‘Ya, dia mengatakannya. Dia benar-benar mengatakannya. Jantungku seakan berhenti berdetak. Aku merasa waktu juga seakan berhenti. Dia berlutut! Dia mengeluarkan sebuah kotak dari saku celananya. Dia membuka kotaknya dan ada cincin di dalamnya! Momen yang hanya ada dalam bayanganku kini telah terjadi, dan aku merasa semuanya seperti berjalan dengan lambat. Kupikir aku akan menangis. Aku menatapnya dan dia berkata …’
“Karin, mujshe shadi karoge (maukah kamu menikah denganku)?”
Arshad kembali menelan ludahnya, berharap ia bisa mengatakannya dengan lancar. “Bas kaho na, haan yaa nahin (Cukup katakan, ya atau tidak)."
Keheningan tercipta beberapa saat. Mereka berempat sibuk dengan pikirannya masing-masing. Malik menebak dalam pikirannya mengenai keputusan Karina. Dan Maya belum sepenuhnya yakin kalau Karina akan mengatakan ya.
Sementara itu, Arshad masih tetap menunggu Karina dengan posisi yang tetap sama. Ia memandang Karina dengan penuh pengharapan bahwa Karina akan segera mengatakan ya.
Dan tentunya, Karina sendiri juga masih diam. Pun entah apa yang ada di dalam pikirannya saat ini, hanya Tuhan dan dirinya sendirilah yang tahu.
“Hhmmm … Aku akan mengatakannya, tapi bernapaslah dulu.”
Ucapan Karina membuat Arshad tersadar bahwa ia sangat gugup dan bahkan sulit untuk mengatur napasnya sendiri. “Aku akan sulit untuk bernapas dengan baik sebelum kamu mengatakan ya atau tidak.”
“Arshad, apapun yang akan kukatakan, kamu janji bisa menerimanya, ‘kan?”
Arshad hanya menjawabnya dengan sekali anggukan. Ia masih tidak bisa berpikir dengan baik, karena yang ada di dalam pikirannya saat ini hanyalah segera ingin mendengar jawaban ya atau tidak.
“A…aku tidak bisa.”
Arshad masih tidak percaya dengan apa yang telah diucapkan oleh Karina. “Barusan kamu bilang ti...tidak bisa?” Arshad bertanya untuk meyakinkan dirinya. “Kalau begitu, kamu tidak perlu mengatakannya sekarang. Mungkin kamu butuh waktu untuk memikirkan hal ini dengan matang. Aku bersedia menunggu jawaban kamu. Esok, lusa atau kapanpun kamu sudah benar-benar yakin dengan keputusan kamu, aku bersedia menunggunya,” jelas Arshad yang masih belum menyerah.
“Tidak perlu Arshad. Esok ataupun lusa, keputusanku akan tetap sama.”
Mendengar hal itu, Arshad tertunduk beberapa saat memandang kotak beludru berwarna merah yang berada di tangannya. Ia sungguh tidak bisa menerima keputusan Karina. Tetapi apa boleh buat, Karina tidak menerimanya dan bagaimanapun juga ia harus tetap bisa menerima keputusan Karina.
Arshad pun berdiri. Ia menutup kotak kecil yang sedari tadi ia pegang dan memasukkannya kembali ke dalam saku celananya. Ia tidak bisa memandang wajah Karina lagi karena ia takut kalau Karina bisa melihat guratan kesedihan secara jelas dari wajahnya.
“Baiklah. Aku terima keputusan kamu,” ucap Arshad dengan nada sedikit tercekat.
Karina merasa bersalah karena telah menyakiti perasaan Arshad. Ia bisa melihat mata Arshad yang mulai berkaca-kaca. Tetapi, ia benar-benar yakin dengan keputusannya.
“Thank’s for everything,” kata Arshad. Ia mencoba untuk tersenyum. Takut terlihat memaksakan senyumannya, ia pun berbalik membelakangi Karina.
Sebagai sahabat yang baik, Malik pun kemudian mendekat menghampiri Arshad. Malik merangkul bahu Arshad dan menepuk pundak Arshad, berusaha untuk menenangkan sahabatnya itu.
Sementara itu, Maya mendekati Karina, berusaha untuk meminta penjelasan mengenai keputusan Karina. Karina mengerti kalau Maya tidak akan setuju dengan keputusannya. Karina tidak mengatakan apapun pada Maya, ia hanya menjelaskan semuanya baik-baik saja.
“Are you okay?” tanya Malik yang melihat kesedihan dari raut wajah Arshad.
“I’m okay,” ucap Arshad pada Malik. “I think, we have to go now,” ajak Arshad yang ingin pergi untuk menyembunyikan kesedihannya.
