Loading...
Logo TinLit
Read Story - When I Found You
MENU
About Us  

"Dari semua momen dalam hidup gue, momen saat kayak gini lah yang paling gue sukai. Soalnya gue ngga punya batas apapun buat nikmatin keindahan tuhan yang ada di depan mata gue." - Andra Samudra 

"Karena sesungguhnya bukan hanya situasi dan keadaan yang membuat aku tidak bisa bersama kamu. Tapi percaya lah, suatu saat ketika aku sudah siap untuk mengatakannya, maka akan aku katakan." - Valenia Putri

Muak dengan ocehan teman-temannya yang terus mengoloknya dengan sebutan delivery man membuat Andra langsung meninggalkan kelasnya begitu bel istirahat berbunyi.

Tujuan Andra melangkah bukan lah ke kantin karena Andra tidak  lapar. Melainkan kelas XII IPA 5 karena Andra ingin menghampiri seseorang. Seseorang yang teramat dekat dengannya namun tak bisa dia gapai hanya lewat genggaman. Juga tak bisa Andra raih meskipun sudah puluhan kali dia mengulurkan tangan.

Seseorang itu yang kini sedang menatapnya sambil mengulas senyum tipis begitu melihat Andra di ambang pintu. Namun balasan senyum Andra yang baru bertengger manis seperkian detik mendadak lenyap begitu saja saat matanya menangkap adanya sosok orang asing di ruangan itu. Orang asing yang berhasil membuat Andra menjadi bahan olokan teman-temannya, orang asing yang kini sedang tertawa lepas bersama Leon, siswi yang Andra tahu bernama Shanum, dan juga dua orang laki-laki yang duduk di belakang Shanum.

"Andra, tumben ke kelas gue?"

Andra tersentak melihat Valenia yang tiba-tiba saja sudah ada di hadapannya. "Valen! ngagetin aja sih."

Seseorang yang Andra panggil Valen, atau lebih lengkapnya Valenia Putri terkekeh pelan. Tubuhnya dia sandarkan pada daun pintu, menatap Andra dengan tangan yang di lipat di depan dada. Dan sungguh, di tatap seperti itu membuat hati Andra berdesir hangat.

"Lagian suruh siapa malah bengong disini." ujar Valenia.

"Gue nggak ngelamun. Anak baru itu sekelas sama lo Len?" tanya Andra. Menunjuk Caitlin dengan dagunya.

Valenia menoleh dan tak sengaja memperhatikan interaksi siswi baru yang dia tahu bernama Caitlin sudah sangat akrab dengan beberapa teman sekelasnya dengan tatapan datar. Seolah dari tatapan itu menyiratkan rasa ketidaksukaan Valenia terhadap Caitlin padahal mereka belum saling mengenal. Melihat interaksi itu membuat Valenia berasumsi jika Caitlin merupakan tipe orang yang mudah dekat dengan siapa saja. Bertolak belakang sekali dengan Valenia yang.. ah Valenia sebelumnya tidak pernah membandingkan dirinya dengan orang lain.

Semenjak bel berbunyi tadi, satu persatu teman sekelasnya menghampiri tempat duduk Caitlin untuk mengajaknya berkenalan. Mungkin di antara mereka hanya Valenia dan dua orang yang tidak hadir saja yang belum berkenalan dengan Caitlin.

"Nama dia Caitlin." kata Valenia tiba-tiba, membuat Andra mengangkat alis.

"Emang siapa yang nanya nama dia?"

Valenia mengendikan bahunya. "Ya siapa tau lo perlu informasi itu."

Andra mengangguk samar. "Bener juga sih, gue perlu tau nama cewek yang bikin gue jadi bahan olokan anak-anak."

Valenia mengernyit bingung. "Bahan olokan anak-anak? emang sebelumnya lo kenal sama dia?"

"Nggak kenal sih. Nasib gue aja yang lagi sial bisa di pertemukan sama cewek barbar kayak dia." balas Andra.

"Excuse me?"

Teguran dari seseorang membuat Andra dan Valenia menoleh bersamaan. Siapa yang menyangka jika teguran tadi berasal dari seseorang yang sedang menjadi bahan pembicaraan mereka berdua.

