??????Bu Chitra sangat terkejut dengan apa yang didengarnya, Bu Chalya seorang kepala akademi yang dia kenal adalah seorang persapa yang tangguh dan sangat dia segani. Tapi, saat Bu Chalya akan kalah jika bertarung dengan Aris, membuatnya kehabisan kata yang sebelumnya selalu muncul untuk menjatuhkan nama Aris.
Lututnya bergetar seperti tak kuat untuk berdiri karena ke terkejutan yang sangat, membuatnya kehilangan tenaga untuk berdiri, tangan ramping menyanggah tubuhnya yang tidak memiliki tenaga untuk berdiri. Bu Chalya dengan cepat berdiri dan membantu Bu Chitra untuk duduk di kursi panjang didepan pintu ruangan.
Tubuhnya keluar keringat dingin, nafas yang terengah-engah dan wajah yang terlihat pucat, Bu Chitra masih belum mempercayai kapala akademi. Tidak mungkin seorang murid pemalas yang baru saja melakukan pemanggilan dapat mengalahkan Bu Chalya yang merupakan mantan anggota delapan gerbang penjaga kerajaan.
Delapan gerbang penjaga adalah pasukan elit yang dipilih langsung oleh raja untuk menjaga kerajaan dari serangan kerajaan lain. Setiap anggota merupakan seorang persapa dengan kekuatan yang setara dengan 300 pasukan, tapi setiap 5 tahun sekali anggota delapan gerbang penjaga diganti dengan anggota baru yang lebih muda. Kepala akademi digantikan dengan anggota baru 2 tahun lalu bertepatan dengan masuknya Aris ke akademi persapa Wengker.
Bu Chalya memberikan segelas air untuk menenangkan Bu Chitra sambil menyuruhnya meminumnya. Perlahan Bu Chitra meneguk air yang diberikan kepala akademi kepadanya sambil mengatur nafas Bu Chitra memandang kepala akademi dengan serius.
“Beritahu aku semua yang kau tahu ?”. Katanya.
Bu Chalya menatap balik Bu Chitra “Kamu tahukan kalau aku yang merekomendasikan Aris agar menjadi murid akademi ini”. Bu Chitra mengangguk “Alasanku merekomendasikannya adalah kekuatannya yang melebihi batas yang bahkan dapat dibandingkan dengan kedelapan anggota penjaga gerbang. Apa kamu tidak menyadarinya ?”. Tanya Bu Chalya.
“Menyadari apa ?”.
“Jika seorang calon persapa menggunakan tangan kirinya sebagai perjanjian maka makhluk tersebut akan menolaknya dan tidak akan dapat memanggil makhluk mitologi sehingga dia tidak akan menjadi seorang persapa”. Sekali lagi kepala akademi membuat Bu Chitra membuka mata lebar karena terkejut.
“Jika makhluk mitologi itu menerima perjanjian dengan tangan kiri, maka tangan kanannya telah menjalin perjanjian dengan makhluk mitologi lain”.
“Maksudmu Aris telah menjalin perjanjian dengan makhluk mitologi lain ditangan kanannya ?”. Kepala akademi mengangguk.
“Bukannya itu adalah hal tabuh yang lebih baik dijauhi oleh seorang persapa karena beresiko makhluk mitologi yang melakukan perjanjian dengan tangan kiri menolak dan membuat makhluk mitologi yang ada ditangan kanan memutus perjanjian”.
“Kamu ada benarnya. Tapi, apa yang terjadi pada makhluk mitologi yang melakukan perjanjian dengan tangan kirinya ?”.
“Dia menerimanya”.
“Makhluk mitologi memiliki sifat cemburu yang besar dan saat seorang persapa melakukan perjanjian dengan makhluk mitologi kedua, makhluk mitologi yang pertama harus menerimanya juga. Apabila makhluk mitologi pertama menolak maka makhluk mitologi yang baru akan menolak dan yang pertama akan memutus perjanjian karena rasa cemburu. Tapi, jika makhluk mitologi yang pertama telah benar-benar patuh dan tunduk maka makhluk mitologi kedua tidak membutuhkan persetujuan dari makhluk mitologi pertama”.
