Satu bulan kemudian Rendipun keluar dari rumah sakit dan mulai bisa berjalan normal pada bulan ke 3 setelah kecelakaan itu terjadi, tak ada kehidupan yang dijalaninya, Rendi memutuskan untuk mengurung diri untuk dirinya sendiri, tidak melakukan komunikasi kepada siapapun dan hanya memikirkan Dela. Rendi pernah melakukan tindakan bunuh diri yang membuat Rendi sadar bahwa semua yang dia lakukan tak bisa dibalas dengan semudah bunuh diri. Akhirnya Rendi memutuskan untuk pulang ke Semarang dan tinggal bersama seluruh kenangannya bersama Dela. Rendi memenuhi apartemennya dengan foto-foto Dela dan fotonya bersama Dela. Semua dinding terisi tanpa space kosong sedikitpun. Rendi memutuskan untuk menato tubuhnya, tato diseluruh lengan, kaki, perut, dada, dan punggungnya. Dengan tato yang pernah dijadikan Dela koleksi wish list-nya, pohon kelapa, sunset, lumba-lumba, gajah, dream cather, wajahnya, kupu-kupu, nama keluarganya, bunga matahari dan mawar, dan beberapa quotes. Rendi meninggalkan masa koasnya dan memutuskan untuk tinggal dalam runduk kepedihan dan mimpi buruk.
Satu siang Rendipun keluar dari apartemennya untuk membeli beberapa makanan.
“Rendi?” ucap Tifa yang menghampiri Rendi.
“Tifa? Apakabar lo?” balas Rendi sambil memasukkan telur kekeranjang belanjanya.
“baik... lo kok?” ucap Tifa yang bingung melihat keadaan Rendi yang berbalik 180° dari Rendi yang dulu. “kita ngomong dulu deh...” ucap Tifa sambil duduk di kursi super market itu.
“mau ngomong apa Fa?” ucap Rendi yang juga duduk didepan Tifa.
“kamu ga koas lagi?”
“enggak lagi.”
“kenapa?”
“gak papa Fa, btw aku duluan yah Fa.” Ucap Rendi yang langsung meninggalkan Tifa.
Tifa hanya melihat kepergian Rendi dengan celana jeans pendeknya dan kaos hitam oblongnya. Rendipun masuk kemobilnya dan langsung pergi.
Dicafe Figo, Tara dan Axel sedang berkumpul
“ehh, keadaan Dela gimana?” ucap Axel sambil meminum jus mangganya.
“ga tau Xel, gue tanya kak Saylendra dia bilang Dela masih kritis.” Ucap Figo.
“btw kemarin gue lihat Rendi, sumpah Rendi parah. Katanya dia juga udah ga koas.” Ucap Axel.
“Parah gimana? Gue belum pernah ketemu dia sejak 5 bulan lalu.” Ucap Tara.
“dia ga koas?” ucap Figo.
“kayanya engga lagi deh, lo ga lihat badannya full of tatto, dan tampilannya gila bukan Rendi banget.” Ucap Axel
“iya Rendi udah ga koas, gue kasihan lihat dia. Kayanya dia lagi pengen hancurin hidupnya sendiri. Karena dia tau Dela udah ga ada.” Ucap Tara.
“iya gue juga jadi kasihan sama dia.” Ucap Figo.
Malam harinya bel apartemen Rendipun berbunyi, yang membuat Rendi melangkah kearah pintu dengan malas.
“kenapa?” ucap Rendi yang berdiri dibalik pintu.
“gue bisa masuk?” ucap Axel.
“ya udah.” Ucap Rendi membuka pintunya lebar. “maaf berantakan. Lo mau minum apa?”
“apa ajah.” Ucap Axel merinding, melihat apartemen Rendi yang penuh dengan foto Dela dan sangat berantakan, baju dimana-mana dan sampah makanan berserakan. “gue Cuma mau ngasih ini.” Ucap Axel sambil memberikan Rendi sebuah kotak kado.
“ini apa?”
“ini kado yang ditinggalin Dela di Club, gue tau dia sayang banget sama lo, dan gue sadar salah gue yang ngajak dia nge DJ waktu itu yang buat lo kecewa sama dia. Gue harap lo balik kekehidupan lo yang dulu, Dela masih, lo percayakan sama Dela, gue harap lo percaya sampai akhir sama dia.” Ucap Axel yang langsung pergi meninggalkan apartemen Rendi.
