Read More >>"> Taarufku Berujung sakinah (Liburan) - TinLit
Logo TinLit
Read Story - Taarufku Berujung sakinah
MENU
About Us  

Aida Safitri

“mas boleh gak kao ntar aku keluar” tanyaku sedikit ragu-ragu

 aku tahu selepas menikah hingga saat ini aku beru pertama kali meminta izin mas Adi untuk keluar rumah, untuk kerumah bundapun aku slalu ditemani mas Adi.

“untuk” jawab mas Adi sambil membereskan beberapa file yang tertumpuk dimeja kerjanya

“tapi kalo mas gak ijinin gak papa sih Cuma mau nanya aja. Solanya kan lusa Warda berangkat jadi”

“iya boleh” jawab mas Adi sebelum aku selesai berbicara

“makasih mas” jawabku

“sampai?” tanya mas Adi

“gak lama-lama” jawabku

“kalo mau nginep juga boleh” ujar mas Adi tanpa milirik padaku dan terfokus dengan laptopnya

“emangnya mas gak marah?” tanyaku

“besok mas ada lembur, jadi mas kayaknya gak pulang. La berhubung Warda dan Pricil belum pernah kesini. Kamu ngajak mereka aja datang kesini, nginep” ujar mas Adi

“beneran?” tanyaku

“iya” jawab mas Adi sambil menjawil pipiku

 

Hari ini sengaja bangun lebih pagi, sholat subuh, masak, menyiapkan perlengkapannya mas Adi, dan sarapan. Aku senang karena sudah lama aku tidak berkumpul dengan mereka. Beruntung sekarang aku sudah benar-benar free gak ada kerjaan, jadi kerja rumah bisa aku handel dengan baik, yah meskipun sudah ada bik Siti dan bik Isah.

Jam menunjukkan pukul 08.00, seharusnya Warda dan Pricil sudah datang kesini, namun entahlah ia belum datang. Aku segera masuk kedalam kamar, aku mengambil sebuah novel untuk menghancurkan kebosenanku menunggu mereka.

Tak berapa lama sebuah mobil terdengar dari depan, aku segera turun yap benar Pricil dan Warda aku segera berlari dan berpelukan selayaknya teletabis bertemu setelah sekian lama berpisah, sayang kini personilnya cuma 3.

“gila gue gak nyangka ini rumah apa istana?” ujar Pricil sambil memandang kesegala penjuru rumah

“mau keliling sini?” tanyaku

“ayuks” seru Warda

Aku mengajak mereka keliling rumah ini, dari mulai depan, bagasi taman, sampai kebelakang dapur, kolam renang, musholla, naik keatasa kamarku dan mas Adi, ruang yoga, dan masih banyak yang lainnya. Sesekali mereka berdecap kagum.

“gak gue tanya ini rumah apa istana?” tanya Pricil untuk yang kedua kalinya

“lo pikir aja diri, enggak ini bukan rumah bukan pula istana ini gua” jawabku

“aku mah mau, kalo tinggal di gua yang sebagus ini” ujar Pricil

“kebanyakan nonton film ni anak” ujar Warda

Aku banyak bercerita mengenai perihal hubunganku dengan mas Adi, perjalananku dan kisah cintaku, jadi malu sendiri. Jadi cerita aku yang malu sendiri kalo tahu mas Adi ternyata yang punya perusahaan sampai aku marah-marah ia sering keluar kantor, terus aku yang ketiduran waktu ditaxi, bahkan aku yang telat bangun setelah resepsi.

“jadi lo gak tahu kalo ternyata mas Adi itu punya perusahaan keluarga” ujar Pricil tertawa

“terserah” jawabku

“tapi mungkin ini ya yang dinamakan cinta sejati. Cinta yang gak memandang apapun. Lo nikah Cuma mau bikin seneng orang tua lo kan?” tanya Warda

“iya” jawabku singkat

“niat yang lillahitangala bakal bawa  lo keposisi yang gak pernah mungkin disangka orang” jelas Warda

“tapi bener apa kata Ward ague dulu, agak ngeri sih dengan niat pernikahan lo. Tapi kalo gue lihat saat ini gue mau deh dijodohin” ujar Pricil yang membawa gemuruh diantara aku dan Warda

“tapi lo beruntung banget punya suami kayak mas Adi, lo harus bersyukur jarang ada lelaki yang bisa menerima lo apa adanya” ujar Warda

Akhirnya aku menceritakan perihalku yang sampai saat ini belum bisa menyerahkan diriku sepenuhnya kepada mas Adi. Entahlah aku belum berani menceritakan ini kepada siapapun, dan baru kali ini aku merasa harus menceritakan hal ini, entahlah namun aku merasa perlu. Mungkin mereka bisa mencarikan aku solusi terbaik.