Arshad dan Malik berjalan pelan meninggalkan Karina dan Maya yang masih tetap berdiri memandangi mereka.
“Arshad ….” Karina memanggil Arshad yang terpaut hanya beberapa langkah saja darinya.
Arshad pun berbalik arah dan kini ia harus berhadapan lagi dengan Karina. Meski tidak ingin, namun ia harus tetap bisa berpura-pura semua baik-baik saja dihadapan Karina dan tentunya juga dihadapan Malik dan Maya.
“May I say something?” tanya Karina.
Arshad mengangguk pelan, “Of course.”
“Aku sangat menghargai pengorbanan kamu untuk datang kemari dengan tujuan dan niat yang baik. Aku menghargai semua yang kamu lakukan untukku. Tetapi, apa kamu mau pergi begitu saja? Tanpa mendapatkan hasil apapun dari tujuan kamu sebelumnya?”
Arshad bingung ingin menjawab pertanyaan Karina, ia tidak mengerti maksud dari ucapan Karina. Ia hanya memandang Karina dengan tatapan yang ingin mengatakan, ‘What do you mean?’
Karina mengerti dengan maksud dari tatapan Arshad yang terlihat kebingungan dengan ucapannya. Lalu ia kembali mengatakan sesuatu. “Setidaknya, kamu tentu masih bisa menjadi sahabatku, bukan?”
Arshad yang masih belum mengerti, ia hanya diam dan menunggu ucapan Karina.
“Jika kamu tidak bisa menjadi sahabatku, lalu bagaimana bisa aku mencintaimu? Tidak ada persahabatan maka tidak ada cinta, bukan?” tanya Karina pada Arshad dengan senyuman yang terukir di wajahnya.
Senyum itu dapat menular. Melihat Karina yang tersenyum dengan manisnya, tentu tidak bisa membuat Arshad tidak ikut untuk tersenyum. Meski masih belum mengerti maksud dibalik ucapan Karina, Arshad tersenyum dan ekspresi wajahnya berubah sedikit cerah.
“Haan. Simple. Pyaar dosti hai ** (Ya. Sederhana. Cinta adalah persahabatan) ,” ucap Arshad menambahkan. Ia teringat bahwa ia pernah mendengar ucapan itu, namun karena saat ini pikirannya masih belum terkendali sepenuhnya, ia tidak ingat persis darimana dan kapan ia mendengarnya.
“Apa kamu tidak ingin menanyakan maksud dari ucapanku?”
“Aku hanya masih tidak mengerti dengan maksud dari perkataan kamu, Karin.”
“Baiklah, kalau kamu memang masih tidak mengerti. Jujur saja, sebenarnya aku merasa sedikit bersalah dengan ucapanku tadi. Aku tidak bermaksud untuk menyakiti perasaanmu. Tetapi, aku senang karena aku bisa membuatmu, yah bersikap seperti tadi.” Karina tidak bisa mengatakan kalau dia ingin bilang ia merasa senang karena telah berhasil membuat Arshad galau.
Raut wajah Arshad semakin terlihat kebingungan. Arshad semakin tidak mengerti maksud perkataan Karina.
“Sebenarnya, aku mengatakan tidak bisa itu maksudnya adalah … aku…” Karina menggantungkan perkataannya dan itu tentu saja membuat ketiganya menjadi penasaran. Terutama Arshad. Ia begitu terlihat tidak sabaran untuk mendengar ucapan Karina.
“Sebenarnya a…aku tidak bisa menolak lamaran kamu,” ucap Karina dengan nada yang begitu pelan. Hingga ia sendiri tidak yakin apakah Arshad bisa mendengar ucapannya.
Karina pun segera menundukkan pandangannya. Jujur saja, ia benar-benar gugup dan tentunya juga malu untuk mengatakan bahwa sebenarnya ia menerima lamaran dari Arshad. Ia berkata tidak seperti tadi dilakukannya agar tidak kelihatan bahwa sebenarnya ia ingin sekali mengatakan ya langsung tanpa harus basa basi lagi.
Maya menatap wajah sahabatnya itu dengan mata berbinar. Ia bahagia karena ternyata Karina menerima lamaran Arshad. Dan tentu saja, setelah ini ia akan memaksa Karina untuk menceritakan semua hal yang telah dilakukan Karina tadi.
Sementara itu, Arshad masih setengah percaya dengan perkataan Karina. Arshad menatap Malik dan berkata, “Malik, apa kamu dengar yang dikatakan Karina tadi padaku?” tanya Arshad.
“Haan, dost (Ya, teman).”
