Sierra berjalan dengan langkah gontai menuju ke halte. Matanya berkaca-kaca, namun ia tidak berniat untuk menangis. Sesekali, ia mengusap air matanya yang hampir jatuh dengan punggung tangannya secara kasar. Ia begitu kesal dengan perilakunya kemarin malam. Sejak dahulu sudah mengerti bahwa Sheng Jia Yi adalah anggota gossip girl yang aktif di akun Weibo universitas. Dan tanpa rasa ragu sedikitpun akan risiko yang mungkin diterimanya, dengan terang-terangan ia berani mencantumkan namanya sebagai penulis berita di bagian akhir rentetan tulisan yang sudah diuploadnya di Weibo. Kalau begitu, mengapa semalam ia tak berkata hati-hati di hadapan Sheng Jia Yi? Eerrghh… ia tak pernah menyangka bahwa akibatnya akan seburuk ini.
***
Dylan berjalan-jalan santai sambil membuka akun Weibo-nya, untuk mengecek apakah ada berita lain yang menarik perhatiannya. Dylan masuk ke halte dan berencana akan naik bus kota untuk pulang ke apartemennya. Entah kenapa, setelah bertemu dengan gadis penulis bernama Sierra itu ia menjadi lebih suka naik bus kota. Padahal ia tahu, bahwa akan sangat merepotkan jika khalayak memergoki kehadirannya. Jika naik taxi atau mobil pribadinya, dengan damainya ia akan masuk dan duduk dengan tenang dalam mobil tersebut. Namun jika naik bus kota, ia harus memakai masker hitam, topi, dan jaket supaya keberadaannya tak diketahui oleh masyarakat. Kalau orang-orang telah melihatnya, maka kemungkinan seluruh isi bus akan heboh untuk meminta tanda tangan, selfie, dan berburu fotonya sebanyak mungkin.
Dylan mencari tempat duduk yang kosong di halte bus. Ia duduk di sebelah seorang gadis – ia tak tahu siapa, dunia ini begitu luas bukan? Lagipula gadis tersebut menutupi wajahnya – yang gerak-geriknya aneh. Bukan karena melakukan sesuatu yang mencurigakan, hanya saja ia tak terlihat normal.
Beberapa saat kemudian, Dylan melihat sedikit wajah gadis itu. Ia melihat matanya yang memerah, sepertinya gadis tersebut sedang terisak. Gadis tersebut mengangkat wajahnya kembali ketika ia mendengar suara bus kota yang datang mendekat. Dan ketika Dylan berhasil melihat wajahnya secara jelas, ia langsung menyadari bahwa gadis tersebut adalah Sierra Li Xing Fu.
Ia sengaja berusaha berdiri di belakang gadis tersebut. Bukannya benar-benar berharap, namun rasanya ia ingin mengulang moment terdahulu, ketika gadis tersebut lupa membawa walletnya. Dylan memperhatikan gadis tersebut sedang mencari-cari walletnya dengan bingung. Maka, dengan sikap pahlawannya, ia maju mendahului Sierra dan mengulangi kata-kata yang sama ketika ia menolong gadis tersebut.
"Tuan, aku menggesek dua kali. Untuknya juga," ujar Dylan santai sambil mengeluarkan kartu bus kotanya.
"Baiklah. Kalian berdua dapat segera masuk," ujar supir bus ketika melihat bahwa saldo dari kartu Dylan telah masuk.
***
Ini kedua kalinya dalam beberapa bulan terakhir ini di mana Sierra lupa membawa walletnya. Ia begitu kesal terhadap dirinya sendiri sehingga terus-terusan membawa walletnya. Kali ini walletnya tertinggal di mana? Ia tak tahu. Namun pada akhirnya ia memutuskan untuk tidak peduli karena hanya ada sedikit uang dan kartu bus kota dalam wallet tersebut. Kartu bus kota itu dapat ia buat beberapa hari ke depan ketika ia sempat. Namun, yang begitu meresahkannya adalah ia harus merepotkan seseorang lagi hanya karena ia meninggalkan walletnya.
