Jika diri dirundung dengan awan mendung, hingga membuat hujan membasahi wajahmu. Setidaknya, berusahalah meluapkannya. Tak apa, deras biar sirna awan itu menguras air yang dikandungnya. Lalu, tersenyumlah agar memacu emosimu lebih baik. Kalau tak ada yang beri senyuman, maka carilah kesenanganmu. Namun, jangan sampai larut dalam kesenangan sesaat. Ketika itu terjadi, cepatlah tersadar dan buatlah itu berubah sesuai keinginanmu...
"Bang, gua beli buku yang ini aja deh." ujar Putra Burhanuddin, adik Adi yang tengah mencari buku tes SBMPTN. Akhirnya mereka memutuskan pilihan, setelah satu setengah jam mereka menguliti tiap lembar buku.
Adi dan Putra pun langsung pergi ke meja kasir. Dan akhirnya, buku itu sudah menjadi milik Putra sepenuhnya.
Adi menatap layar smartphone, sedang Putra sudah berjalan lebih dari satu meter mendahuluinya. Adi sendiri tak sadar dengan keberadaan Putra. Lantaran tengah fokus menjawab berbagai komentar followers perempuan yang memuji posting terbarunya di instagram. Belum lama ini, ia memang membuat caption puitis dengan post goresan sketsa 'gadis misterius'-nya.
"Kelam sepertinya mengikis duniamu. Hingga itu terukir pada raut wajahmu. Oh gadis, biarkan ku membuka cakrawala pelangi. Agar rona cantik wajahmu tersiar ke seluruh penjuru. Namun semua itu hanya pengandaian tiada ujung. Oh siapalah diriku untukmu. Hanya orang asing yang hilang sekelebat. Yang hanya menatap luar layar kaca, tak bisa mempengaruhi lakon peranmu.
---By Adiyasa---"
Senyum Adi tiada henti merekah, terkekeh dengan pujian-pujian yang didapati. Farhan pun mengirim direct message instagram pada dirinya, tanda kagum karena banyak mahasiswi yang memujinya. Semakin lama Adi semakin semangat membalasnya.
Brukk!!!
Tanpa sadar ia menabrak seseorang yang berlawanan arah darinya. Hingga membuat orang itu terjatuh, dan smartphone Adi pun terlempar jauh. Adi segera menggapai smartphone-nya yang sudah tergeletak di dekat tempat sampah. Kini layarnya pun sedikit retak, namun masih bisa menyala.
Setelah itu ia menoleh ke arah belakang, hendak meminta maaf. Ia terkejut dengan laptop yang sudah tergeletak di atas lantai. Orang yang ditabraknya pun masih terduduk lemas di lantai sambil menatap laptop yang tergeletak. Tangan menggigil Adi mencoba meraih laptop tersebut, ingin tahu kondisinya.
Bagian bawah laptop terlihat retak agak panjang hingga kipas laptop sedikit terlihat. "Maaf-maaf, gua gak sengaja." ujar Adi sambil mencoba menoleh ke orang yang ditabraknya.
Didapatinya si gadis misterius yang belum lama ini membantu dirinya di kereta. Adi benar-benar tak bisa berkata apa-apa. Bingung menghadapi situasi seperti itu.
Kejadian itu pun kini menjadi pusat perhatian. Namun, tak ada yang berusaha mendekati. Putra pun menghampiri kejadian itu.
"Bang, kenapa?" ujarnya sambil menepuk bahu Adi. Putra juga terkejut melihat laptop yang sedang berada di genggaman Adi.
"Eh gila lo bang. Aduh gimana ini?" ujar Putra panik.
Adi pun berusaha menyalakan tombol power pada laptop. Sedikit ada suara gesekan setelah Adi menyakan. Dan kini hanya tombol power saja yang menyala, sedang layar monitor black screen.
Air mata Raisha tak bisa terbendung lagi. Ia menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Adi benar-benar merasa bersalah. Isak tangis Raisha semakin keras. Adi pun dengan segera memberikan laptop Raisha ke tangan Putra. Dan mulai berusaha menenangkan Raisha. Namun, Raisha menepis tangan Adi dari bahunya.
"Dasar lo! Itu barang satu-satunya yang berharga bagi gue. Dan lo.. lo rusakin gitu aja!" teriak Raisha, mengeluarkan emosi dari dalam dirinya.
"Gu.. gue minta maaf. Gua juga gak sengaja nabrak lo."
Raisha pun menarik laptop tersebut dari tangan Putra, dan mulai beranjak pergi. Namun Adi menghadangnya.
"Oke.. oke kita perbaiki dulu laptop lo. Gua yang nanggung. Oke?" tawar Adi.
"Bang, lu emang ada uang?" tanya Putra memperkeruh suasana. Raisha pun mulai berjalan meninggalkannya.
"Ah, lo kok ngomong gitu?" ujar Adi sedikit marah dengan Putra, lalu berlari mengejar Raisha.
Akhirnya Adi pun berhasil menghadang Raisha yang sudah keluar dari gedung. Ia pun memperlihatkan smartphonenya yang retak.
