Senin ini udara sangat sejuk, hujan yang turun di siang tadi membuat orang banyak melangkah ke cafe untuk sekedar meminum teh, hari itu cafe sangat ramai dan seorang wanita turun dari mobilnya, menggenakan gaun floral selutut, sepatu boots coklat, sraft menutupi rambutnya dan menggunkan kacamata hitam memasuki cafe Figo dan duduk disudut cafe tersebut, langkahnya memaku pandangan orang-orang disekelilingnya, detak sepatunya seakan menderam suara yang lain, aura yang sangat karismatik sangat keluar dari wanita tersebut walau wajahnya tidak terlihat sama sekali.
“permisi mbak? Camomile tea nya satu dan chesse cake 1 dan managernya ada tidak saya ada perlu dengannya?.” Ucapnya manis dan memandangi cafe tersebut. “hahaha aromananya masih sama” dan “ngapain Figo memajang foto-foto ini?”
“boss? Sedang keluar mbak, nanti kalau sudah kembali saya beritahu, jadi chamomile satu dan chesse cake satu yah, ditunggu yah mbak. Permisi.” Ucapnya sambil melangkah pergi.
“camomile dan chesse cake mbak, selamat menikmati.” Ucap pelayan itu sambil meletakan makanannya dimeja.
“makasih mbak.” Tempat ini banyak berubah, tapi bayangan Rendi ga pernah berubah ditempat ini.” Ucap Dela sambil tersenyum menikmati tehnya dan memandang daun-daun yang masih basah dari jendela.
Dimeja kasir Rendi datang membawa pot bunga berisi tanaman lidah mertua untuk ditaruh diruangannya.
“boss, ada yang nyari, itu cewe yang duduk dimeja 20.” Ucap Cika.
“siapa?” ucap Rendi sambil melihat ke arah meja 20. “ini yang ngisi live music hari ini kok belum datang.”
“owh bentar lagi boss, tadi mereka ngomong kejebak macet.”
“ok gue kesana dulu yah.” Ucap Rendi sambil melangkah ke meja 20. Sesampainya di meja 20 Rendi meletakkan pot bunganya disampingnya.
“mbak nyari saya, ada apa yah?” ucap Rendi yang membuat Dela menoleh kearah Rendi dan Dela mematung. “mbak…” ucap Rendi bingung karena tidak ada respon.
“ini Rendi, ga mungkin.” Ucap Dela yang kini bergegas dan meletakkan uang 100k diatas mejanya dan langsung beranjak dari kursinya dan meninggalkan Rendi yang mengeluarkan ekspresi kebingungan.
Didalam mobil Dela melepaskan kaca matanya dan menangis, mengangis sejadi-jadinya, Dela menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi dengan Rendi, Dela mengingat semua yang terjadi dulu, bagaimana Rendi tidak mau tatto dan sekarang yang terjadi, Rendi merusak masa depannya hanya karena dirinya. Dela mengambil teleponnya
“haloo Tara.”
“iya Del, lo kenapa?”
“Rendi? Rendi ga koas lagi? Rendi kok ada di café Figo?” ucap Dela
“hum hiya Del, Rendi udah ga koas lagi, dan sekarang emang dia yang megang café Figo, kalo lo mau nemuin dia lagi, temuin langsung ajah Del, Rendi udah nungguin lo dari lama.”
“aku takut Ra, aku ngerasa bersalah.”
“Rendi ga bakal nyalahin lo kok. Temuin ajah. Udah yah. Bye.”
Dela melap air matanya, memperbaiki make upnya dan keluar dari mobil. Dela melangkah lagi kedalam café tersebut dengan kegugupan luar biasa yang ditutupi. Dela mencari Rendi dan Rendi sedang berjalan ke arah meja tamu. Dela melangkah dan melepaskan kaca matanya dan scraftnya, Dela langsung memeluk Rendi dari belakang dan total langsung membuat Rendi terkejut.
“maaf mas…” ucap Rendi kepada tamu yang sedang ditunggunyaa. Rendi melihat tangan yang melingkar di pinggangnya, terdapat tattoo pohon kelapa dan sunset. Rendipun menelan salivanya, jantungya berdetak lebih cepat dan Rendi melepas tangan itu dari pinggangnya.
“Rendi maaf.” Ucap Dela yang masih tertunduk. Rendi menghela nafasnya dan langsung memeluk Dela, memeluknya erat.