Warda menggenggan tanganku dengan erat, matanya menatapku dengan begitu tajam.

“Da, gue tahu lo orang yang ngerti, gue tahu lo orang yang baik, gue tahu lo bisa jaga batas-batasan lo sebagai seorang istri. Tapi yang paling penting sebuah pernikahan itu dilaksanakan bukan saja hanya untuk menyempurnkan iman seseorang, tapi juga untuk melahirkan generasi Islam yang berakhlaqul Karimah. Aida ketika lo sudah resmi menjadi istri dari seseorang mau gak mau, ikhlas gak ikhlas lo harus ikhlas nyerahin diri lo buat suami lo. Gue tahu lo belum siap, tapi sampai kapan. Melayani suami itu hukumnya wajib dan ketika suami lo minta dan lo harus menurutinya. Jika enggak neraka Aida jaminannya” ujar Warda yang membuatku tak kuasa menahan air mata. Warda memelukku dengan begitu erat, iapun tak kuasa menahan air matanya, Pricilpun memelukku dari samping kita bertiga berpelukan begitu erat. Iya memang diantara kita bertiga Wardalah yang paling mengerti ilmu agama, jadi tak jarang Warda sering memberikan wejangan yang sangat bermanfaat bagi kita.

Aku sadar rela tak rela suka tak suka memang aku harus menjalankan kewajibanku, aku berharap tak lama bagiku untuk bisa memberikannya kepada mas Adi. Semoga doaku.

Tak terasa memang waktu jika dinikamti dengan kebahagiaan terasa begitu cepat dan tak terasa sehari semalam sudah kita lalui bersama. Waktunya berpisah sedih iya bukan hanya untuk berpisah sementara. Tapi untuk melepaskan kepergian Warda untuk ke Kairo entahlah mengapa harus secepat ini. Namun sehari semalam ini banyak memberikan cerita yang sangat beragam kisah yang memang sudah lama disimpan dari hati kehati kini seakan sudah tak lagi dapat dibendung. Akhirnya panggilan untuk keberangkatan Warda disiarkan dan kini tinggal aku dan Pricil. Abah uminya Warda tidak bisa mengantarkan karena dipondok lagi mau ada acara akhirussanah katanya jadi agak sibuk. Namun yah kini aku dan Pricil benar-benar sendiri. Doa terbaik untukmu kawan dari aku dan Pricil yang akan slalu menunggu kedatanganmu.

 

Mohammad Adkhal Irsyadi

Minggu-minggu ini memang minggu-minggu yang sangat padat untukku, bagaimana tidak kini perusahaan baru saja membangun cabang baru dan masih membutuhkan perhatian yang lebih ekstra untuk pengembangannya. Maka dari itu aku sering sekali pulang larut malam, adakalanya Aida memprotes pekerjaanku yang ia rasa terlalu sibuk. Mungkin ia bosen dirumah sendirian apalagi ia tak ada kerjaan, wajar saja kalau Aida memprotesku. Namun kali ini aku sengaka memberikan Aida hadiah special mengingat aku belum pernah memberikan apapun kepada Aida setelah ia menjadi istriku.

“mas Adi sudah pulang masih jam 10 lo” ujar Aida tat kala melihatku pulang

“emang kenapa mau marahin aku lagi” jawanku

“ya enggak” jawab Aida lirih

Aku sengaja masuk kedalam kamar dengan meninggalkan tasku dimeja depan, aku biarkan terbuka agar Aida bisa melihat kejutan yang aku berikan sendiri.

“mas ini apa?” tanya Aida

“baca dong” ujarku

“tiket liburan ke Bali, 2 orang. Mas ngajak aku” tanya Aida dengan penuh suka cita

“enggak sama mang Ali, iya sama kamulah” jawabku

“mas makasih” ujar Aida sambil jingkrak-jingkrak kegirangan

Yah sukurlah Aida senang, aku harap ini bisa menjadi kado yang terindah buat Aida. Semoga ini juga bisa menjadi awal bulan maduku dan Aida yang sempat tertunda, jikalau tidakpun takkan menjadi beban bagiku, karena aku percaya semua hubungan memiliki proses untuk menuju keberhasilannya masing-masing.