Rendipun mengambil kotak kado yang diletakkan Axel diatas meja makan. Rendi membuka kotak coklat itu dan melihat ada sebuah stetoskop digital berwarna pink. Rendi hanya tersenyum namun disudut matanya sudah keluar air mata. Rendi membuka surat yang ada di kotak tersebut.
“halo sayang, hahaha ini benda kesayangan kamu. Aku belinya pake duit sendiri lohh, gaji pertama ditambah gaji-gaji selanjutnya. Warnanya pink biar pasien kamu ngerasa nyaman kalo kamu meriksa mereka. Humhh i dont know, kayanya rasa cinta aku ke kamu lagi meledak-ledak, hahaha... aku bahagia banget Ren, ada kamu dihidup aku.”
“lo gila yah Del, lo ninggalin gue Dela, lo janji ga ninggalin gue, gue ga bisa apa-apa Dela, gue ga bisa apa-apa tanpa lo, dan gue ga butuh ini.” Ucap Rendi sambil merusak stetoskop itu dengan memukulkannya kelantai beberapa kali sampai alat itu rusak. “gue cuma butuh lo La, please...” Rendi hanya menangis dan menggenggam stetoskop pink itu.
Dalam malam Rendi selalu berteriak karena mimipi buruk yang dialaminya, mimpi yang membuatnya merindukan Dela dan kadang mimpi yang membuatnya sangat membenci Dela, dan obatnya hanyalah anti depresi yang mulai dikonsumsinya karena sudah tidak kuasa menahan kepedihannya. Obatnya akan membuatnya tidur lebih lama tanpa mimpi buruk.
Malam jumat ini hujan membasahi jalanan, mengingatkan kecelakaan Rendi dan Dela dulu, Figo hanya menatap kejalanan sebelum akhirnya masuk kedalam gedung apartemen itu. Bunyi belpun berdering,
“what? Lo semua mau ngunjungin gue satu-satu?” ucap Rendi kesal yang melihat Figo berdiri didepan pintunya.
“hmm... gue bawain lo makan malam.” Ucap Figo sambil menunjukan rantang yang ada ditangannya. “gue boleh masuk?”
“hmmm...” ucap Rendi sambil membuka pintunya.
“gila Rendi emang dan gila kaya kata Axel, ngapain coba dia kaya gini.” Ucapnya dalam hati sambil melihat sekliling ruangan Rendi.
“maaf berantakan lo mau ngomong apa?” Ucap Rendi langsung.
“hm... kenapa lo hancurin hidup lo sendiri?” ucap Figo dengan refleks.
“bukan urusan lo.”
“kalo lo gini gara-gara Dela pergi, pikirin ajah kalo dia balik dan lihat lo kaya gini.” Ucap Figo sambil meletakkan rantang itu diatas meja dan langusng pergi namun belum sampai dipintu bahunya ditahan Rendi.
“maksud lo?” tanya Rendi dingin.
“nothing.” Ucap Figo sambil melepaskan bahunya dari Rendi namun tetap ditahan Rendi. Kini Rendi berada didepan Figo. Figo mulai gugup.
“maksud lo apa?”
“Gue cuma bilang pikirin kalo Dela balik dan lihat lo kaya gini.” Ucap Figo yang menutup semua aura dingin diruangan itu dengan menatap mata Rendi langsung.
“emang ada kemungkinan dia balik?” ucap Rendi.
“pikirin hal yang selalu diperjuangin dia buat elo Ren.” Ucap Figo yang langsung menepis tangan Rendi dan pergi dari apartemenya.
Rendi hanya mematung, memikirkan ucapan Axel dan Figo, kenapa disaat seperti ini mereka datang dan ber-bullshit ria seakan mempermainkan perasannya. Bell rumah Rendi berdering lagi,
“ngapain sih lo semua” ucap Rendi dibalik pintu namun yang datang adalah “mama?”
“Rendi, kamu?” ucap Riana shock karena melihat perubahan Rendi.
“ada apa ma?”
“mama perlu ngomong sama kamu.” Ucap Riana yang mencoba sekuat tenaga menahan air matanya.
“ya udah di cafe bawah ajah.” Ucap Rendi sambil menutup pintunya dan berjalan ke lift.
Dicafe tersebut Riana meletakan amplop berisi uang diatas diatas mejanya.