“Tidak mungkin, seorang persapa harus lebih kuat dari makhluk mitologi agar dia mau patuh dan tunduk, tidak mungkin seseorang seperti Aris dapat melakukannya”. Bu Chitra masih tidak percaya jika Aris memiliki kemampuan seperti itu, sambil menggertakan giginya Bu Chitra berdiri dari tempat duduknya. Perlahan melangkahkan kakinya menuju pintu dan berdiri memaku menghadap pintu karena mendengar kapala akademi memanggilnya.
“Alasanku merekomendasikannya adalah hal itu, terlebih makhluk mitologi yang dia panggil bukanlah makhluk mitologi biasa tapi makhluk mitologi pataka”. Bu Chitra hanya menanggapinya dengan diam membisu, karena masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan kepala akademi.
Makhluk mitologi pataka adalah makhluk mitologi yang memiliki kekuatan maha dahsyat yang sangat ditakuti oleh para persapa. Makhluk itu merupakan makhluk mitologi yang menggunakan pusaka sebagai serangan dasar dan pataka sebagai serangan pamungkas, makhluk itu hanya dapat dipanggil oleh seorang yang memiliki tekad dan kemauan yang sangat kuat, serta kemampuan yang jauh diatas para pemanggil pada umumnya. Makhluk ini hanya terdapat 4 yaitu Garuda sang angin, Dragon sang api, Lockness sang air dan Leak sang tanah.
“Jika kau tidak percaya, kau gunakan saja bola sihir pengukur tingkat kemampuan”. Bu Chalya berjalan menuju jendela dibelakang meja kerjanya. Tanpa mengatakan apapun Bu Chitra membuka pintu dan pergi dari ruang kepala akademi.
Kicau burung terdengar diantara suara ledakan yang disebabkan oleh api, air, tanah dan angin yang menghantam sebuah tembok yang bergambarkan lingkaran. Pagi ini, para murid akademi kelas 3 melakukan latihan pelepasan kekuatan yang diberikan makhluk mitologi di sebuah ruang latihan.
Sebuah ruangan berbentuk persegi dan memiliki luas 3 kali lipat dari luas ruang kelas yang biasa mereka tempati selama 2 tahun terakhir, beralaskan marmer para murid kelas 3 A bergantian menyerang untuk mengetahui sejauh mana mereka dapat mengontrol keluaran mana untuk menyerang.
“Aris kau hebat ya bisa mengontrol mana yang diperlukan untuk menyerang”. Kata Abi sambil melihat kearah lingkaran dengan noda hitam bekas ledakan yang ditimbulkan Aris.
“Aku tidak sehebat yang kau pikirkan, itu hanya kebetulan”. Balas Aris dengan nada malas sambil menggaruk rambutnya yang berantakan.
Aris mengamati sekitarnya dimana teman sekelasnya sedang sibuk belajar mengontrol mana yang dikeluarkan, ada yang membuat bola angin tapi tak lama bola itu meledak dengan sendirinya, ada juga yang melempar peluru air tapi tidak sampai target karena mana yang terlalu sedikit. Diantara para murid yang gagal sudah dipastikan ada yang berhasil mengontrol keluaran mana yaitu Surya, Kuwaka dan Icha. Para murid lain tidak terkejut jika melihat mereka bertiga berhasil melakukannya, tapi tidak ada yang menyangka kalau Aris juga bisa melakukannya.
“Aris ayo jelaskan lagi aku masih belum memahaminya”. Abi ingin Aris menjelaskan lagi cara mengontrol keluaran mana yang belum dia fahami setelah dijelaskan oleh Aris sebelumnya.
“Baiklah aku akan menjelaskannya. Pertama pusatkan konsentrasimu pada aliran mana yang mengalir kearea dimana kekuatan akan muncul, lalu fikirkan seberapa banyak kamu akan menggunakan kekuatan itu”.
“Bagaimana ?”. Abi masih kebingungan dengan penjelasan Aris.
Dengan menghela nafas Aris menjelaskannya lebih rinci “Itu seperti kamu ingin memuluk sesuatu, lalu kamu harus mengukur tenagamu seberapa keras kamu ingin memukul itu”. Abi mengangguk-anggukan kepalanya seperti sudah mengerti dengan penjelasan Aris.
“Baiklah”. Abi menutup matanya agar dapat lebih focus dalam merasakan aliran mana didalam tubuhnya, dengan cepat aliran mana berkumpul ditelapak tangannya dan saa dia rasa mana yang akan dia rasakan cukup, Abi menghentikan aliran mana menuju telapak tangannya. Dan seketika tanah mencuat keatas saat tangan kanannya diletakan di tanah.