 

Jam menunjukkan pukul 10.00 WITA, iya kita sudah ada di Bali, aroma pantai dibali mengajakku dan Aida untuk segera mengunjunginya. Aku segera mengajak Aida ke vila keluarga yang tak jauh dari Denpasar, disana sudah ada bik Sari dan mang Arul yang akan menyiapkan segalanya. Mereka adalah orang-orang yang menjaga vila ini, tenang mereka sefaham dengan kita, jadi kita memperyakan vila ini kepada mereka. Awalnya aku ingin istirahat sejenak disini, namun Aida merengek ia ingin mengajakku kepantai. Akhirya aku mengiyakan ajakan Aida, biar saja semoga dia senang. Belum sempat aku turun mobil, ia langsung berlari ketepi pantai menari-nari selayaknya anak kecil yang baru pertama kali lihat laut, Aida terlihat begitu bahagia, ia berteriak seakan melepaskan semua beban yang pernah ia simpan selama ini.

“kamu suka laut?” tanyaku yang sedang menghampiri Aida

“alam memang menyuguhkan berbagai keindahan mas, namun yang paling indah adalah laut, lautan yang tanpa batas, memberikan kehidupan bagi sekitarnya dan memberikan senyuman bagi setiap orang yang mengunjunginya” ujar Aida sambil menatapkan matanya tajam kelaut lepas

Aku tersenyum mendengar jawaban Aida, aku tahu dibalik kelemah lembutannya ia bukanlah anak yang manja, meski terkadang ia suka merengek. Aku tahu tempat yang nyaman baginya bukanlah mall atu restoran sekalipun, tapi alam bebas yang menyuguhkan keindahannya langsung dari sang pencipta.

“mau naik perahu?” tanyaku

“iya” jawab Aida dengan lantang

Hari ini benar-benar menikmati hariku tiada tara, tawa yang terus keluar dari bibir manis Aida membuatku kehelingan rasa letihku yang tadi sempat menghinggap dihati, ia begitu bahagia tak ada sedetikpun yang Aida lewatkan tanpa tertawa bahagia. Bahkan mungkin kamera yang akan kubawa akan penuh foto sebelum liburan kali ini selesai. Aku pernah bertanya pada Aida kenapa ia suka laut dan dengan polosnya iya jawab, aku pernah kegulung ombak sampai 10 meter, dari itu aku suka laut. Jawaban yang menurutku aneh, namun ini benar nyatanya. Yah mungkin ini adalah cara Aida mengenang masa lalunya yang bisa dikatakan sedikit menakutkan.

Dari sini kita lanjutkan untuk berburu makanan khas Bali, sempat bingung memilih makanan, akhirnya kami memtuskan untuk makan Ayam Bakar Taliwang, kata Aida sih rasanya nikmat. Maklum Aida sering ke Bali, kalo udah libur semester ia dan Pricil biasanya ikut kerumah warda, iya rumah Warda deket dari Bali Cuma tinggal nyebrang laut, makanya mereka sering kesini. Dari namanya sih makanannya terdengar menggiurkan aku sendiri juga belum pernah merasakannya. Meskipun aku punya vila disini, namun aku jarang mengunjunginya, jikalau ada acara keluarga kita lebih milih vila kita yang ada disekitar dataran tinggi dieng. Hanya saja mungkin mbk Rifa atau mas Rio yang sering mampir, karena mas Rio punya restoran seafood disini.

“cekrek” suara kamera yang sedang dipegang Aida menfoto wajahku, entahlah berwajah seperti apa aku, candit atau bahkan berlagak bloon.

“Aida, mas kan lagi gak lihat kamera” ujarku

“gak papa mas lucu” jawab Aida

“Aida hapus” tegasku

“mas Adi gak mau” ujar Aida

“Aida mau surga gak” ujarku

Ditengah perdebatan kita datanglah seorang pelayan dengan membawakan menu yang kita pesan, etrlihat begitu mewah bahakn lebih emwah dari gambar ynag disajikan.

