Read More >>"> Reminisensi Senja Milik Aziza (Chapter 1 || Manusia Es) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Reminisensi Senja Milik Aziza
MENU
About Us  

Jemariku mengetuk meja panjang untuk mengusir sepi, mengenyahkan sunyi. Aku memilih duduk di kursi panjang pojok kiri kantin, tidak sendirian. Seorang siswa berhidung mancung duduk berhadapan denganku, hanya berjarak selebar meja. Siswa yang menurutku berseragam paling rapi itu adalah teman sekelasku. Muhammad Dalvin Mahesa, si manusia es. Selama masa orientasi siswa, serta selama kegiatan pembelajaran di kelas dalam lima hari terakhir ini, aku hanya pernah memergokinya berinteraksi beberapa kali saja. Tanpa senyum.

Entah apa yang menyebabkan mataku menelitinya dari balik kacamata. Secara fisik, ia masuk dalam kategori di atas rata-rata. Hidungnya yang mancung dengan bentuk melengkung yang khas, bibir tipis dengan warna merah muda yang ranum, matanya yang sipit namun tajam, kurus namun tak terlalu buruk. Ia hanya... kurang tinggi untuk ukuran seorang laki-laki.

Lalu kupalingkan wajah menatap langit yang luas tak berujung. Hari ini cuaca begitu cerah untuk pertengahan bulan Agustus. Awan berarak seirama terpaan angin dengan dilatari biru muda yang menenangkan. Suasana alam begitu mendukungku untuk merasa senang, begitu kontras dengan rasa bosan yang menyergapku ketika Mahesa hanya fokus menyantap roti tanpa berniat berbasa-basi. Padahal, untuk remaja yang baru memasuki bangku sekolah menengah atas dan ditakdirkan satu kelas, kami seharusnya sudah akrab sejak masa orientasi bermula.

"Kok, belum pulang?" Tanyaku mencoba peruntungan. Sejenak, ia mengalihkan tatapan padaku sambil meremas plastik kemasan roti dan membentuknya menjadi bulat.

"Masih terlalu siang untuk pulang ke rumah," jawabnya dengan nada datar. Selaras dengan air mukanya yang kaku.

Sejenak kualihkan pandang pada jam dinding kantin, pukul setengah lima sore. Sudah dua jam setengah aku duduk menunggu teman dekat yang kebetulan mengikuti kumpulan ekstrakurikuler hari ini. Belasan kilometer jarak harus kutempuh agar sampai ke sekolah, membuat orang tuaku khawatir jika pulang ataupun berangkat sendirian.

"Rumahku dekat dari sini," ucap Mahesa sambil melirikku. Entah apa yang ada di pikirannya hingga bersuara tanpa ditanya. Aku hanya mengangguk canggung. "Kamu sendiri... kenapa belum pulang?"

"Nunggu teman," jawabku seraya menatap tangan yang berada di atas meja, menghindari tatapannya yang luar biasa intens. Sementara dia terlihat rileks dengan ber-oh ria tanpa suara.

Hening kembali menyergap kami berdua. Menarik nafas pelan, aku memutuskan untuk terus bertanya padanya. Selain untuk perkenalan, aku butuh teman untuk diajak berbicara.

"Ambil ekstrakurikuler apa?" Tanyaku akhirnya.

"English Club, KIR, FASIS," jawabnya dengan tak mengubah nada suara.

"Wah," seruku sedikit tak percaya. "Bukankah setiap siswa hanya boleh mengikuti dua ekstrakurikuler saja?"

Ia hanya mengendikkan bahu tak acuh, kemudian bangkit sejenak untuk melempar kemasan roti yang sudah ia sulap menjadi bola kecil ke dalam keranjang sampah.

"Kamu ambil ekstrakurikuler apa aja?" Tanyanya selepas duduk.

"Pramuka sama jurnalis," jawabku sekenanya.

