Loading...
Logo TinLit
Read Story - Ellipsis
MENU
About Us  

Ara tengah menyandarkan dirinya pada sofa. Sambil memanyunkan bibir, dia menatap sengit ke arah orang yang sibuk memakan apel di depannya.

"Jangan mantengin gue kaya gitu, serem kalo tiba-tiba mata lo keluar." Komentar orang itu dengan mulut yang masih sibuk mengunyah gigitan apelnya. Siapa lagi kalau bukan Dito.

Apel yang tengah dimakan itu sebenarnya pemberian orang tua Dito yang seharusnya untuk buah tangan menjenguk Ara. Tapi, karena Dito lebih suka apel dari buah apapun akhirnya apel itu juga dimakannya sendiri. Bukan satu, tetapi hampir semua apel yang dibawanya. Karena itulah Ara sedikit kesal dengannya.

Ara tidak menggubris, gadis itu justru semakin menautkan alisnya. Tetapi tetap saja Dito tidak peka.

"Besok nggak usah berangkat lagi." Tambahnya kemudian.

"Nggak mau." Ara menjulurkan lidah.

Dito mencondongkan setengah badannya ke arah Ara. "Nanti lo kesusahan."

"Ya walaupun ada gue." Tambahnya.

Ara menimang-nimang. Dia tidak ingin melibatkan Dito, dia juga sedikit malu kalau harus ke sekolah dengan kaki seperti itu. Takut pandangan orang-orang yang memandangnya tengah cari perhatian.

"Istirahat dua hari. Hari jumat berangkat, nanti yang perlu dibawa gue kasih tahu." Ucap Dito, lalu dia bergerak duduk pada posisi semula.

"Ooooo oppaa..."Ucap Ara pura-pura tersanjung, gadis itu menarik kedua sudut bibirnya lebar, secara spontan membuat matanya membentuk bulan sabit.

"Jangan senyum kaya gitu." Dito menarik lembaran tisu diremasnya menjadi bulatan tak beraturan kemudian melemparkannya ke wajah Ara. Karena Dito melakukannya dengan cepat, Ara tidak dapat menghindar. Tisu itu mendarat mengenai wajahnya.

"Aishh!!! Kamparateu!!!" Niat hati ingin mengumpat, tapi apa daya salah bicara. Pelafalan kata Koreanya masih terbawa.

"Kampret Ara Kampret...." Dito berusaha menegaskan sambil tersenyum-senyum menahan tawanya.

Ara berdeham. Dia akan belajar umpatan Bahasa Indonesia nya lagi dan langsung mengumpati Dito dengan benar suatu saat. Tunggu saja.

 

°°°

 

Hari terakhir tidak begitu berarti bagi Ara, sebab mereka hanya dikumpulkan di aula untuk pembagian kelas dan beberapa permainan kecil yang dibuat oleh tim osis. Pembagian kelasnya juga ternyata sudah diatur sebelum MPLS, jadi mereka yang saat ini satu kelompok akan menjadi teman satu kelas. Tim Sumatra sendiri adalah calon penghuni kelas X Mipa 1.

Saat ini, mereka menikmati istirahat empat puluh menit sebelum upacara penutupan MPLS.

"Lo inget kan janji traktir gue kalo udah sembuh? Sini sini.... Gue pingin beli lumpia basah." Jessica menarik lengan Ara, menuntunnya menuju salah satu stand kantin.

Jessica antusias memesan satu lumpia basah tidak pedas, kemudian melirik Ara. "Lo mau pesen apa? Sama kayak gue?

Ara ragu, dia belum pernah mencoba jajanan Indonesia kecuali bakso dan seblak, itu pun diajak Dito.

"Gue pedas."

"Sama pedasnya satu teh." Jessica menambahkan pesanan pada wanita muda penjaga stand.

Jessica merogoh saku baju putih polosnya mengambil benda persegi panjang lalu memainkan layarnya sebentar.

"Ini orang kenapa sih?!" Gerutunya sambil memasukkan kembali benda itu.

'Ada apa?"

"Erino ngebom chat gue."

"Uuuui...." Goda Ara sambil menyikut lengan Jessica.

Jessica menghela napas. "Sumpah dia menang ganteng doang. Ilfil gue jadinya."

Ara tidak terlalu paham maksud dari Jessica. Dia hanya terus menyikut bahu Jessica dan menggodanya.

"Ini dek lumpianya." Suara dari pemilik stand memotong pembicaraan mereka.