“Waaahhh”. Mata Abi berbinar-binar, wajah bahagia terlihat diwajahnya.
“Kamu sudah berhasilkan ? Kalau begitu aku mau istirahat dulu”. Aris merebahkan badannya ditanah, Abi hanya melihatnya tanpa melakukan apapun.
“Minggir”. Kuwaka mendorong tubuh Abi sampai hampir terjatuh, tanpa memperdulikan Abi yang telah dia dorong Kuwaka berjalan menghampiri Aris yang sudah tertidur nyenyak. Kuwaka tersenyum licik melihat Aris, sambil memberikan isyarat kepada Surya yang berada dibelakangnya untuk mendekat.
“Coba kamu bakar bajunya”. Kuwaka berencana mempermalukan Aris untuk memberinya pelajaran. Surya menurut dengan apa yang diperintahkan oleh Kuwaka, Surya menjentikan jarinya dan diatas jari telunjuknya sebuah api kecil muncul. Perlahan Aris menyentuhkan api yang ada ditelunjuknya kebaju Aris yang sudah tertidur pulas.
Kuwaka dan Surya menjauh karena tawa yang hampir tidak tertahan, seluruh tubuh Aris terbakar dan dilihat oleh seluruh murid kelas A yang menghentikan latihannya setelah diperintah oleh Kuwaka. Abi yang panik berlari kearah Aris tapi ditahan oleh beberapa murid kelas A yang membenci Aris, mengayunkan tangannya kekanan dan kekiri Abi mencoba untuk melepaskan diri dan membantu Aris, tapi semua tidak ada artinya.
“Aris bangun, Ariiiisss”. Abi berteriak berharap agar Aris dapat mendengarnya. Aris hanya diam tidak merespon teriakan Abi, Abi yang pasrah akan keadaan mulai melihat keanehan. Api yang membakar bajunya tidak menunjukan tanda-tanda akan terbakar, murid lain juga mulai menyadari hal yang sama. Saat para murid yang menahannya merenggangkan genggamannya Abi memanfaatkannya dan berlari kearah Aris. Dengan menggunakan kakuatannya Abi menggoyangkan tubu Aris menggunakan tanah.
“Aris bangun”. Abi memanggil nama Aris berulang kali akhirnya dia perlahan membuka mata, dia duduk dengan santainya tidak mengetahui bajunya sedang terbakar.
“Ada apa ?”. Tanya Aris.
“Bajumu”. Abi menunjuk baju Aris yang terbakar. Aris melihat bajunya yang sedang terbakar dengan ekspresi datar tanpa ada rasa panik, Aris kembali melihat kearah Abi yang masih menunjuk kearah bajunya.
“Haaahhh”. Aris berteriak dengan keras setelah mengetahui bajunya terbakar, dia berguling-guling berharap apinya segera padam tapi tidak berhasil. Dia berlari kearah murid yang memiliki elemen air tapi para murid menjauh saat Aris mendekat. Aris berlari mendekati Abi yang tidak lagi ada rasa khawatir setelah melihat tingkah Aris.
“Abi tolong padamkan Api ini”. Kata Aris dengan panik. Abi mengumpulkan mana ke telapak tangannya dan berkonsentrasi, saat dia siap Abi menghentakkan telapak tangannya ketanah, seketika tanah berbentuk balok menutup seluruh tubuh Aris yang sedang panik. Teriakan kepanikannya terdengar oleh seluruh murid yang terdiam melihat kejadian itu. Balok tanah menghilang setelah teriakan Aris tak lagi terdengar. Dengan tatapan kosong Aris mengarahkan pandangannya keatas.
Para murid hanya melihat Aris yang terduduk yang terduduk sambil menatap keatas dengan tatapan kosong. Para murid masih tidak percaya baju Aris yang terbakar masih utuh, bahkan tidak meninggalkan bekas terbakar sedikitpun.
“Abi bagaimana bajuku bisa terbakar ?”. tanya Aris dengan tatapan yang masih kosong. Abi ragu untuk menjawab takut akan tindakan yang akan diambil Kuwaka jika dia mengatakan yang sesungguhnya, saat dia menoleh kearah Kuwaka yang merasa tidak puas dengan yang terjadi.
“Begitu ya ?”. Aris tersenyum, mengetahui penyebab terbakarnya bajunya setelah melihat Abi yang menoleh kearah Kuwaka.