"Hmm… untuk tadi, terima kasih," ujar Sierra singkat. Kemudian ia segera memindahkan tas ranselnya ke depan dada sambil mencari-cari iPhone-nya. Jangan-jangan iPhone-nya hilang juga karena sikap Sierra yang begitu ceroboh akhir-akhir ini. Namun… ah, syukurlah. Ternyata iPhone-nya masih berada di dasar tasnya dengan aman.
"Tak masalah," jawab pria yang bercadar tersebut singkat. Sierra tak penasaran dengan orang yang tertutup seperti itu, karena berdasarkan pengalamannya orang yang bercadar biasanya adalah public vigure, buronan, ataupun orang misterius. Maka, ia memutuskan untuk tidak peduli terhadap respon orang tersebut.
"Sepertinya kau sering lupa membawa wallet, ya? Setidaknya dalam kurun waktu beberapa bulan terakhir ini," ujar Dylan dengan percaya diri. Kelhatannya ia sama sekali tak mempunyai keraguan dalam dirinya mengenai hipotesisnya itu.
"Eh… bagaimana kau dapat mengetahuinya?" tanya Sierra kaget, ia sama sekali tak menyadari bahwa pria yang berada di hadapannya adalah pria sama yang menolongnya tempo dulu.
"Baiklah, jika kau benar-benar ingin tahu. Tapi…" katanya berhati-hati sambil memperhatikan sekelilingnya. "Hanya rahasia antara kita berdua, OK?" lanjutnya.
"Uhm… kupikir mungkin aku lebih baik tidak tahu. Jika kau buronan, atau teroris, atau semacamnya… jika aku dipaksa menjadi saksi… maka itu akan lebih merepotkan," ujar Sierra tergagap karena ia tidak mengerti mengenai arah percakapan pria tersebut.
"Hahahaha… pikiranmu terlalu jauh, OK? Aku hanyalah…" pria tersebut tertawa mendengar pernyataan Sierra. Kemudian, pria tersebut menyuruh Sierra dengan gerakan tangan untuk mendekatkan telinganya ke mulut pria tersebut. "Aku aktor pendatang baru Dylan Zhang Xiao. Dylan yang bertemu denganmu saat kejadian yang sama persis dengan tadi," lanjutnya.
Sierra tak menyangka bahwa pria yang berada di hadapannya itu adalah Dylan. "Benarkah? Ataukah kau penipu yang ingin mengambil keuntungan karena kau mengetahui bahwa Dylan telah menolongku beberapa waktu yang lalu? Aku tak bisa percaya dengan sembarangan orang," ujar Sierra. Maksud perkataannya tadi bukan karena ia berpikir tidak mungkin bertemu lagi dengan Dylan. Mereka tinggal di kota yang sama, sebagai status seorang mahasiswa yang sehari-harinya dapat dengan bebas menggunakan fasilitas bus kota. Namun, cara takdir mempertemukan mereka… rasanya kejadian seperti ini sangat langka.
"Baiklah, jika kau tetap tak percaya padaku. Kita berhenti pada halte pertama yang akan kita lalui dalam perjalanan ini," sahut pria yang mengaku sebagai Dylan itu.
***
Apakah semua gadis seperti ini? Huft… mungkin pria yang berkencan lebih awal akan lebih cepat bosan dengan dunia romansa mereka. Dylan telah memberitahukan secara terang-terangan kepada Sierra, namun entah karena alasan apa ia tidak dapat percaya dengannya.
"Baiklah, jika kau tetap tak percaya padaku. Kita berhenti pada halte pertama yang akan kita lalui dalam perjalanan ini," kata Dylan memutuskan.
Dylan merasa pertemuan mereka yang ketiga ini adalah permulaan baginya untuk mengenal Sierra secara detil. Selain karena ingin berbicara dengan Sierra, ia juga tak dapat membuka cadarnya di tempat ini.
Beberapa menit kemudian, ia melihat sebuah halte. Bus segera berhenti, dan sebagian penumpang segera berdesak-desakan untuk keluar dari bus.
"Kita turun di sini saja," kata Dylan singkat sambil menarik pergelangan tangan Sierra dan mengajaknya keluar dari bus.
"Ei… ei… apa-apaan ini?" sahut Sierra, nadanya seperti ia sedang protes. Namun, Dylan tak memperdulikannya.
