Chapter 2 – Fenomena Angka
“Perkenalkan, ini Jimmy. Dia akan menjadi teman baru kita di sini.”
“Saya tak pernah berkata, saya akan tinggal.” Bisik Jimmy kepada pria yang bahkan belum memperkenalkan namanya itu.
“Tapi kau sudah di sini, Jimmy.” Balasnya dengan senyuman mutlaknya. Seakan ia memiliki kuasa dan tidak dapat diganggu lagi.
“Ngomong-ngomong saudara Jimmy, saya belum memperkenalkan diri saya.”
“Hah..?” balas Jimmy tak percaya. “Anda tidak perlu bergaya sopan dengan saya, Pak.” Katanya ketus.
“Hei, kau. Bisakah kau sedikit sopan dengan guru kami?” teriak salah seorang murid dalam ruang itu.
“Kenapa memangnya? Aku punya hak melakukan itu.”
“Dan apa itu, bocah ceking?” teriak pemuda itu lagi kepada Jimmy.
“Rama! Tenanglah. Aku tidak apa-apa. Dan Jimmy, kami minta maaf.”
“Ada apa dengan anda, Pak?” jawabnya heran.
“Aku hanya mencoba mengajari mereka untuk menghormati mu. Jadi jika kau mau, kuharap kau tidak akan membantah.”
Jimmy terdiam. Tak ada yang bisa ia katakan untuk membalas pria dewasa ini.
“Nama saya Andrew. Semua orang memanggil saya Andy. Jadi kamu juga bisa memanggil saya dengan panggilan yang sama. Dan mereka akan menjadi teman-teman barumu. Silahkan perkenalkan dirimu kepada mereka.”
“Tapi saya belum pernah setuju untuk,” Jimmy berhenti di tengah kata-katanya sendiri. Ia teringat saat ia berkata untuk mencari tempat tinggal yang nyaman untuknya selama beberapa tahun ke depan. Dan tempat ini adalah tempat yang disarankan oleh gurunya.
Andy kini tenang. Ia menangkap apa yang terjadi pada Jimmy dengan baik. Ia tahu bahwa Jimmy pasti akan sadar kenapa dia ada di sini.
“Hei, kenapa kau diam?” sahut Rama, mencoba mengganggu Jimmy.
“Namaku Jimmy. Cukup hanya dengan nama. Kalian tidak akan bisa dekat denganku. Dan jika ingin tahu yang selain itu, aku terbiasa hidup dengan darah.”
Andy tersenyum puas. Sepertinya Jimmy sudah masuk ke dalam rencananya. Permainan akan diteruskan. Jimmy akan menjadi jenderal barunya. Permainan yang mengasyikkan, bagi para pendiri Laskar Biru.
FENOMENA ANGKA
“Apa yang akan kita mainkan, Jimmy?” Tanya Andy dengan nada santainya yang cukup membuat darah muda Jimmy mendidih.
Jimmy menatapnya sinis. Seakan meneriaki Andy untuk tidak besar mulut.
“Ayolah. Kita sudah siap, kan?” umpan Andy sekali lagi.
“Perkalian panjang? 11 digit dan 10 digit. Masing-masing membuat 1 tantangan dan menjawab 1 tantangan.”
“Buat aturan yang benar, nak! Siapa pemenangnya?” ucap Andy mulai serius.
“Huh..” Jimmy mulai meremehkan Andy. “Yang lebih cepat menjawab.” Lanjutnya.
“Baiklah. Kita pakai stopwatch. Waktu dipegang oleh pemilik soal, dan soal dikerjakan setelah tombol ditekan.”
“Setuju.” Jawab Jimmy semangat. Ya, dia tahu dia akan menang. Bahkan oleh orang yang lebih dewasa sekalipun.
“Apa tidak ada aturan lain lagi, Nak?”
“Apa anda masih ingin menambahkannya lagi?”
“Huh,, aku cukup senang melihat tingkah sombongmu, Jimmy.”
Jimmy menggigit kasar giginya sendiri. Ia sudah tidak tahan berbicara panjang lebar dengan Andy yang begitu sombong itu. Dia tidak tahan untuk membuktikan siapa yang lebih cepat di antara mereka.
