Rifani masih mematung dan menggenggam erat undangan yang diberikan pria tadi. Iya masih tidak percaya apa yang ia tunggu kini berakhir sia-sia. Bukankah mereka sudah berjanji untuk tetap saling menyayangi dan tak akan pernah berubah? Tapi ternyata janji hanya janji yang dibuat untuk menenangkan tanpa berniat menepatinya.
Kotak kecil yang sedari tadi berada di atas kursi samping Rifani mulai diambil oleh Rifani. dibuka tutup kotak berwarna biru, dan terlihat lah jam tangan berwarna hitam. Lebih terlihat jam tangan untuk remaja bukan untuk pria berumur 28 tahun.
Rifani lantas membuka laptopnya lalu menuliskan sesuatu di laptopnya untuk seseorang.
**
Tahun 2017 saat libur semester tiba. Gadis yang masih berumur 14 tahun berlari riang menuruni anak tangga, rambut yang dikucir ekor kuda bergoyang sesuai irama langkah, gadis itu melongok ke arah dapur, ruang tamu, kamar kakaknya, dan ruangan-ruangan yang ada di rumah.
“Baba kamu dimana ganteng?” dia berteriak saat melongokkan kepala ke bawah kursi plastik.
Dia melihat-lihat sekeliling barang-barangnya sudah kosong, hanya ada beberapa kursi plastik dan meja plastik karena barang-barang yang ada di rumah sudah dibawa 5 hari yang lalu.
Perlu diteriakkan beberapa kali lagi dan munculah kucing berwarna kuning dengan totol berwarna putih entah bulunya berwarna putih dengan totol kuning, hanya dirinya yang mengetahui persis bulu Baba.
Baba terlihat kacau dengan muka penuh lipstick dan mata yang dipakaikan eye liner juga kepala yang diikatkan pita dan dress kecil berwarna merah jambu dipakai oleh Baba.
“Afka gelo, kadieu manéh. Naha si Baba jadi siga kieu?” (Afka gila, kesini kamu. kenapa si Baba jadi kayak gini?) gadis itu berteriak kembali sebari menggendong Baba, kucingnya.
Seorang pria masuk ke dalam rumah dengan senyum bahagia memegang lipstick, eye liner, juga gunting.
Gadis yang menggendong Baba kembali menurunkan Baba, Baba lantas diam di belakang kaki si gadis seolah-olah takut kepada pria yang baru masuk. Gadis yang kesal segera melangkahkan kaki mendekati pria yang masih tersenyum bahagia, lalu menarik telinga pria.
“Geus urang béjaan mun si Baba téh jalu, lain bikang. Tuh mun hayang ngadandanan mah kalenci Téh1 Nci.” (Udah aku kasih tau kalo si Baba itu jantan, bukan betina. Tuh kalo mau ngedandanin kelinci Téh Nci aja.)
“Abi tos masihan terang, lamun di bumi kedah nganggo bahasa nu lemes. Jaba nénéng2 téh istri kedah lembut atuh ka raka téh.” (Saya sudah kasih tau, kalo di rumah harus pakai bahasa yang lembut. Apalagi nénéng itu perempuan harus lembut ke kakak.)
Gadis itu semakin makin menarik keras telinga kakaknya membuat kakaknya mengaduh kesakitan.
“Udah urang bilangin jangan jailin si Baba. Atau koleksi komik doraemon manéh sama urang diduruk.” (Saya, kamu, dibakar.)
Pria yang tak lain adalah kakak si gadis masih mengaduh kesakitan dan berusaha melepas jeweran pedas adiknya yang ganas ini.
“Udah dong sayang.”
“Sayang, sayang, pala lu peang.”
“Iya maaf ya Rifani Felixyo Yogi.” Kakaknya sengaja mengejek nama yang telah diberikan oleh orang tuanya kepada adiknya
“Felixya,” “tau ah gue kesel sama lo Rafkaria Fedixya Yogi.” Gadis itu, Rifani, akrab dipanggil Feli adalah perempuan yang selalu berkata kasar kepada orang yang membuatnya kesal khususnya kepada makhluk yang sedang dia jewer.
Kali ini kakaknya yang terlihat kesal. “Nama gue Rafkar Fedixy Yogi.”