"Pantes aja kuping gue panas, ternyata gue lagi di omongin." Caitlin menatap Andra dan Valenia secara bergantian kemudian dia berkata lagi. "Lain kali kalau mau ngomongin orang cari tempat yang lebih privasi. Biar bebas."

Caitlin terpaksa meninggalkan keduanya ketika Leon menarik tangannya secara paksa. Padahal dirinya belum selesai berbicara.

"Apaan sih pake narik-narik segala?" sentak Caitlin.

"Nggak penting Cait ngurusin hal sepele kayak gitu doang." jawab Leon enteng.

Caitlin mencibir pelan. Enggan untuk membalas perkataan Leon yang memang ada benarnya.

Tidak mau lama-lama berdebat Leon mengajak Caitlin dan Shanum duduk di kantin yang posisinya berada di tengah-tengah. Bibir Leon baru saja terbuka untuk memanggil pelayan kantin, namun suara melengking yang sangat Leon hafal membuat dia merapatkan kembali bibirnya.

Leon berdecak kesal, bosan jika hidupnya di sekolah selalu di hantui oleh perempuan yang berasal entah dari planet mana. Yang Leon tahu perempuan itu hanya menetap sementara di bumi. Ini serius, Leon Wiraputra tidak sedang bercanda.

"Yaelah gue kira masa magang itu cewek di bumi udah selesai." desah Leon.

Sebelum si pemilik suara melengking semakin dekat ke arahnya, dengan gerakan buru-buru Leon beranjak dari kursinya. "Cait makan sama Shanum ya? pulang sekolah kalau gue belum ke kelas lo, lo tunggu aja." setelah mengatakan itu Leon benar-benar sudah menghilang dari pintu kantin. 

"Eh eh tunggu! yah Leon kok malah pergi sih."

Caitlin menoleh ketika mendengar lenguhan dari si pemilik suara melengking. Caitlin memberikan tatapan bertanya pada Shanum. Shanum hanya mengangkat bahu.

"Eh Diva ngapain lo masih disini? Leon kan udah pergi. Udah sana-sana!" Shanum mengibaskan tangannya ke udara, bermaksud mengusir si pemilik suara melengking yang memiliki nama lengkap Divantara Andrea.

Diva menoleh, memberikan tatapan sengit pada Shanum. Lalu matanya beralih menatap Caitlin yang kini sibuk dengan ponselnya. Seolah tidak menghiraukan kehadirannya.

"Eh anak baru!" ketus Diva.

Caitlin menoleh. "Lo manggil gue?"

"Ya iyalah lo! ngapain lo deket-deket sama Leon? masih anak baru tapi gatelnya udah kelewatan." semprot Diva.

Caitlin mendelik, merasa tidak senang atas ucapan Diva. "Kenapa emangnya kalau gue gatel?" balas Caitlin tak mau kalah.

Suara Caitlin yang sedikit meninggi membuat beberapa murid memperhatikannya.

"Emang lo ngga malu baru pertama kali masuk di sekolah ini udah terang-terangan ngedeketin Leon?!"

Shanum yang tidak mau teman barunya jadi tontonan segera ikut bicara. "Apaan sih lo Div! asal lo tahu ya, Caitlin ini sahabatnya Leon sejak kecil. Lagian punya hak apa lo ngelarang cewek-cewek deketin Leon, emang lo pacarnya?"

Diva menggeran marah. Di tatapnya Caitlin dan Shanum tajam sebelum meninggalkan kantin. Perkataan Shanum tadi membuat dia sadar jika dia sudah mempermalukan dirinya sendiri. Memaki orang yang merupakan sahabat sejak kecilnya Leon di depan banyak orang, mau di taruh dimana muka cantik Diva?

Caitlin menghela napas pendek. "Siapa sih cewek tadi?"

Shanum tidak langsung menjawab. Dia memanggil pelayan kantin untuk memesan makanan terlebih dahulu.

"Lo mau makan apa Cait?"

"Samain aja deh kayak lo."

"Yaudah bang aku pesen bakso nya dua sama es teh manisnya dua."

"Ada lagi neng?" tanya bang Dante, penjual bakso termaknyus di kantin sekolah.