“mas Aida mau syurga, tapi Aida gak mau kehilangan setiap momen yang kita lakukan saat ini” ujar Aida setelah pelayan pergi sambil memegang erat tanganku

“kalo istriku sudah berkata-kata aku bisa apa” jawabku pasrah\

Aku melahap makanan dengan begitu nikmatnya, rasanya begitu paa seperti tak ada yang tertinggal, aku menikamati setiap makanan yang masuk kedalam mulutku, bahkan aku tak menghiraukan aku makan secara belepotan.

“mas kalo makan pelan-pelan kayak orang gak pernah makan aja. Kalo mas suka besok Aida bikini, Aida bisa masak kayak gini” ujar Aida sambil mengelap mulutku menggunakan tangannya

“enak ya Da kalo punya istri, lapar ada yang masakin, belepotan ada yang ngelapin” ujarku yang disambut pipi merah dari Aida

Bagiku sepintar-pintarnya seorang wanita, kodrat mereka adalah didapur, jadi bukanlah wanita yang seutuhnya jika mereka tak bisa membuat dapur berasap, karena masakannya. Sekalipun ada pembantu mereka tetaplah wanita seutuhnya yang harus bisa mneguasai dapur. Syukurlah aku temukan itu di Aida, dan yang alhamdulillahnya lagi masakan Aida sangat cocok dengan lidahku, jadi apapun yang ia masak slalu aku lahap tanpa terkecuali.

Setelah amkan kita segera melaksanakan sholat dhuhur di mushola restoran. Kemudian kita jalan-jalan. Keliling Bali saja katanya. Berhubung cuaca yang kurang mendukung kita duduk dimobil menikmati setiap pembandangan yang ada, beruntung mang Arul siap sedia mengantarkan kami kemanapun kami ingin pergi.

Sampai dirumah jam 10.00. Aida telah terlelap dipangkuanku, aku tahu Aida sangat letih memang perjalanan yang sangat jauh, sebelumnya aku sudah meminta Aida untuk pulang sebelum maghrib, namun ia ngotot pingin lihat Bali pada malam hari, apalagi ini malam minggu pasti ramai dan akhirnya iya sampai malam kita masih dijalan dan ketika kita mau pulang macet menghadang hingga Aida tertidur pulas. Beruntung kita tadi sudah menunaikan sholat isya, jadi kini aku bisa mengangkat Aida masuk.

Teringat beberapa bulan yang lalu ketika aku baru saja meminang Aida, ia tertidur dipundakku aku tak bisa melakukan apapun kecuali membangunkannya. Namun aku bersyukur kini aku bisa menghilangkan rasa canggungku untuk menyentuh Aida, aku mengangkatnya dan merebahkannya dikamar, aku langsung menyelimuti Aida, aku tahu jika tidak aku lakukan dengan segera Aida akan terbangun dari tidurnya, karena ia plaing nyaman dengan balutan selimut.

Jatahku liburan hanyalah 4 hari, karena ini adalah waktu kosong yang sengaja aku jadwalkan jauh-jauh hari. Dihari selanjutnya tugas telah datang menghadang dari berbagai proyek dan berbagai investor ditambah perusahaan cabang yang kini sedang aku kembangkan, akan menambah kerjaan baru yang sangat melelahkan. Terkadang aku berharap ada seseorang yang bisa membantu, namun apa daya Risda yang masih duduk dibangku SMA, benar-benar dilarang papa untuk menyentuh pekerjaan apapun itu termasuk kantor. Nunggu kalo udah sarjana, kata ayah sih. Sebenarnya aku dulu juga seperti itu, mulai ngantor ketika udah sarjana, yah nyambi-nyambi sama ambil gelar master. Namun ketika aku telah menikah dan papa resmi mengundurkan diri dari kantor, pekerjaan benar-benar membebani pundakku dengan begitu santainya, entahlah terkadang aku berfikir bagaimana papa bisa menjalani semua ini selama bertahun-tahun dan sendiri. Mungkin kini kesulitanku hanyalah untuk memajukannya saja, karena semua sudah terancang dengan rapi dan ayah dulu ketika mendirikan usaha ini, bagaimana banting tulangnya papa membangun usaha ini. Mungkin itulah motivasi terbesarku untuk tetep stay demi perusahaan dan papa terutamanya.

