Read More >>"> How Precious You're in My Life (Kelas 9 Semester 2) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - How Precious You're in My Life
MENU
About Us  

Sejak aku tau rumahmu ada di sektor 2, aku terus berusaha mencarinya karena itu sangat dekat dengan rumahku, hanya berbeda 1 sektor. Pertama, aku bertanya dengan teman-temanmu, tetapi mereka semua bilang tidak tahu. Lalu aku juga bertanya dengan teman-temanmu yang juga teman-temanku sekarang, yaitu Sasyi dan Iday, Iday nama panggilan dari Ina Baday karena rambutnya sangat bagus. Sasyi memberitahuku kalau supirnya pernah ke rumahmu, namun ia belum sempat bertanya pada supirnya di mana rumahmu. Setiap aku tanya, ia selalu lupa dan belum bertanya pada supirnya. Nah, aku baru ingat kalau di buku tata krama (seperti buku poin) itu ada biodata, tetapi buku tata krama ada di ruang wakil kepala sekolah dan tidak sembarang orang boleh keluar masuk ruang wakil kepala sekolah. Pastinya aku takkan kehabisan ide. Pertama, orang yang dapat masuk ke ruang kepala sekolah adalah sekretaris yang mengembalikkan buku absen atau siswa-siswa yang membuat masalah. Sempat aku berpikir untuk membuat masalah agar dapat masuk ke ruang wakil kepala sekolah dan melihat buku tata kramamu. Namun, kurasa itu sangat bodoh. Jadi, aku berpura-pura menjadi sekretaris yang mengembalikkan buku absen. Sebenarnya aku sangat malas untuk bolak-balik ke ruang wakil kepala sekolah, tetapi untuk mengetahui alamatmu, ya boleh lah ya. Sudah 4x aku sudah bolak-balik ruang wakil kepala sekolah untuk melihat buku tata kramamu, tetapi tak kunjung mendapatkan hasil. Sasyi juga tidak memberitahuku di mana alamatnya. Suatu saat, Pak Dimas, salah satu wakil kepala sekolah sekaligus guru matematika, meminta tolong padaku untuk mengambil buku tata krama anak kelas 95. Ini dia! Kesempatan yang aku tunggu-tunggu dari kemarin-kemarin! Aku lupa siapa nama yang seharusnya aku cari karena aku langsung mencari buku tata krama milikmu. Lalu ketika aku menemukan buku tata krama milikmu....

“Kok gak ada alamat?!” Aku sangat kesal ketika mengetahui buku tata krama hanya ada nama, kelas, juga tanda tangan orang tua.

I’m done. Fix. Mungkin seharusnya aku bertanya langsung padamu ya. HAHA.

          “Eh? Udah belom?”

          “Oh iya, bentar, Pak.”

Semenjak itu, aku berhenti menjadi sekretaris palsu. HAHA. Kesal.

          Kali ini aku memohon pada Sasyi untuk tidak lupa bertanya dengan supirnya. Ia berjanji besok akan bertanya pada supirnya. Keesokan harinya, ia bilang kalau ia tak bertemu dengan supirnya, huft. Akhirnya, aku sudah benar-benar hopeless dan pasrah. Aku bertanya langsung padamu kala itu.

“Rumah lu di mana dah, Raz?”

“Sek 2.”

Ya... itu aku tau.

“Di mananya?”

“Kepo lu.”

Oke. Oke. Aku takkan bertanya apapun padamu lagi. Maaf telah mengganggu.