Aksi mereka berdua terhenti oleh suara ketukan pintu dan teriakan salam dari luar.
“Mereka nolongin lo dari siksa.” Rifani melepaskan jewerannya dan melangkahkan kaki membuka pintu.
Terlihatlah 4 sosok laki-laki dan 4 sosok perempuan, mereka membawa ransel masing-masing seolah ingin pergi menginap.
“Bukannya kalian tau kalo kita mau pindah?” Rifani bertanya karena melihat teman-temannya, Rafkar, dan kakaknya yang satu lagi seolah ingin menginap di rumahnya.
“Malah kita-kita pingin ikut anterin kalian nginep di rumah baru.” Salah seorang laki-laki yang berambut model cepak berkata kepada Rifani, dia Gunadharma sahabat karib Rafkar.
“Lah gue gak ngundang kalian, udah sana-sana pulang.” Rafkar segera membalas perkataan Guna tadi, entah dia datang saat kapan karena tiba-tiba Rafkar membalas ucapan Guna.
“Gue ini sayang sama kalian, kita-kita ini mau nemenin kalian.” Perempuan yang memakai baju putih dan rok polkadot hitam kini bersuara, si biang rusuh atau memiliki nama Aqaila.
“Tapi rumah kita bukan tempat panti sosial, dan tujuan kalian adalah memakan makanan milik kita kan?” Rafkar masih tidak ingin menerima kedatangan tamu tak diundang ini, ia masih ingat saat teman-temannya menginap di rumahnya semua makanan habis dan yang paling parah komiknya sobek akibat dua temannnya saling berebutan.
“Af, kita udah jauh-jauh loh ke rumah lo, apalagi Bang Axel sama Bang Acel rumahnya an gak deket. Terus yang paling susah adalah izin orang tua.” Masih Aqaila yang menjawab, hanya satu-satunya perempuan yang kuat berdebat dengan Rafkar setelah Rifani.
“Ah kalian kan kalo gak diizinin tetep aja kesini mau pake acara uniko sampe yang paling parah kalian kabur, apalagi lo Qai.” Rafkar terus saja berdebat, tak ingin mengalah kepada Aqaila.
Mereka masih berdebat sengit dan yang disekitar mereka hanya memakan permen jahe kecuali Rifani yang mulai memvidio aksi mereka dengan judul ‘Kira-kira yang menang siapa guys? Ini episode 999+ dan mungkin ini episode terakhir dari Rafkar dan Aqaila.’
Benda berbulu menggesek-gesekan bulunya ke kaki Rifani, membuat dirinya yang sedang memvidio terlonjak kaget dan ponsel terlempar. Untung nya salah satu dari pria kembar menangkapnya., entahlah itu Acel atau Axel.
“OH IYA GUE LUPA BABA BELUM DISUCIIN DARI KEJAHATAN SEORANG RAFKAR.” Aku segera berlari menggendong Baba tak peduli dengan keadaan ponsel juga perdebatan yang secara otomatis terpause akibat teriakanku dan setelah tak ada lagi aku perdebatan antara Rafkar dan Aqaila kembali berlanjut.
Rafkar dan Aqaila masih berdebat hingga sosok laki-laki yang memiliki aura dingin berdehem, baik Rafkar, Aqaila, dan teman-temannya segera berhenti dari aksi masing-masing.
“Kenapa ga masuk?” tak ada orang yang menjawab pertanyaan laki-laki yang baru saja datang, semuanya menunduk, Rafkar dan Aqaila mengutuk diri mereka sendiri karena telah berlaku bodoh seperti anak kecil.
“Masuk. Jangan menghalangi jalan saya,” “dan sepertinya kalian ingin menginap?” laki-laki itu masih bertanya dengan nada dingin.
Namun salah satu diantara mereka yang sepertinya seumuran dengan laki-laki dingin itu mulai mendongakkan kepalanya menatap ke iris coklat miliki laki-laki dingin.
“Sorry Gam, jadi karena ini masih masa liburan sekolah jadi kita mau pada nginep di rumah baru lo. Maaf kalo kita dateng tiba-tiba, kita juga sebenernya gak ada rencana sih. Cuma kita-kita asalnya ngerencanain buat main seharian penuh ngabisin hari sama kalian, eh kaliannya malah ngemajuin hari pindah. Ya jadi gagal deh.” Laki-laki yang mendongak tadi menjelaskan kepada pria dingin yang dipanggil Gam.