 

Aida Safitri

3 hari berlalu, aku sudah cukup letih mengelilingi Bali, sebenarnya masih banyak lagi sih destinasi wisata yang ingin aku kunjungi. Namun entahlah aku ingin bersantai di vila ini. Mas Adi mengiyakan apa yang aku inginkan, aku tahu mas Adi sangat senang dengan permintaanku ini, aku tahu ia begitu letih harus mengantarkanku kesana-kemari yah meski aku tahu ia tak pernah resah, namun terlihat diwajahnya betapa letihnya wajah dia.

Dan beruntung 3 hari disini aku baru tahu kalo dibelakang vila ada perkebunan, tak luas sih tapi cukuplah untuk menghilangkan penar. Beberapa bunga ditanam dengan rapi dan indah, ada juga beberapa buah yang ditanam, termasuk kelapa. Dengan baik hati mas Adi memetikannya satu untukku. Memang bik Sari dan mang Arul orangnya sangat telaten, meski vila ini jarang dikunjungi mereka dengan rajin membersihkannya dan merawatnya, jadi ketika kita kesini semua terlihat rapid an asri.

“mas Adi gak bilang kalo ada kebun disini” ujarku yang sedang duduk disebuah gazebo mini yang memang sengaja dibuat mang Arul ditengah-tengah kebun

“kamunya gak nanya?” tanya mas Adi jawab

“mas tahu gak kenapa namaku Aida Safitri” tanyaku

“kenapa?” jawabnya singkat

“jawab dulu dong mas kreatif, jangan mudah menyerah” ujarku dengan sedikit gerutuan

“apa, enggak tahu” ujarnya

“ah mas biasah deh” jawabku

“mungkin kamu lahir waktu hari raya kali” jawabnya dengan wajah tak menyakinkan

“la mas tahu, iya aku lahir waktu orang-orang selesai shola idul fitri. Makanya namaku Aida Safitri” jawabku

“gak nanya nama mas kenapa bisa jadi Muhammad Adkhal Irsyadi”

“kenapa?” tanyaku

“jawab dulu dong” ujarnya singkat

“mungkin karena mas nakal kali, jadinya Adkhal” ujarku sambil tertawa rendah

“kamu tuh ada aja, Adkhal itu karena mas lahir pada idul Adha” jawabnya singkat

Aku kembali tertawa terkekeh

“kok tertawa?” tanya mas Adi

“enggak sih mas lucu aja, kayak kita itu emang jodoh. Namaku Aida Safitri dihari raya idul Fitri eh mas lahirnya pas Idul Adha, Muhammad Adkhal Irsyadi jadinya” jawabku

“amin, semoga Allah menemukan kita dan menjadikan kita sakinah dimata-Nya, hingga kita bisa bersama selamanya” jawab mas Adi

“Amin, semoga Allah jadikan kita keluarga yang sakinah dunia akhirat ya mas” tambahku

“amin” jawabnya sambil mengecup keningku

Kini aku tenah tidur dipangkuan mas Adi, liburan kali ini benar-benar membuatku dan mas Adi semakin dekat, bahkan hampir tak ada jarak, entahlah mungkin aku telah jatuh hati padanya. Pada parasnya yang tak pernah bisa hilang dari pelupuk mataku. Senyumannya yang begitu bersahaja kini benar-benar meracuniku. Kesebarannya benar-benar membuat aku luluh dan sikap hangatnya membuatku semakin nyaman bersamanya. Mungkinkah dengan posisi seperti ini aku masih bisa saja menghindari kodratku sebagi seorang istri tidak, bismillah jawabku.

 

Muhammad Adkhal Irsayadi

Jam menunjukkan pukul 19.00 Adzan isya’ telah berkumandang dan ini adalah malam terakhir aku dan Aida berlibur. Tak seletih malam sebelumnya Aida meminta kita untuk menikamti suasana vila dan menghabiskan hari dikebun belakang. Aku bersyukur liburan kali ini benar-benar sangat hangat, aku melihat ada kebahagiaan terpancar dari wajah Aida dengan begitu nyatanya, meski terkadang aku merasa letih dengan berbagai kemauan Aida, aku besyukur setidaknya aku bisa membahagiakan istriku seteah sekilan lama aku hanya sibuk dengan pekerjaanku.