Jessica mengambil alih dua wadah kecil berisi lumpia yang sudah terpotong-potong.

"Berapa teh?"

"Delapan belas ribu."

Jessica menaik turunkan kedua alisnya pada Ara. Memberi kode agar membayar jajanan mereka.

Ara mengambil dompet dari saku roknya, kemudian memberikan uang lima puluh ribuan.

"Kembaliannya." Teh Mira sang pemilik stand memberikan sisa kembalian pada Ara.

Ara menerima kembali sisa uangnya, kemudian dia menyimpan uang itu ke dalam dompet.

Jessica senyum-senyum karena berhasil mendapat makanan gratis, kemudian dia melebarkan pandangannya kala matanya tak sengaja melihat Daniel dan dua sejoli memasuki kantin, Erino termasuk disana.

Dengan cepat, Jessica menarik lengan Ara dan pergi melalui pintu kantin yang lain. Ara terkejut, namun dia berhasil mensejajarkan langkah Jessica yang terkesan buru-buru.

Di lain tempat, Val yang ingin memanggil Ara mengatupkan kembali mulutnya saat gadis itu ditarik pergi. Perhatiannya teralih pada dompet pastel yang tergeletak di tempat kedua orang itu berdiri.

"Eh." Val menepuk bahu kedua sahabatnya, kemudian dia berjalan lebih dulu untuk mengambil dompet yang tergeletak tanpa pemilik itu.

"Punya siapa?" Erino bertanya. Val berhasil memungut benda persegi itu. Dia sendiri tidak yakin bahwa itu milik Ara ataupun Jessica.

"Buka aja." Usul Daniel.

Val mengangguk, dia membuka dompet lipat itu. Ada beberapa lembar uang, beberapa kartu dan satu foto. Val mengambil satu kartu yang paling atas, hanya ada tulisan Korea yang tidak bisa dia baca, untung saja ada foto tercetak di kartu itu. Dia Ara.

Erino menarik dompet pada genggaman Val, lalu dia mengambil foto dari dalam dompet itu.

"Lah gue kira cuma foto berdua." Erino membenarkan lipatan dalam foto itu. Semula fotonya terlihat hanya seorang wanita muda yang tersenyum manis sambil mendudukkan gadis kecil berbandana pink diatas kedua pahanya namun ketika lipatan itu terbuka sesesorang lain muncul dengan setelan baju yang senada dengan wanita muda itu.

"Ara imut." Puji Erino sambil terus memandangi foto keluarga Ara.

Val menarik kembali dompet dan foto yang ada di genggaman Erino. Dia kemudian memasukkan lagi apa yang mereka keluarkan dari dalam dompet.

Daniel sama terkejutnya dengan Erino, tetapi dia lebih terkejut melihat sosok pria yang ada di foto itu. Pria itu. Pria itu. Daniel mengenalnya.

"Jajan apa?"

Daniel terkesiap, dia menatap sahabat-sahabatnya secara bergantian.

"Lo kenapa?" Erino memicing.

Daniel menggeleng cepat. "Gue nggak laper." Setelah mengatakan itu, dia berjalan keluar kantin meninggalkan Erino dan Val yang saling berpandangan.

'Tadi dia yang minta ke kantin." Erino menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Val mengangguk-angguk.

"Ngembaliin dompet aja ayok." Ajak Erino antusias.

"Lo mau ketemu siapa? Jessica apa Ara?"

"Hadeh.... Bisa nggak sih sekali aja lo nggak suudzon kalo gue modus?"

Val mengedikkan bahu tidak peduli, dia berjalan meninggalkan Erino yang masih bergumam kesal.

Sementara itu si empunya dompet sedang asyik-asyiknya memakan lumpia basah dengan Jessica di dalam kelas, dia tidak sadar bahwa dompet yang seharusnya pada saku rok ternyata tidak pada tempatnya.

Lumpia basah itu sudah dilahap habis Ara, tersisa sedikit bumbu kental pedasnya. Ara bangkit, namun sayang lengannya tidak sengaja tersenggol temannya yang berlari hingga wadah itu melayang tepat mengenai orang berbaju putih yang kebetulan berjalan di depan mejanya. Bumbu berwarna merah itu menempel menghiasi sedikit daerah baju putihnya.

"Ahh.... Maaf...." Ara berupaya menghilangkan noda itu, namun bumbu itu justru melebar pada baju putihnya.

