Kerinduan Untuk Dia Yang Ku Cinta
Hari ini peringatan setahun kematian Jasmine wanita yang terlanjur masuk dalam ruang hati Nathan. Dan, memberikan sebuah cerita di masa lalunya. Hingga membuat Nathan masih sulit membuka ruang hatinya untuk wanita lain. Itulah yang telah dirasakan Nathan.
“Mengapa kau pergi dahulu dan meninggalkan aku? Aku merasa sangat sepi tanpa melihat senyummu sedetik pun.” Nathan meneteskan air matanya di dekat nisan wanita itu.
“Jasmine, kamu adalah warna hidupku. Kepergiaanmu membuat hidupku hanya hitam putih. Kau bagaikan pelangi yang dapat mewarnai hidupku. Seakan pelangi itu hanya sekejap. Mungkinkah kau bahagia di sana, cintaku untukmu masih tetap sama bahkan tidak berkurang sama sekali. Jasmine saat ini aku mengejar impianku agar banyak orang tidak terpatahkan hatinya dan merasa sedih seperti diriku. Karena itu sangat menyakitkan kehilangan seseorang yang sangat dicintai. Seperti mati tak segan, hidup pun tak segan menjalaninya.” Nathan menaburkan bunga segar di makam Jasmine. Dan, memberikan sebuket mawar putih yaitu bunga favorit Jasmine.
***&&&***
Setiap malam Rahman selalu melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an untuk mengirimi doa almarhumah ibunya. Dia ingin ibunya bahagia di surga Allah. Dia merasa wanita yang sangat ia cintai tidak bisa menemaninya lebih lama lagi di dunia ini. Itu seperti mimpi dan dia merasa masih belum bisa membahagiakan ibunya di dunia ini. Impiannya ini adalah hadiah untuk ibunya.
Di tengah ayat terakhir pada surat yasin, dia meneteskan air mata. Dia tidak mampu membendung rasa rindunya terhadap ibunya. Hanya sebuah doa yang mampu ia berikan untuk ibunya. Dia berjanji untuk bersungguh-sungguh mengejar impiannya.
“Ibu kau wanita yang begitu mulia di dunia ini. Mengapa kau pergi secepat itu? Ibu aku masih ingin membalas semua kebaikanmu. Ibu kau bagiku malaikat tanpa sayap yang selalu di hatiku. Ibu hanya dirimu yang sangat aku cintai.”
Rahman mentap fotonya ketika masih bersama dengan ibunya. Ibunya begitu hebat bagi dia. Tanpa doa ibu semuanya akan sia-sia.
***&&&***
“Kita sudah lama berjanji untuk bisa bersama dan berjuang bersama. Namun, kenyataan kau lebih memilih uang yang membahagiakanmu bukan sebuah cinta. Dulu bagimu cinta kita sudah cukup untuk bertahan di dunia. Tapi, sekarang bagimu cinta kita tidak cukup. Karena uang lah yang sangat berkuasa bagimu.”
Rafael menatap foto-foto kenangan saat bersama kekasihnya yang telah meninggalkannya. Dia pun juga masih menyimpan beberapa kenangan bersama dengan kekasihnya. Namun, dia mengambil dan membersihkan semua kenangannya dan membakarnya karena sudah cukup kenangan itu membuat dirinya lemah. Dia berjanji tidak akan mengenal cinta lagi karena cinta telah memberikan rasa sakit yang sangat berlebih.
“Tuhan kenapa harus ada pertemuan, jika hanya membuat hatiku ini terluka. Tuhan jika aku ingin memilih aku ingin mati rasa saja biar tidak merasakan patah hati seperti ini.”
Rafael mengambil minyak tanah dan korek api. Dia membuang semua kenangan itu kedalam tong sampah. Lalu menguyurnya dengan minyak tanah. Korek api ia mulai nyalakan hingga membakar semua kenangan itu hingga hangus tak tersisa seperti hatinya kini yang telah hangus dan tidak tersisakan karena penghianatan.
“Aku sudah tidak peduli dengan cinta lagi. Cinta itu hanya hal bodoh yang membuat hancur lebur hati dan harapan ini. Sudah cukup menderita karena cinta.”
***&&&***
“Potret kehidupan. Dalam semua bisa aku abadikan. Aku bisa melihat semua sekitarku. Hobi ini nyawa kehidupanku yang sedang aku jalani. Aku ingin bisa melakukan semuanya dan impian itu untuk menyelamatkan nyawa banyak orang.”
Vanno berjalan-jalan menyusuri kota Surabaya. Dia melihat banyak potret kehidupan yang berbeda di Pulau tempat tinggalnya. Dia selalu menatap sudut kota dan mengabadikan dalam lensa kameranya.
Vanno tidak sengaja menatap seorang gadis yang berjalan dengan pikiran kosong. Dia menebak-nebak apa yang sedang di alami gadis itu. Gadis itu seakan merasakan rasa putus asa terhadap apa yang sedang terjadi pada dirinya.