“Aris tunggu”. Aris menghentikan langkah kakinya.
“Bagaimana bajumu tidak terbakar ?”.
“Aku mau kekamar kecil dulu”. Aris tidak menghiraukannya dan melanjutkan melangkahkan kakinya keluar ruang praktek. Saat semua teman sekelasnya kembali mencoba mengontrol keluaran mana, Abi hanya diam berdiri melihat Aris yang pergi keluar ruang latihan.
Dengan malas, Aris melangkahkan kakinya menuju lorong, didepan lorong tersebut Icha berdiri sambil bersandar dengan dinding yang ada dibelakangnya, tangan disilangkan didepan dada dan memejamkan matanya. Aris berjalan melewati Icha dan masuk kedalam lorong.
“Tunggu, bagaimana kamu melakukannya ?”. Aris menghentikan langkahnya tepat setelah masuk kedalam lorong.
“Melakukan apa ?”. Tanya Aris sambil membalikkan badan, terlihat Icha berdiri disana dengan wajah serius menatap Aris.
“Tadi kau sudah tahukan kalau kamu akan dibakar oleh surya lalu saat api tu menyebar keseluruh tubuh kamu tidak merasakan panas karena api itu tidak menyentuh tubuhmu”.
“Apa yang kau maksud ?”.
“Kau menggunakan Api birumu sebagai pelindung dari api yang disulut oleh Surya bukan ?”. Icha berbalik dan menatap tajam sedangkan Aris hanya menatap Icha dengan mata yang masih terlihat mengantuk.
“Entahlah”. Aris tidak menjawab pertanyaan Icha dan pergi meninggalkannya.
“Aris kau mau kemana ?”. Aris melihat Bu Chitra didepannya sedang berjalan menuju ruang latihan.
“Aku mau kekamar mandi sebentar”. Jawab Aris.
“Setelah ini kamu akan melakukan tes tingkat kemampuanmu”. Bu Chitra ingin mengetahui yang dikatakan kepala akademi benar apa tidak. Dan menggunakan tes tingkat kemampuan yang belum dilakukan Aris untuk mengetahui yang sebenarnya.
Para murid melihat keaah bola shir yang dibawa Bu Chitra dan diletakkan diatas balok. Suasana tegang yang dirasakan Bu Chitra semakin memuncak saat Aris menampak kan diri diruang latihan. Dengan malas Aris berjalan kearah bola sihir sambil menjadi perhatian para murid kelas A.
“Aris letakan tangan kirimu di bola sihir dan alirkan kekuatan makhluk mitologi kedalamnya”. Bu Chitra memerintahkan Aris saat dia sudah siap berdiri disamping bola sihir. Perlahan Aris menutup matanya dan meletakan kedua tangannya diatas bola sihir didepannya dan seketika Cahaya terpancar dari bola sihir para murid masih terlihat menunggu tulisan apa yang muncul di bola sihir itu.
“Tingkat kekuatan Aris adalah B”. murid lain nampak terkejut dengan tingkat kemampuan Aris setelah serangannya yang membakar habis murid kelas B, ternyata tingkat kemampuannya hanya tingkat B. Yang lebih terkejut adalah Icha dia tidak percaya tingkat kemampuan Aris hanya B, terlepas dari serangannya kepada kelas B, bagaimana bisa kemampuan tingkat B mampu menahan elemen yang sama namun dengan tingkat kemampuan yang lebih tinggi. Icha merasa ada sesuatu yang disembunykan oleh Aris.
“Kalau begitu sekarang letakan tangan kananmu”. Semua murid terkejut dengan perintah yang diberikan Bu Icha kepada Aris.
“Apa maksud Bu Chitra menyuruhku melakukan tes kemampuan lagi ?”. tanya Aris.
“Sudahlah ikuti saja perintahku”. Keringat dingin keluar dengan deras membasahi wajah dan membuat bajunya basah karena keringat yang keluar dari kulitnya. Dengan tangan yang bergetar Aris meletakkan tangan kanannya di bola sihir, tapi bola sihir itu tidak merespon meski Aris sudah meletakkan tangannya cukup lama.