          Sebulan aku mencari rumahmu tak kunjung mendapatkan hasil. Dapat-dapat ketika sudah UN. Rumahmu dekat dengan usaha papamu, yaitu gym. Yang memberitahu rumahmu malahan supirnya Iday dan juga Rizna. Rumahnya berwarna kuning, di Jalan Betet II, pagarnya seperti kayu-kayuan. Karena lagi-lagi dekat dengan rumah Azari, aku menginap lagi di rumahnya. Heran. Semua orang yang pernah aku suka rumahnya di dekat Azari semua. Strategis sekali ya rumahnya, that’s why I love to sleepover in her house, haha. Kali aja aku beruntung bertemu dengan salah satu dari 3 orang ini. Pagi hari sekali, aku dan Azari berangkat lari pagi, izinnya. Padahal mencari rumahmu, haha. Aku masuk ke Jalan Betet II. Sebelumnya, ada anjing yang berusaha mengejarku dan Azari yang membuatku terpaksa berlari memakai sandal jepit. Alhasil kakiku lecet dan sedikit berdarah, bahkan lukanya tak hilang sampai aku masuk SMA, haha. Akhirnya aku menemukan rumahmu! Yes! Dari 3 tahun menyukaimu, baru sekarang ketika sudah lulus aku menemukan rumahmu. Namun, itu juga tidak berlangsung lama karena selang 3 bulan setelah UN, rumahmu pindah lagi J.

          Ketika aku genap berumur 15 tahun, aku membeli pizza untuk anak kelasan. Sengaja aku melebihkan 3 box. 1 box untuk wali kelasku, Pak Doni, 1 box untuk teman-temanku yang di luar kelas, Kania, Tata, Hana, Salina, Pipin, Natia. 1 box lagi jika kurang, ya sebenarnya 1 box itu untukmu... dan Aca. Semua memberikan selamat dan menyanyikan happy birthday. Orang yang menyalamiku pertama adalah Harid, akan kuceritakan tentang dia sehabis ini. Setelah jatah pizza untuk kelasan habis, mereka meminta membuka 1 box yang katanya untuk tambahan.

          “Iya, nanti. Tapi ini kasih Araz sama Aca dulu.”

          “Ya udah, gua kasih. Kan cuma 2 potong, sisanya masih 6 tuh. Bagi-bagi dah.” ujar Fino.

          “Lah, orang kasih mereka 2. Wlee.” ledekku.

          “Ih! Curang banget! Kita semua satu masa mereka dua.”

          “Makanya jadi orang yang spesial dulu, hahaha.”

          “Et, kagak jadi dah.” Lalu ia pergi.

Datanglah Histi dan Fia.

          “Mau kasih ke 94 apa 95, Mi?” tawaran Histi.

          “Dua-duanya, Ti. Tolong ya. Sisanya buat kalian deh.”

          “SIAP! MANA PIZZANYA?” ujar Histi dengan semangat.

          “Tapi kalo nanya dari siapa jangan dikasih tau!”

          “SIAP!”

Haha. Lucu sekali mereka.

Sambil menunggu mereka, aku membuang box pizza yang sudah kosong di tong sampah luar kelas. Tiba-tiba, aku melihat teman-teman KX sedang nongkrong tepat di samping kelasku. Aku langsung buru-buru masuk dan duduk di kursiku. Mampus! Dari tadi aku teriak-teriak namamu. Mati lah.

          Histi dan Fia balik dari kelas 94 dan 95. Fia masih membawa 2 pizza. Siapa yang tidak diberikan?

          “Mi, tadi udah gue kasih Araz. Katanya makasih dan selamat ulang tahun. Dia nanya siapa yang ulang tahun, tapi gak gue kasih tau.” laporan Histi.

AAA! Diucapin selamat ulang tahun! Makasih, Araz. Meskipun kamu gak tau siapa yang sedang berulang tahun, tetapi sehabis ini kamu pasti tau karena anjing penjagamu mendengar seluruhnya.

          “Tapi Aca gak masuk.” laporan Fia.

Kala itu, aku sedih. Sangat sedih. Di hari spesialku ia tidak masuk. Takkan ada kesempatan ia memberiku ucapan selamat ulang tahun seperti apa yang kamu ucapkan padaku. Namun, itu pemikiranku yang dulu. Pemikiranku yang sekarang... HAHA MAMPUS! PAS BANGET GAK MASUK. LU JADI GAK NGERASAIN PIZZA YANG GUA KASIH! YES! GAK IKHLAS GUA, GAK IKHLAS, HAHAHA!

