskipun ia hanya duduk dan menikmati malam, tidak lebih. Cukup secangkir kopi dan ketenangan yang ia butuhkan.
Julian berjalan masuk kerumahnya dan melepaskan jaket diruang tengah.
“Mbak… buatin kopi, saya mandi diatas” Sudah cukup larut malam dan Papa nya belum pulang. Julian memanfaatkan kesunyian ini untuk menenangkan diri.
Hanya terdengar suara percikan air dari shower. Mbak Ning mengetuk pintu kamar Julian dengan sedikit keras barangkali suaranya terkalahkan oleh air shower.
Tidak berlama-lama Julian langsung mematikan shower dan mengeringkan badannya. Ia melilitkan handuk putih dipinggangnya dan keluar untuk menerima secangkir kopi.
Ceklek..
Julian menerima kopi tersebut, “Mbak, saya belum makan malem”.
“Cuma ada cumi mas, saya belum masak dagingnya”
Ia menghela nafasnya, “Kalo gitu tambahin telur goreng”
“Baik mas.”
Julian menutup kembali pintu kamarnya dan duduk disofa menghadap ke jendela, uap dari cangkir terasa hingga wajahnya. Tidak terdengar suara apapun, dan juga kamarnya ia biarkan gelap. Hanya sedikit cahaya dari luar jendela yang masuk kedalam. Sedangkan angin terus meniup, membuat tirai nya terus melambai-lambai.
Ia tersenyum setelah mengingat kembali betapa lembutnya sikap Kinan. Lagi-lagi wajah itu yang mampir dikepalanya.
Setelah selesai dengan secangkir kopi, Julian memakai kaos dan celana selutut, ia turun untuk mengisi perutnya.
“Mbak tidur aja, biar nanti saya yang matiin lampunya”
“Iya mas. Kalo gitu saya ke belakang.”
Julian mengangguk, ia mulai menyuap nasi dengan perlahan. Melihat ke sekelilingnya, betapa menyedihkan dirinya dimata Mbak Ning. Pasti rumah ini adalah rumah terhampa yang pernah Mbak Ning lihat. Tidak ada suara keluarga yang sedang berbincang ataupun sekedar bertanya. Tidak ada aktifitas yang berarti.
Ia tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Mengapa ia memikirkan hal ini, sementara sudah selalu seperti ini sejak lama. Mungkin hati nuraninya mulai terbuka. Apa semua ini hukuman dan kesalahan nya? sehingga rasanya semua beban jatuh dipundaknya.
Suara pintu utama yang terbuka membuat Julian menoleh kebarahnya. Broto masuk dan berjalan menghampiri meja makan untuk menuang segelas air putih.
“Makan malam jam 1? Baru pulang?”. Tanya Broto dengan santai.
“Tugas Papa di kantor banyak?”
“Kamu tau nanti, kalau mau ambil posisi dikantor. Sebaiknya jangan terlalu banyak bergaul ditempat yang kotor”.
Mendengar ucapan Papanya, Julian meletakkan sendok dan garpunya.
“Ditempat kotor? Papa tenang aja, Julian ga akan main kotor yang bisa merugikan masa depan Julian dan nama baik Papa”
“Bagus kalau begitu" singkat Broto menanggapi ucapan anak bungsunya.
Setelah Broto pergi, Julian berjalan ke beberapa sudut rumahnya untuk mematikan lampu dan langsung naik ke kamarnya. Meskipun amarah tidak pernah membuat mereka bertengkar, Julian tetap tidak merasakan kedekatan dan kebahagiaan. Semenjak Mama nya memutuskan untuk tinggal dan mengurus bisnis di Shanghai, ia adalah kesendirian yang kuat.
Berdamai dengan dirinya sendiri, adalah yang selalu Julian lakukan, duduk dikamar nya dengan keadaan lampu yang mati, dan tidak perduli lagi. Seberapa keras ia menahan emosinya, tidak akan ia membuang-buang energi untuk meluapkan kata-katanya dengan berteriak dihadapan keluarganya.