“Dia bilang padaku bahwa kalau dia menerima lamaranku, apa itu benar?”
“Haan (Ya),” ucap Malik dengan semangat.
“Yeh sach hai (Apa ini benar)?” Lagi, Arshad bertanya pada Malik untuk meyakinkan bahwa ia tidak salah dengar.
“Haan, bilkul yeh sach to hai, yaar (Ya, tentu saja ini benar, teman).” Seperti ada aliran listrik yang menghantarkan kebahagiaan dalam diri Arshad pada Malik. Mereka berdua tersenyum dengan sangat gembira. Arshad memukul lengan Malik dengan sedikit cukup keras. Dan tentu saja hal itu membuat Malik mengaduh kesakitan.
“Sakit?” Bukannya merasa bersalah, namun Arshad malah bertanya sakit atau tidaknya pukulan yang ia daratkan dilengannya Malik.
“Kenapa kamu harus bertanya lagi? Tentu saja ini terasa sakit,” ketus Malik.
Arshad membalas perkataan Malik yang terlihat begitu kesal dengan tersenyum. “Karena itu terasa sakit, berarti tandanya aku tidak sedang bermimpi, teman.”
Malik hanya menghela napas panjang. Ia tidak tahu harus berbuat apa pada temannya yang sedang dimabuk cinta ini. “Kalau memang begitu, kenapa tidak memukul dirimu sendiri saja, teman?”
Maya tentu saja tertawa melihat tingkah kedua pemuda India itu. Dan Karina hanya bisa tersenyum menahan tawanya.
Arshad mendekat menghampiri Karina dan langsung memeluknya. Namun sejurus kemudian, Arshad tersadar bahwa ia merasa belum pantas untuk memeluk Karina. Arshad pun segera melepas pelukannya. Ia pun jadi salah tingkah. Ia hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan tentu saja dengan senyum yang masih tetap mengembang seakan sulit untuk berhenti. “Sorry ….” Hanya itu yang bisa diucapkannya.
Karina paham Arshad merasa sangat bahagia. Dan bukan hanya Arshad saja yang merasakannya. Karina juga merasakannya. Karina juga jadi malu ketika berhadapan dengan pujaan hatinya yang kini benar-benar telah berada tepat dihadapannya. Keduanya jadi sama-sama salah tingkah. Nervous.
Arshad mengeluarkan kembali kotak kecil yang berbalut beludru dari dalam saku celananya lagi. Lalu disematkannya cincin dengan permata kecil di jari manis Karina dengan lembut. Dan Karina tidak bisa melepas pandangannya saat Arshad memakaikan cincin di jari manisnya. Keduanya tersenyum bahagia dan saling mencuri pandang.
Arshad berharap dalam hatinya. ‘Andai waktu bisa berhenti, aku ingin menghentikan waktu saat ini. Saat dimana aku bisa melihatmu tersenyum bahagia menatapku. Karena saat ini adalah saat yang begitu berharga dalam hidupku. Dan aku ingin, aku bisa selalu membuatmu tersenyum bahagia.’
‘Saat ini, mungkin aku adalah wanita yang paling bahagia. Karena kini hatiku sudah mendapatkan jawaban akan kepastian perasaan yang ternyata tidak bertepuk sebelah tangan. Semoga ini adalah langkah awal untuk kita dalam melangkah ke depannya bersama.’ Pinta Karina dalam hatinya.
Sejenak keduanya hanya bisa saling memandang dan melempar senyum. Hingga tanpa disadari Malik mendekati Arshad dan memeluk Arshad dengan erat. Tidak hanya itu, Malik juga mengangkat Arshad dan ia tertawa cukup keras.
Malik menurunkan Arshad karena baru tersadar kalau ternyata tingkah konyolnya ini ditertawakan oleh dua gadis– Karina dan Maya– yang tengah melihat tingkahnya.
Arshad sedikit mendekati Karina dan Maya. Ia sepertinya sedang berhadapan dengan dua orang guru yang sedang mengujinya belajar pengucapan bahasa Indonesia. Ia mencoba tersenyum memandang keduanya. Ia pun fokus memandang ke arah Karina dan mengucapkannya secara perlahan.
“Karina, maukah kamu menikah denganku?”
Satu kalimat yang mampu mengubah tidak hanya satu kehidupan, namun dua kehidupan yang akan menjadi hidup bersama.
Tanpa ada sedikit pun keraguan terdengar dari ucapan Arshad, semakin membuat Karina tak mampu membedakan akankah kini yang dialaminya adalah sebuah kenyataan ataukah hanya sebatas khayalan semata.
** Penggalan dialog dari film Bollywood, Kuch Kuch Hota Hai