“anjir, gue ga tau thanks God please thanks.” Rendi hanya memeluk Dela dan tidak mempedulikan sekelilingnya. Rendi langsung menggendong Dela dan membawanya ke ruangannya.
“apakah bapak Bos sudah menemukan orang yang dicarinya?” ucap Budi kepada Cika yang sedari tadi memandang mereka.
“sepertinya sudah, kamu ga lihat ekspresi bos.” Ucap Cika
“iya yahh, baru kali ini aku lihat ekspresi bos kaya gitu.”
Diruangan Rendi, Rendi hanya memandangi Dela yang jaraknya hanya sejengkal dari wajahnya. Matanya berkaca-kaca, namun langsung ditepisnya.
“gue ga tau mau ngomong apa La.” Ucap Rendi yang masih menggenggam pinggang Dela. “hmhh… lo tambah cantik.”
“maafin aku Rendi.” Air mata Delapun terjatuh lagi.
“tolong stop ucap kata maaf La.” Ucap Rendi sambil menghapus air mata Dela. Lalu Rendi melepas sebuah cincin dari jari kelingkingnya dan menyematkannya langsung di jari manis Dela. “besok gue bakal lamar lo La, gue ga mau lo lepas lagi.”
“kamu yakin?” ucap Dela sambil menatap dalam mata Rendi.
“kenapa? Itu emang rencana pertama gue kalo ketemu sama lo, makanya gue bawa-bawa cincinnya tiap hari.”
“kita masih 25 tahun Ren.” Ucap Dela. “kakak ku ajah belum ada yang menikah.”
“ga mau tau La, gue Cuma mau lo.” ucap Rendi yang sudah bersandar di bahu Dela. Rendi memejamkan matanya “besok kita langsung ke Jakarta atau ke Bali duluan. Humhh gue pengen waktu berhenti disini ajah Del.”
“terserah kamu ajah.” Ucap Dela sambil mengelus kepala Rendi.
“La lo tau ga, gue kangen sampe mau mati.”
“iya Rendi aku juga kangen kamu kok.”
“jangan pergi lagi please.” Ucap Rendi yang mempererat pelukannya. “jangan sakit lagi. Lo udah cukup nge-hukum gue La.”
“Rendi kamu lanjut koas lagi yah…” ucap Dela yang membuat Rendi melepas pelukannya. “aku ga mau kamu gini hanya karena aku Rendi.” Rendi hanya memandangi Dela datar, “aku ga pernah kan buat permintaan sama kamu, jadi kali ini aku mau kamu koas lagi, aku pengen lihat kamu jadi dokter Ren.” Ucap Dela yang masih membuat Rendi mematung berpikir. “please… aku bakal lakuin yang kamu mau Ren.”
“Deal.” Ucap Rendi spontan yang langsung mencium kening Dela dan memeluknya lagi.
“maafin gue Del. Kalo ajah dulu gue ga emosi, kita ga bakal pisah selama gini.” Ucap Rendi yang langsung menohok jantung Dela.
“please ga usah diingatin lagi Ren.” Ucap Dela pelan yang masih berada di pelukan Rendi.
Sampai akhirnya apa yang telah dipersatukan Tuhan tidak bisa dipisahkan oleh manusia, sampai maut yang memisahkan. Rendi dan Dela akhirnya menikah walau awalnya sangat banyak cobaan yang mempertaruhkan hubungan mereka namun dengan keyakinan dan kepercayaan mereka bisa melewatinya, Rendi dan Dela memilih tinggal di Semarang, Dela membeli Café Figo dan Rendi melanjutkan koasnya.
“good morning sayang.” Ucap Rendi yang sedari tadi menunggu mata Dela tebuka.
“good morning. Ini dah jam berapa?” ucap Dela sambil menolehkan wajahnya mencari hp namun langsung dihadang Rendi. Rendi meletakkan tangannya diatas pipi Dela.
“Dela, kamu mau ga pindah ke Inggris?”
“kenapa?” tanya Dela.
“gue dapat beasiswa buat spesialis penyakit dalam di Inggris, kalo lo mau, gue ambil, kalo engga mau, yah gue buang.” Ucap Rendi sambil mengelus-elus kepala Dela.
“kamu kok ga ngomong kalo nyoba beasiswa.”
“kemarin iseng ajah sih, yah lolos.”
“kapan perginya?” tanya Dela sambil menarik selimutnya ke lehernya karena kedinginan.
“yashh…. I love you Del.” Ucap Rendi yang menarik selimutnya sampai menutupi kepala mereka berdua.