“Mama ga tau tujuan kamu gini apa Rendi, tapi cuma kamu yang Mama miliki didunia ini Rendi, Mama ga tau gimana lagi kalau kamu ninggalin Mama. Mama sudah cukup sedih Rendi melihat kamu begini hanya karena seorang gadis. Mama udah ngomong sama Haruna dan dia sudah janji akan mengembalikan gadis itu ke kamu kalau dia sudah sehat. Jadi kamu tunggu saja.” Ucap Riana yang sedari tadi haya dianggap Rendi angin berlalu namun
“apa? Mama ngomong apa?” ucap Rendi yang mulai memfokuskan matanya ke Riana.
“Dela masih hidup Rendi. Sebenarnya waktu kalian kecelakaan Dela langsung dibawa keluarganya untuk dirawat, dan Mama yang meminta agar Dela diberitakan telah wafat.” Ucap Riana yang kini mulai meneteskan air matanya. “Mama kira dengan Dela pergi kamu bisa mendengar Mama namun lihat yang terjadi, Mama kehilangan anak mama.”
“Ma... “ ucap Rendi yang sudah mengepal kedua tangannya dan menahan air matanya sekuat tenaga agar tidak menetes.
“maafin Mama Rendi, jadi Mama mohon, kamu jangan kaya gini lagi sayang.” Ucap Riana sambil menggenggam tangan Rendi. Rendi tidak tau apa yang dirasakannya, kebahagian bahwa Dela masih ada, atau kekecewaan atas kebohongan yang dihadapainya sampai menghancuran hidupnya. Rendi beranjak dari kursinya dan langsung memeluk Riana.
“makasih Ma...” ucap Rendi tulus dan pelukannya langsung dibalas Riana. “tapi please Ma, mulai sekarang, biarin Rendi nentuin jalan Rendi sendiri Mah.” Ucap Rendi sambil melepas pelukannya dan meminta ijin untuk pergi.
Sepulangnya dari cafe, Rendi kembali ke apartemennya, dan terlihat Tara sudah menunggu didepan pintunya.
“Ren gue Cuma mau ngasih tau , kalo Figo bakal sekolah ke Paris, lo bisa minta Cafenya dia.” Ucap Tara dan langsung pergi.
“hahahha kenapa semua orang jadi malaikat hari ini.” Ucap Rendi sambil memasuki apartemennya, dan langsung membuka jendela yang sudah 5 bulan tidak pernah dibuka. Angin malampun langsung menyisiri tiap ruangan di apartemen itu, Rendi bahagia Dela masih hidup namun setengah hatinya masih sangat bersedih, setengah hatinya masih diisi dengan kenangan pahit yang mungkin tidak bisa hilang. Rendi tidak mencoba untuk mencari Dela, Rendi hanya mendengar kata Axel, percaya.
Keesokan harinya Rendi mendatangi cafe Figo, Rendi berubah, Rendi tak lagi menggunakan celana jeans ripped pendek dan kaos. Hari itu Rendi datang dengan kemeja putih body fit, lengannya digulung sampai siku tangannya, celana jeans pas, kaca mata hitam,tindit di telinga kirinya dan sepatu loafers.
“mbak, papermint.” Ucap Rendi sambil melepas kaca matanya. Rendi tersenyum mengingat Dela yang biasanya berada didepannya untuk membuat minuman.
“Rendi?” ucap Figo sambil duduk di samping Rendi.
“owh iyaa Figo, gue denger lo mau ke Paris, gue mau beli Cafe lo.” Ucap Rendi langsung to the point.
“waw... emang aura lo ga bisa berubah yah.” Ucap Figo.
“apa? Makasih mbak.” Ucap Rendi sambil menyeruput papermintnya.
“iya gue mau sekolah ke Paris, tapi gue ga jual Cafe gue, tapi lo bisa kelola. Lo datang ajah besok.” Ucap Figo.
“okay deal.” Ucap Rendi sambil menjulurkan tangannya dan dibalas Figo untuk menjabat tangan. “gue pergi dulu.” Ucap Rendi sambil beranjak dari kursinya dan pergi. Figo masih mematung, lebih tepatnya masih terhipnotis aura Rendi.
“nafas bos.” Ucap Cika sambil menepuk bahu Figo yang masih memandangi kepergian Rendi. “dia siapa bos?”
“lo ga kenal dia?” dibalas gelengan dari Cika “pacar Dela dulu.”
“what? Ga mungkin boss, pacar Dela dulukan ga hot gitu.” Ucap Cika yang tiba-tiba. “what the hell, dia pacar Dela dulu? Anjir gantengnya kayanya nambah berpuluh-puluh kali lipat.” Ucap Cika.