"Lihat! Hp gue juga rusak. Dan gue gak minta ganti sama lo. Gue mau bantuin lo kok. Kita ke tempat service dulu aja! Oke?" tawar Adi kembali.
Namun, air mata Raisha kembali mengalir deras. Adi semakin merasa bersalah, ditambah banyak orang yang berlalu lalang menatap ke arah mereka. "Kok lo nangis lagi sih?" ujar Adi bingung.
"Lo kira harga hp sama laptop lebih mahal mana huh?! Hp lo masih bisa nyala kan?! Ini barang satu-satunya harapan gue. Dan lo.. lo malah hancurin gitu aja!"
"Kan gue mau bantuin lo. Lo mau gak sih dibantuin?"
"Ta.. tapi lo kan gak ada uang. Gimana sih?"
"Ck.. itu masalah gue. Tenang aja gua bisa dapetin itu. Sekarang lo mau kan gua bantuin?"
Raisha pun mengusap keras kepalanya. "Kenapa hidup gue gini banget sih?!" ujar Raisha menyalahkan keadaan. Isak tangis Raisha kembali menjadi. Ia pun mulai terduduk lemas di depan lobby. Adi semakin bingung dengan keadaan tersebut.
Tiba-tiba dua orang satpam menghampiri mereka hendak membantu mengatasi permasalahan. Namun, Adi mengatakan bahwa ia sedang bermasalah dengan kekasihnya. Kedua satpam itu pun memahami situasi, lalu pergi meninggalkannya.
"Gua bukan pacar lo!" ujar Raisha.
"Lo bisa diam gak sih? Lo mau urusannya makin panjang. Sekarang ikut gua. Gua tau kok tempat service murah deket sini."
Raisha sedikit menyeka air matanya. Ia pun pasrah dan menuruti bantuan Adi. "Gue juga tau tempatnya. Kita ke tempat langganan gua aja!" ujar Raisha sambil beranjak beridri.
"Bentar gue telpon adik gua dulu. Oke?" ujar Adi. Raisha pun mengangguk mengiyakan.
"Put, lo pulang naik ojek online aja yah. Gua mau ke tempat service dulu benerin laptopnya. Trus bilang aja sama mama semuanya. Gua mau tanggung jawab oke!"
Percakapan itupun berakhir. Adi pun mengajak Raisha menuju tempat parkir motornya. Raisha pun mengikuti langkah Adi dari belakang.
************
Akhirnya mereka pun sampai ke tempat service langganan Raisha. Dia sering dipanggil bang Jack, tetangga Raisha yang memperkenalkannya dengan dunia IT. Bang Jack jugalah yang membuat Raisha hobi gaming. Setelah membuka usaha rental PS, dia mengubah lajur bisnisnya di bidang hardware.
"Kenapa Ca?" tanya Bang Jack menghampiri.
"Laptop gua jatuh bang. Kayanya motherboard atau RAMnya kena. Soalnya jadi black screen gitu." jelas Raisha. Laptop itupun beralih tangan ke bang Jack.
"Ini sih musti dibongkar dulu, biar tau apa yang rusak. Lo pada mau nunggu?" tanya bang Jack.
"Mau bang. Mau. Gua bakal tunggu kok." ujar Adi dengan segera. Raisha pun sedikit bingung dengan gelagat Adi. Akhirnya mereka pun menunggu.
"Gimana keadaan bapak lo Ca, udah mendingan kan?" tanya bang Jack membuka percakapan.
"Yah gitu lah bang. Udah ditanganin sama pak Ghufron juga." jawab Raisha. Bang Jack pun melanjutkan pekerjaan dengan anak buahnya.
"Kenapa emang bokap lo?" tanya Adi penasaran.
"Bukan urusan lo!" ujar Raisha tegas. Adi pun sedikit kikuk dengan situasi tersebut.
Pikiran Raisha masih berkelut. Tentang masalah yang semakin lama kian bertambah. Tak ada titik terang untuk penyelesaiannya. Berkali-kali ia menggaruk kepalanya, memikirkan pemecahan masalahnya. Namun, belum ada yang menyangkut dalam otaknya.
Adi sedikit melirik Raisha yang sedang dilanda kebingungan. Ia pun mulai merasa bersalah. Padahal, dia adalah orang asing yang belum lama ini membantunya, lalu ia malah memberikan masalah di kehidupannya. Raisha pun merasa diperhatikan, ia pun menoleh ke Adi.
"Kenapa liatin gua?"
"Hah?! Ng..nggak. gua cuma mau minta maaf!"
"Huh, yaudah ini juga bukan salah lo kok. Yah, semuanya begitu aja terjadi. Hp lo juga rusak kan?"
Adi sedikit bingung dengan ucapan Raisha. Terkadang gadis itu jutek, tapi dia juga terlihat baik. Rasa penasaran Adi semakin bertambah.
Akhirnya bang Jack pun menghampiri Adi dan Raisha.
"Tadi laptopnya sleep yah Ca?"
"Iya bang."