Julian memejamkan mata, perlahan terlelap dan menyambut matahari pagi dari jendela yang tidak ia tutup sejak semalam. Terlihat kamarnya sudah kembali rapih, mungkin pagi tadi Mbak Ning masuk namun tidak membangunkannya.
Setelah mandi dan berganti pakaian, Julian turun untuk sarapan. Hanya seperti ini, selalu seperti ini.
“Mbak, saya sarapan dirumah”
Biasanya Julian akan langsung keluar dan memilih untuk membeli nya di jalan. Kali ini ia ingin sedikit bersantai, duduk di meja makan sambil berkutik dengan ponselnya. Sementara Mbak Ning, sedang menyiapkan sarapannya. Pekerjaannya tidak akan sulit, rumah ini tidak pernah terlalu kotor, tidak pernah ada yang membuat berantakan, dan hanya mencuci baju Julian dan Broto. Namun sepi, tidak ada Nyonya di rumah ini.
“Mbak, pernah bilang punya temen yang kerja di blok sini juga, dia nyewa rumah? Kalo Mbak mau, boleh ajak tinggal sekamar sama Mbak. Saya tau, rumah ini terlalu sepi sampe Mbak kadang belum di rumah kalau saya pulang. Pasti ga nyaman” Beberapa kali ia harus menelepon Mbak Ning saat ia sampai dirumah namun Mbak Ning masih di rumah temannya. Ia juga harus memikirkan kehidupan orang lain. Meskipun ia ditinggalkan sendirian dan tidak di fikirkan.
Mbak Ning tersenyum sungkan “Ga papa mas, lagian ga enak sama bapak. Takut ganggu kerjanya. Bapak kalau malam masih kerja di kamar nya. Ini sarapannya, mas” kata Mbak Ning sambil memberikan sarapan yang selesai ia buat.
“Ga masalah, saya yang nyuruh. Nanti biar saya bilang ke Papa. Saya ngerti gimana sepi nya rumah ini, takutnya lama-lama jadi rumah hantu. O ya Mbak, nanti siang jangan kemana-mana. Saya tinggalin uang belanja untuk masak, sore ini saya mau ajak temen ke rumah” Setelah selesai, Julian langsung keluar dan masuk ke mobilnya.
Sekarang ia akan berangkat ke kampus untuk menghadiri mata kuliah. Dulu, saat ia masih bersama Sheina, mungkin ia harus menjemput ke rumahnya dan menghabiskan waktu bersama sebelum berangkat ke kampus.
Dan di kampus, Julian cukup fokus saat menerima arahan dosen, ia memang selalu memiliki Ipk bagus dan sering di andalkan. Kepintarannya mungkin menurun dari kedua orang tuanya.
--
Sudah pukul 3 sore, Julian mengabari teman-temannya bahwa ia tidak bisa ikut berkumpul dan akan langsung menjemput Kinan ditempat kerjanya. Semalem ia sudah membuat janji dengan Kinan, mereka akan pergi ke rumah Julian. Entah mengapa rasanya ia sangat senang membawa Kinan kerumahnya.
Julian menghentikan mobilnya diparkiran depan cafe, dan tetap didalam mobil untuk menunggu Kinan. Ia melihat ke ponselnya, tidak ada pesan yang masuk. Tidak lama kemudian terlihat Kinan keluar dan berjalan ke arah mobilnya. Julian keluar untuk membukakan pintu.
“Gimana? tempat kerjanya nyaman? kalau ada yang kurang, kamu bisa bilang biar aku coba tanyain posisi ke temen” Mobil mulai melaju dan mereka mulai larut dalam obrolan.
Kinan tersenyum mendengat ucapan Julian, dia benar-benar khawatir untuk sesuatu yang tidak dia ketahui.
“Nyaman kok, aku bisa langsung akrab sama mereka. Kerjaan aku juga mudah jadi ya ga ada masalah. Kamu gimana? hari ini kuliahnya? trus kenapa ajak aku ke rumah?”