          Soal Harid, ketika awal kelas 9, aku pernah menyukainya. Ya sama seperti yang lainnya karena dia ganteng. Mandang fisik? Ya iya, orang cuma suka doang. Sebulan juga hilang rasanya. Histi menyukainya dari awal kelas 8, aku suka meledeknya karena dia juga suka meledekku. Pernah sekali aku chat dengan dia, sama sepertimu, balasnya sangat singkat dan durasi membalasnya 2 hari, haha. Langsung mundur kala itu juga, walaupun hanya untuk pemandangan dalam kelas. Semua berjalan normal sampai ujian praktik kelas 9. Harid dan aku satu kelompok drama bahasa Indonesia. Namanya juga drama, perlu banyak waktu latihan dan membuat kami jadi sering bertemu. Aku berperan sebagai Anna, kakaknya Elsa. Ini bukan drama Frozen, jadi namanya terbalik, haha. Yang berperan sebagai Elsa adalah Kariza. Harid sebagai penjaga kerajaan. Ada satu adegan di mana aku harus menangis, tetapi aku tak pernah bisa menangis. Ketika latihan saat pulang sekolah di adegan menangis itu, aku membuang sampah dulu di luar kelas. Tiba-tiba aku melihatmu dengan Devi sedang berpacaran di samping kelasku. Balik-balik buang sampah aku bisa adegan nangis dengan natural, HAHA! Nah, sebenarnya aku merasa ada yang sedikit berbeda darinya, tetapi aku tak ingin kegeeran. Ya iyalah, gak mungkin, dia seganteng itu.

          Uprak bahasa Indonesia dapat kami lewati dengan lancar dan mendapat predikat penata musik terbaik. Ketika foto bersama satu kelompok, ada satu foto di mana Harid sedang melihatku yang tersenyum ke arah kamera. Ya sudah, namanya juga belum siap. Aku tak mempermasalahkan itu. Lalu, ketika uprak olahraga juga dia sangat memperhatikanku bahkan soal matras yang bergeser sedikit aja ia benarkan dan bilang takut aku sakit kalau terkena lantai. Uprak IPA juga. Tadinya yang di sampingku adalah Aron, tetapi ia pindah karena mengambil jas lab. Semua anak cowok berbaris di belakang. Aron tak kembali, namun karena yang memfoto sudah berhitung, jadi aku hanya fokus pada kamera dan tidak melihat sekitar. Ketika fotonya sudah dikirim, ternyata di sampingku adalah Harid. Makin lama, ia makin dekat denganku. Aku masih menutup kemungkinan apapun padanya karena mungkin memang dia seperti itu. Setelah mendapat fotonya, aku memasang foto kelasan itu menjadi display picture BBM.

          Ketika Hari Minggu, keluarga papaku berkumpul untuk arisan keluarga di rumah nenek. Tiba-tiba omku yang indigo menghampiriku dan bertanya padaku tentang foto di dp bbm.

          “Itu yang di samping kamu siapa?”

Aku melihat foto di sampingku.

          “Oh, ini namanya Naila.”

          “Bukan, yang cowok.”

          “Harid?”

          “Iya. Dia suka sama kamu.”

          “EH?! Enggaklah, Om. Dia cakep banget gitu.”

          “Ih, gak percaya.”

          “Emang enggak.”

          “Ya udah. Liatin aja.”

          “Gak mungkin lah. Dia cakep gitu. Orang cakep pasti mandang fisik.”

          “Kamu udah terpengaruh sama si Aca sama Araz. Gak semuanya mandang fisik.”

          “Ya... tetep aja.”

          “Ya udah, terserah.”

Masih mempertahankan argumenku bahwa orang cakep mandang fisik. Titik.

