Loading...
Logo TinLit
Read Story - Taarufku Berujung sakinah
MENU
About Us  

Muhammad Adkahl Irsyadi

Aida tertidur dengan begitu lelapnya, mungkin ia keletihan atau mungkin itu efek dari obat yang ia minum, wajahnya sudah sedikit bersinar meski ia kemarin masuk rumah sakit kebersamaan bersama keluarganya seakan menghapus rasa sakit yang sedang ia rasakan.

Aku mengurangi kecepatan berkendaraku, aku menikmati mala mini iya berdua dengan Aida meski kini Aida telah terlelap. Itu lebih baik bagiku melihat ia terlelap seakan aku melihat seorang anak kecil yang sedang tertidur seakan ia melupakan semua beban yang ada. Dia bisa tidur dengan kondisi marah dan ketika ia bangun ia bisa dengan begitu mudah tertawa dan tersenyum. Berkendara dimalam ini aku jadi inget kejadian disaat aku dan Aida liburan kebali, letih tak membuat halangan bagi Aida untuk mengajakku keliling kota Bali, bahkan sampai larut malam aku bersamanya, menghabiskan malam mungkin yang tak akan bisa terlupakan. Hari ini iya aku dan Aida juga akan menghabiskan setengah malam disini, namun bedanya kini Aida sedang tertidur tak ada lagi yang meneriakiku, mencubitku dan meminta ini itu dariku. Senyuman manjanya membuatku slalu mengiyakan apa yang ia katakana, tutur katanya yang halus membuat aku luluh dengan sikapnya. Dan kini aku hanya bisa melihatnya terkadang aku rindu dengan semuanya, semua yang tiba-tiba sekejab hilang. Aku rindu Aida yang slalu memintaku untuk menemaninya makan, aku rindu Aida yang slalu ingin bersamaku, bahkan ketika kau kerja malam dirumah ia sering menemaniku meski hingga ia tertidur dishofa, aku rindu Aida yang slalu harap cemas dengan kehadiranku pulang dari kantor bahkan yang paling sederhana aku merindukan senyuman Aida dan kini seakan senyuman itu hanyalah embel-embel semata dan aku tahu itu tak dari hati.

Jika hari ini aku bisa mengubah waktu aku ingin lari dimasa aku melihat Aida dengan laki-laki lain, terserah jika memang Aida berduaan aku lebih memilih menghindar dan bahkan aku lebih baik tak melihatnya, karena jujur aku tak sanggup menerima kenyataan yang begitu pahit ini. Jika aku boleh berkhayal sedikit kembali dimasa kecilku, aku ingin meminjam pintu kemana-mana milik doraemon agar aku bisa membawa Aida pergi tanpa ada seorangpun tahu kemanapun Aida mau untuk membahagiakannya itu tujuanku, atau jika perlu aku meminjam jurus 1000 bayangan milik naruto agar aku slalu ada disamping Aida dan menjaganya aku tak mau lagi melihat Aida menangis atau bahkan merintih kesakitan dan aku hanya bisa melihatnya. Bahkan jika perlu aku ingin mempunyai jurus menghilang, agar ketika aku tak bisa secara nyata memeluknya aku bisa memeluk Aida tanpa ia harus ketahui.

Ada pepatah mengatakan “pelaut yang handal bukanlah pelaut yang datang dari laut yang tenang,” mungkin ini sama halnya dengan hubunganku dengan Aida sedang terombang ambing ditengah laut yang dangkal yang tak segera membawa kita ketepi, akankah sekarang kita diuji sebagaimana kuatkan cinta kita mempersatukan kita, aku mencintai kamu Da bahkan lebih dari yang kamu tahu. Bahkan karna terlalu cintanya aku kekamu, aku belum sanggup menerima kenyataan bahwa cintaku tak bisa kau balas. Maafkan suamimu ini ya Da yang begitu pengecut dan tak bisa menerima kenyataan. Doakan aku bisa bangkit dari semua ini dan mau mendengarkan semua penjelasanmu dan bahkan jika kamu meminta suatu hal yang tak pernah sanggup aku lakukan akan aku lakukan demi kamu bahagia bersama dia yang kamu cintai.

