Flossie memanyunkan bibir sebal karena dari tadi ia tidak berhasil menghubungi Caspian. Decakan kecil terlontar dari bibirnya ketika melihat jam sudah menunjukkan angka tujuh. Jika ia tetap menunggu laki-laki itu, ia rasa ia akan terlambat sampai di sekolah. Suara klakson berhasil mengagetkannya.
“Lama, ya?” tanya laki-laki itu dengan cengiran khasnya membuat Flossie kesal bukan main.
“Kamu mau kita telat, ya?”
Caspian menyentil kening Flossie pelan sebelum berucap, “Enak aja, ini salah kamu tahu. Kalau semalam kamu enggak ngajak aku begadang, aku pasti bisa bangun pagi.”
“Kok jadi aku yang salah? Yang mau temani aku begadang kan kamu,” sungut Flossie tidak terima.
“Ya, kalau entar aku tinggal tidur, kamunya ngambek. Bilang kalau pacar yang baik itu harusnya nemani blablabla …,” sahut Caspian.
Pletak … pletak ….
“Aw,” ringis Caspian dan Flossie serentak karena ada botol melayang mengenai kepala mereka.
“Kalau kalian terus berantem, yang ada kalian beneran terlambat.” Fera berucap sembari berkacak pinggang.
Caspian langsung memakaikan helm yang ia bawa di kepala Flossie sebelum menyuruh gadis itu segera naik ke jok. Laki-laki itu lupa bahwa ibu Flossie sangat garang jika sudah menyangkut tentang sekolah. Sepanjang perjalanan, Flossie tidak berbicara sama sekali membuat laki-laki itu merasa ada yang mengganjal.
“Kok diam, Ris?” tanya Caspian yang hanya dibalas gumaman tidak jelas Flossie.
“Nama aku enggak ada ‘ris’ nya tahu.”
Caspian terkekeh. “Mata kamu kan segaris. Jadi, aku panggil kamu segaris.”
Ucapan Caspian sontak membuat gadis itu menempeleng kepalanya. “Mata aku enggak segaris.”
“Segaris, walaupun gitu unik, kok. Di zaman sekarang, susah dapat cewek yang matanya ada tapi tiada kayak gitu.”
“PIAN!”
Caspian terbahak mendengar teriakan gadisnya. Menjahili Flossie adalah hal favoritnya. Respons ketika Flossie dijahili sangat lucu membuat dia gemas dengan gadis itu. Jika dia disuruh memilih antara membuat gadis itu bahagia atau ngambek, maka dia akan memilih membuat gadis itu ngambek.
“Ris,” panggil Caspian, tetapi tidak digubris oleh Flossie.
“Ada yang ngambek, nih. Kalau kamu ngambek, kita enggak sekolah, deh. Aku culik kamu seharian aja, yuk,” ucap Caspian lagi membuat gadis itu melotot.
Caspian mengulurkan tangan kirinya ke belakang menyentuh telapak tangan Flossie yang melingkar di pinggangnya. “Mata segaris gitu sok-sokan melotot, haha.”
“Jangan resek gitu, ish. Buruan bawa motornya, nanti kita dihukum.”
“Enggak papa, asalkan kita dihukumnya berdua.”
***
Flossie berdecak kesal ketika laki-laki itu malah tertidur di ujung aula, padahal seharusnya laki-laki itu membantunya untuk membersihkan aula atas kantin. Ia menaruh tongkat pel tersebut sebelum mendekati Caspian. Ia diam menatap lekuk wajah laki-laki itu. Alisnya yang tebal mampu memikat kaum hawa. Ia menyelipkan jari-jemarinya di rambut laki-laki itu yang berantakan.
“Sampai sekarang aku masih enggak bisa lupa sama cara kita jadian, haha,” gumam Flossie pelan.
Flossie menaikkan sebelah alis ketika Venni meletakkan setumpuk kertas di depannya. “Kertas apaan, tuh?”
Venni membongkar kertas-kertas tersebut sebelum memberikan selembar kertas kepada Flossie. Kedua alis Flossie bertautan ketika isi kertas tersebut adalah foto seorang laki-laki yang sedang tersenyum manis.
“Caspian Lars?” gumam Flossie.
Venni terbahak sebelum menjentikkan jarinya di depan wajah Flossie. “Hayo lho, lo pasti terpesona sama kegantengan kakak kelas kita yang itu.”
“Enak aja. Dia biasa aja tahu. Gantengan juga suami gue yang di Spanyol,” balas Flossie membuat Venni menyentil jidatnya keras.
“Mimpi mulu kerjaan lo. Heran gue.”
Flossie mengerucutkan bibirnya sebal dengan ucapan sahabatnya itu. Padahal tidak ada salahnya bermimpi menikah dengan laki-laki yang sangat tampan menurutnya, ya walaupun ia yakin laki-laki itu bahkan tidak tahu bahwa ia hidup.