Ia hanya mengangguk paham sebelum bertanya tentang alasanku memilih kedua ekstrakurikuler itu. Mulai dari sana obrolan kami merembet pada hal-hal lain semacam hobi, bahkan keluarga.

"Anak ke berapa?" Aku kembali melontarkan tanya. Ia memandangku sekilas. Lalu aku menyadari jika pertanyaan yang kuajukan terlalu berani untuk pria dingin sepertinya.

"Kedua," jawabnya dengan nada konstan yang sama sekali tak kuindahkan. Aku hendak kembali mengajukan tanya, tetapi dia lebih dulu menambahkan keterangan, "Dari empat bersaudara. Kakakku perempuan, adikku yang pertama laki-laki, sedangkan yang kedua perempuan."

"Rumah ramai, yaa…" gumamku yang entah berupa tanya entah bukan.

"Kamu punya adik?" Tanyanya tak mengacuhkan tanggapanku.

Aku mengangguk. "Satu. Laki-laki."

"Kakak?" Tanyanya yang kujawab dengan bilangan yang sama seperti jawabanku sebelumnya, dengan gender sebaliknya. Kemudian hening beberapa saat.

"Pernah gak sih orang-orang membandingkan kamu sama saudaramu sendiri?"

"Pernah, sering malah," jawabnya dengan nada yang sedikit jauh lebih bersahabat dibanding sebelumnya. "Kata orang-orang, adikku lebih tampan, lebih tinggi, lebih pandai, intinya… lebih baik dalam segala hal dibanding aku. Tapi, aku memang mengakuinya."

"Memang seperti itu," jawabku mantap. "Kalau anak pertama cantik, maka anak ketiga pun akan memiliki rupa yang baik. Sedangkan anak kedua dan keempat pasti biasa saja. Begitu juga sebaliknya. Biar kutebak, adikmu yang kedua juga mirip kamu, kan?"

Dilontari pertanyaan melantur semacam itu, jemarinya yang tak terlalu besar menggebrak meja kantin sambil bangkit berdiri. Aku berjengit kaget mendapati reaksi tak sukanya. Belum sampai aku sempat memberikan verifikasi tentang jawabanku, tawanya berderai, mengalun dengan jelas di pendengaranku. Sejenak aku tertegun, loh, rupanya dia bisa ketawa juga? Kemudian dengan sisa-sisa tawa, ia kembali menghempaskan tubuhnya di atas kursi panjang.

"Kenapa?" Tanyaku bingung.

"Kamu sadar gak kalau secara tidak langsung kamu sudah mengejek seorang adik di depan kakaknya sendiri?" Tanyanya serius meski masih dengan sisa-sisa tawa.

"Faktanya memang seperti itu," elakku yang membuat tawanya lenyap. "Bukan. Bukan seperti itu maksudku. Aku sendiri seperti itu. Kamu bisa melihat kulitku berwarna sawo matang, sementara kedua saudaraku berkulit putih. Mungkin kalau memiliki seorang adik lagi, aku pasti punya sekutu."

Tawanya kembali terdengar begitu renyah dan lepas. Kali ini aku hanya menatapnya dengan beberapa pertanyaan muncul dalam pikiranku. Namun, aku tidak hanyut dalam pemikiranku sendiri, melainkan tenggelam dalam tawanya yang baru hari ini menguar dari bibir tipisnya. Mahesa, sebenarnya hal lucu apa yang sudah kulakukan?

