Gue membuka mata gue. Tapi tanpa gue sadari ternyata gue meneteskan air mata gue. Ternyata hari itu tepat 5 tahun yang lalu. Hari ini, tanggal 10 Desember 2014. Guepun mengambil nafas panjang dan bangkit dari duduk gue. Namun kini di depan gue ada Viko yang sedang menatap gue. Tanpa sepatah katapun Viko mendekati gue. Dan setelah dia berada di depan gue, dia mengusap air mata gue dan tersenyum ke arah gue. Gue juga membalas senyuman Viko.
“apa lo udah lega?”
Gue menganggukan kepala gue dan tersenyum lebih lebar ke arah Viko.
“kalo gitu gimana kalo kita masuk?”
Vikopun menggandeng tangan gue untuk masuk bersama ke dalam gedung. Setelah sampai di dalam, gue dan Viko mengobrol lagi dengan teman-teman yang lain. Tapi Sela menemukan gue, dia menarik gue dan memberi ceramah pada gue. Dia bertanya kemana aja gue dan kenapa gue menghilang. Tapi bukannya dia yang ninggalin gue tadi? -_-‘’
“gue cuman nyari udara segar,” gue tersenyum menghadapi celotehan Sela.
Tapi tiba-tiba raut wajah Sela berubah, dia melihat ke arah lain. Tepatnya ke seseorang yang ada di belakang gue. Guepun membalikan tubuh gue. Dan disana ada Dewa. Gue tersenyum senang dan langsung berlari ke arah Dewa. Dan tepat di saat gue akan memeluk Dewa. Dewa menahan tubuh gue dengan menahan pundak gue.
“kenapa?”
“lo kangen sama gue?”
“ya iyalah, makannya sekarang gue mau mencurahkan segala kekangenan gue. Kenapa lo malah nahan gue?”
“terus kenapa lo bahkan ga nyariin gue selama 4 tahun ini?” Dewa masih memegangi pundak gue.
“ya, itukan..... heeeeeeeeeeeeeeeeeei kita bahas itu nanti.” Dengan cepat gue memeluk Dewa dan Dewa juga membalas pelukan gue. Guepun tersenyum sangat senang.
Sela menghampiri gue yang masih memeluk Dewa. Dia bilang kalo bukan kita yang tidak mencari Dewa, tapi Dewa yang tiba-tiba menghilang setelah lulus entah kemana.
“gue punya alasan buat itu,”
“apa sekaranng lo udah sukses? Apa lo punya mobil banyak? Atau tanah dimana-mana?” gue melepaskan Dewa.
“kenapa gue harus punya semua itu?”
“karena kalo lo punya semua itu, lo kandidat terkuat buat jadi suami gue.” Gue tersenyum tapi Dewa malah memelototi gue. Guepun mengubah ekspresi gue.
Akhirnya gue, Sela, Viko, Dewa, Tommi, dan Kevin mengobrol banyak. Mulai dari jadi apa kita sekarang hingga mengingat masa lalu. Gue merasa senang saat ini, karena semua orang ada disini. Secara bergantian gue memandangi Viko dan Dewa. Maksud gue adalah saat ini gue bingung harus memilih yang mana antara Viko dan Dewa.
“jelas bukan dua-duanya,” tiba-tiba terdengar suara bisikan, dan itu suara Tommi.
“ih, nyebelin banget sih!” gue tidak tau kenapa, setiap gue ketemu sama orang yang duduk di depan gue ini, pasti gue sewot dan marah.
“hahahahahah, gue tau apa yang ada dipikiran lo.” Tommi tertawa sangat puas.
Tapi tiba-tiba dia mengubah tawanya menjadi senyuman dan mengangkat tangannya menandakan dia mengajak orang lain untuk bergabung. Belum sempat gue membalikan badan gue untuk melihat siapa yang datang. Gue lebih awal melihat ekspresi wajah Sela. Sela terlihat kaget kemudian dia menatap gue khawatir. Dan gue sangat ragu untuk membalikan badan gue.
“Raka!” Dewa berteriak dan berdiri untuk menyambut orang yang datang itu.