Setelah turun dari halte, Sierra segera menarik tangannya dari genggaman Dylan dengan kasar. Melihat dari ekspresinya, Sierra sepertinya marah. Apa mungkin ia merasa dianggap rendahan jika Dylan memegang tangannya? Yeah… sepertinya gaya hidup dan pekerjaan Dylan yang membuatnya menjadi agak sembarangan memperlakukan wanita. Di dunia hiburan, pergaulan antar lawan jenis begitu bebas. Dylan tak pernah memikirkan apakah wanita di sisinya itu akan marah atau merasa gugup ketika Dylan menyentuhnya, karena berdasarkan pengalamannya tak pernah ada wanita yang memproteskan soal itu.
Namun, saat ini gadis yang di depannya berbeda. Sierra mungkin adalah gadis yang mempunyai harga diri tinggi, karena sepertinya ia belum pernah berkencan dengan lelaki manapun, melihat dari caranya menjaga diri.
"Uhm… maaf. Aku tak bermaksud…" Dylan pun akhirnya merasa bingung. Ia tak tahu harus merespons apa atas gestur Sierra barusan.
"Hmm… jadi apa yang akan kau lakukan?" tanya Sierra langsung.
"Setelah di restoran depan itu, aku akan membuktikan bahwa aku benar-benar Dylan Zhang Xiao," jawab Dylan dengan santai. Ia memasukkan tangannya ke saku celananya, dan berjalan di depan Sierra supaya gadis tersebut dapat mengikutinya.
Dylan mendengar Sierra menggerutu di belakangnya. Ia tersenyum tipis mendengar kata-kata gadis tersebut.
"Selamat datang, tuan dan nona," sambut security yang menjaga di depan pintu restoran. Dylan tidak menyahutnya, ia terus berjalan masuk ke restoran dan mencari tempat duduk. Sierra yang merasa sungkan dengan tingkah lagu Dylan segera menyahut sambutan security dengan senyuman sopan, kemudian ia segera menyusul Dylan masuk ke dalam restoran.
Dylan yang melihat hal itu merasa kesal. Perikakumu terhadapku yang sudah membantumu berulang kali begitu menyebalkan. Sedangkan dengan si security yang tidak kau kenal itu, kau malah tersenyum ramah. Apa artinya semua itu? Apa kau sengaja membuatku kesal? Gerutu Dylan dalam hatinya. Kemudian ia segera masuk ke ruang VIP restoran tanpa dipersilahkan oleh pelayan yang berjaga di situ.
Dengan sungkan, Sierra mengikuti Dylan sambil berjalan dengan sopan sambil melontarkan senyuman ramah kepada pelayan yang berjaga di depan pintu VIP. Sierra melihat Dylan sedang melepaskan topinya, dan kemudian mengibaskan rambutnya yang berkeringat. Dengan melihat kening pria tersebut, Sierra segera yakin bahwa pria yang dilihatnya itu benar-benar Dylan. Dylan melanjutkan melepaskan cadar dan kacamatanya serta meletakkan semuanya di atas meja, kemudian ia memandang Sierra dengan senyumannya yang memabukkan.
***
Sierra mengerjapkan matanya beberapa kali, untuk memastikan kebenaran penglihatannya. Jika melihat Dylan dari sisi positifnya, mahasiswa BFA ini benar-benar tampan. Rambutnya yang kecoklatan, tatapan matanya yang dalam, dan alis lurusnya mempertegas karakter wajahnya. Bibirnya tipis dan muda, terlihat ceria. Namun, jika kau memperhatikan kening pria ini, terkadang terlihat pembuluh vena-nya yang menonjol di sisi kiri kening. Dan matanya… matanya tak benar-benar menunjukkan kebahagiaan sejati. Dan semua orang tahu, bahwa mata tak bisa menipu.
Entah mengapa, tak ada dorongan dari otak Sierra untuk beranjak dari tempat itu. Yang ia lakukan hanyalah memperhatikan wajah Dylan dengan seksama. Ah… bagaimana ini bisa terjadi? Sungguh memalukan.
Biasanya remaja hits now pake latar Korea, tapi ini China. Suka. Smua aku suka sih, yg penting mah baca novel dan nonton drama, wkwk
Comment on chapter BAB 4 Lost Due to Hurry