Adzan berkumandang aku dan Aida melaksanakan sholat isya secara berjamaah dikamar, seperti biasanya kita sholat isya lalu wirid, dalam doaku aku berdoa Allah mengizinkanku untuk menunaikah kewajibanku untuk menafkahi istrku secara batin, aku berharap Aida bisa melaksanakannya, bukankah aku sudah menunda malam pertamaku hingga beberapa bulan. Namun aku goyahkan hatiku, bagaimanapun juga hal itu tak bisa aku lakukan dengan keinginan sebelah pihak saja.

Aku meletakkan sajadahku ditempat, terlihat air mata Aida menetes, aku menarik lengannya dan menatap matanya.

“maaf mas Adi, aku telah menunda kewajibanku sebagai seorang istri memberikanmu sesuatu yang harus kau dapatkan dari dulu. Kini aku telah siap melayanimu” ujar Aida dengan tegas

“subhanallah” batinku berkata

Penantianku kini sudah tak lagi percuma, dimalam terakhir liburan Aida telah menyempurnakan tugasnya menjadi seorang istri, aku sangat bahagia dengan begitu telah aku tunaikan pula kewajibanku memberikan nafkah batin terhadap istriku.

“bismillah ya Allah jadikan keturunan kami kelak, menjadi keturunan yang sholeh, sholehah dan bisa menjadi pondasi yang kuat untuk agamaMu, amin”

 

Aida Safitri

Jam menunjukkan pukul 07.00 dan kita belum selesai beres-beres, sedangkat pesawat terbang pukul 08.15. “gara-gara telah bangun jadi rusak semua acara” gumamku

Dengan baik hati mas Adi membantu menyiapkan segalanya. Termasuk baju dan oleh-oleh semua belum ada yang dikoper dengan sigap kita bekerja sama meletakkannya stau persatu, beruntung ketika kita keluar kamar makan sudah tersaji dengan rabi dimeja makan, tanpa berfikir panjang kita langsung sarapan dengan begitu lahapnya, bahkan kini aku makan nasi goreng.

Mas Adi melihatku dengan tertawa terkekeh.

“semenjak kapan kamu suka makan nasi dipagi hari” tanya mas Adi

“semenjak aku jadi istri kamu, jadi ketularan. Kala aku jadi gendut gimana” ujarku sambil terus melahap nasi goreng yang ada dihadapanku

“aku suka, kalo kamu gendutkan gak ada yang ngelirik. Kau tetep sayang” ujar mas Adi sambil mecubit pipiku

Sontak hal ini menjadi pertunjukkan baru untuk mang Arul dan bik Sari yang sedari tadi memperhatikan kita. Aku dan mas Adi sedikit kaget melihatnya.

“gak papa atuh aden, kita juga seneng kalo Aden berdua romantis” ujar mang Arul

Aku dan mas Adi tertawa renyah.

“mang Arul bik Sari makasih ya sudah menjamu kita dengan hangat” ujar mas Adi

“makasih juga mang Arul udah mau nganterin kita keliling-liling tanpa arah dan tujuan yang jelas, bik Sari makanannya enak banget. Makasih ya bik” ujarku

“kita juga terimakasih aden sudah mau kesini, kita seneng banget kalo dikunjungi” ujar bik Sari

“jaga vila baik-baik kalo ada apa-apa, telfon aja” ujar mas Adi

“siap aden. Kita doakan pulang dari sini langsung punya dedek baru” ujar mang Arul

Aku dan mas Adi hanya tersenyum tanda mengaminkan, aku segera berangkat menuju bandara, beruntung kita masih punya waktu 15 menit untuk menunggu keberangkatan. Aku langsung menuju kursi yang telah dipesankan. Kini sudah tak lagi ada canggung antara aku dan mas Adi, sesampai dikursi aku langsung merebahkan kepalaku dipundak mas Adi dengan begitu nyaman dan mas Adi memelukku dan membelai hijabku dengan begitu hangat. Dan kini aku benar-benar meresa nyaman berada disebelah mas Adi, bukan lagi nyaman kini aku juga telah mempercayakan hidupku dan kebahgiaanku kepada mas Adi, kini aku tak mau ada orang yang mengusikku kebahagianku dan mas Adi yang benar-benar begitu hangat.