Jimmy bersiap. Pena antik di tangannya memutar-mutar sesuai keinginan kepalanya. Jantungnya perlahan mulai berdebar. Semakin lama semakin keras. Duel ini didasari dengan gengsi tinggi dan kejujuran. Pemenangnya mempertaruhkan harga diri masing-masing. Namun bagi Andy, ini hanya sebuah lelucon anak kecil yang hanya perlu untuk ditanggapi dengan mudah.
Jika Jimmy memenangkan pertandingan ini, maka ia berhak memilih untuk tetap tinggal atau pulang ke kotanya. Jika Andy yang menang, maka Jimmy harus menetap dan memenuhi semua tugas yang akan Andy serahkan kepadanya. Salah satu tugas itu adalah menjadi murid Andy. Terlihat seperti seorang murid yang membuat kualifikasi untuk memilih gurunya. Itu karena Jimmy adalah murid yang bisa masuk dengan mudah ke berbagai institusi.
“Jimmy, kau sudah siap?”
“Saya sudah kepanasan menunggu Anda.” Katanya sambil tersenyum penuh kemenangan.
“Humh.. dasar remaja.” Umpat Andy tak tertahankan.
Ia menyodorkan sebuah buku bersampul hitam tebal. Di dalamnya sudah ada soal yang telah ia tuliskan untuk Jimmy.
“Siap,,, Mulai!” Tek.. bunyi tombol stopwatch yang Andy tekan.
23453265891 X 6124362436 = …………………..
Itu adalah angka-angka yang sedang Jimmy pecahkan. Ia sedang mengalikan belasan digit angka yang masih sulit dilakukan oleh beberapa jenis kalkulator. Ia ingin membuktikan bahwa otak manusia tidak benar-benar rendah. Setidaknya bisa menyaingi kelemahan kalkulator murahan.
“Selesai!” Teriak Jimmy seraya melepaskan pena dari tangannya. Bersamaan dengan itu, Andy telah menekan tombol stopwatchnya.
143636300624360470476
Itu adalah jawaban yang Jimmy tuliskan dalam bukunya. Dalam waktu 32.19 detik, Jimmy menyelesaikan tantangan dari Andy.
“Baiklah, ayo kita lihat jawabanmu, Nak!” Andy mengambil sebuah kalkulator. Ia membiarkan Jimmy mengetikkan angkanya sendiri dan mencocokkannya dengan jawaban yang telah ia tulis.
Teet… bunyi tombol terakhir yang ia tekan. Muncullah angka-angka itu.
687181714249326981971
“Bagaimana bisa begini? Ini tidak mungkin. Kalkulator Anda rusak.” Gumam Jimmy tak percaya dengan hasil yang ditunjukkan oleh kalkulator di tangannya.
“Itu kalkulator terbaru kami Jimmy.” Jawab Andy santai.
“Kalkulatornya rusak. Lihat, ekor perkaliannya saja salah. Bagaimana mungkin 6 dikali 1 sama dengan 1?”
“Itu benar, Nak. Kau tak ingat Fenomena Angka yang aku katakan sebelumnya?”
Jimmy diam. Ia mengorek kembali ingatannya. Dan ia menemukannya.
“Apa hubungannya semua ini dengan Fenomena Angka yang anda maksud?”
“Sudah kubilang. Apa yang kamu utarakan, berbeda dengan yang kami serap. Begitupula dengan kalkulator ini.”
“Jadi kalkulator itu tidak murni?”
“Kalkulator ini murni di sini. Ingat, kamu sedang berada di lingkungan yang mana!” wajah Andy sangat tidak biasa. Ia tampak sangat serius di balik gayanya yang dibuat santai.
“Anda curang.” Hujat Jimmy.
Andy memicingkan matanya. Ia menyoroti sosok Jimmy dengan aura yang sangat menakutkan. Tapi Jimmy tak berniat mundur. Mereka punya aura yang tak jauh berbeda. Terlebih karena sang Andy masih tak mau menunjukkan dirinya yang sebenarnya.
“Bukankah aku sudah bilang, Nak? Kau mungkin akan membutuhkan aturan tambahan.”