"Udah bang itu aja." balas Shanum.

"Yaudah tunggu sebentar ya neng."

Setelah melihat bang Dante berlalu, Shanum kembali menatap Caitlin. "Nanya apa tadi Cait?"

"Cewek ngeselin tadi itu siapa?"

"Oh si Diva. Dia emang agak gila sih."

"Hah? gila?"

"Bukan, maksud gue tergila-gila sama Leon." Shanum terkekeh saat melihat tampang terkejut Caitlin.

"Emang di sekolah ini banyak yang naksir Leon?" tanya Caitlin mulai penasaran seperti apa kehidupan Leon semenjak dia pindah ke New York beberapa tahun silam. Lebih tepatnya ketika berada di sekolah.

Shanum meminum es teh manisnya yang baru saja di antar oleh keponakan bang Dante. "Ya lumayan lah, siapa sih yang nggak betah deket sama Leon, Leon itu orangnya humble banget sama orang apalagi cewek. Tapi baiknya Leon itu bukan kayak mainin cewek gitu. Dia selalu bisa kalau di minta bantuan sama cewek, kadang dia suka jadi tempat curhat cewek-cewek yang abis putus cinta." "Pokoknya Leon itu baik banget. Tapi kadang kebaikannya itu di salah artikan sama cewek-cewek. Termasuk si nenek lampir itu."

Caitlin tersenyum geli mendengarnya. "Terus-terus?"

"Nah cuma si Diva aja tuh yang terobsesi banget sama Leon. Padahalkan Leon baik bukan ke dia aja, tapi ke semua orang."

"Jadi Leon sekarang ilfeel sama Diva?"

Shanum mengunyah bakso nya dengan cepat. "Jadi gini Cait, waktu itu Diva punya pacar. Kakak kelas, kak Reyhan namanya. Waktu dia di putusin sama kak Reyhan di depan anak-anak pas di kantin, si Diva nangis-nangis di kelas. Mungkin Leon nggak tega ngeliat Diva sedih terus, jadi waktu itu dia selalu dengerin semua curhatan Diva, bahkan sampe sering nganterin pulang."

"Terus akhirnya Diva naksir sama Leon?" tebak Caitlin.

Shanum mengangguk singkat. "Diva kira Leon naksir beneran sama dia. Awalnya Leon biasa-biasa aja waktu Diva ngebuntutin dia kemana-mana. Tapi waktu Diva mengklaim Leon sebagai miliknya Leon jadi ngga suka dan selalu menghindar dari Diva." jelas Shanum panjang lebar.

Rasanya Caitlin ingin tertawa keras setelah mendengar cerita Shanum. Sama sekali tidak menyangka Leonnya yang dulu kaku, pelit terhadap apapun dan irit bicara kecuali jika sedang bersamanya menjadi seorang laki-laki yang senang mendengar curhatan perempuan yang sedang putus cinta.

-When I Found You- 

Dalam tujuh belas tahun hidup Andra, banyak sekali hal yang menjadi favoritnya. Memakan masakan papa yang merupakan kepala koki sekaligus anak pemilik Restoran yang kini Restoran tersebut sudah menjadi milik papa dua tahun lalu. Sehingga jabatan anak pemilik Restoran jatuh ke tangan Andra.

Andra juga menyukai ekspresi sang mama jika Andra pulang terlambat pada jam malam yang di tentukan atau teriakan nyaring mama jika Andra lupa tidak merapikan kamar tidurnya sendiri. Mungkin juga Andra menyukai pekikan histeris mbok Iyem jika Andra sedang memboncengnya untuk mengantar ke pasar.

Dari semua hal favoritnya bersama keluarga, hal favorit dalam hidup Andra bertambah sejak satu tahun lalu. Valenia. 

Sejak satu tahun lalu bahkan hingga kini, Andra menyukai apapun yang di lakukan Valenia. Cara perempuan itu tersenyum, tertawa, bahkan menangis saat di benci oleh segelintir orang. 

Andra juga menyukai cara Valenia menatap dan berbicara padanya yang lebih bersahabat jika di bandingkan pada orang lain. Sekali lagi Andra tegaskan Andra menyukai segalanya tentang Valenia. 