“Sudah kuduga tidak mungkin orang seperti dia memiliki dua makhluk mitologi”. Bu Chitra mencatat tingkat kemampuan milik Aris. “Lepaskan, sudah waktunya untuk sejauh mana kalian dapat mengontrol keluaran mana”. Kata Bu Chitra sambil memberikan isyarat untuk beberapa murid membantunya mengembalikan balok dan bola sihir.
Murid yang nama dipanggil satu persatu menghadap ke Bu Chitra dan menunjukan peningkatan yang ada dengan melakukan serangan kepada sebuah boneka kayu. Api, Angin, Air dan tanah silih berganti menghantam boneka kayu. Abi yang termasuk murid teladan melakukan latihan sebelum namanya dipanggil, tapi yang teman satu kamarnya lakukan hanya bersantai ditepi ruang latihan sambil merebahkan tubuhnya.
“Aris”. Saat mengetahui namanya dipanggil, Aris dengan sigap berdiri dengan kedua kakinya dan berjalan mendekati Bu Chitra. Tidak seperti biasanya yang menunjukan terlihat malas dan menunjukan ketidak tertarikan, tapi kali ini wajahnya terlihat serius dan terlihat lebih tertarik melakukan sesuatu.
“Aku siap”. Dengan senyuman terpancar diwajahnya.
“Baiklah coba kau serang boneka itu”. Dengan cepat api keluar ditangan kanannya, Bu Chitra sedikit terkejut saat melihat Aris dengan mudahnya membentuk elemen kekuatan yang diberikan makhluk mitologi. Dengan sebuah teriakan Aris melempar bola api itu kearah boneka kayu, sebuah ledakan kecil terjadi saat api yang dia lempar mengenai boneka kayu dan membuatnya hancur berantakan.
“Bagus”. Bu Chitra tersenyum sambil mencatat peningkatan yang dialami Aris dan mulai tertarik dengannya. terlepas dari benar tidaknya dia memanipulasi aliran mananya ke bola sihir sehingga bola sihir tidak merespon, tapi karena Bu Chitra ingin melihat secara langsung kekuatan milik Aris yang menurut kepala akademi dia sembunyikan.
Aris membalikan badan dan kembali menunjukan wajah malasnya, berjalan dengan lamban menuju tempat dia membaringkan tubuhnya diatas marmer. Ditengah perjalanannya dia berpapasan dengan Icha yang berjalan menuju Bu Chitra, tapi perhatiannya tidak mengarah ke Icha tapi kesebuah lingkaran api yang mengarah kepada Icha. Dengan cepat Aris melompat menghalangi lingkaran api agar tidak mengenai Icha, tapi jubah api milik Aris belum sepenuhnya terbentuk sehingga lingkaran api itu mengenai tubuh Aris.
“Aris”. Teriak Abi yang melihat tubuh Aris terpental setelah terkena lingkaran api itu, Icha yang melihat Aris terpental sangat terkejut dan hanya diam berdiri melihat Aris yang memegangi perutnya sambil mengerang kesakitan.
“Aris”. Abi menghampirinya dan melihat luka bakar yang ada diperut Aris. Saat melihat kearah datangnya lingkaran api Abi tidak melihat siapapun disana. “Yang memiliki elemen air tolong kesini”. Tidak ada satupun yang menghampiri mereka, bahkan Icha yang diselamatkan Aris tidak melakukan apapun dan hanya melihat mereka. Dengan membopongnya, Abi membawa Aris ke ruang kesehatan untuk mendapat perawatan.
“Semua praktek hari ini cukup sampai disini, aku akan melakukan penyelidikan tentang penyerangan ini”. Para murid kelas A pergi meninggalkan ruang latihan dengan sedikit khawatir tentang penyerangan yang terjadi tadi, Icha yang menjadi target penyerangan namun berhasil dilindungi oleh Aris hanya diam berdiri dimana dia melihat Aris terpental oleh lingkaran api.
Malam begitu capat datang, para murid akademi menghentikan aktifitasnya diluar kamar semenjak muncul mega merah dilangit. Diruang kesehatan terlihat Abi sedang duduk di sebelah tempat tidur dimana Aris sudah tertidur pulas diatasnya dengan perban yang terbalut diperutnya. Setelah penyerangan Abi membawa Aris ke ruang kesehatan untuk dirawat, disini Aris langsung diberi penanganan dan didianjurkan untuk tetap disini beberapa waktu.
“Dasar, meski dia mirip temanmu bukan berarti Icha adalah dia”. Kata Abi sambil menatap Aris yang tertidur.