          Lama-kelamaan, sebenarnya aku luluh juga dengan perkataan omku. Aku tau betapa cueknya Harid dulu, tetapi sekarang dia sangat berubah dan membuat curiga. Ia mengirim pesan padaku terlebih dulu dan membalasnya di menit yang sama juga. Sering mengingatkanku untuk membawa peralatan untuk ujian praktik, ya mungkin karena kami sekelompok. Jangan geer. Meminjam ponsel teman cowoknya saja jarang, ini dia meminjam ponselku lalu membuka galeri. Itu pun aku tau karena ada video konyolku, Tata, dan Kania di sana yang terdengar suaranya.

          “Harid! Jangan buka foto dong.”

          “Haha biarin, kocak abisan.”

Karena aku gabut¸akupun meminjam ponselnya untuk bermain game. Kami bertukar ponsel.

Ia tersenyum-senyum lagi dan membuatku curiga. Jangan-jangan video konyol lagi. Lalu ketika aku melihat ponselku, ternyata dia sedang. membuka foto-fotoku yang ada di galeri.

          “Harid, jangan buka itu dong.” Aku mengambil ponselku, namun ia menariknya lagi.

          “Iya, iya. Gak buka lagi. Udah sana main lagi.” Ia keluar dari galeri fotoku dan aku lanjut bermain ponselnya.

Sudah beberapa menit, ia tak juga mengembalikan ponselku, lalu akupun melihat lagi. Ternyata ia sedang melihat galeriku yang berisi foto-fotomu juga curhatan-curhatan tentangmu.

          “Kenapa sih! Dibilang jangan buka galeri! Ngeyel banget!” Kali ini aku benar-benar kesal dan mengambil paksa ponselku yang sedang dipegangnya.

Ia tak melawan tarikanku.

          “Sayang banget lu ya ama dia?”

          “Au dah.” jawabku dengan nada yang bete.

Setelah itu, kami seperti lost contact. Tidak pernah sedekat dulu sampai kelulusan.

          Masih berbicara tentang uprak. Uprak agama adalah yang paling aku takutkan karena aku malas menghafal. Temanku, Eca, lolos hafalan padahal yang ia hafal hanya sedikit. Aku mengikuti cara Eca, namun aku ketahuan dan disuruh menghafal dari awal, haha, sial. Ketika istirahat kedua, akupun menghafal di dalam masjid bersama temanku, Cema. Tinggal seperempat lagi aku hafal semuanya dalam waktu setengah jam. Tiba-tiba, kamu lewat di depanku, semua hafalanku hilang begitu saja. 30 menitku serasa sia-sia.

          “Huaaaaa, Cema. Hafalannya ilang!”

          “Lah? Kok bisa?”

          “Tadi Araz lewat, terus tiba-tiba ilang semua.”

          “Ih, dodol. Masa gitu aja ilang sih!”

          “Enggak tau. Ya udah, gue hafalin lagi. Tapi jangan di sini, nanti dia lewat lagi terus ilang lagi afalannya.”

          “Serah lu, bocah.” HAHA.

Seharusnya itu menjadi sebuah misteri, kehilangan hafalan dari tatapan matamu yang bersinar.

          Aku baru tau, kenapa aku gak bisa liat kamu lama-lama. Ada sesuatu yang tidak nyaman ketika aku melihatmu terlalu lama. Itu karena aku menderita fotofobia. Fotofobia adalah kepekaan atau rasa takut pada cahaya yang berlebihan. Aku tidak bisa melihatmu lama-lama karena kamu adalah cahaya hidupku.

          Selain fotofobia, aku juga memiliki banyak fobia lainnya, di antaranya adalah thalassophobia, ombrophobia, dan cynophobia. Thalassophobia adalah fobia tentang kedalaman laut. Aku takut kedalaman karena aku sudah menyelam ke dasar hati yang terdalam dan terjebak di sini sampai saat ini tanpa bisa bergerak ke permukaan untuk mencari hati yang lain. Terlalu kuat arus masa lalu yang ada di dalam sini membuat diriku sulit melangkah. Lalu, ombrophobia adalah fobia dengan hujan. Ketakutan berlebih ketika sedang hujan. Itu terjadi karena aku tau sakitnya jatuh berulang-ulang di tempat yang sama dengan masalah yang sama dan disebabkan oleh orang yang sama pula. Terakhir, cynophobia. Cynophobia adalah fobia terhadap anjing. Sepertinya tentang fobia ini aku tidak usah menjelaskan lebih detail karena kamu juga tau mengapa aku selalu menghindar darimu dan teman-temanmu dulu.

