Setiap orang, ada yang memiliki kenangan kelam maupun bahagia. Dari kenangan itu, biasanya akan ada trauma atau penyakit hati lainnya jika itu menyedihkan. Namun, biasanya sosok pribadi kuat akan tercipta. Karena sudah ditempa menjadi besi yang pandai. Alasan kuatnya, hanya tak ingin merasakan lagi...
Harum semerbak bumbu masakan saat itu, terasa pekat menusuk hidung. Hingga hampir memenuhi satu rumah. Gara-gara wangi itu pun, Adi tersadar dari kayangan mimpi.
Agak jengkel rasanya, ketika Minggu pagi dikala banyak orang bermalas-malasan dibangunkan hanya dengan wangi bumbu masakan. Adi menggeliat keras di kasurnya.
Gangguan itu makin menjadi dengan dentuman musik dangdut yang menggetarkan dinding hingga menembus kamarnya. Bantalnya pun tak mampu membentengi dirinya agar kembali ke kayangan. Mau tak mau, ia pun beranjak bangun.
Suara musik makin menggila, ketika pintu kamar dibuka. Adi menggaruk keras rambutnya, menahan emosi. Dilihatnya jam dinding yang menunjukkan pukul 07.00 WIB.
"Mama...." teriak Adi. Namun, ibunya tak menggubris panggilannya. Ia langsung menuju ke ruang keluarga, dimana asal suara musik itu berasal. Ia pun menyambar remote radio, dan segera mematikannya.
Tak beberapa lama kemudian, kepala Adi tiba-tiba saja terkena pukulan gagang spatula. Hingga membuat, beberapa minyak yang menempel disana mengenai wajahnya. Adi pun langsung menutup mukanya sambil, meringis kesakitan.
"Dasar kamu ya! Gak suka lihat mamanya seneng!" omel ibunya.
"Lagian mama, orang lagi enak tidur juga! Nanti ganggu tetangga tau!" bela Adi.
"Makanya, kalau habis sholat shubuh tuh jangan tidur lagi! Rejeki dipatok ayam mau!" omel ibunya lagi.
"Mana? Kan kita gak punya ayam?" ledek Adi.
"Kalau dibilangin suka bantah trus. Kalau pacarnya diambil ayam aja baru tau rasa." omel ibunya kesal.
"Ih apaan sih ma." ujar Adi sambil duduk sejenak di sofa, membersihkan cipratan minyak di wajahnya dengan kaos yang dipakai.
"Udah sana! Cepetan mandi! Makan! Trus nanti kita kan mau pergi!" suruh ibunya.
"Kemana?" tanya Adi agak heran.
"Anterin mama jenguk keponakan baru!" ujar ibunya.
"Lah, kan ada sih Putra? Dia juga bisa anterin mama." elak Adi.
"Putra katanya jam 9 mau latihan drama sama temennya."
Kalau sudah begitu, mau tak mau ia pun menuruti ibunya.
*********
"Hmm... lucunya! Namanya siapa Mila?" tanya ibu Adi ke adik kandungnya yang baru saja melahirkan anak ketiganya.
"Kartika Dewi Gunawan, teh" jawab Mila sambil menimang-nimang bayinya.
"Hmm... cakep teh kaya teteh!" ujar Adi yang berada tak jauh dari ibunya.
"Iya dong, makanya cepetan cari cewek! Trus nanti punya anak kaya teteh!" suruh Mila.
"Masih kuliah teh!" jawab Adi agak segan. Hal yang paling menyebalkan buat Adi. Entah kenapa, setiap bertemu dengan saudaranya ketika ia beranjak masuk kuliah, ia sering ditanya soal tambatan hati. Dan ujung-ujungnya disuruh cepat menikah. Terkadang, ia merasa tak masuk akal dengan semua hal itu.
"Oh iya, udah semester berapa sekarang di?" tanya suami Mila yang berada tak jauh dari istrinya.
"Semester 4 om!" jawab Adi.
"Wah, masih lama juga yah! Pokoknya inget di, nanti kalau udah lulus mampir-mampir ke tempat kerja om!" suruh Gunawan. Adi mengangguk mengiyakan.
"Doain aja om, cepet lulus!" ujar Adi. Semua yang ada di ruangan rumah sakit itupun mengaminkan doanya.
Setelah kejengkelannya yang sesaat, rasa senang dipedulikan orang lain terasa di hati Adi. "Namanya juga keluarga, walau kadang menjengkelkan, tapi hanya mereka yang akan peduli dengan gue," batin Adi dalam hati.