Mobilku  telah mendarat dengan begitu sempurna dirumah, memang aku dan Aida pulang sudah larut malam, kita sholat isya’ dan makan malam dulu dirumah jadi memang sudah kemalaman dari rumah bunda. Aku menatap wajah Aida yang begitu pulas tak mungkin jika aku membangunkannya. Aku segera membuka pintu dan mengangkat Aida dan membawanya naik kekamar, mobil telah dipindahkan kebagasi dengan mang Cipto. Aku menyelimuti Aida dan merebahkan ditempat yang aku rasa sudah begitu nyaman, ketika aku ingin melepaskan tanganku dari Aida ia menariknya, mungkin ia mengigau, ia menyebut namaku. Sontak air mataku menetes aku membelai rambutnya dengan perlahan ia semakin menggeliyut ditangaku dan aku semakin menangis lagi. Aku bukanlah tipikel orang yang mudah menangis bahkan masalah yang sebesar apapun bisa aku tangani dengan kepala dingin, namun benar apa yang dikatakan banyak orang bahwa seorang laki-laki hanya bisa goyah dengan 3 hal, harta, tahta dan wanita. Dan saat ini aku goyah dengan pilihan ke 3, Aida benar-benar telah meracuniku dengan semua yang ia punya, aku kini benar-benar tak bisa jauh darinya aku ingin terus disampingnya namun aku juga takut jika aku sudah menaruh harapanku terlalu dalam kepadanya ia lalu secara perlahan melepasku dan jika semua itu sudah terjadi entahlah apa jadinya aku. Aku belum melepasnya aku masih bisa disampingnya namun aku tak bisa menjadi sandarannnya itu sudah membuat luka yang begitu dalam, bahkan saat ini aku melihat Aida menggeliyut ditanganku sudah membuatku begitu rapuh, membiarkan Aida pingsan tanpa aku disampingnya aku sudah benar-benar merasa gagal menjadi suami yang baik.

“jangan lagi Da jangan. Jangan siksa dirimu terlebih menyakitimu. Aku sangat mencintaimu bahkan lebih dari yang kamu tahu dan rasakan. Kamu begitu sempurna bagiku hadirmu slalu membawakan rindu yang tak akan bisa terobati. Aku akan kuat denganmu dan aku akan berusaha kuat melihatmu bahagia dengan yang lain, sayangnya aku masih berusaha dan jika ketika semua itu sudah sanggup aku lakukan aku akan melepasmu, namun kini biarkan menahan semua ini sendiri. Jangan sakiti dirimu dengan rasa bersalahmu karena memang kita tak pernah bisa mengontrol kepada siapa kita akan mencintai dan memilih siapa untuk mencintai kita jadi buatlah kamu kuat untukku untukku dan untuknya”  batinku kemudian dengan perlahan aku melepaskan tanganku dari layutan Aida.

 

Masalahku dan Aida benar-benar membuat semuanya hancur bahkan kini bisnisku juga berdampak. Entahlah otakku seakan tak bisa bekerja dengan baik, padahal aku slalu bisa mengesampingkan semua masalah yang ada terlebih dikantor dan jika aku bekerja aku mudah melupakan apapun termasuk waktu, iya waktu akan begitu mudah berganti seakan aku duduk dan ketika kau bangit semua sudah menjadi gelap. Namun sayangnya ini masalah yang benar-benar membuatku angkat tangan, jika sekarang aku berdaa dalam sebuat tantangan aku lebih memilih mengangkat tangan dengan predikat gagal dari pada aku harus terpaku dengan satu masalah yang tak berujung. Pemasaran menurun drastis dan para investor banyak yang mengunduran diri dan sungguh seakan aku tak tahu harus apa fikiranku begitu buntu padahal ini adalah sebuah masalah yang tak begitu sulit bisa dikatakan sumua perusahaan juga sering dalam masalah seperti ini dan sekarang aku tinggal melakukan inovasi dan mencoba berdiskusi kembali dengan para investor namun sungguh itu terasa begitu berat kali ini. Entahlah apa yang akan dilakukan papa padaku nanti jika papa mengetahuinya, papa pasti akan sangat marah jika papa tahu aku setiap hari lembur namun tak membuahkan hasil.

Aku menghubungi mas Rio aku berharap ia bisa memberikanku jalan keluar, karena jujur ini sedikit menjadi beban untukku. Aku dan mas Rio sepakat untuk membicarakannya dirumahku saja, ketika mas Rio mengiyakan aku segera meluncur kerumah. Tak lama aku dirumah mas Rio datang.

“makasih ya mas sudah mau datang” ujarku sambil sedikit menyambut kedatangan mas Rio

“kamu tuh kenapa sih Di, gak kayak biasanya. Biasanya kamu yang ini mas gitu mas, kan kamu yang lulusan oxford orang mas Cuma lulusan dalam negeri seharusnya mas yang minta bantuan kamu” ujar mas Rio

“halah mas bilang apa sih semua itu sama, tergantung pengalaman bekerja, kan mas pengalamannya melenggang keseluruh tanah air” ujarku

“yaudah apa nih yang mas bisa bantu” ujar mas Rio sambil menaruh sesuatu diatas meja