Sial. Orang ini terlalu cerdik. Batin Jimmy.
“Baiklah. Kita akan menggunakan angka-angka normal. Jangan bilang Anda tidak tahu.”
“Aku juga berasal dari luar, Nak.” Jawab Andy. “Dan bisakah kau merendahkan egomu sedikit untuk berkata bahwa angka-angka di pulau ini juga normal?”
“Sayangnya, saya masih mencari tahu di mana sisi normalnya, Pak!” sengit Jimmy.
“Huh..” Andy mendengus keras. “Kau memang keras kepala. Jadi bagaimana dengan pemenangnya? Apa kau tidak sadar pada aturan yang kau buat?”
“Apalagi sekarang, Pak Tua?”
“Jangan bilang kau lupa kata-katamu sendiri. Tebak siapa pemenang permainan berikutnya.”
Jimmy tak menjawab. Ia memandang jauh ke dalam raut muka sang Andy. Ada senyuman di sana. Ada yang masih Andy, simpan. Itu pasti tentang peraturan yang baru saja ia katakan. Tentang pemenangnya?
“Apa kita akan memulai?” usul Andy.
“Tidak, tunggu sebentar. Apa yang Anda rencanakan? Apa Anda benar-benar tak bisa menyerap apa yang saya maksudkan? Atau memang hanya ingin bermain-main?”
“Aku hanya mencoba bertindak sesuai dengan kebutuhan keadaan. Karena itu memang perlu, nak!”
“Apa perlunya? Anda bisa memahami saya.”
“Tapi tak semua orang sepaham.” Andy menurunkan pandangannya ke arah kalkulator yang masih digenggam oleh Jimmy. “Seperti kalkulator yang ada di tanganmu saat ini. Ia tidak akan bekerja dengan baik tanpa perintah yang spesifik. Kecuali dia dibuat dengan lebih canggih lagi.”
Jimmy sepertinya mengerti. Baru kali ini ia mau menerima pendapat itu. Pendapat yang hampir tak pernah bisa diterima oleh orang-orang seperti mereka. Kenyataan tentang penjelasan terperinci di antara para genius itu diperlukan.
“Jika kau berpikir, bahwa ini sulit diterima. Sepertinya kau belum pernah tahu sistem yang digunakan kompetisi saat menyaring kalian. Sepertinya kau juga masih mengabaikan kenyataan dibalik semua pertandingan.”
Jimmy kehabisan kata-katanya. Ia sama sekali tak tahu dan tak mau menjawab. Entah dengan jawaban apapun. Andy masih berdiri dengan melipat tangan di bahunya. Keadaan sementara hening dan tegang. Tapi tak lama kemudian, Andy turun dan duduk di depan Jimmy yang masih menunduk.
Perlahan tangan besar Andy, mendekati dan menyentuh tangan Jimmy yang masih lebih kecil dari tangannya. Ia mulai menggenggamnya. Erat dan semakin erat. Jimmy pasrah. Ia sudah mengalah pada kata-kata Andy. Tapi Andy memilih untuk berbaik hati.
“Jimmy, aku mohon. Kami membutuhkanmu. Sekarang kau tak perlu bertanya untuk apa atau mampukah kau. Tapi tanyakan apa yang bisa kau berikan.”
Jimmy akhirnya mengangkat wajahnya. Ia berhasil mengembalikan kepercayaan dirinya. Ia juga mengembalikan semangat Andy seperti sebelumnya.
“Jadi, pemenangnya adalah yang berhasil menjawab dengan cepat dan tepat bukan?”
“Ya.”
“Berarti sekarang giliranku?”
“Tidak, tidak apa-apa. Kita mulai dari awal. Peraturan baru dan permulaan baru.”
“Baiklah. Aku ambil tantangan pertama.”
“Berarti saya yang akan menekan tombol stopwatchnya.”
Terlihat hanya senyum disana. Andy kini berada pada gilirannya. Saatnya untuk menunjukkan bakatnya.
“Siap,,, Satu- Dua- Mulai!” Tek, stopwatch mulai berjalan di tangan Jimmy.