“dia calon boss baru kalian, siap-siap ajah.” Ucap Figo sambil menelepon Axel dan Tara untuk memberitakan tentang Rendi.
Keesokan harinya Rendi datang ke cafe untuk belajar mengenai managemen cafe Figo, peraturah-peraturan dan berkenalan dengan seluruh karyawan dan penanggung jawab bagian di cafe.
“ya udah lo udah tau, gue juga harus cepat balik ke Jakarta.” ucap Figo.
“gue boleh ganti peraturan dan lain-lain?” ucap Rendi yang masih mebalik-balikkan buku managemen itu.
“terserah lu asal jangan buat pelanggan gue kabur.” Ucap Figo “gue lakuin ini cuma buat Dela Ren, jadi jangan pikir ini kebaikan gue buat elo.” Bisik Figo ketelinga Rendi. “gue cabut dulu.” Ucap Figo yang sudah melangkah ke pintu keluar Cafe. Saat dipintu Figo berhenti dan membuka celemek hitamnya dan membuangnya kebelakang tanpa menoleh dan langsung keluar dari cafe. Rendi hanya tersenyum melihat Figo.
“Del kenapa orang-orang disekeliling lo semuanya orang baik?” ucap Rendi dalam hatinya sambil mengambil celemek Figo tadi.
“guys kita kumpul dulu yok.” Ucap Rendi yang sedang menginstruksikan karyawan-karyawannya untuk berkumpul.
“owhh iya ada apa boss?” ucap Budi salah satu penaggung jawab kebersihan Cafe.
“perkenalkan nama saya Rendi Nugraha mulai hari ini saya akan menjadi manager di Cafe ini karena Figo melanjutkan kuliahnya di Paris, jadi saya minta kerja samanya.” Ucap Rendi yang dibalas dengan tepuk tangan dari team Cafe Figo. “tapi sebelumnya ada yang mau cepat pulang atau bagaimana soalnya saya ingin menjelaskan perauran baru.” Ucap Rendi lagi, dan tidak ada yang keberatan. “okay, pertama saya mau mulai minggu depan kita seragam dari hari senin sampai kamis, cowo kemeja hitam, celana jeans, sepatu putih, dan celemek coklat. Cewe kemeja coklat, celemek hitam, celana jeans, dan sepatu putih, minggu depan saya sediakan kecuali celana jeansnya. Dan hari ini tolong isi ukuran masing-masing. Jumat batik, dan sabtu sporty.”
“celana jeansnya bebas bos?” tanya Selly.
“bebas kok. Sesuaiin ajah.” Ucap Rendi.
“dan juga besok sepertinya ada renovasi di cafe, jadi besok libur saja, saya ingin membuat stage untuk live music di cafe kita dan beberapa renovasi baru.” Ucap Rendi. “okay kayanya itu ajah, kabar yang lain bisa dibicarakan di grup. Lets go home.”
Bulan berganti bulan sampai tahunpun mulai berganti Rendi masih setia di cafe menunggu sebuah ketidakpastian. Menunggu Dela yang sampai saat ini tak ada kabar dan hanya memegang kepercayaan.
“mbak saya mau nanya, ini yang ada di foto Dela kan?” ucap Kelly yang sedang berkunjung ke Cafe Figo dan melihat banyak figura di dinding dengan wajah Dela.
“iya mbak, mbak temennya?” ucap Cika.
“iya btw sekarang dia dimana?” tanya Kelly lagi “Rendi?” ucapnya refleks ketika melihat Rendi mengantar minum ke mejanya.
“hahh? Iya kenapa mbak?”
“humh kamu Rendi pacar Dela kan? Dela dimana? Kamu gak hmmm...” ucap Kelly yang terlihat sangat berfikir.
“kamu temannya Dela yah? Dela lagi sakit jadi lagi dirawat di suatu tempat. Ohh silahkan dinikmati minumnya.” Ucap Rendi lalu pergi kemeja yang lain
“gila guys... beneran Dela. Itu juga Rendi pacar Dela dulu.” Ucap Kelly kepada Sari, Nita dan Kiki. Team futsal Dela dulu.
“lo bilang waiters itu pacarnya? bukannya pacarnya dulu dokter yah?” ucap Nita
“iya setau gue juga dokter, tapi kenapa yah?” ucap Kelly.
“ya udah guys, ngapain ngomongin Dela.” Ucap Kiki yang menutup pembicaraan.