“mas ini apaan?, rujak ngapain bawa rujak buah kesini?” tanyaku sedikit bingung

“katanya suruh ngasih Aida dari Rifa” ujar mas Rio

“Aida minta?” tanyaku

“enggak” jawabnya singkat

“mbk Rifa pesen?” tanyaku kembali

“enggak” jawabnya kembali

“terus?” tanyaku sedikit bingung

“tahu tuh mbkmu kadang juga agak aneh. Katanya suruh ngasih Aida gak tahu buat apa, katanya dimasa-masa kayak gini ia suka yang aneh-aneh. La inikah bukan musim manga tuh, katanya Rifa ia tadi ketemu bakul rujak yang jual rujak buah sama manga mudanya jadi dia beli, tadinya mau kesini sendiri berhubung dia tahu kalo aku mau kesini dia nitip. Tahu buat apa?” ujar mas Rio

Tak berapa lama Aida turun dari kamar

“mas Rio, dari kapan mas” ujar Aida dengan lembut

“gak lama sih, baru. Nih ada titipan dari mbk Rifa buat kamu katanya” ujar mas Rio sambil menyerahkan sebungkus rujak buah

“makasih ya mas, eh tapikan mbk Rifa kenapa bisa beliin aku rujak buat orang aku gak minta kok” jawab Aida

“tahu mbkmu tuh kadang juga aneh tapi katanya, kamu tuh sekarang lagi suka yang aneh-aneh itu didalamnya ada manga muda sekarang lagi gak musim manga muda jadi ia beli buat kamu” ujar mas Rio

“mbk Rifa tahu aja kalau aku lagi pengen, sampaikan makasihku ya mas, oh ya mas mau minum apa?” tanya Aida

“iya ntar disampaiin. Minum apa aja yang jelas gak kopi juga gak es” jawab mas Rio

“teh mau?” tanya Aida

“boleh” jawab mas Rio

“mas juga?” tanya Aida kepadaku

“iya” jawabku lirih

Aida segera masuk kedalam dapur untuk menyiapkan minuman. Bagiku hanya ada dua the terlezat didunia pertama bikinan mama dan kedua Aida, entahlah teh yang lainpun tak selezat teh mereka berdua. Jadi ketika aku dirumah mama atau disini aku selalu meminta Aida atau mama secara langsung yang menyiapkan teh sekalipun sudah ada bibik yang siap membantu.

Beberapa file sudah dipersiapkan mas Rio dengan begitu rapi, bahkan beberapa proposa penjualan bulan-bulan lalu juga sudah tersusun denagn begitu rapi. Memang aku pemegang kendali perusahaan terbesar, namun mas Rio dan mbk Rifa yang memiliki saham sebesar 30% diperusahaan membuatnya memilki semua itu bahkan jika bisa ditelusuri lebih panjang. Mas Rio memiliki sifat yang sangat terliti dalam menjalankan semua kegiatan termausk bisni jadi tak heran jika ia memiliki semua ini yang bahkan aku sudah tak tahu yang asli dimana karena ini hanya soft copyannya.

Aida datang dengan membawakan nampan yang berisikan dua gelas the, ia menyajikannya dengan begitu hangat. Akhirnya ia naik keatas, seolah-olah ia tahu bahwa perbincangan kali ini tak menginginkan iya datang. Pekerjaan ini benar-benar menyita waktu. Bahkan hingga siang telah berganti malam, aku dan mas Rio masih sangat serius dengan pekerjaan ini. Kita hanya beristirahat untuk melaksanakan kewajiban yaitu sholat. Bahkan kini jam dilenganku sudah menunjukkan pukul delapan malam, ruang tamuku kini sudah tak berbentuk berbagai berkas berserakan bahkan kini aku dan mas Riopun berpanimpalan amburadul selayaknya orang yang benar-benar sibuk.

“mas makan dulu yuk, udah aku siapin makan malamnya” ujar Aida sambil bergelayut manja dipundakku. Aku tahu Aida tak mau menampilkan kesan yang tak baik dihadapan mas Rio

“wah udah gak nyangka ya lama kita kerja. Yuk Di kayakanya Aida masak enak banget tuh” ujar mas Rio sambil melirik ke meja makan

“ayuk” jawabku semangat

Akhirnya kita makan bertiga, makan malam kali ini bergitu hangat dan mungkin ini makan malam pertamaku setelah kejadian waktu itu. Meski Aida slalu menyiapkan makanan dirumah, namun aku slalu menolak jika Aida ingin menyiapkannya untukku. “kenyang’ alasanku yah meskipun sebenarnya aku juga belum makan, maklum aku tipikel orang yang gak bisa makan disembarang tempat.

Makan malam berakhir, aku dan mas Rio kembali bergulat dengan berkas-berkas itu ada beberapa persoalan yang coba mas Rio ungkap beberapa waktu lalu dan banyak dari semua itu yang aku tak tahu. Memang ketika aku dan Aida sedang mengalami polemic aku jarang sekali memeriksa berkas-berkas yang masuk. Aku slalu menyetujui dan menandatanginya padahal aku tak pernah sama sekali seteledor itu, hingga akhirnya hal ini dijadikan sasaran empuk beberapa oknum yang menginginkan keuntungan tersendiri dan berakhir pada krisisnya dipersahaanku. Satu harapanku papa tak mengetahuinya cepat, bisa dibanting tujuh bantingan jika aku setiap hari pulang malam dan ternyata hasil kerjaanku nol besar.