Seperti yang di lakukan perempuan itu sekarang. Berdiri sendirian di sebuah halte yang tidak jauh dari lokasi sekolah. Andra tersenyum ringkas saat dahi perempuan itu mengerut ketika sinar matahari menerpa wajahnya. Mungkin ini hanya pendapat Andra saja yang sudah kelewat menyukai Valenia, saat kulit Valenia yang yang berwarna kuning langsat di terpa sinar matahari membuat perempuan itu terlihat cantik di mata Andra.

Melihat kondisi sekolah yang mulai sepi, Andra mengambil ancang-ancang untuk menyalakan motornya yang sejak tadi di parkirkan di pohon rindang samping sekolah menuju tempat Valenia berada. 

"Cewek." sapa Andra begitu motornya di berhentikan di depan Valenia.

Valenia menengok ke kanan dan ke kiri terlebih dulu. "Kok masih disini?" tanya Valenia. 

"Kan gue udah bilang gue nggak keberatan kalau nganterin lo pulang tiap hari." 

Valenia mendesah panjang. "Kalau lo nggak keberatan gue yang keberatan Ndra.

"Lo ngga gendut kok Len, jadi nggak bakal berat." Andra menjawabnya sambil bercanda. 

"Lo nggak ngerti gue." Valenia menatap Andra lelah. 

"Len apa salahnya sih kalau gue cuma mau nganter lo pulang?" balas Andra.

"Ndra lo tau gue nggak pernah peduli apa kata orang tentang gue. Yang gue peduliin itu lo. Perasaan lo." 

"Maksud lo?" 

"Cukup dulu aja Ndra gue ngerasa bersalah karena udah ngasih harapan sama lo. Gue.. gue ngga mau hal itu terjadi lagi." 

"Len gue memang suka sama lo, cinta malah. Tapi gue ngga mau hal itu menjadi penghalang antara lo dan gue. Rasa suka gue ke lo, rasa sakit gue yang gue rasain saat gue sadar bahwa lo ngga pernah bisa bales perasaan gue, biar gue yang tanggung."

"Ndra." 

Andra menggeleng. "Gue cuma mau tanya satu hal sama lo."

"Apa?" 

"Apa alasan lo ngga pernah terima gue masih sama?"

Valenia sedikit terkejut dengan pertanyaan Andra. Dia menarik napas dalam sebelum menjawab. "Gue sayang lo, tapi lo dan gue tau bahwa sampe kapanpun kita ngga akan pernah sama." 

Andra mengangguk. Menampilkan senyum terbaiknya untuk Valenia. 
"Hari ini hari pertama lo kerja di cafe baru kan? Gue anterin yah?

"Tapi Ndra__"

"Udah ayo naik. Pulang dulu kan?" 

"Iya pulang dulu. Cuma ganti baju terus langsung berangkat lagi." jawab Valenia ketika dia sudah duduk di motor Andra. 

Andra menjawab sambil melihat kaca spion. "Ngga makan dulu?" 

Valenia menggeleng. "Nanti aja gampang." 

"Nanti jangan lupa makan. Hari pertama kerja kan harus semangat. Terus kalau ada yang godain, sebut nama gue aja tiga kali di jamin gue denger dan langsung muncul walaupun gue lagi di rumah." kata Andra di akhiri dengan cengiran lebar yang bisa Valenia lihat meskipun laki-laki itu memakai helm.

"Kayaknya gue makin semangat kerja deh kalau di semangatin sama adeknya Jin." balas Valenia. 
Andra tertawa lebar. Di tepuknya tangan Valenia yang melingkar di perutnya. Bersama Valenia, hal sederhanapun menjadi lebih menarik. Hal apapun yang Valenia lakukan selalu membuat Andra tersenyum lebar. Because she is my favorite girl.
 

-When I Found You-

Menemani perempuan belanja bukanlah hal yang di sukai laki-laki. Percayalah jika pasangan kamu menemani belanja dan hanya tersenyum masam saat kamu mengatakan ’Sayang kayaknya kita belum ke toko ini’ atau ’Sayang menurut kamu aku lebih cocok beli yang mana?’
Sesungguhnya yang laki-laki rasakan saat menemani perempuan belanja adalah membosankan, melelahkan, dan ... membangkrutkan.