          Ini semua asli. Aku mempunyai semua fobia itu, namun aku memiliki alasan tersendiri. Yang pastinya bukan alasan seperti itu. Itu hanyalah kata-kata kiasan yang aku rangkai menjadi kalimat yang indah. Aku suka merangkai kata, namun aku tak bisa merangkai hubungan kita yang takkan pernah ada.

          Berbicara soal kemungkinan-kemungkinan yang menjadi latar belakangmu berubah seperti ini, Lita sebagai teman sekelasmu juga sering memberitahuku tentang kehadiranmu yang 3 bulan terakhir jarang masuk sekolah. Tentang kamu yang suka lupa membawa buku karena sedang menginap di rumah ibumu. Tentang kamu yang rindu dengan keduanya. Tentang banyak hal yang menyangkut itu. Lalu aku, sebagai orang asing yang ingin mengetahui apa yang menyebabkan kamu berubah pun benar-benar ikut merasakan hal yang sama. Ketika pembicaraannya soal keluarga, aku ikut menangis. Entah, aku dapat merasakan bagaimana sakitnya itu. Apalagi ketika sedang ESQ, dikumpulkan di aula dan dibuat nangis karena ceramah tentang orang tua sambil berteriak ‘BAYANGKAAANN’. Aku lulusan MI, sudah sangat hafal ceramah seperti itu, bahkan backsound-nya pun aku hafal. Jadi aku tidak menangis karena dulu sudah terlalu sering. Namun, aku menangis ketika melihatmu menangis sampai matamu memerah dan sembab. Semoga ini memang jalan yang terbaik. Kamu harus kuat, kamu tidak boleh menyerah begitu saja. Jangan berpikir semua orang tidak peduli denganmu. Aku yakin mereka pasti sangat memperdulikanmu, begitu pula teman-temanmu, Devi, dan aku juga. Semangat! Karena kamu sudah menyemangatiku meskipun kamu juga yang membuatku seperti ini. Tanpa kamu tau, ada orang yang menjadikanmu sebagai motivasi baginya. Maka dari itu, kamu harus lebih dari orang itu. Orang itu adalah aku J.

          Selain Lita dan Rudi, sebenarnya sangat banyak mata-mataku yang lain. Tak terkecuali anak basis itu sendiri. Karena aku pikir, semuanya sudah terlanjur tau. Ya sudah, sekalian aku meminta tolong. Kamu itu ibarat rumah besar yang memiliki banyak CCTV. Apapun yang kamu lakukan pasti terekam oleh CCTV. Selain CCTV, rumah besar biasanya banyak anjing-anjing penjaganya. Kamu juga tau siapa yang menjadi anjing-anjing penjaganya, kan?

          Ada beberapa orang yang tidak percaya tentang perasaanku ini. Mereka menganggapku seseorang yang sangat bodoh, dibutakan oleh cinta, juga memandang fisik karena kebetulan kamu itu emang ganteng banget. Cema termasuk orang yang tidak percaya denganku, sama dengan Eca, Naila, dan Nene. Sampai mulutku berbusa pun mereka takkan percaya denganku. That’s why, I don’t care. Aku tidak peduli orang berpikiran apa tentangku. Yang jelas, ini hidupku. Sudah tau kelas 9 adalah masa-masa terpahitku, aku butuh teman yang selalu dapat melindungiku. Namun, mereka yang sekelas denganku malah tambah menjatuhkanku. Ketika di kelas, aku tak bisa cerita dengan siapa-siapa. Akhirnya, aku membuat satu bab di buku binder paling belakang tentang curhatanku selama kelas 9. Aku masih menyimpannya hingga sekarang sebagai kenang-kenangan bahwa aku dapat melewati masa suram itu. Tak ada yang boleh melihat dan membukanya selain aku.