Jam menunjukkan pukul 22.00 malam, mas Rio pamit pulang sudah cukup sepertinya kali ini aku merepotinya, banyak hal dibantu oleh mas Rio dan aku akan mencoba menyelesaikannya besok, sungguh ini hari-hari yang berat. Entahlah apakah diposisi ini aku masih bisa bersyukur. Aku menampar wajahku sendiri aku baru saja ingkar dengan apa yang dilimpahkan Allah padaku. Aku melirik kesegala penjuru rumah, aku kembali bersyukur ditengah masalah yang begitu besar ini aku masih punya tempat untuk berteduh masih ada orang-orang yang perduli denganku, mas Rio dan ya mungkin Aida, meskipun aku tak tahu bagaimana hatinya saat ini kepadaku namun setidaknya ia tetap manis padaku.

 

Aida Safitri

Entahlah apa yang membuat mas Adi pulang begitu awal, seperti biasa ia masih saja diam dan enggan berbicara. Meskipun begitu aku tetap menyapanya dan mengajaknya bicara meski jawabannya begitu ketus aku sudah siap menerimanya. Mungkin benar kini saatnya mas Adi butuh waktu sendiri aku tak ingin membebaninya dengan berbagai rengeanku yang nantinya akan membebani fikirannya. Sekarang selama mas Adi masih menganggap aku sebagai istrinya berarti ia masih tetap menjadi suamiku. Aku tak akan mengganggu diamnya mas Adi karena aku tahu seseorang yang sabar seperti mas Adi bisa meledak kapan saja dan melontarkan berbagai perkataan yang mungkin saja tak ia harapkan keluar akan keluar au berharap tak akan terjadi hal itu padaku. Aku percaya masih ada sedikit hatiku yang bertempat tinggal dihatinya mas Adi dan aku percaya sedikit demi sedikit  semua akan kembali seperti semula. Selayaknya mas Adi mencintaiku diawal pernikahan.

Awalnya aku sedikit bingung ternayata kepulangan mas Adi disusul dengan kedatangan mas Rio, dan tak kusangka ia ternyata membawa rujak buah. Entahlah apa memang benar ini yang dinamakan nyidam, aku melahap setiap buah yang ada didalamnya terutama buah-buah masam seperti manga muda, lezat sekali rasanya aku tak tahu mengapa tapi ini memang enak banget gak seperti rujak buah biasanya bahkan rasa masamnyapun juga tak kunjung menyambar lidah pokoknya semua terasa pas.

Aku tahu Allah sayang padaku disaat  mas Adi dingin padaku, Allah mengirimkan mbk Rifa dan mas Rio untukku. Setidaknya meski bukan mas Adi yang memberikannya pasti lebih nikmat rujak ini, namun ini sudah lebih cukup bagiku.

“suka Da” ujar mas Rio disaat menghampiriku kedapur mengambil minum, mungkin ia melihat aku menikmati rujak buah ini dengan begitu nikamt

“iya mas enak” jawabku

“dulu waktu hamil Fadil, Rifa selalu minta dibeliin rujak buah yang ada manga mudanya dan kamu tahu mintanya kapan?, tengah malam. Kalo gak ketemu bisa nangis sampek pagi, pernah minta jambu tapi itu katanya harus aku sendiri yang metik dan gak boleh minta sama yang punya. Akhirnya aku nyolong jambu tetangga baru deh besoknya aku bilang. Dan anehnya waktu aku beliin jambu ia tahu kalo itu jambu beli gak metik” ujar mas Rio

“aneh-aneh aja ya mas, nyidamnya mbk Rifa” ujarku sambil tertawa meledek

“ya gitu namanya juga ibu hamil, ntar kamu juga gitu ini kan masih belum terlalu besar tapi seharusnya kamu juga harus banayk nyidam, balas dendam tuh sama yang udah hamilin kamu, buat aja kelipengan jangan boleh Adi kerja pulang malam  terus” ujar mas Rio

“iya” jawabku melan

Batinku bergemuruh “kok untuk minta ini itu saja, berbicara denganku saja seolah-olah enggan, apalagi harus menuruti semua apa yang aku mau, harus kelibengan kesana kesini mencari makanan yang aku suka. Andaikan mas Adi tahu aku juga ingin seperti mbk Rifa diperhatikan mas Rio segitu perhatiannya hingga mas Rio mau melakukan apapun terutama disaat mbk Rifa hamil, tak seperti sekarang saat mas bahkan menjaga jarak denganku.

