Loading...
Logo TinLit
Read Story - 10 Reasons Why
MENU
About Us  

Menjelang maghrib, aku baru tiba di rumah. Pandanganku menyapu sekeliling. Di antara rumah-rumah yang berjajar di kompleks, hanya rumahkulah yang paling gelap. Sudah kuduga, Ibu tak akan mau menyalakan saklar, sama seperti biasannya.

Kakiku mendekat ke sebuah saklar yang menempel di dinding garasi. Dengan sekali tekan, cahaya dari bola lampu seketika menerangi teras rumah.

Kuketuk pintu sebentar sebagai formalitas, lantas membukanya sendiri. Kuucapkan salam, tapi tak ada jawaban atau suara apapun. Mungkin Ibu sudah tidur, pikirku. Menatap pintu kamar Ibu yang tertutup rapat, aku mendesah pelan. Dari kaca di atas pintu, kulihat ruangan itu masih terang. Barangkali Ibu sedang membaca, pikirku mengoreksi.

Di dalam kamar, kubongkar seluruh isi tasku. Di antara halaman buku matematikaku, terselip sebuah surat yang dititipkan Bu Rosi. Aku menimbang sebentar. Ragu apakah kali ini harus memberikannya pada Ibu atau tidak. Terakhir kali aku membawa surat dari wali kelasku untuknya, Ibu hanya memandangnya sekilas tanpa membacanya. Ya, surat ini pasti juga akan berakhir seperti surat-surat yang lain. Akhirnya, kumasukkan surat itu ke dalam tasku lagi.

Meskipun tubuhku terasa sangat pegal, kupaksakan diri berjalan menuju dapur. Dengan cekatan, kusiapkan segala bahan dan peralatan yang kubutuhkan. Menit selanjutnya aku telah menyibukkan diri dengan adonan rempeyek yang siap digoreng.

Sreng.

Seraya menggoreng, pikiranku melayang kembali pada kejadian tadi siang di rumah makan. Mengapa ada orang seaneh itu? Sebenarnya kalau dipikir-pikir, laki-laki itu cukup tampan. Namun, ketampanannya itu seketika luntur begitu sikap aslinya keluar. "Dasar playboy! Dasar pembohong!" umpatku tanpa sadar.

Kalimat yang kuucapkan barusan tiba-tiba mengingatkanku pada seseorang. Gavin telah membangkitkan kenanganku pada seseorang yang sudah berusaha kulupakan. Mungkin aku tidak benar-benar ingin menghapus orang itu dari hidupku. Satu-satunya yang kuinginkan hanya melupakan kejahatan yang telah ia lakukan padaku dan keluargaku.

Mengingat orang itu saja sudah membuatku tak sanggup melanjutkan pekerjaanku. Aku mematikan kompor, lantas menutup wajahku dengan kedua tangan. Di sebuah kursi, kududukkan badanku. Kalau aku masih berdiri, aku takkan kuat, aku pasti jatuh. Dan aku tidak mau jatuh lagi. Aku ingin bangkit. Aku ingin menebus semua kesalahanku di masa lalu.

Setelah toples besar yang kusiapkan terisi penuh dengan rempeyek, aku menghentikan acara goreng menggoreng rempeyek itu. Sebagai gantinya, kutuangkan telur yang sudah dikocok ke dalam wajan berisi minyak panas itu.

***

"Ibu," kuketuk pintu sejenak, lalu meraih gagangnya tanpa menunggu jawaban dari wanita itu. Menunggu jawaban darinya sejujurnya adalah hal yang sia-sia.

Sesuai perkiraanku, Ibu sedang duduk di kasur dengan selimut yang menutup setengah badannya. Punggungnya ia sandarkan ke headboard. Di pangkuannya, tergeletak sebuah buku. Namun, ia tidak sedang membacanya. Mungkin sudah selesai.

Di pinggiran kasur, aku menghempaskan pantatku seraya melempar senyum padanya. "Ibu, makan, ya!" Kusuapkan sesendok nasi ke mulutnya. Dengan patuh dan tanpa berkata-kata, ia mengunyah makanan itu. Sepanjang ia makan, pandangannya kosong ke depan. Tak sedetik pun ia menoleh ke arahku, tapi tidak masalah.

Setelah makan, kutuntun ia untuk berbaring mengingat sudah waktunya untuk tidur. Ketika Ibu telah berbaring, kutarik selimutnya sampai menutup hampir seluruh badannya. "Ibu, tidur yang nyenyak, ya!"

Ketika kuucapkan kalimat itu, ia menatapku sejenak.

Pasti ia akan mengucapkan kata-kata itu lagi, pikirku. Dan benar saja. Sejurus kemudian ia berkata, "Kamu anak yang baik. Kenapa kamu nggak main sama temenmu?"