Awalnya saja, aku sudah menulis kalimat seperti ini, “I will save this book till I’m adult. One day, I’ll open this book and smile. I was so stupid to wait, hope, and cry over them.”

Karena itu awal kelas 9, jadi aku masih sangat pro terhadap Aca dan sangat kontra terhadapmu. Belum tau saja akhirannya seperti apa, haha. Di situ ada biodatamu, foto-fotomu dari kelas 7, biodata Aca, foto-foto Aca, deskripsi tentangmu, Aca, Harid, Ryu, Refa, dan lain-lain, ada curhatan pastinya, quotes-quotes, lirik lagu, janji-janji, dan masih banyak lagi.

          Halaman yang paling aku suka di sana adalah halaman answer the questions. Halaman tentang menjawab pertanyaan-pertanyaan orang-orang terhadap perasaanku terhadapmu (anggap saja hanya kamu saat itu). Aku suka karena aku berpikir itu aku masih SMP, namun kata-kataku sudah sebijak itu. Kalimatnya seperti ini,

Kenapa bisa suka sama Araz?

Karena suka gak perlu alesan. Dateng dari sananya tanpa kita sadari.

Sejak kapan suka sama Araz?

17 Juli 2012.

Direncanain ya? (Pertanyaan aslinya : ‘Kok sama, direncanain ya?’ Soalnya jawaban yang sebelumnya itu suka sama Araz 17 Juli 2012, Aca 17 Juli 2013)

Araz, enggak.

Kenapa gak move on aja? Kan banyak yang lebih baik.

Kalo bisa, gue udah move on sejak awal. Sayangnya gak bisa.

Coba lagi lah, masa nyerah!

Gak bisa diitung udah berapa kali nyoba buat move on, tapi selalu gagal. Mungkin kalo dibayarin, gue udah bisa beli Lamborghini. (Alay, ya)

Pernah nangis gara-gara dia?

Jangan tanya, sering banget. Kalo lagi sendiri selalu inget dia. Suka banget nyakitin. Mungkin tuh air mata udah bisa dijadiin kolam renang kalo dikumpulin. (Astaga, maafkan aku yang dulu)

Dia kan ‘bad boy’ gak baik buat lo.

Yang di atas gak akan ngasih buruk baut gue. Gua tau kok dia gimana, tapi gue gak mandang sisi buruknya. Namanya juga sayang. (Sounds like stupid people)

Lo suka sama dia mandang fisik ya?

Ini pertanyaan yang paling sakit. Emang sih, gue sering banget muji-muji dia ganteng, manis, kece. Tapi kalo gue suka mandang fisik, pasti gak akan berlangsung selama ini. Gue suka sama dia dari awal, masih bocil, culun, gak cakep kayak sekarang. Lagipula banyak juga yang lebih ganteng dari dia.

Terus mandang apa? Hati? Emang pernah deket?

Iya, gue emang gak pernah deket sama dia. Jadi, gue gak tau sifat dia gimana. Dia suka bikin gue nangis, apa itu baik?

 Jadi mandang apa?

Gak tau. Orang udah dikasih dari sananya kayak gini. Gak perlu mandang apa-apa. Gue aja gak tau kenapa begini.

 Perjuangan apasih yang pernah lo lakuin?

Banyak banget. Yang mungkin gue gak sadar. Cari info tentang dia, dicakin temen-temennya, nangis buat dia, ngorbanin banyak waktu buat nunggu yang gak pasti, yang gue gak sadar bahwa itu adalah perjuangan. (Simple answer, read this book till finish. You’ll know what’s struggle.”

 Kenapa susah banget move on? Kan gak pernah ada hubungan.