“kamu ada masalah sama Adi?” tanya mas Rio yang langsung membuyarkan lamunanku

“enggak apa maksut mas?” jawabku yang sedikit dengan rasa khawatir pabila mas Rio mengetahui keadaanku dengan mas Adi

Mas Rio adalah orang yang pertama kali menanyakan perihal hubunganku dengan mas Adi. Padahal draam yang aku dan ams Adi tunjukkan didepan keluarga tat kala unniversary ayah dan bunda tak membuat satu orangpun curiga bahkan banyak yang memuji kemesraanku dan mas Adi. Entahlah tiba-tiba seakan ada petir disiang bolong yang sedang terik, taka ad hujan taka da mendung tiba-tiba petir bergelegar dari mulut mas Rio.

“Adi gak biasanya seperti ini, ia tipikel orang yang sanagt menjunjung profesionalisme dan sekarang perushaannya sedang ada masalah. Kinerjanya menurun, Adi gak mungkin seperti ini kalo fikirannya gak terbebani sesuatu yah meskipun begitu mas sendiri juga gak tahu ebban apa yang sedang menimpa fikiran Adi hingga ia seperti ini. Bayak proyek yang berjalan tanpa sepengetahuannya, padahal setahuku Adi adalah orang yang sangat teliti. Mas Cuma mau bilang kalo kamu atau Adi mungkin ada masalah kamu bisa cerita sama mas atau kalau gak enak sama Rifa mama papa atau siapapun lah. Ingat Da kamu sedang hamil, gak boleh mikir yang terlalu berat inget kandunganmu” ujar mas Rio

“iya mas pasti” jawabku pelan

Mas Rio pergi meninggalkanku, aku baru mengerti masalah ini menimbulkan dampak yang begitu besar terhadap kinerja mas Adi dikantor. Pasti jika papa tahu ini mas Adi akan mendapatkan omelan besar-besaran dari papa mengingat mas Adi adalah tonggak kinerja perusahaan. Ternyata bukan aku saja yang rapuh dibalik dingin dan angkuhnya sikap mas Adi ternyata ia juga terpukul dengan kejadian ini. Andaikan saja Rifqi belum pergi saat ini dan ia bisa menjelaskan semuanya kepada mas Adi pasti hal ini tak akan terjadi atau aku saat itu mengabaikan pesan yang tak penting itu dan tidak mengajaknya bertemu pasti saat ini aku sedang berada dalam dekapannya mas Adi dan mas Adi tak harus banting tulang untuk mempertahankan perusahaan.

Jam menunjukkan 22.00 terlihat mas Rio sedang pamitan pulang, mas Adi memanggilku turun dari kamar untuk menemui mas Rio yang akan pulang.

“kalo kamu bosen dirumah datang aja kerumah pasti Fadil seneng Ountinya datang” ujar mas Rio

“pasti mas” jawabku

“istrinya jangan dikurung aja Di, ntar jamuren” kata mas Rio meledek

Mas Adi hanya tersenyum geli mendengar apa yang dikatakan mas Rio. Mobil mas Rio telah keluar dari pagar hanya tinggal aku dan mas Adi. Terlihat wajahnya begitu pucat aku tahu ia letih.

“mas mau aku bikini kopi?” tanyaku

“enggak” jawabnya singkat sambil naik kekamar

ia segera masuk keruangan kerjanya, mas Adi seakan benar-benar memforsir tenaganya untuk mempernaiki segalanya. Pasti mas Adi merasa sangat bersalah, karena aku tahu jika perusahaan ini bangkrut tak hanya mas Adi dan keluarga yang gigit jari, namun ribuan karyawan mas Adi juga akan menjadi pengangguran.

Jam telah menunjukkan pukul 01.00. mas Adi belum juga masuk kedalam kamar dan aku juga belum bisa memejamkan mata. Inginku membantunya menyelesaikan semuanya, namun saat ini kehadiranku malah akan membawa masalah untuknya. Aku membuka pintu kerja mas Adi, ia tertidur dengan begitu lelapnya dibawah dengan beralaskan berkas-berkas perusahaan, wajahnya begitu letih hingga aku tak sanggup membangunkannya. Andaikan aku bisa aku ingin menggendongnya dan memindahkannya kekamar supaya ia tak kedinginan, namun apa daya. Aku segera membereskan berkas-berkas yang berserakan aku membawa selimut dan bantal untuknya. Ia tertidur seakan ia tak memiliki beban apapun, bahwa kehadiranku tak ia rasakan mungkin kini ia telah tertidur dialam yang beitu nyaman.