Seperti yang Leon rasakan saat ini, Yah walaupun Leon tidak bangkrut karena Caitlin membayar belanjaannya sendiri tapi tetap saja Leon amat sangat bosan dan lelah karena lebih dari tiga kali mengitari mall untuk menemani sahabat tersayang.

Niat awal Caitlin yang hanya membeli sepatu hitam bertambah saat melihat pakaian yang terpajang di setiap toko, macam-macam make up yang Leon tidak mengerti itu apa dan untuk apa sampai memboyong pernak-pernik kecil untuk mempercantik penampilan. Di tambah sebelum berangkat ke mall Caitlin memaksa pergi ke salon mami terlebih dulu untuk mengganti warna rambut. Melihat Caitlin gila belanja seperti ini membuatnya terus mengeluh seperti ’Cait lo kok mirip sama mami dan kak Liana sih kalau lagi ke mall. Apa aja di beli’

Dan Caitlin hanya menanggapi dengan enam kata yang sangat menyebalkan untuk di dengar. "Cewek kan memang wajar gila belanja." begitu katanya.

"Leon gimana rambut baru gue? cocok ngga sih kalau warna hitam begini?" tanya Caitlin setelah keluar dari toko pakaian yang ke seribu menurut Leon.

"Cocok." jawab Leon singkat.

"Kenapa sih lo manyun mulu dari tadi?"

"Laper gue, makan yuk!"

"Ayo, yaudah berhubung lo baik hati mau nemenin gue belanja, gue traktir deh."

"Ya emang harus nraktir kali."

Caitlin mendengus geli. Tangannya hanya membawa satu paper bag berisikan pernak-pernik kecil miliknya. Sedangkan Leon yang berjalan di sampingnya membawa sekitar delapan paper bag. Empat di tangan kanan, dan empat di tangan kiri. Tolong jangan tanyakan siapa pemilik paper bag tersebut.

"Mau makan dimana kita?" tanya Caitlin.

"Dimana aja yang penting enak dan di bayarin."

Caitlin mencibir. "Dasar lo!"

Akhirnya Caitlin mengajak Leon di salah satu tempat makan yang masih berada di mall ini, lebih tepatnya di lantai paling bawah. Belum sempat tangannya membuka pintu, Caitlin melihat seorang perempuan yang tidak terasa aing baginya di balik pintu kaca. Setelah beberapa saat berpikir, akhirnya Caitlin ingat siapa perempuan itu. Dia adalah salah satu teman sekelasnya yang belum sempat berkenalan dengannya.

"Eh bentar deh." cegah Caitlin ketika Leon hendak membuka pintu.

Leon berdecak. "Apa lagi sih Cait? mau belanja lagi? kita udah ngabisin waktu tiga jam disini dan lo masih belum puas?" Leon memasang wajah paling melas sedunia, membuat Caitlin memukul bagunya agak kencang.

"Apaan sih lebay banget! Bukan, gue bukan mau belanja lagi."

"Terus kenapa ngehalangin gue masuk? duit lo abis?"

Caitlin menggeram pelan. "Bukan Leooon! tapi coba deh lo lihat pelayan yang ada di kafe ini, itu yang lagi ngelapin meja, itu kayaknya temen sekelas gue deh."

Dengan gerakan malas-malasan Leon mengikuti arah pandang Caitlin. Ketika matanya menangkap seseorang yang di maksud Caitlin, dia kontan membeku. Itu kan Valenia.

"Oh itu? iya dia memang temen sekelas lo." jawab Leon ringkas.

"Tuh kan bener. Ya udah ayo masuk, sekalian gue mau kenalan sama dia. Soalnya waktu di kelas tadi, kayaknya gue belum kenalan sama dia."

"Eh tunggu Cait!" cegah Leon.

"Kenapa? katanya tadi laper?"

"Kita makan di luar aja ya? gue baru inget kata kak Liana di samping kampus dia ada kafe yang baru buka."

Caitlin menatap Leon curiga, membuat laki-laki itu bergerak tak nyaman. "Terus perut lo?"