“Cowok yang di foto itu lagi jomblo, mendingan lo sama dia aja, gih. Gue kasihan sama lo yang belum pernah pacaran,” ucap Venni.
Flossie berdecak. “Gue belum pernah pacaran bukan berarti gue enggak laku, Dodol. Gue yang enggak mau, hih.”
Venni mengerjapkan kedua matanya berulang kali membuat Flossie mengernyit tidak mengerti. “Be-belakang lo ….”
Flossie sontak memutar kepala untuk melihat apa yang membuat sahabatnya itu terkejut. Ia menaikkan sebelah alis ketika ternyata ada laki-laki yang menatapnya datar.
“Itu muka atau papan? Datar bener enggak ada ekspresi,” celutuk Flossie polos membuat Venni menahan malu.
Laki-laki itu mendengkus sebelum duduk di sebelah Flossie.
“Heh, lo ngapain duduk di sebelah gue? Pergi sana!” ucap Flossie seraya menggerakkan tangannya mengusir laki-laki itu.
Laki-laki itu—Caspian—tersenyum tipis sembari merangkul bahu Flossie mesra menimbulkan keramaian di kantin. Caspian mendekatkan bibirnya ke telinga Flossie sebelum berucap, “Daripada lo belum pernah ngerasain pacaran sama sekali, mendingan lo jadi pacar gue aja.”
“Kamu ngapain?” Suara serak khas baru bangun tidur itu memecah lamunan Flossie. Flossie langsung menjauhkan jari-jemarinya dari rambut laki-laki itu membuat Caspian terkekeh.
“Kalau masih mau pegang, pegang aja. Lagian rambut pacar sendiri,” ledek Caspian membuat semburat rona merah itu menjalar di pipi Flossie.
Caspian merangkum kedua pipi Flossie gemas sebelum berucap, “Tomat banget, sih. Jadi makin gemes.”
“Florence Roone, Caspian Lars!” Suara nyaring tersebut membuat Caspian langsung melepaskan rangkumannya.
Bunyi high heels yang bergesekan dengan lantai menggema di aula tersebut. “Tadi saya suruh kalian ngapain?”
“Mem … membersihkan aula, Bu.” Flossie berucap sembari menundukkan kepalanya.
“Lalu, kenapa kalian malah bermesraan?” tanya ibu guru berkacamata bulat itu—Anita.
Caspian mencebikkan bibirnya sebal sebelum berujar, “Ibu kayak enggak pernah muda aja, deh. Masa ada kesempatan buat mesra-mesraan, malah kita sia-siain, Bu?”
Anita langsung memukul jidat Caspian dengan penggaris yang selalu dia bawa ke mana pun membuat laki-laki itu mengaduh kesakitan. “Kata siapa saya enggak pernah muda, hm?”
“Tadi saya yang bilang, Bu,” sahut Caspian tidak takut membuat Flossie terbahak. Pacarnya emang ajaib, sudah dimarah tetapi tetap menyahut.
Anita melotot membuat gadis itu langsung berhenti tertawa.
“Mendingan ibu jangan melotot. Apa ibu enggak sadar itu bola matanya mau keluar?” tanya Caspian terkekeh membuat Flossie kembali terbahak.
Anita mengembuskan napas kasar. Sudah dua tahun dia mengajar Caspian dan laki-laki itu masih saja selalu bertingkah konyol. “Saya lelah. Lebih baik sekarang kalian kembali ke kelas kalian. Kembali belajar bukan kembali bermesraan di lingkungan sekolah.”
Caspian menggamit lengan Flossie sebelum berucap, “Siap 45, Ibu. Tapi kalau yang bermesraan saya enggak janji. Masa saya udah punya cewek, tapi cewek saya yang cantik ini dianggurin.”
Tanpa memberikan kesempatan kepada Anita untuk mengoceh kembali, dia langsung menarik Flossie berlari keluar aula atas kantin tersebut. Dia memelankan langkahnya ketika mendengar napas gadisnya yang terengah-engah.
Caspian terkekeh melihat beberapa bulir keringat mengucur dari kening gadisnya. Dia pun menyeka keringat tersebut sebelum mengusap puncak kepala Flossie pelan. “Masuk ke kelas, gih. Belajar yang bener. Nanti kalau udah bel istirahat, aku langsung samperin kamu, okay?”
“Okay, kamu juga. Kalau annti aku denger kamu bolos pelajaran, aku tampol.”
Caspian menaikturunkan kedua alisnya sembari berucap, “Ah, masa pacarku ini bisa nampol cowok ganteng?”
“PIAN!”
nice prolog, cant wait next chapter
Comment on chapter Prolog