95673299196 X 9679685562 = ………………………………………
Sepertinya angka-angka yang Jimmy berikan cukup rumit. Bilangan yang didominasi oleh angka-angka di atas 5 sengaja ia berikan untuk memperlambat lawannya.
“Selesai.” Tek… secara reflek tangan Jimmy menekan tombol stopwatch di tangannya. Namun ia tak percaya. Ia tak mengira akan secepat itu. 19.76 detik.
9260874528974674098152
Jimmy menganga, ia tak tahu akan berkata apa. Kertas di depannya sudah berisi coretan-coretan tidak jelas yang menyisakan beberapa angka terang.
“Apa kau membawa kalkulatormu?” ucap Andy dengan nada santainya. Ia berhasil membuyarkan lamunan Jimmy.
“Tunggu sebentar, biar saya lihat dulu.” Tangannya bergerak cepat. Kalkulator yang biasa ia gunakan selalu setia di dalam ransel hitamnya.
Tuut… tombol terakhir tertekan. Angka yang muncul di sana adalah angka yang sama dengan yang Andy tuliskan. Padahal bilangan-bilangannya termasuk besar, jadi lumayan butuh waktu untuk menyelesaikannya. Apakah Andy sudah tahu rumus rahasianya?
Jimmy mengangkat wajahnya untuk melihat sosok Andy, pria yang sedang memasang wajah santai nan acuhnya itu. Dasar orang tua sok keren.
“Apa anda sudah pernah membaca rumus temuan saya?”
“Hmm?” Andy kembali berlagak polos. Wajahnya membentuk mimik tidak tahu apa-apa. Keterkejutannya membuat Jimmy semakin gemas memandangnya. Gemas ingin menghujatnya, gemas ingin meneriakinya, gemas ingin mengalahkannya.
Tak mendapati jawaban dari Jimmy, Andy pun mengalah.
“Aku sudah lebih tua darimu. Sepertinya aku lebih pendiam darimu.”
Jimmy terentak. Matanya membulat. Dia mengerti arti ucapan itu.
“Baiklah, sekarang giliran mu.”
“Waktu anda hanya 19.76 detik.”
“Maka kau hanya perlu lebih cepat.” Jimmy menegang, bisakah ia melakukannya? Tapi,, dia tak akan berhenti sampai di sini. Tidak akan.
“Itu sudah pasti.” Jawabnya berlagak.
“Jangan sombong dulu, Nak! Siap,,, MULAI!” Tek… stopwatch kembali berjalan dari angka nol.
10001000101 X 1000100010 = ……………………………….
Apa-apaan ini? Apa dia mengerjai Jimmy? Apa dia bercanda?
Jimmy mengangkat wajahnya, ia tak percaya dengan yang Andy berikan padanya. Andy menatapnya dengan senyuman tak bersalah, namun penuh dengan arti kemenangan. Apa maksud Andy? Apa yang dia inginkan?
“Apa anda bercanda?”
“Apa menurutmu aku bercanda?” matanya, Andy tiba-tiba serius.
Jimmy terheran, ia menggigit giginya semakin kuat. Rahangnya tercetak baik oleh kulitnya. Api yang membakar hatinya ikut muncul di matanya. Tatapan orang yang ingin membunuh. Itulah dia sekarang.
“Sampai kapan? Kau akan menatapku? Ingat, nak! Waktu terus berjalan. Sepertinya kau akan kehabisan sisa waktumu.”
“Sialan” teriak Jimmy dalam hatinya.
“SELESAI!” Tek…stop watch berhenti.
10002000300030201010
“Selamat, kau mengalahkanku. Sekarang kau boleh pergi ke manapun yang kau mau.”
Permainan selesai. Jimmy menang dengan waktu 19.70 detik. Tapi Jimmy tak terlihat senang. Pertanyaan semudah itu, tak seharusnya sampai selama ini. Tak sampai lebih lama. Jimmy hampir kalah. Oleh tantangan yang cukup mudah. Tunggu,, tapi stopwatchnya berbeda. Andy…
@kei07 Terima kasih kembali sudah berkomentar di sini. Wah, iya nih.. Kayaknya masih kurang 'trigger'nya kalau cuma keunikan idenya aja. Saran yang bagus. Hehehe
Comment on chapter Prologue