Kemudian semua orang berdiri dan tersenyum ke arah orang yang ada di balik punggung gue, termasuk Sela. Sementara gue masih duduk di kursi gue yang berada di samping Viko dan juga Dewa. Gue memang duduk tepat di tengah-tengah mereka. Gue mengambil nafas panjang dan berdiri tanpa membalikan badan gue.
Tapi Tommi sudah mengajak Raka duduk di sampingnya, di depan gue di sebelah Kevin. Kini semua orang sudah duduk, kecuali gue yang masih berdiri dengan tatapan kosong gue. Gue bingung apa yang harus gue lakukan.
“Al? Duduk!” Sela menyadarkan kekosongan gue. Guepun tersadar dan duduk lagi tanpa melihat ke arah Raka.
Semua orang kembali mengobrol dengan seru termasuk Sela. Hanya gue yang tidak mengeluarkan sepatah katapun.
“Al? Apa lo sakit?” Viko bertanya pada gue yang dari tadi hanya diam dan entah memandang ke arah mana.
“eh, engga kok!” gue tersenyum pada Viko dan kembali menundukan kepala gue setelah Viko mengangguk.
Gue tidak memperhatikan satupun pembicaraan mereka. Gue bermaksud untuk mengambil segelas jus yang ada di meja, tapi tangan gue bergetar dan guepun mengurungkan niat gue itu. Mungkin Viko menyadari tingkah laku gue yang terlihat kikuk. Diapun mengambilkan gue segelas air putih dan menyuruh gue untuk meminum air itu.
“makasih!”
“kalo lo pengen pulang, kita bisa pulang sekarang kok.” Hari ini Viko benar-benar memperlakukan gue dengan sangat manis.
Guepun tersenyum dan menggelengkan kepala gue.
“ga apa-apa kok,”
“kalo gitu gimana kalo kita dansa?”
“apa?” gue kaget mendengar ajakan Viko. Hati gue benar-benar berdebar sekarang. Gue melihat ke arah Sela, gue tahu dia mendengar ajakan Viko. Dan dia mengangguk setuju.
Tapi tiba-tiba seseorang berada di samping gue dan Viko. Itu Raka. Dia menatap gue.
“maaf, tapi gue dansa sama Alea duluan” Raka berkata sambil masih memandangi gue. Dan tanpa menghiraukan jawaban siapapun(gue maupun Viko), Raka menarik tangan gue.
Setelah sampai di lantai dansa yang sudah penuh dengan banyak orang. Raka melepaskan genggaman tangannya. Raka menatap gue, samentara gue mencoba menahan diri gue untuk tidak menangis. Sungguh sulit untuk menahan perasaan ini, karena perlahan-lahan air mata gue membasahi pipi gue. Dan saat itulah Raka memeluk gue, membuat gue semakin manangis.
“maaf,” Raka membisikan kata maaf yang membuat gue semakin tidak ingin berhenti menangis.
Untuk beberapa lama kami hanya berpelukan di tengah-tengah semua orang yang berada di lantai dansa. Karena memang lagu yang di putar oleh DJ saat ini sangatlah manis.
Akhirnya Raka melepaskan pelukannya setelah merasakan gue berhenti menangis. Dia memegang bahu gue dan menatap gue. Membuat gue menahan air mata gue untuk menetes lagi.
“maaf,” Raka mencoba menatap mata gue lagi.
Gue mengambil nafas panjang, mengangkat kepala gue dan membalas tatapan Raka.
“jangan khawatir, bahkan sejak kita mulai hubungan kita. Gue udah bilang sama diri gue sendiri gue akan selalu memaafkan lo. Apapun yang lo lakuin.” Gue memegang pipi Raka dengan tangan kanan gue dan tersenyum.
Raka menghembuskan nafasnya dan membalas senyuman gue.
...............................................
Gue menunggu Viko yang sedang mengambil mobilnya di parkiran. Ya, sudah saatnya pulang karena pesta telah berakhir. Gue menatap langit yang luas. Gue berbicara pada diri gue sendiri.