"Gapapa." Jawabnya tersenyum, dia mengambil tisu dari sakunya dan menggosok-gosok bajunya.

"Ah gue benar-benar minta maaf." Ara masih merasa tidak enak.

"Gapapa, lagian tuyul Gibran lari-larian gatau tempat." Ucapnya menyindir orang yang menyenggol Ara, Gibran sendiri tidak tahu ulah dari perbuatannya. Dia sudah berada di luar kelas.

"Jauhkan tangan kotor lo dari baju Celine." Tangan besar seorang pria menampik tangan mungil Ara dengan keras membuat gadis itu sedikit terhuyung.

Celine pun ikut terkejut, dia menatap pria yang baru saja berbicara. "Daniel." Desisnya.

Disaat bersamaan Jessica bangkit spontan menggebrak meja. "Kasar banget lo jadi cowok!"

Daniel tidak menggubris, dia beralih menatap Celine. Ekspresi wajahnya langsung berubah ketika berbicara gadis itu.

Jessica menarik napas panjang, dia mendekati Daniel lalu memukul kepala belakang pria itu.

"Minta maaf nggak sama Ara!" Perintahnya.

Daniel menatap tajam Jessica sambil memegangi kepalanya.

"Minta maaf sekarang!" Jessica mengulang.

Ara berdecak kecil, dia menyenggol pergelangan tangan Jessica agar gadis itu berhenti berteriak karena saat ini mata teman-temannya tertuju pada keributan yang mereka buat.

"Bukannya dia yang harus minta maaf?"

"Astaga.... Orang ini...." Jessica menggeleng-geleng.

"Iel, Ara udah minta maaf ke gue. Lagian dia juga kesenggol Gibran." Celine berusaha melerai mereka.

Daniel menatap Ara tajam, gadis itu perlahan menunduk karena tatapan intimidasi yang ia dapat. Pria itu kemudian membawa Celine keluar diikuti dua teman Celine yang berjalan mengekor di belakang.

Jessica berdecak tidak percaya. "Wah.... Dia benar-benar...."

Ara melipat kakinya, dia memungut wadahnya yang jatuh ke lantai.

"Dompet lo."

Dompet pastel itu tiba-tiba berada di hadapan Ara.

Gadis itu merogoh sakunya, dompetnya tidak ada disana.

Ara mengambil dompet itu, dia berdiri.

"Jatuh di kantin."

Ara mengangguk sembari mengantongi dompetnya. "Terima kasih."

Val tersenyum, dia menggaruk tengkuknya. "Sorry atas sikap Daniel."

Ara menaikkan satu alisnya, Val mungkin melihat kejadian tadi.

"Lo nggak perlu minta maaf. Kita nggak ada urusan sama lo." Jessica yang menjawab.

Sementara Erino senyum-senyum. "Jeje, kalo marah nambah cantik."

Ara menautkan alis, lalu dia menengok ke arah Jessica yang membuang muka dari dua pria itu. "Ayok ah. Panas di dalam." Jessica kemudian menarik lengan Ara.

Terdengar decakkan kesal Erino karena diabaikan Jessica.

Val menyentil dahi Erino. "Yang paling nggak tahu sikon."

"Sialan lo!" Erino meringis.

Val tertawa, lalu berjalan ke tempat duduknya.

 

°°°

 

Ara turun dari motor matic hitam yang membawanya sampai ke depan rumah. Dia melepas helm hijau lalu menyerahkan kepada pemiliknya. Dia membuka dompet dan terdiam beberapa saat, lalu kesadarannya kembali. Diambilnya satu lembar uang dua puluh ribuan dan lima ribuan.

"Jangan lupa kasih bintang neng."

"Iya."

Setelah menyimpan uang dari Ara dan menyimpan helm yang sudah dipakai Ara, pria paruh baya itu mengendarai motornya meninggalkan tempat.

Ara membuka gerbang kecil rumahnya, tak lupa menutupnya kembali. Di belakang gerbang, Ara mematung sambil memegangi dompetnya. Dia membuka lagi dompet itu, fokusnya tertuju pada foto keluarga yang sudah Ara simpan sejak lama, dua orang yang berbahagia dengan gadis kecilnya. Terlihat wajah bahagia ayahnya yang sudah lama tidak ia lihat dan sampai sekarang dia tidak ingin melihatnya sama sekali. Karena itu dengan sengaja gadis itu melipat fotonya bertahun-tahun yang lalu tetapi tanpa sengaja seseorang membuka kembali lipatannya.