Didalam kamar Icha menutup semua tubuhnya dengan selimut putih dan berbaring diatas tempat tidur. Suara hewan malam yang terdengar dari gelapnya kamar, Icha tidak menyalakan obor dikamarnya karena merasa ada yang mengganjal dihatinya.
“Apa yang terjadi padaku ? Kenapa aku merasa sedih melihat Aris terluka ?”. gumam Icha dibalik selimutnya.
Semenjak berakhirnya latihan pengendalian keluaran mana, Icha hanya mengurung diri didalam kamar. Meski telah diajak oleh teman sekelasnya, Icha tetap tidak beranjak tempat tidurnya. Sambil mengulang kejadian saat Aris melindunginya dan membuatnya terluka, Icha seperti merasakan sakit yang Ari salami.
“Apakah aku menyukai Aris ? Tapi kenapa ? Aku baru bertemu dengannya beberapa hari lalu. Terlebih dia bukanlah orang yang kuat, dia juga bukan orang yang dapat aku manfaatkan. Tapi Kenapa ?”. Icha menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut putih diatas tempat tidurnya.
Sebuah pergerakan disemak-semak depan asrama putri terlihat mencurigakan, salah satu penjaga langsung memeriksanya. Dengan lentera sebagai penerang penjaga itu berjalan dengan penuh kewaspadaan mendekati semak-semak yang sebelumnya bergerak.
“Siapa disana ? Cepat keluar ini peringatan”. Saat semak-semak telah sampai pada jangkauan tangannya, penjaga tersebut menyibak semak-semak dan ternyata hanya seekor kelinci yang telah membuat pergerakan disemak-semak.penjaga itupun kembali dengan tenang menunju pos penjagaan.
Alangkah terkejutnya dia melihat rekannya yang telah berlumuran darah ditempat dia duduk. Dengan segera penjaga itu melempat lentera dan merapal mantra, seketika kedua tangannya muncul sebuah api. Dengan hati-hati dia masuk kedalam pos untuk melihat rekannya, tapi saat dia masuk kedalam pos penjagaan sebuah cairan kental berwarna merah keluar dari perutnya.
“Apa yang barusan terjadi ?”. kata penjaga itu sebelum tubuhnya terjatuh tergeletak atas lantas pos penjagaan.
Seorang dengan pakaian serba hitam yang menutupi seluruh tubuhnya dan hanya memperlihatkan kedua matanya, berdiri dipintu pos penjagaan sambil membawa belati yang telah berlumuran darah.
“Maaf ini kalian tidak ada sangkut pautnya dengan masalah ini tapi kalian terbunuh. Tapi jika kalian tidak kami bunuh misi kami akan terancam gagal”. Katanya, dua orang yang berpakaian sama muncul dibelakangnya sambil membisikkan sesuatu. Setelah itu mereka bertiga pergi meninggalkan pos penjagaan.
Didalam kamar Icha akhirnya tertidur setelah seharian penuh mengisi waktunya dengan murung didalam kamar sendirian. Tapi tak lama setelah dia menutup kedua matanya, dia kembali terbangun setelah merasakan hawa kehadiran asing yang mendekat. Dengan cepat dia melompat dari tempat tidurya. Tepat setelah dia melompat sebuah ledakan terjadi dan membuat tempat tidur dan dinding kamarnya hancur, terlihat 3 orang berpakaian hitam berdiri didepan lubang yang terbuat karena ledakan tadi.
“Kami datang menjemputmu, Icha”. Sontak Icha melebarkan matanya, meski didalam kepalanya terdapat banyak pertanyaan, tapi tidak ada waktu untuk memikirkan itu dengan cepat dia merapal mantra dan terlihat samar-samar angin menutupi kedua tangannya dan menyiapkan diri untuk keadaan terburuk.
“Siapa kalian ?”. Tanya Icha.
“Kami adalah keluargamu Icha, apa kamu tidak mengenali kami ?”. Mereka bertiga melepas kain yang menutup mulut serta hidung.
“Aku tidak tahu kalau aku memiliki keluarga seperti kalian”.
“Seperti yang telah diinformasikan, maaf tapi kami harus membawamu secara paksa”. Ketiga orang itu kembali menutup wajahnya dengan kain hitam yang dilepas sebelumnya.
