Malam Sabtu itu semua hal didunia ini mengecewakan Rendi bahkan Rendi juga menggangap Tuhan sudah mengecewakannya. Rendi bangun dengan mata kosong memandang Dela dari kejauhan, melangkahkan kakinya yang tidak terasa sakit namun mungkin sudah patah dan dilumuri darah. Rendi berusaha sekuat tenaga untuk menahan perih matanya yang ingin meneteskan air mata agar terlihat kuat.
“del… del… maafin gue del, sumpah del, maaf.” ucap Rendi dengan pelan dari mulutnya sambil memangku kepala Dela dan sontak air mata Rendipun pecah dan Rendi menangis sejadi-jadinya.
“Dela, Dela, lihat gue Del. Buka matanya Sayang. Dela.” Teriak Rendi sambil memegang wajah Dela dipelukannya dan menggengam tangannya. “Del please jangan sekarang sayang please jangan sekarang loe dah janji sama gue Dela.” Rendi hanya berkata-kata yang tidak jelas yang sudah pasti tidak didengar oleh Dela sampai akhirnya Rendi mencoba mencari pembuluh darah Dela dan menghitung pernafasannya, namun sia-sia karena kepanikannya.
“dimana? Dela... sadar please.” Ucap Rendi sambil mencoba mencari denyut nadinya di tangannya dan melihat jam tangannya yang bergetar. “Aghhh.... bangsat...” Rendi frustasi dan memaki-maki dirinya sendiri. Rendi hanya memeluk Dela sampai akhirnya sekitar 15 menit kemudian ambulans datang dan langsung membawa Dela ke Rumah Sakit.
Sepanjang perjalanan Rendi hanya menggenggam tangan Dela tanpa berkata apa-apa, perasaannya seperti hambar, tidak tau apakah itu hancur, masih ada atau sudah mati. Pikirannyapun seperti tidak bekerja, hanya diam dan kosong. Sesampainya di rumah sakit Delapun diturunkan dari ambulans dan disaat itujuga lah Rendi terjatuh dan tidak sadarkan diri karena kehabisan banyak darah dan ikut dirawat di Rumah sakit tersebut.
Selasa ini aroma udara sangat menyegarkan, hujan rintik-rintik sukses membasahi daun-daun dan memberi kesejukan di kota yang panas ini, tidak banyak yang terjadi setelah kecelakaan Rendi dan Dela, berita itu seakan lenyap dan tak ada yang membahas, bahkan sepertinya tidak pernah terjadi. Sampai hari ini Rendi belum sadar dari masa kritisnya, luka yang dialaminya cukup parah, kaki kanannya patah dan harus diberi pen, dan terdapat luka sayatan disepanjang pahanya. Rendi dirawat di rumah sakit yang terletak didekat rumahnya agar keluarganya tidak terlalu jauh menjaganya, Rendi dipindahkan pada hari senin kemarin.
“tante, tangan Rendi bergerak.” Ucap Yuna yang selalu setia disamping Rendi mulai Rendi dirawat sambil memencet tombol call room untuk memanggil dokternya.
“apa? Rendi. Ohh Terimakasih Tuhan” ucap Riana sambil mengelus-elus pipi Rendi dengan ekspresi yang sangat bahagia namun air mata tetap mengalir di pipinya. Mata Rendipun perlahan mulai terbuka dan langsung ditangani dokter.
“DELA.” kata pertama yang diucapkan Rendi dan langsung membuatnya ingin berdiri namun apa daya kaki tak sampai.
“dok gimana keadaan Dela?” Tanya Rendi dengan sangat khawatir.
“Dela? Siapa Dela?” ucap dokter tersebut. “okay Rendi keadaan kamu sudah membaik, kamu cukup istirahat dan perawatan untuk kesembuhan kaki kamu. Saya permisi bu Riana.” Ucap Dokter dengan sopan sambil permisi keluar.
“terimakasih dok.” Balas Riana dan mengantar dokter ke pintu ruangan Rendi.
“halo Rendi.” Sapa Yuna sambil mendekati tempat tidur Rendi.
“Yun, ini dimana?” Tanya Rendi.
“Di rumah sakit, di Jakarta.” Ucap Yuna.
“Gue di Jakarta. Dela dimana?” Tanya Rendi lagi.
“Rendi mama minta tolong jangan sebut nama gadis itu disini.” Ucap Riana.