 

 

How do you feel about this chapter?

0 1 0 1 0 1
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Itenerary
38493      5340     57     
Romance
Persahabatan benar diuji ketika enam manusia memutuskan tuk melakukan petualangan ke kota Malang. Empat jiwa, pergi ke Semeru. Dua jiwa, memilih berkeliling melihat indahnya kota Malang, Keringat, air mata, hingga berjuta rahasia, dan satu tujuan bernama cinta dan cita-cita, terungkap sepanjang perjalanan. Dari beragam sifat dan watak, serta perasaan yang terpendam, mengharuskan mereka tuk t...
High Quality Jomblo
42972      6092     53     
Romance
"Karena jomblo adalah cara gue untuk mencintai Lo." --- Masih tentang Ayunda yang mengagumi Laut. Gadis SMK yang diam-diam jatuh cinta pada guru killernya sendiri. Diam, namun dituliskan dalam ceritanya? Apakah itu masih bisa disebut cinta dalam diam? Nyatanya Ayunda terang-terangan menyatakan pada dunia. Bahwa dia menyukai Laut. "Hallo, Pak Laut. Aku tahu, mungki...
Glad to Meet You
274      211     0     
Fantasy
Rosser Glad Deman adalah seorang anak Yatim Piatu. Gadis berumur 18 tahun ini akan diambil alih oleh seorang Wanita bernama Stephanie Neil. Rosser akan memulai kehidupan barunya di London, Inggris. Rosser sebenarnya berharap untuk tidak diasuh oleh siapapun. Namun, dia juga punya harapan untuk memiliki kehidupan yang lebih baik. Rosser merasakan hal-hal aneh saat dia tinggal bersama Stephanie...
Black Roses
30982      4444     3     
Fan Fiction
Jika kau berani untuk mencintai seseorang, maka kau juga harus siap untuk membencinya. Cinta yang terlalu berlebihan, akan berujung pada kebencian. Karena bagaimanapun, cinta dan benci memang hanya dipisahkan oleh selembar tabir tipis.
Satu Koma Satu
15395      2805     5     
Romance
Harusnya kamu sudah memudar dalam hatiku Sudah satu dasawarsa aku menunggu Namun setiap namaku disebut Aku membisu,kecewa membelenggu Berharap itu keluar dari mulutmu Terlalu banyak yang kusesali jika itu tentangmu Tentangmu yang membuatku kelu Tentangmu yang membirukan masa lalu Tentangmu yang membuatku rindu
Dream of Being a Villainess
1217      699     2     
Fantasy
Bintang adalah siswa SMA yang tertekan dengan masa depannya. Orang tua Bintang menutut pertanggungjawaban atas cita-citanya semasa kecil, ingin menjadi Dokter. Namun semakin dewasa, Bintang semakin sadar jika minat dan kemampuannya tidak memenuhi syarat untuk kuliah Kedokteran. DI samping itu, Bintang sangat suka menulis dan membaca novel sebagai hobinya. Sampai suatu ketika Bintang mendapatkan ...
Jendral takut kucing
904      464     1     
Humor
Teman atau gebetan? Kamu pilih yang mana?. Itu hal yang harus aku pilih. Ditambah temenmu suka sama gebetanmu dan curhat ke kamu. Itu berat, lebih berat dari satu ton beras. Tapi itulah jendral, cowok yang selalu memimpin para prajurit untuk mendahulukan cinta mereka.
A & B without C
252      223     0     
Romance
Alfa dan Bella merupakan sepasang mahasiswa di sebuah universitas yang saling menyayangi tanpa mengerti arti sayang itu sendiri.
Patah Hati Sesungguhnya adalah Kamu
1894      736     2     
Romance
berangkat dari sebuah komitmen dalam persahabatan hingga berujung pada kondisi harus memilih antara mempertahankan suatu hubungan atau menunda perpisahan?
A & O
1562      736     2     
Romance
Kehilangan seseorang secara tiba-tiba, tak terduga, atau perlahan terkikis hingga tidak ada bagian yang tersisa itu sangat menyakitkan. Namun, hari esok tetap menjadi hari yang baru. Dunia belum berakhir. Bumi masih akan terus berputar pada porosnya dan matahari akan terus bersinar. Tidak apa-apa untuk merasakan sakit hati sebanyak apa pun, karena rasa sakit itu membuat manusia menjadi lebih ma...