Aku meleirik jam disampingku, sudah larut malam gumamku entah mengapa tiba-tiba mata ini mengantuk dan tertidur disamping mas Adi. Tiba-tiba tangan mas Adi memelukku, aku mencoba melepaskannya namun ia seakan memelukku dengan begitu eratnya, akhinya aku pasrah dan tertidur dalam pelukan mas Adi.

aku terbangun dari tidurku, suara adzan berkumandang dengan begitu kerasnya ditelingaku. Aku merasa tubuhku begitu hangat aku melirik kesebalah kananku “kosong” gumamku dalam hati. Aku masih sedikit kebingungan siapa yang mengangkatku hingga kau bisa berpindah tempat dari ruang kerjanya mas Adi hingga kekamar ini, aku semakin bertanya-tanya. Aku mencoba membuka ruang kerja mas Adi, aku berharap ia berada disana. Belum sempat aku menanyakan perihal pindahnya aku, mas Adi langsung menerecos

“udah tahu baru sakit, malah tidur dibawah. Nanti kalo sakit lagi siapa yang repot” tukasnya dengan begitu kasar

“maaf dan makasih. Maaf aku udah bikin mas khawatir dan makasih udah pindahin aku” jawabku

Terlihat mas Adi masih berjibaku dengan berbagai berkas yang kini telah tertumpuk rapi mas Adi juga menyiapkan beberapa berkas penting bahkan yang kini telah mencapai 2 tas kerja mas Adi. Ia tak pernah berangkat kerja dengan barang-barang yang banyak seperti ini.

“mas mau pergi?” tanyaku

“aku mau keluar kota ada urusan penting” ujarnya

“harus mas?” tanyaku

“menurut kamu?” tanya mas Adi

“mas kalo ada masalah mas ngomong sama aku, jika aku bisa bantu aku akan bantu mas” jawabku

Mas Adi hanya menampikkan senyuman pahitanya. Kini bunyi adzan, pujian bahkan iqomah sudah tak terdengar lagi. Suara takbir terdengar dari mulut mas Adi, sekarang iya sedanga menjadi imam sholat subuh. Biasanya mas Adi slalu melakukan wirid bagaimanapun kesibukan dan jadwalnya yang padat iya slalu menyempatkan, namun kali ini setelah salam ia langsung pergi menuju kamar. Aku membuntutinya, mas Adi langsung bergegas menuju kamar mandi untuk mandi. Didalam kamar ada bik Siti yang sedang membereskan baju mas Adi.

“bibik bisa keluar biar saya yang menyelesaikannya” tukasku

“tapi neng” jawab bik Siti ragu

“bik” bik Siti langung keluar kamar

Aku sedang menunggu mas Adi selesai mandi, hatiku seakan teriris dengan sikap mas Adi, namun kali ini yang aku rasakan sangatlah pedih, pedih dan teramat pedih.

“lo mana bik Siti” tanya mas Adi yang sudah keluar kamar mandi

“mas yang istrinya mas itu aku bukan bik Siti, yang harusnya nyiapain keperluannya mas itu aku bukan bik Siti. Apa mas anggap aku pajangan disini yang bisanya Cuma numpang dan habisin uanganya mas. Aku ini istri kamu mas, tapi segitu bencinya kamu sama aku” ujarku sedikit menggunakan nada tinggi

“yang seharusnya kamu genggam itu tangan aku bukan tangan orang lain” ujar mas Adi yang seakan membanting langsung perasaanku

“mas saja gak mau denger penjelasan aku, tiba-tiba mas tarik kesimpulan seperti itu” ujarku

“Aida aku gak mau berdebat sama kamu, saat ini biarkan aku pergi karena perusahaan sedang butuhin aku” ujar mas Adi sedikit membalas dengan nada kasar

“mas aku juga butuh mas, saat ini aku sedang” belum sempat aku meneruskan pembicaraanku, mas Adi langsung meneros

“sedang membantah perintah suami” jawab mas Adi dengan begitu kecutnya

Aku benar-benar hancur dengan semua yang dikatakan mas Adi, bahkan ia benar-benar tak mengizinkan aku untuk berbicara sepatah katapun. Mas Adi langsung pergi dan membawa semua perlengkapannya. Aku hanya terdiam dikamar aku termangu dengan sikap mas Adi yang seakan tak mau mengerti aku. Tiba-tiba perutku sakit sangat sakit bahkan tak seperti biasanya. Aku berteriak bik Isah menghampiriku ia memelukku mencoba mengangkatku keatas kasur pada posisi aku sedang terjatuh dibawah.

“sakit bik” ujarku

“neng tenang ya” ujar bik Isah

Aku masih saja memegangi perutku sungguh aku tak kuasa menahan rasa sakitnya. Aku mencoba menahannya namun semakin lama semakin sakit, aku takut terjadi apa-apa dengan kandunganku.

“neng tenang dulu bik Siti sedang menelfon den Adi, neng tenang ya” ujar bik Isah menenangkan

Tak lama kemudian mas Adi datang sepertinya mobil yang mengantarkan kepergian mas Adi belum jauh dari rumah. Mas Adi datang dengan begitu tergesa-gesa aku sudah tak tahan lagi aku sedikit menjerit.