Aku tahu benar kalau Ibu sedang menyindirku. Namun, aku tak mau berdebat dengannya. Seperti sebelumnya, aku hanya menjawab, "Aku capek, Bu."

***

Usai mengemas rempeyek-rempeyekku ke dalam plastik untuk dibawa ke kantin esok hari, aku beristirahat di kamarku. Saat kurebahkan diriku di atas kasur, ponselku berdering.

'Jangan lupa ngerjain PR Bahasa Inggris, Keira.'

Begitu tulisan yang tertera di ponselku. Tanpa membaca siapa pengirimnya, aku sudah bisa menebak bahwa pesan itu berasal dari Andre. Teman sekelasku itu tak pernah bosan mengingatkanku pada PR. Aku mendengkus kesal. Aku sedang tidak ingin mengerjakan PR atau tugas apapun sekarang. Besok pagi kalau masih ada waktu baru akan kukerjakan. Walaupun aku yakin betul bahwa ujung-ujungnya aku tetap tidak mengerjakannya.

Aku menolehkan kepalaku ke samping, sedangkan tubuhku tetap telentang. Tiba-tiba mataku menangkap sebuah potret suami istri dengan dua anak perempuan. Dalam foto itu, semua tertawa. Seolah tak punya beban. Seolah mereka adalah keluarga paling bahagia di dunia.

Seharusnya foto itu kusingkirkan saja. Sejak lama aku ingin melakukannya. Namun, entah apa yang mencegahku. Aku tak pernah sanggup melakukannya. Barangkali karena foto itu menjadi satu-satunya bukti bahwa keluargaku pun pernah harmonis. Semua kenangan yang indah harus disimpan, bukan?

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Sampai Nanti
481      264     1     
Short Story
Ada dua alasan insan dipertemukan, membersamai atau hanya memberikan materi
Loading 98%
623      377     4     
Romance
Kutu Beku
327      213     1     
Short Story
Cerpen ini mengisahkan tentang seorang lelaki yang berusaha dengan segala daya upayanya untuk bertemu dengan pujaan hatinya, melepas rindu sekaligus resah, dan dilputi dengan humor yang tak biasa ... Selamat membaca !
I'm Possible
6261      1696     1     
Romance
Aku mencintaimu seiring berjalannya waktu, perasaanku berubah tanpa ku sadari hingga sudah sedalam ini. Aku merindukanmu seiring berjalannya waktu, mengingat setiap tatapan dan kehangatanmu yang selalu menjadi matahariku. Hingga aku lupa siapa diriku. -Kinan Katakan saja aku adalah separuh hidupmu. Dengan begitu kamu tidak akan pernah kehilangan harapan dan mempercayai cinta akan hadir tepat ...
Pangeran Benawa
37125      6148     5     
Fan Fiction
Kisah fiksi Pangeran Benawa bermula dari usaha Raden Trenggana dalam menaklukkan bekas bawahan Majapahit ,dari Tuban hingga Blambangan, dan berhadapan dengan Pangeran Parikesit dan Raden Gagak Panji beserta keluarganya. Sementara itu, para bangsawan Demak dan Jipang saling mendahului dalam klaim sebagai ahli waris tahta yang ditinggalkan Raden Yunus. Pangeran Benawa memasuki hingar bingar d...
Pupus
411      271     1     
Short Story
Jika saja bisa, aku tak akan meletakkan hati padamu. Yang pada akhirnya, memupus semua harapku.
Aku Bahagia, Sungguh..!
431      305     2     
Short Story
Aku yakin pilihanku adalah bahagiaku mungkin aku hanya perlu bersabar tapi mengapa ingatanku tidak bisa lepas darinya --Dara--
Mengejar Cinta Amanda
1778      1065     0     
Romance
Amanda, gadis yang masih bersekolah di SMA Garuda yang merupakan anak dari seorang ayah yang berprofesi sebagai karyawan pabrik dan mempunyai ibu yang merupakan seorang penjual asinan buah. Semasa bersekolah memang kerap dibully oleh teman-teman yang tidak menyukai dirinya. Namun, Amanda mempunyai sahabat yang selalu membela dirinya yang bernama Lina. Selang beberapa lama, lalu kedatangan seora...
Ansos and Kokuhaku
3290      1037     9     
Romance
Kehidupan ansos, ketika seorang ditanyai bagaimana kehidupan seorang ansos, pasti akan menjawab; Suram, tak memiliki teman, sangat menyedihkan, dan lain-lain. Tentu saja kata-kata itu sering kali di dengar dari mulut masyarakat, ya kan. Bukankah itu sangat membosankan. Kalau begitu, pernah kah kalian mendengar kehidupan ansos yang satu ini... Kiki yang seorang remaja laki-laki, yang belu...
Sendiri
441      292     1     
Short Story
Sendiri itu menyenangkan