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
My Sunset
6400      1353     3     
Romance
You are my sunset.
Bulan Dan Bintang
4743      1201     3     
Romance
Cinta itu butuh sebuah ungkapan, dan cinta terkadang tidak bisa menjadi arti. Cinta tidak bisa di deskripsikan namun cinta adalah sebuah rasa yang terletak di dalam dua hati seseorang. Terkadang di balik cinta ada kebencian, benci yang tidak bisa di pahami. yang mungkin perlahan-lahan akan menjadi sebuah kata dan rasa, dan itulah yang dirasakan oleh dua hati seseorang. Bulan Dan Bintang. M...
Kulacino
369      237     1     
Romance
[On Going!] Kulacino berasal dari bahasa Italia, yang memiliki arti bekas air di meja akibat gelas dingin atau basah. Aku suka sekali mendengar kata ini. Terasa klasik dan sarat akan sebuah makna. Sebuah makna klasik yang begitu manusiawi. Tentang perasaan yang masih terasa penuh walaupun sebenarnya sudah meluruh. Tentang luka yang mungkin timbul karena bahagia yang berpura-pura, atau bis...
IDENTITAS
657      440     3     
Short Story
Sosoknya sangat kuat, positif dan merupakan tipeku. Tapi, aku tak bisa membiarkannya masuk dan mengambilku. Aku masih tidak rela menjangkaunya dan membiarkan dirinya mengendalikanku.
Sunset In Surabaya
329      238     1     
Romance
Diujung putus asa yang dirasakan Kevin, keadaan mempertemukannya dengan sosok gadis yang kuat bernama Dea. Hangatnya mentari dan hembusan angin sore mempertemukan mereka dalam keadaan yang dramatis. Keputusasaan yang dirasakan Kevin sirna sekejap, harapan yang besar menggantikan keputusasaan di hatinya saat itu. Apakah tujuan Kevin akan tercapai? Disaat masa lalu keduanya, saling terikat dan mem...
Venus & Mars
4736      1288     2     
Romance
Siapa yang tidak ingin menjumpai keagunan kuil Parthenon dan meneliti satu persatu koleksi di museum arkeolog nasional, Athena? Siapa yang tidak ingin menikmati sunset indah di Little Venice atau melihat ceremony pergantian Guard Evzones di Syntagma Square? Ada banyak cerita dibalik jejak kaki di jalanan kota Athena, ada banyak kisah yang harus di temukan dari balik puing-puing reruntuhan ...
Dunia Gemerlap
19093      2791     3     
Action
Hanif, baru saja keluar dari kehidupan lamanya sebagai mahasiswa biasa dan terpaksa menjalani kehidupannya yang baru sebagai seorang pengedar narkoba. Hal-hal seperti perjudian, narkoba, minuman keras, dan pergaulan bebas merupakan makanan sehari-harinya. Ia melakukan semua ini demi mengendus jejak keberadaan kakaknya. Akankah Hanif berhasil bertahan dengan kehidupan barunya?
Kamu, Histeria, & Logika
54707      5553     58     
Romance
Isabel adalah gadis paling sinis, unik, misterius sekaligus memesona yang pernah ditemui Abriel, remaja idealis yang bercita-cita jadi seorang komikus. Kadang, Isabel bisa berpenampilan layaknya seorang balerina, model nan modis hingga pelayat yang paling berduka. Adakalanya, ia tampak begitu sensitif, tapi di lain waktu ia bisa begitu kejam. Berkat perkenalannya dengan gadis itu, hidup Abriel...
Ręver
5913      1708     1     
Fan Fiction
You're invited to: Maison de rve Maison de rve Rumah mimpi. Semua orang punya impian, tetapi tidak semua orang berusaha untuk menggapainya. Di sini, adalah tempat yang berisi orang-orang yang punya banyak mimpi. Yang tidak hanya berangan tanpa bergerak. Di sini, kamu boleh menangis, kamu boleh terjatuh, tapi kamu tidak boleh diam. Karena diam berarti kalah. Kalah karena sudah melepas mi...
TRAUMA
85      77     0     
Romance
"Menurut arti namaku, aku adalah seorang pemenang..akan ku dapatkan hatimu meskipun harus menunggu bertahun lamanya" -Bardy "Pergilah! Jangan buang waktumu pada tanaman Yang sudah layu" -Bellova