Tak terasa waktu kian berlalu hingga jam menunjukkan pukul setengah sebelas. Obrolan mereka saat itu akhirnya terpaksa berhenti. Karena niat Adi dan ibunya setelah menjenguk, berziarah ke makam ayahnya. Apalagi jaraknya tak terlalu jauh dari rumah sakit. Mereka pun akhirnya pamit pulang.
*********
"Di beli bunga dulu buat ziarah!" suruh ibunya. Stir motor pun segera diarahkan Adi menuju tempat kaki lima yang tak jauh dari lokasi pemakaman. Ibunya pun turun, sementara Adi masih menunggangi sepeda motor matic birunya.
"Beli berapa bu?" tanya si pedagang.
"Buat dua orang yah!" sahut ibunya.
"Ma, kok beli dua?" tanya Adi heran.
"Nanti juga tau! Makasih yah pak!" ujar ibunya sambil memberikan beberapa lembaran kertas uang rupiah.
"Pas yah bu!" sahut pedagang. Akhirnya Adi dan ibunya pun melanjutkan perjalanan.
Siang itu terasa agak panas, namun langkah kaki mereka tetap menuju ke arah yang hendak dituju. Harus hati-hati melangkah disana, takut menginjak kuburan yang sudah hilang batu nisannya. Biasanya kuburan tersebut memiliki tanah kuburan yang agak kering karena lama tak dikunjungi. Ada juga yang dikelilingi rerumputan, atau makam yang masih segar terkena air mawar pemberian tamunya yang berkunjung.
Akhirnya, mereka menemukan batu nisan bertuliskan Muhammad Burhanuddin. Dilihat dari tanggal yang terukir di batu nisan, kira-kira sudah hampir dua belas tahun ayah kandungnya meninggal akibat kecelakaan tragis yang menimpanya.
Setelah Adi dan ibunya melakukan tradisi ziarah dan berdoa, masing-masing dari mereka terbawa dalam kenangan indah semasa ayahnya hidup. Ibunya pun sudah larut terbawa emosi sedihnya. Adi hanya merangkul berusaha menenangkan hati sang ibu.
Saat itu, ayahnya yang bekerja di bidang distributor sepatu ternama di Indonesia sering membawakan sepatu-sepatu gratis sebagai bonus pekerjaanya. Tak hanya Adi dan Putra yang mendapat hadiah itu, namun seluruh sanak keluarganya diusahakan paling tidak mendapatkan sepatu baru dari perusahaanya. Maka dari itu, ayahnya pun rela mengantarkan barang melewati provinsi. Demi mendapat bonus sepatu gratis.
Namun, takdir berkata lain. Nasib tragis menimpa ayahnya. Ia mengalami kecelakaan ketika mengantar barang dengan tujuan Bekasi-Bandung. Saat itu, kondisi Burhan memang kurang fit. Ia memaksakan diri untuk tetap bekerja.
Dalam perjalanannya, saat itu kondisi jalan cukup senggang. Setidaknya ia bisa melajukan mobil barang cukup cepat hampir 60 km/jam. Namun ketika ia melawati turunan, ada sekelebat cahaya hitam yang lewat di depan matanya. Sontak ia pun terkejut, dan berusaha menghindari diri. Seketika itu juga, pilihannya untuk banting stir agar tak ada yang terluka malah membuat ia menabrak pohon dan akhirnya ia tewas ditempat.
Dan ternyata sebelum ia banting stir, kendaraan yang dibawa Burhan diduga menabrak seorang wanita paruh baya. Burhan tak menyadari itu. Keluarga wanita itupun meminta ganti rugi. Untung saja pihak perusahaan mau membantu kondisi keluarga Adi. Pihak keluarga Adi pun juga berusaha mengurusi jenazah si wanita.
Ibu dan Adi kini menelusuri jalan menuju makam wanita tersebut. Rasa penyesalan itu kembali merasuki, walau bukan mereka pelakunya. Mereka pun melakukan tradisi berziarah yang sama untuk makam wanita tersebut.
"Tolong, maafkan suami saya di sana. Jangan persulit dirinya di akhirat sana. Saya akan selalu mendoakan anda. Jadi, mohon maafkanlah suami saya!" ujar ibunya kembali meratap. Adi kembali merangkul ibunya.
cant wait next chapter