Rendi hanya diam dan mencoba mencari handphonenya. Rendi sangat malas ketika harus berdebat dengan ibunya tentang Dela. Mungkin sekarang ibunya pasti menganggap semua yang terjadi ini di sebabkan oleh Dela.
“handphone gue dimana?” tanya Rendi dengan suara pelan.
“owhh ini.” Yuna memberikan handphone yang diambil dari tasnya.
Rendi tak membahasnya dan Rendi menyalakan handphonenya dan langsung saja wajah Dela yang terpampang dilayar hpnya, Dela yang sangat cantik ketika tersenyum tapi yang masuk kepikiran Rendi adalah bayangan wajah Dela ketika kecelakaan, yang dimana berlumuran darah dan karena pecahan kaca. Rendi langsung menghubungi Dela dan nomor Dela tidak aktif. Rendi menghubungi Tara.
“hallo” ucap Rendi.
“ngapain loe hubungin gue?” Tanya Tara langsung.
“gimana keadaan Dela, Ra?” Tanya Rendi pelan.
“hah?” Teriak Tara dibalik telepon yang menyebutkan segala kata-kata kotor dan sumpah serapah yang tertuju pada Rendi.
“loe banci yah Ren, lari. Haha ga habis pikir gue. Gue bakal bunuh lo, kalo lo muncul dipandangan gue Ren.” Ucap Tara mengakhiri teleponnya.
Rendi masih kebingungan dengan semua yang diucapkan Tara, dan Rendi kembali menghubungi Figo.
“halo Figo ini gue Rendi, gue mau nanya gimana keadaan Dela.” Tanya Rendi.
Tutt… panggilan dimatikan. Riana mengambil handphone Rendi secara langsung dari telinga Rendi dan mematikan hpnya.
“dokter nyuruh kamu istirahat Rendi, bukan mau sibuk sama hp kamu.” Ucap Riana.
“mam…please mah.” Ucap Rendi pelan dan memohon.
“mama pergi dulu, Yuna kamu jagain Rendi dulu yah.” Ucap Riana dan langsung pergi dan meletakkan hp Rendi diatas meja.
“Yuna tolong ambilin hp gue.” Ucap Rendi.
“kata tante Riana lo istirahat.” Ucap Yuna.
“lo yang ambilin atau gue yang ambil sendiri.”
“ihh. Loe mau ngapain sih? Mau nyari Dela, Dela dah mati.” Ucap Yuna dengan kesal.
“ya udah ambilin hp gue dulu.” Ucap Rendi lagi, Rendi masih terlalu lemah untuk berdebat hal yang ga penting dengan Yuna.
Akhirnya Yuna memberi handphone tersebut dengan kesal dan cemas, dan langsung saja Rendi menghubungin Figo.
“Figo. Dela dimana?” Tanya Rendi.
“mungkin di surga, tapi neraka juga mungkin, dosa dia banyak.” Ucap Figo santai.
“go, gue serius.” Ucap Rendi cemas.
“hahhahha loe mau apasih Ren, emang kurang apa Dela ngabisin hidupnya 5 tahun sama loe? Loe bisa datang ke makam keluarga dia.” Ucap Figo dan langsung mematikan hpnya.
Rendi terdiam dan seperti terperangah tidak jelas. Dan mencoba menghubungi Donny
“ga mungkin Dela sanggup ninggalin gue, ga mungkin.” Ucap Rendi.
“halo, ini siapa?” ucap Donny.
“loe ga simpen nomor gue?” ucap Rendi bingung.
“what? Ini Rendi? Loe nomor baru? Btw Ren, keadaan loe gimana?”
“gue baik-baik ajah”
“gue turut berduka cita Ren, gue harap loe cepat move on, dan cepat sembuh.”
“maksud loe, turut duka cita buat siapa?”
“Ren, Dela udah ga ada. Gue gak tau loe tau apa enggak. Kemarin Dela meninggal di rumah sakit dan lo dibawa ke Jakarta.”
“hahaha please deh gue disini dah pait banget Don.” Ucap Rendi dengan senyuman pahit.
“maaf bro, tapi loe harus tau keaadan. Dela dah ga ada. Gue harap loe jangan nyalahin diri loe sendiri.” Ucap Donny. Rendi hanya terdiam dan tak bisa berkata-kata lagi, Rendi langsung teriak dan melemparkan hapenya ke dinding kamarnya membuat Yuna terkejut, lalu memilih untuk memejamkan matanya. Menahan air mata yang mulai muncul di pinggiran matanya.
“I have no reason to live”