“sakit mas” ujarku

Mas Adi sedikit bingung, mang Ali segera menelfon dokter untuk datang dan untuk kesekian kalinya perutku tiba-tiba menghilang rasa sakitnya sungguh bisa-bisa tiba-tiba menghilang bahkan hanya dengan sentuhan kecil yang diberikan oleh mas Adi tak lama mungkin hanya sekitar 5 detik.

“udah gak sakit?” tanya mas Adi

“udah mendingan mas” jawabku

“kamu bohongin aku?” tanya mas Adi sedikit sewot melihat perubahan yang sangat cepat

“enggak mas tadi beneran sakit, tapi setelah mas sentuh sakitnya hilang” jawabku

“terserahlah, kalo gitu aku berangkat udah enakan ini, jangan telfon aku kalo gak penting-penting banget dan yang kedua mang Cipto udah telfon dokter untuk kesini jangan rewel makan dijaga jangan kecapean. Bik tolong bantu Aida jangan sampek kelelahan” ujar mas Adi panjang lebar

Aku meringis entahlah aku harus tersenyum atau menangis bersyukur atau tidak. Dengan semua jawaban mas Adi membuatku kini benar-benar hancur berkeping-keping bahkan ia seakan tak perduli dengan keadaanku, ia seakan acuh denganku ia pergi begitu saja dengan begitu mudahnya disaat aku saat ini sedang benar-benar butuh dia. Bahkan dia melarangku untuk menelfonnya jika tidak ada urusan penting, apakah aku sudah tak berarti lagi baginya kini. Bahkan jika untuk menanyakan kabar apakah juga tak boleh. Aku masih berharap mas Adi mengurungkan niatnya untuk pergi melihat kondisiku yang seperti ini. Namun apa daya mobil yang dikendarai mang Cipto telah pergi meninggalkan rumah dan hanya terdengar suara bising mobil yang mendera.

Kini ada bik Isah disampingku, beliau memintaku untuk tegar sabar menghadapi semuanya, bik Isah juga memberikan berbagai wejangan yang sedikit membuatku tenang, mengingat umur bik Isah yang jauh diatasku membuat beliau lebih banyak menelan asam garam kehidupan.

Tak beberapa dokter masuk bersama bik Siti, ia memeriksa aku dan menanyakan beberapa hal mengenai keluhanku.

“ibu harus benar-benar betres kandung di 3 bulan pertama sangat rawan terjadi keguguran. Jadi ibu harus benar-benar istirahat makan yang teratur jangan bawa barang yang berat-berat minum susu juga kalau perlu. Jangan sampai keletihan dan strees karena itu akan mempengaruhi kandungan ibu” ujar dokter Alisa yang sedang memeriksaku sekarang

“iya dok” jawabku pelan

“sekarang kandungan ibu berada dalam kondisi yang sangat lemah, kalo ada apa-apa langsung bawa kerumah sakit ya bu” tambahnya

“baik dok” jawabku kembali

“ini ya bik ada resep bisa ditebus diapotik, jaga kesehatannya ya buk dan saya pamit” ujar dokter Alisa

“mari saya antar” ujar bik Siti

Tak lama kemudian mang Ali datang membawa sebungkus obat yang ia beli diapotik, kemudian bik Isah menyiapkan makanana dan menyuapiku. Aku berharap ada mas Adi yang berada disampingku dan menyuapiku tapi kini ia tak ada, namun aku bersyukur masih ada bik Isah, bik Siti, mang Cipto dan mang Ali yang slalau ada untukku.

“neng jangan nangis lagi ya, neng harus kuat buat kandungannya neng” ujar bik Isah yang sedang menyuapiku

“kalo mas Adi tahu aku hamil ia seneng gak ya bik” ujarku

“seneng pasti, bibik tahu den Adi orangnya baik, mungkin saat ini aden lagi banyak masalah dikantor jadi bersikap dingin kepada neng. Neng harus tahu kalo den Adi sayang banget sama neng” ujar bik Isah menenangkanku

“semoga” jawabku lirih

2 hari berlalu mas Adi juga tak memberi kabar untukku, ada rasa cemas dihati untuk menanyakan bagaimana kabarkupun juga tidak. Entahlah apakah ia masih menganggapku atau tidak, kini aku berjuang mempertahankan calon anaknya tapi ia tak sedikitpun perhatian denganku, namun aku tahu ini juga tak sepernuhnya salahku. Aku juga salah karena tidak mengatakannya namun apakah mas Adi juga akan bahagia jika ia mengetahui kalau aku sedang mengandung anaknya atau bahkan ia malah akan memperlakukanku lebih buruk dari ini. Kalo boleh memilih aku ingin mas Adi menamparku bahkan menyikasaku lukapun tak apa-apa lebih baik bagiku daripada harus aku didiamkan, sakitnya double bagiku.