Hembusan angin dengan keras mendorong tubuh Icha hingga terbentur dengan dinding kamar saat salah satu dari mereka mengangkat tangannya dan mengarahkannya ke Icha. Icha sedikit merasakan sakit dipunggungnya berusaha berdiri, rasa takut mulai memasuki pikirannya saat mereka bertiga mendekatinya.
“Maaf tapi kami harus melakukan ini”. Dengan mengeluarkan sebuah botol kecil dari ransel kecil yang ada dipinggangnya, botol itu berisi ramuan yang berguna untuk membuat pingsan seseorang saat menghirup baunya. lalu dia tumpahkan isinya di sebuah kain berwarna hitam dan berusaha untuk membuat Icha pingsan.
Mengetahui niat lawannya saat melihat botol kecil yang dia keluarkan, Icha menguatkan tekadnya dan merapalkan sebuah mantra, seketika tangan Icha diselimuti oleh angin dan mengarahkannya kepada mereka bertiga. Hembusan angin yang keluar karena kekuatan Icha membuat mereka bertiga keluar dan terjatuh kehalaman belakang asrama.
Dari atas Icha melihat musuhnya hanya ada satu yang memasang kuda-kuda dan bersiap untuk menyerang. Icha melompat dari tempatnya yang berada dilantai dua, dan turun kehalaman. Dia berfikir 2 orang yang ikut menyerangnya tadi telah melarikan diri, tapi Icha tidak tahu alasan mereka melarikan diri.
“Eeeeaaahhhh”.
Dengan sebuah teriakan Icha berlari dan memberikan sebuah pukulan, namun dengan mudah dapat dihindarnya. Icha berulang kali melancarkan serangan tapi lawannya dapat menghindar dan menahan setiap serangan yang Icha lancarkan.
Icha melompat mundur untuk mengatur nafasnya dan mengisi kembali mana serta stamina yang telah dia keluarkan. Para penghuni asrama putri hanya melihat pertarungan itu dari jendela kamarnya, mereka berfikir tidak akan banyak membantu karena belum menguasai sepenuhnya kekuatan mahluk mitologi dan bahkan ada yang belum melakukan pemanggilan.
“Lebih baik kau simpan saja tenagamu itu lalu ikut kami pulang”. Ajak laki-laki berpakaian hitam.
“Pulang ?”. Icha yang kebingungan karena setiap perkataan laki-laki itu tidak dikatakan secara lengkap.
“Iya, Pulang kekerajaan Lamong”.
Kerajaan Lamong adalah sebuah kerajaan di sebelah barat kerajaan Wengker, kerajaan wengker sering mendapat masalah dengan kerajaan tersebut, mulai dari kerajaan lamong yang menggeser patok batas kerajaan sampai Desa yang ada di kerajaan Wengker yang diinvasi oleh kerajaan Lamong.
“Aku tidak memiliki rumah dikerajaan itu”. Jawab Icha yang sudah kekelahan.
“Kamu tidak memiliki rumah tapi memiliki keluarga disana”.
Tanpa Icha sadari laki-laki itu telah berada didepannya dan menghantamnya dengan pukulan keras tepat diperutnya dan membuat Icha kehilangan kesadaran. Kepanikan terjadi didalam asrama saat tubuh Icha diangkat dan dibawa pergi oleh laki-laki berpakaian hitam itu menuju hutan belakang asrama putri.
Daun pohon yang berjatuhan akibat terpaan angin yang berhembus dengan kencang dan penglihatan yang terlihat samar-samar karena sinar bulan terhalang oleh awan yang berkumpul tak membuat laki-laki itu menghentikan langkahnya menuju tengah hutan. Tapi, sebuah bola api kecil yang terbang kearahnya dari arah depan membuatnya menghentikan langkah kakinya.
Dengan sebuah lompatan besar kebelakang dia menghindari bola api kecil itu karena merasakan mana yang besar berada didalam bola api yang hanya sebesar buah apel. Benar saja ledakan besar terjadi saat bola api tersebut menyentuh tanah sehingga membuatnya terpental.
“Maaf tapi aksimu cukup sampai disini”. Seorang remaja putra berambut putih bermata biru muncul dari kegelapan hutan yang ada dibelakang asrama putri. Sebuah senyuman tipis terlihat diwajahnya membuat laki-laki berbaju hitam melebarkan kedua matanya,
“Ti-tidak mungkin. Aris ?”.
judulnya cantik
Comment on chapter Episode 1 - Bertemu