"Gue nggak laper-laper banget kok, jadi masih bisa nahan. Ya udah ayo berangkat sekarang." ajak Leon cepat.

Caitlin hanya bisa pasrah saat tangan Leon menariknya menuju parkiran.

"Kenapa sih ini orang, aneh banget gelagatnya." gerutu Caitlin.

Bersambung

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
I'll Be There For You
1282      612     2     
Romance
Memang benar, tidak mudah untuk menyatukan kembali kaca yang telah pecah. Tapi, aku yakin bisa melakukannya. Walau harus melukai diriku sendiri. Ini demi kita, demi sejarah persahabatan yang pernah kita buat bersama.
Kulacino
413      272     1     
Romance
[On Going!] Kulacino berasal dari bahasa Italia, yang memiliki arti bekas air di meja akibat gelas dingin atau basah. Aku suka sekali mendengar kata ini. Terasa klasik dan sarat akan sebuah makna. Sebuah makna klasik yang begitu manusiawi. Tentang perasaan yang masih terasa penuh walaupun sebenarnya sudah meluruh. Tentang luka yang mungkin timbul karena bahagia yang berpura-pura, atau bis...
ADITYA DAN RA
18851      3122     4     
Fan Fiction
jika semua orang dapat hidup setara, mungkin dinamika yang mengatasnamakan perselisihan tidak akan mungkin pernah terjadi. Dira, Adit, Marvin, Dita Mulailah lihat sahabatmu. Apakah kalian sama? Apakah tingkat kecerdasan kalian sama? Apakah dunia kalian sama? Apakah kebutuhan kalian sama? Apakah waktu lenggang kalian sama? Atau krisis ekonomi kalian sama? Tentu tidak...
Alfazair Dan Alkana
276      224     0     
Romance
Ini hanyalah kisah dari remaja SMA yang suka bilang "Cieee Cieee," kalau lagi ada teman sekelasnya deket. Hanya ada konflik ringan, konflik yang memang pernah terjadi ketika SMA. Alkana tak menyangka, bahwa dirinya akan terjebak didalam sebuah perasaan karena awalnya dia hanya bermain Riddle bersama teman laki-laki dikelasnya. Berawal dari Alkana yang sering kali memberi pertanyaan t...
Lavioster
4026      1126     3     
Fantasy
Semua kata dalam cerita dongeng pengiring tidurmu menjadi sebuah masa depan
Lost in Drama
1946      770     4     
Romance
"Drama itu hanya untuk perempuan, ceritanya terlalu manis dan terkesan dibuat-buat." Ujar seorang pemuda yang menatap cuek seorang gadis yang tengah bertolak pinggang di dekatnya itu. Si gadis mendengus. "Kau berkata begitu karena iri pada pemeran utama laki-laki yang lebih daripadamu." "Jangan berkata sembarangan." "Memang benar, kau tidak bisa berb...
love like you
451      321     1     
Short Story
Finding Home
1990      940     1     
Fantasy
Bercerita tentang seorang petualang bernama Lost yang tidak memiliki rumah maupun ingatan tentang rumahnya. Ia menjelajahi seluruh dunia untuk mencari rumahnya. Bersama dengan rekan petualangannya, Helix si kucing cerdik dan Reina seorang putri yang menghilang, mereka berkelana ke berbagai tempat menakjubkan untuk menemukan rumah bagi Lost
Aku Lupa Cara Mendeskripsikan Petang
562      386     2     
Short Story
Entah apa yang lebih indah dari petang, mungkin kau. Ah aku keliru. Yang lebih indah dari petang adalah kita berdua di bawah jingganya senja dan jingganya lilin!
Lost Daddy
5215      1181     8     
Romance
Aku kira hidup bersama ayahku adalah keberuntungan tetapi tidak. Semua kebahagiaan telah sirna semenjak kepergian ibuku. Ayah menghilang tanpa alasan. Kakek berkata bahwa ayah sangat mencintai ibu. Oleh sebab itu, ia perlu waktu untuk menyendiri dan menenangkan pikirannya. Namun alasan itu tidak sesuai fakta. AYAH TIDAK LAGI MENCINTAIKU! (Aulia) Dari awal tidak ada niat bagiku untuk mendekati...