Ketika Vanno mendekat dan mencoba untuk meraih tangan gadis itu. UPSS, ternyata gadis itu hanya berpura-pura. Karena ada beberapa temannya yang terlibat bersamanya dalam pembuatan film pendek atau lebih tepatnya kalau di inggriskan “Short Film”. Saat itu Vanno merasa sangat malu, karena dia tidak tahu ada pembuatan film. Vanno mengaruk-garuk kepalanya akibat salah prediksi.
“Shiit!” Teriak Vanno dengan nada lirih.
Gadis itu menatap Vanno yang mukanya memerah. Muka Vanno seperti buah tomat segar. Rasanya Vanno masih merasa cangung atas sifatnya.
“Sorry.” Ucap Vanno.
“It’s ok.” Balas gadis itu.
Vanno merasa begitu canggung. Dia mulai membalikkan badannya. Tiba-tiba gadis itu berteriak “Hai!”. Vanno terhenti seketika langkah kakinya.
Gadis itu berjalan menghampirinya. Vanno merasa begitu gugup. Dan, itu perasaan seperti loncat di atas gunung semeru. Vanno berusaha menghela nafas perlahan. Lalu dia membalikkan badannya.
Gadis itu melangkahkan kakinya dan mendekat ke arahnya. Dan, menyuruh Vanno untuk mengulurkan telapak tangannya. Gadis itu menuliskan sebuah alamat café dan waktunya. Vanno terkejut saat melihat tulisan itu. Dia tidak menyangka gadis itu mulai merespon ke dia.
“Ini seperti perasaan nano-nano. Campur manis asam asin. Apa ini namanya jatuh cinta?” Vanno berjalan dalam hati yang penuh dengan bunga-bunga yang bermekaran.
Vanno berjalan sambil melantunkan lagu bak orang telah jatuh cinta. Dia merasa pertama kali jatuh cinta. Dan, tidak bisa terungkapkan perasaan itu.
***&&&***
Semalaman Vanno merindukan gadis itu. Dia tidak sabar minggu depan akan bertemu gadis impiannya itu. Hari demi hari ia lewati dengan memikirkan senyuman, dan pesona gadis itu.
Rahman menjadi cemas melihat sahabatnya seperti bak orang gila dadakan. Seakan tertawa dan senyum-senyum sendiri. Bahkan Rahman dengan polosnya mencari virus apa yang sedang terjangkit pada sahabatnya itu.
“Hmmmm.” Gumam Rafael.
Rahman masih sibuk browsing di internet tentang gejala virus yang sedang terjangkit pada sahabatnya itu. Rafael mencoba memperhatikan Rahman yang serius menatap layar laptopnya. Rafael penasaran dengan apa yang sedang Rahman cari hingga dia melototin layar laptopnya.
“Bro Rahman!”
Rafael memanggil Rahman hingga terjungkat. Karena serius dia terasa tidak mendengar apapun dan melihat apapun di sekitarnya. Rahman begitu kaget dan bingung semenjak kapan sahabatnya itu muncul di sebelahnya bak hantu.
“Ada apa, Raf?” Tanya Rahman.
“Kamu sedang cari tahu apa sich? Aku lihat serius banget! Bikin penasaran lagi!” Selidik Rafael.
“Aku khawatir dengan keadaan Vanno seperti gejala depresi. Apa karena dia itu mengalami masalah yang serius?” Ujar Rahman.
Rafael melirik ke arah Vanno. Dia merasa Vanno itu gejala jatuh cinta. Tapi, Rahman terlalu polos mungkin dia masih belum pernah merasakan jatuh cinta.
Rafael hanya mampu tertawa cekikikan melihat ekspresi Rahman yang datar. “Oh, Rahman kamu memang sahabatku yang terlalu polos. Bahkan tingkah lakumu buatku geli saat ini.”
Rahman merasa aneh dengan sikap Rafael semacam ketularan virusnya Vanno. Dia menjadi takut kalau tertular virus itu. Bisa jadi gila dadakan.
Nathan tiba-tiba nongol, setelah melakukan perjalanan ke Bandung untuk menengok makam Jasmine. Dia merasa heran dengan sikap Rafael yang tertawa cekikikan dan Rahman hanya ekspresi datar. Sedangkan Vanno senyum-senyum tidak jelas.
Nathan menjadi bingung dan merasa kalau baru dua hari ditinggal ternyata suasana berubah aneh. Nathan menjadi geleng-geleng kepala. Dia merasa sahabatnya jadi aneh sekali.
Nathan mencoba menyadarkan Rafael yang tertawa hingga gulung-gulung di lantai. Dan, bertanya dengan Rahman apa yang sedang terjadi. Rahman hanya menaik turunkan pundaknya.
Ketika Rafael berhenti tertawa, ia membisikan sesuatu ke Nathan hingga membuat Nathan juga ikut tertawa bersama Rafael. Rahman menjadi curiga apa yang sedang terjadi. Lalu Nathan mencoba menjelaskan ke Rahman apa yang sedang terjadi kepada Vanno. Vanno hanya sedang merasakan jatuh cinta. Akhirnya, Rahman paham dan merasa malu karena salah mendiagnosa temannya.
***&&&***