"Itu tadi RAMnya kegeser. Trus ada debu di kipasnya. Gua udah bersihin. Tapi pas dinyalain, cuma bisa masuk ke BIOS. Ternyata RAM sama Harddisknya kebentur jadinya rusak, musti diganti. Untung motherboard nya gak rusak. Gua ada sih yang KW. Jadi mau diganti atau gimana? Tapi harus diback up dulu data-data lo Ca."
Raisha sedikit menghela nafas, setidaknya ia masih bisa bernafas lega. Untuk mengganti motherboard sendiri harganya bisa mencapai setengah harga dari laptop barunya. Yah walupun, harddisk dan RAM harus diganti.
"Emang berapa bang harganya?" tanya Adi memastikan.
"Semuanya kira-kira 725.000, tapi gua kasih 700 dah."
Adi menelan ludah dengan harganya. Namun ia tetap mengiyakan untuk menggantinya. Bang Jack pun memberikan kertas kwitansi kepada Adi. Butuh waktu satu minggu untuk memperbaikinya.
"Lo ada uang?" tanya Raisha. Adi agak kikuk dengan pertanyaan tersebut. Ia pun mengganti topik pembicaraan.
"Eh, lo gimana laptopnya butuh dua minggu diperbaiki. Trus gimana?"
"Gak usah alihin pembicaraan gua. Lo ada uang gak sih?"
"Ya, itu nanti gua urusin sama keluarga gua. Eh lo gua anter pulang yah?"
"Gak usah, gua bisa pulang sendiri."
"Bisa gak sih lo gak usah nolak bantuan dari gua. Gua tuh bermaksud baik kok. Kalau kaya gini, lo malah buat perasaan gua makin gak enak."
Akhirnya Raisha pun menurut. Ada sedikit kelegaan di hati Adi.
**********
Akhirnya mereka pun sampai di rumah Raisha. Ternyata bapak Raisha pun sedang berbincang sore dengan Rudi di depan rumah. Mata Wahyu pun menelisik lelaki yang mengantarkan Raisha. Dengan segera, ia berusaha untuk menyapa lelaki itu.
"Eh, temennya Ica yah? Sini masuk dulu!"
"Eh.. i.. iya om!" ujar Adi. Ia juga sedikit terkejut dengan kondisi Wahyu yang menggunakan alat bantu untuk berjalan. Perasaan Adi makin tak karuan.
Raisha menatap sinis Adi, memberikan sinyal agar Adi cepat pulang. Adi pun menerima sinyal itu.
"Hmm... om udah mau maghrib. Saya pulang aja deh." ujar Adi sedikit ragu. Namun, Wahyu mulai menghampiri Adi dan Raisha.
Raisha pun dengan segera mendekati bapaknya. "Bapak, gak usah kesini. Udah duduk aja disana!" suruh Raisha khawatir. Wahyu tetap bersikukuh untuk menghampirinya.
"Ica, ini gak pernah mau kenalin temennya ke saya. Kan saya juga mau kenal sama temen anak saya. Gak masalah kan yah?"
"Eh.. iya om gak apa-apa." Raisha makin risih dengan situasi itu.
"Namanya siapa?"
"Adiyasa om, panggil aja Adi." ucapnya sambil menyalami Wahyu.
"Oh, yaudah masuk dulu yuk!"
"Hmm... kayanya saya pamit dulu. Soalnya gak enak sama mama. Jam segini masih keluyuran."
"Wah, jarang nih anak laki-laki masih ditungguin pulang sama mamanya. Berarti kamu anak baik."
"Ah, nggak juga om. Anak mami kali iya. He.. he.. Yaudah saya pamit pulang dulu yah om."
"Kapan-kapan mampir kesini yah. Kita ngobrol-ngobrol. Gak usah kasih tau Ica, nanti pasti gak dibolehin!"
Adi dan Wahyu pun terkekeh bersama, kecuali Raisha yang sedari tadi menatap sinis gelagat Adi. Akhirnya Adi pun pamit pulang.
"Bapak kenapa sih?"
"Kamu tuh yang kenapa? Bapaknya mau kenalan sama temen kamu malah gak dibolehin. Kan bapak juga mau tau, kamu itu bergaul sama siapa."
"Betul itu Ica apa kata bapak kamu." sahut Rudi mengiyakan. Raisha pun menyerah dan masuk ke dalam rumah.
Raisha menghela nafas, setelah memasuki kamarnya. Hari ini begitu banyak kejadian yang menghampiri. Ia duduk sejenak di pinggiran kasurnya. Pikirannya mulai menuju pada Adi. Raisha sedikit penasaran dengan Adi, orang asing yang memaksakan diri mengulurkan bantuannya. Alasan apa yang mendorongnya seperti itu.
Raisha sedikit tersenyum mengingat Adi yang bersikukuh ingin membenarkan laptopnya, padahal dia sendiri juga tidak tau harus mendapatkan uang darimana. Namun, jika Adi tidak seperti itu, mungkin Raisha bertambah kelimpungan. Walau sedikit, setidaknya Adi mau membantu mengatasi permasalahannya.
cant wait next chapter