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dessert
1048      551     2     
Romance
Bagi Daisy perselingkuhan adalah kesalahan mutlak tak termaafkan. Dia mengutuk siapapun yang melakukannya. Termasuk jika kekasihnya Rama melakukan penghianatan. Namun dia tidak pernah menyadari bahwa sang editor yang lugas dan pandai berteman justru berpotensi merusak hubungannya. Bagaimana jika sebuah penghianatan tanpa Daisy sadari sedang dia lakukan. Apakah hubungannya dengan Rama akan terus b...
seutas benang merah
2187      876     3     
Romance
Awalnya,hidupku seperti mobil yang lalu lalang dijalan.'Biasa' seperti yang dialami manusia dimuka bumi.Tetapi,setelah aku bertemu dengan sosoknya kehidupanku yang seperti mobil itu,mengalami perubahan.Kalau ditanya perubahan seperti apa?.Mungkin sekarang mobilnya bisa terbang atau kehabisan bensin tidak melulu berjalan saja.Pernah mendengar kalimat ini?'Jika kau mencarinya malah menjauh' nah ak...
My Big Bos : Mr. Han Joe
635      387     2     
Romance
Siapa sih yang tidak mau memiliki seorang Bos tampan? Apalagi jika wajahnya mirip artis Korea. Itu pula yang dirasakan Fraya ketika diterima di sebuah perusahaan franchise masakan Korea. Dia begitu antusias ingin segera bekerja di perusahaan itu. Membayangkannya saja sudah membuat pipi Fraya memerah. Namun, apa yang terjadi berbeda jauh dengan bayangannya selama ini. Bekerja dengan Mr. Ha...
Di Balik Jeruji Penjara Suci
10096      2134     5     
Inspirational
Sebuah konfrontasi antara hati dan kenyataan sangat berbeda. Sepenggal jalan hidup yang dipijak Lufita Safira membawanya ke lubang pemikiran panjang. Sisi kehidupan lain yang ia temui di perantauan membuatnya semakin mengerti arti kehidupan. Akankah ia menemukan titik puncak perjalanannya itu?
November Night
385      276     3     
Fantasy
Aku ingin hidup seperti manusia biasa. Aku sudah berjuang sampai di titik ini. Aku bahkan menjauh darimu, dan semua yang kusayangi, hanya demi mencapai impianku yang sangat tidak mungkin ini. Tapi, mengapa? Sepertinya tuhan tidak mengijinkanku untuk hidup seperti ini.
Move on
63      42     0     
Romance
Satu kelas dengan mantan. Bahkan tetanggan. Aku tak pernah membayangkan hal itu dan realistisnya aku mengalami semuanya sekarang. Apalagi Kenan mantan pertamaku. Yang kata orang susah dilupakan. Sering bertemu membuat benteng pertahananku goyang. Bahkan kurasa hatiku kembali mengukir namanya. Tapi aku tetap harus tahu diri karena aku hanya mantannya dan pacar Kenan sekarang adalah sahabatku. ...
NADI
6153      1693     2     
Mystery
Aqila, wanita berumur yang terjebak ke dalam lingkar pertemanan bersama Edwin, Adam, Wawan, Bimo, Haras, Zero, Rasti dan Rima. mereka ber-sembilan mengalami takdir yang memilukan hingga memilih mengakhiri kehidupan tetapi takut dengan kematian. Demi menyembunyikan diri dari kebenaran, Aqila bersembunyi dibalik rumah sakit jiwa. tibalah waktunya setiap rahasia harus diungkapkan, apa yang sebenarn...
Weak
253      204     1     
Romance
Entah sejak kapan, hal seromantis apapun kadang terasa hambar. Perasaan berdebar yang kurasakan saat pertama kali Dio menggenggam tanganku perlahan berkurang. Aku tidak tahu letak masalahnya, tapi semua hanya tidak sama lagi. Kalau pada akhirnya orang-orang berusaha untuk membuatku menjauh darinya, apa yang harus kulakukan?
Love Dribble
10637      2056     7     
Romance
"Ketika cinta bersemi di kala ketidakmungkinan". by. @Mella3710 "Jangan tinggalin gue lagi... gue capek ditinggalin terus. Ah, tapi, sama aja ya? Lo juga ninggalin gue ternyata..." -Clairetta. "Maaf, gue gak bisa jaga janji gue. Tapi, lo jangan tinggalin gue ya? Gue butuh lo..." -Gio. Ini kisah tentang cinta yang bertumbuh di tengah kemustahilan untuk mewuj...
simbiosis Mutualisme seri 2
8615      1980     2     
Humor
Hari-hari Deni kembali ceria setelah mengetahui bahwa Dokter Meyda belum menikah, tetapi berita pernikahan yang sempat membuat Deni patah hati itu adalah pernikahan adik Dokter Meyda. Hingga Deni berkenalan dengan Kak Fifi, teman Dokter Meyda yang membuat kegiatan Bagi-bagi ilmu gratis di setiap libur panjang bersama ketiga temannya yang masih kuliah. Akhirnya Deni menawarkan diri membantu dalam ...