“Oh yodah.” Singkat, padat dan kurang jelas balasan dari pria yang dipanggil Gam.
Pria itu segera melangkah memasuki kembali rumahnya, bermaksud untuk menurunkan koper milikinya juga milik adik perempuannya, Rifani.
“Yaudah Aqaila, Nava, Zahra, Sista, Bang Raxel, Bang Racel, dan kalian duo kunyuk Zidan dan Gunadharma silahkan masuk dan dimohon karena kami menggunakan mobil hanya satu kalian tidak disediakan kendaraan untuk pergi ke Bandung.” Rafkar akhirnya mengalah dan memanggil satu-satu temannya, teman adiknya, juga teman kakaknya yang dingin tadi.
Setelah mereka masuk dan disuguhkan minuman kemasan karena semua gelas juga alat makan di rumah mereka telah dibawa 5 hari yang lalu.
Rifani turun dengan Baba digendongannya, Rifani masih melotot tajam kepada Rafkar karena ulah bejatnya.
“Afka, gue masih dendam sama lo.” Rifani berucap dengan tajam kepada Rafkar yang malah asik main mobile legend dengan Gunadharma dan Zidan.
“Bacot lu, kayak mak-mak kost-an.” Rafkar masih fokus kepada ponselnya sesekali mengeluh sendiri.
“Nanti kalo ada berita ‘seorang adik membunuh kakaknya yang berbeda umur satu tahun tepat namun wajah mereka sama, diduga motif pembunuhannya adalah polkadot.’ Itu gue yang diberitain.” Rifani masih sangat kesal dengan sikap sableng kembarannya yang berbeda satu tahun tepat. Kenapa sih aku jadi adiknya dia? Muka kita sama pula, itu keluhahnnya setiap berdebat dengan Rafkar.
Orang yang ada di sana hanya menggeleng dengan sikap galak Rifani, sikap urakan Rafkar, dan sikap dingin kakak Rifani dan Rafkar.
“Bang Agam.” Rifani segera berteriak senang karena melihat kakaknya yang paling tampan turun membawa koper biru milik Rifani.
Bang Agam atau yang memiliki nama Rafagam hanya tersenyum kepada Rifani. Sedingin apapun Rafagam jika adik perempuannya memanggilnya ia akan senyum dan tidak berkata dengan nada dingin.
Mereka segera memasukkan koper milik mereka sendiri dibantu oleh anak asisten rumah tangga sedangkan Rafagam sedang menyetir mobil karena dirinya sudah berumur 17 tahun. Sedangkan teman-teman mereka membawa mobil milik si kembar, Racel dan Raxel.
Baba masih takut dengan sikap Rafkar ia memutuskan untuk duduk di mobil Racel dan Raxel takut jika kejadian tadi terulang. Rifani yang masih kesal dengan Rafkar hingga saat perjalanan tak menggubris ucapan Rafkar.
**
Rifani menggerakkan kepalanya yang kaku juga meregangkan otot-ototnya. Ia mengingat-ingat lagi kejadian 12 tahun lalu. Entah harus bahagia atau sedih karena ia bisa mengingat kejadian 12 tahun itu sangat baik. Centang dua dan tanda biru terlihat dari pesan Rifani lalu seseorang disana segera mengetik sesuatu.
Orang di seberang sana yang memiliki nama Aradita mengirim pesannya.
Aradita: Terus gimana kelanjutannya, sepertinya tidak ada masalah apapun atau kenangan buruk dari cerita ini.
Rifani belum ingin membalas pesan tersebut karena memang benar kejadian tersebut malah disambut hangat oleh Rifani. Rifani segera meneguk coklat panasnya dengan sekali teguk hingga isi gelas itu sudah habis tak bersisa.
Ia memanggil salah satu pelayan dan memesan susu coklat dingin juga lava cake chocolate. Dan bersiap mengetik sesuatu di laptopnya.
~~
1 = Panggilan kepada perempuan yang lebih tua namun tidak berpaut jauh usianya.
2 = Panggilan kepada orang yang lebih muda atau biasanya kepada anak kecil, biasanya enéng atau néng.