“Bagus kalo gitu. Tadi aku ada mata kuliah. Ga ada apa-apa, pengen aja ngenalin kamu ke Mbak Ning. Kamu juga pasti penasaran liat rumah yang bikin aku kesepian” kata Julian sambil tersenyum.
“Kalo gitu kamu boleh telfon aku setiap malem”
Julian menoleh dan mereka saling menatap dengan senyum. Entah Kinan mengerti dengan perasaan Julian atau tidak, yang jelas kini Julian akan membuat Kinan nyaman bersamanya. Julian akan membantu kesulitan Kinan dan selalu menghiburnya.
Tidak terasa perjalanan yang membutuhkan waktu 30 menit itu sudah berlalu dan kini mereka sampai didepan gerbang rumah Julian. Setelah memasukan mobilnya, Julian menghampiri Kinan yang berdiri didekat teras.
Kinan benar-benar terkejut melihat rumah Julian sangat besar, ia tidak membayangkan akan melihat rumah 2 lantai dengan halaman luas yang berada di perumahan elit.
Julian berjalan sambil memasukan kunci mobil ke saku jaketnya. Mereka memasuki rumah dan mengajak Kinan duduk diruang tengah.
Ternyata Julian memang jauh berbeda dengan dirinya, ia hanya beruntung dipertemukan dengan Julian. Dirinya bukan lah apa-apa saat memasuki rumah ini. Tetapi, sekali lagi ia sangat menghargai kebaikan Julian terhadapnya, meskipun Julian tau banyak tente kekurangannya. Julian tetap bersedia menemuinya hingga saat ini.
“Mbak Ning, bawain Kinan jus jambu. Sekalian kenalan aja” ujar Julian sambil berjalan ke atas untuk berganti kaos santai.
Selama menunggu Julian, Kinan hanya duduk diam dengan sungkan. Ia tidak terbiasa dengan lantai seperti ini dan sofa besar. Kinan melihat ke kanan kirinya, tempat ini sangat sempurna.
“Silahkan di minum dulu jus nya, Non” kata Mbak Ning sambil memberikan segelas jus.
Kinan tersenyum dan meminum jus nya terlebih dahulu, “Makasih Mbak, nama saya Kinan” sambil menjulurkan tangan kanan nya.
“Saya Nining. Kalau butuh apa-apa bisa panggil saya disana. Permisi.”
“Udah kenalan sama Mbak Ning?” selesai berganti baju, Julian turun menghampiri Kinan.
“Udah, Mbak Ning cantik ya”
Julian tersenyum melihat ekspresi Kinan dan ikut duduk disampingnya “Cantikan kamu” spontan Julian.
Kinan tersenyum dan terus melihat ke arah kaca besar yang memperlihatkan taman kecil dan kolam ikan didekat ruang tengah. Suara air yang turun cukup menenangkan, banyak nya tanaman juga sangat memperindah. Menyadari hal itu, Julian menatap Kinan, lalu terkekeh sendiri.
Julian berjalan membuka pintu kacanya, “Mau ke sini?”
Tanpa menjawab, Kinan langsung berjalan ke sana diikuti oleh Julian.
“Di sini bagus. Biasanya, akan lebih tenang kalau coba duduk sambil pejamin mata dan dengerin suara airnya. Semua beban fikiran akan hilang dan bisa lebih ngeredamin emosi kita. Kamu pernah coba?” tanya Kinan sambil mencoba menyentuh air kolam dan melihat pergerakan ikan-ikan disana.
Tiba-tiba ponsel Julian berdering, sebuah panggilan masuk dari seseorang yang sangat ia kenal. Ia pun mengirimi pesan dan memberitahu akan menghubungi nya lagi nanti malam.
“Jangan masukin tangan kamu ke air, kotor. Aku jarang ke sini, biasanya aku ngelakuin itu di kamar. Aku harus pindah ke sini?”
“Ya, kamu harus ngelakuinnya di sini. Di kursi panjang itu” tunjuk Kinan ke arah kursi panjang dengan bantalan berwaran abu-abu.