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dear, My Brother
807      519     1     
Romance
Nadya Septiani, seorang anak pindahan yang telah kehilangan kakak kandungnya sejak dia masih bayi dan dia terlibat dalam masalah urusan keluarga maupun cinta. Dalam kesehariannya menulis buku diary tentang kakaknya yang belum ia pernah temui. Dan berangan - angan bahwa kakaknya masih hidup. Akankah berakhir happy ending?
Why Joe
1096      566     0     
Romance
Joe menghela nafas dalam-dalam Dia orang yang selama ini mencintaiku dalam diam, dia yang selama ini memberi hadiah-hadiah kecil di dalam tasku tanpa ku ketahui, dia bahkan mendoakanku ketika Aku hendak bertanding dalam kejuaraan basket antar kampus, dia tahu segala sesuatu yang Aku butuhkan, padahal dia tahu Aku memang sudah punya kekasih, dia tak mengungkapkan apapun, bahkan Aku pun tak bisa me...
Belum Tuntas
4510      1575     5     
Romance
Tidak selamanya seorang Penyair nyaman dengan profesinya. Ada saatnya Ia beranikan diri untuk keluar dari sesuatu yang telah melekat dalam dirinya sendiri demi seorang wanita yang dicintai. Tidak selamanya seorang Penyair pintar bersembunyi di balik kata-kata bijaknya, manisnya bahkan kata-kata yang membuat oranglain terpesona. Ada saatnya kata-kata tersebut menjadi kata kosong yang hilang arti. ...
My Reason
634      414     0     
Romance
pertemuan singkat, tapi memiliki efek yang panjang. Hanya secuil moment yang nggak akan pernah bisa dilupakan oleh sesosok pria tampan bernama Zean Nugraha atau kerap disapa eyan. "Maaf kak ara kira ini sepatu rega abisnya mirip."
Pangeran Benawa
36439      6066     5     
Fan Fiction
Kisah fiksi Pangeran Benawa bermula dari usaha Raden Trenggana dalam menaklukkan bekas bawahan Majapahit ,dari Tuban hingga Blambangan, dan berhadapan dengan Pangeran Parikesit dan Raden Gagak Panji beserta keluarganya. Sementara itu, para bangsawan Demak dan Jipang saling mendahului dalam klaim sebagai ahli waris tahta yang ditinggalkan Raden Yunus. Pangeran Benawa memasuki hingar bingar d...
14 Days
870      615     1     
Romance
disaat Han Ni sudah menemukan tempat yang tepat untuk mengakhiri hidupnya setelah sekian kali gagal dalam percobaan bunuh dirinya, seorang pemuda bernama Kim Ji Woon datang merusak mood-nya untuk mati. sejak saat pertemuannya dengan Ji Woon hidup Han Ni berubah secara perlahan. cara pandangannya tentang arti kehidupan juga berubah. Tak ada lagi Han Han Ni yang selalu tertindas oleh kejamnya d...
Ellipsis
2077      864     4     
Romance
Katanya masa-masa indah sekolah ada ketika kita SMA. Tidak berlaku bagi Ara, gadis itu hanya ingin menjalani kehidupan SMAnya dengan biasa-biasa saja. Belajar hingga masuk PTN. Tetapi kemudian dia mulai terusik dengan perlakuan ketus yang terkesan jahat dari Daniel teman satu kelasnya. Mereka tidak pernah terlibat dalam satu masalah, namun pria itu seolah-olah ingin melenyapkan Ara dari pandangan...
Returned Flawed
245      196     0     
Romance
Discover a world in the perspective of a brokenhearted girl, whose world turned gray and took a turn for the worst, as she battles her heart and her will to end things. Will life prevails, or death wins the match.
Daniel Whicker
7926      1730     13     
Mystery
Sang patriot ikhlas demi tuhan dan negaranya yang di khianati oleh negara dan dunia.. Dan Ayahnya pun menjadi korban kesadisan mereka...
simbiosis Mutualisme seri 2
7783      1841     2     
Humor
Hari-hari Deni kembali ceria setelah mengetahui bahwa Dokter Meyda belum menikah, tetapi berita pernikahan yang sempat membuat Deni patah hati itu adalah pernikahan adik Dokter Meyda. Hingga Deni berkenalan dengan Kak Fifi, teman Dokter Meyda yang membuat kegiatan Bagi-bagi ilmu gratis di setiap libur panjang bersama ketiga temannya yang masih kuliah. Akhirnya Deni menawarkan diri membantu dalam ...