Mereka larut dalam obrolan sehingga tidak mendengar suara mesin mobil yang baru saja datang. Ayahnya, Broto baru saja masuk ke dalam rumah, disambut Mbak Ning untuk membereskan sepatunya.
Broto melihat Mbak Ning masak di waktu yang tanggung, dan menyadari ada suara dari arah ruang tengah. Saat menoleh, Broto melihat putranya bersama perempuan yang menggunakan dress polos berwarna pink muda.
“Perempuan itu siapa? dan ada siapa lagi?” tanya Broto sambil melihat ke arah mereka.
“Kelihatan nya pacarnya mas Julian, Pak. Namanya Non Kinan. Mereka cuma berdua, belum lama sampai”
“Sudah berapa perempuan yang Julian bawa ke rumah? sesering apa? kenapa kamu ga pernah kasih tau saya hal semacam ini?” nada bicara Broto berubah menjadi sangat serius. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana sikap putranya dibelakangnya. Selama ini ia tau putranya bergaul dengan banyak orang, ketempat-tempat malam, bahkan ia pernah mendengar Julian pergi berlibur ke luar kota bersama teman-temannya tanpa meminta ijin.
“Sebelum nya tidak pernah, Pak. Ini baru pertama kalinya mas Julian bawa temannya ke rumah” jawab Mbak Ning dengan pasti. Selama ini Julian selalu mengajak teman-temannya ke apartemen nya didekat kampus. Mereka sering menghabiskan waktu disana, bahkan Sheina pun tidak pernah ia ajak kerumahnya.
Broto sedikit tidak percaya, “Benar begitu? Lain kali kamu bisa laporkan ke saya kalau Julian mengajak perempuan lagi ke rumah”
“Baik, Pak."
Broto segera memasuki kamarnya, ia tidak ingin terlalu ikut campur dengan hal ini selama Julian tidak membuat masalah.
Setelah itu Mbak Ning berjalan menghampiri Julian dan Kinan, “Maaf, mas. Makananya udah siap semua dimeja. Bapak juga udah pulang, baru aja masuk ke kamarnya”
Julian sedikit terheran, baru kali ini Papa nya pulang sore. Ia pun mengajak Kinan untuk segera ke meja makan dan memintanya untuk menunggu sebentar. Sementara itu Julian menemui Broto.
“Sebelumnya Papa ga pernah pulang secepet ini. Apa Papa punya firasat kalau Julian bawa perempuan ke rumah?”
Terlihat Broto sedang melepaskan kemejanya, “Papa bawa banyak pekerjaan ke rumah, jadi jangan buat suara untuk mengganggu konsentrasi Papa. Dan, siapa perempuan itu? pacar kamu?”
Julian sedikit tersenyum, apa penting nya bertanya seperti itu.
“Ok, Julian ga akan ganggu. Saya yang minta Mbak Ning masak lebih awal, karna biasanya Papa juga ga pernah makan malem di rumah. Temenin Julian makan sebentar, Pah. Papa juga harus kenal Kinan”.
Mendengar hal itu, Broto mengangguk santai. Ia juga harus tau, perempuan seperti apa yang menjadi pilihan putranya.
Julian dan Papa nya berjalan keluar dan langsung ke meja makan. Kinan terlihat berdiri dan menyalami Broto dengan sopan. Saat mulai makan, tidak ada yang berbicara terlebih dahulu. Rasanya sangat canggung bagi Kinan.
“Pah, kenalin ini Kinan”.
Broto melihat dan mengangguk ke arah Kinan. Ia tidak berbicara saat makan. Julian sudah mengetahui itu.
Saat melihat penampilannya, Broto sudah dapat menyimpulkan, Kinan adalah perempuan yang sopan dan cerdas. Terlebih ia terlihat cantik dan sederhana. Broto cukup memahami hal itu, setidaknya ini hanya hubungan sementara dan ia tidak khawatir putranya hanya akan dimanfaatkan.