Ya justru itu. Gue penasaran kalo punya hubungan tuh gimana. Itu sih yang bikin jadi susah move on. Padahal gak ada harapan sama sekali kita bisa ada hubungan J. (Relationship is not a point, man.)

 Kalo dia deket sama orang terdekat kita, gimana?

Relain lah. Udah biasa ngerelain, kok. Lagipula kita mau marah gimana? Mau ngelarang-larang emang gue siapa? Bahkan temen aja bukan. Apa pantesnya ngatur hidup orang, apalagi hatinya.

Berharap dia sayang lo balik gak?

Namanya sayang ya pasti berharap. Cuma ya gak berharap lebih. Kalo dia sayang balik, lebih baik nunggu kereta di bandara daripada nungguin dia sayang sama gue. Impossible banget. (Hey, sekarang udah ada kereta di bandara, WKWK. Analogi yang salah.)

 Bego banget ngasih hati ke dia.

Emang gue bego, terus kenapa? Masalah? Kan gue yang jalanin, gue yang sakit, gue yang nangis. Soal ngasih hati kan bukan kemauan gue. Yang atas yang ngasih gue. Kalo gue salah sayang sama dia, ya jangan salahin gue. Salahin yang ngasih, berani gak? Enggak kan? Ya udah.

Pengen dia berubah gak sih?

Ya pasti pengenlah. Gue selalu doa supaya dia bisa berubah jadi anak yang baik-baik kayak dulu lagi. Gue pengen nyuruh dia berubah, tapi gue sadar diri gue siapa. Devi aja yang pacarnya belom tentu bisa buat dia berubah, apalagi gue yang cuma kesetan di rumah Devi.

 Sok ikut campur urusan pribadi dia!

Gue ikut campur karena peduli, bukan kayak ‘teman’ di luar sana yang cuma nyari informasi atau sekedar penasaran sama masalah kita. Gue peduli banget sama dia. Gue gak tega liat dia kayak gitu terus. Kalo bisa, gue bakal berusaha semaksimal mungkin. Tapi kali ini gue cuma bisa bantu doa sama Allah semoga semua masalahnya selesai.

 Kok lo bisa sayang banget sih sama dia?

Gue gak tau. Apalagi lo. Gue berusaha nyari tau itu apa tapi hasilnya nihil. Cinta itu datang tanpa alasan, cuy. Bisa dikasih bisa enggak.

Kalo Araz nembak lo, lo milih apa?

Gue lebih milih bangun dari tidur karena gue tau itu cuma sebagian dari mimpi indah gue.

Sekian pertanyaan-pertanyaan yang benar-benar aku dapatkan dari sekelilingku, bukan karangan bebas. FYI, selalu typo di setiap nomor. Seharusnya memang “mereka” bukan hanya “dia”, tetapi aku maunya hanya “dia”.

Lalu juga ada curahan hati yang dirangkai menjadi suatu karya tulis yang cukup menohok bagi diriku sendiri.

 

Quotes 1

Apakah harus aku menangisimu dalam setiap malamku?

Aku sangat lelah untuk menangisimu

Iya kalau berhak, teman saja bukan

Iya kalau ada hasilnya, semuanya kan sia-sia

Iya kalau tersurat, ini tersirat

Iya kalau berlangsung sesaat, ini sangat lama

Iya kalau jarang, tetapi ini hampir setiap hari

Kalau mata bisa berbicara, ia akan berkata “Terlalu bodoh untuk menangisi hal seperti ini. Apa tidak ada hal lain lagi yang lebih berhak untuk ditangisi?”

Kalau otak bisa berbicara, ia akan berkata “Apakah ada yang lebih pantas dipikirkan? Aku bosan, selalu ada dia di sini.”

Kalau mulut bisa berbicara, ia akan berkata “Apa kamu tidak lelah? Aku saja sangat lelah untuk memaksakan senyum palsu setiap hari.”

Kalau jari bisa berbicara, ia akan berkata “Tujuanku diciptakan bukan hanya untuk menyentuh keyboard handphone yang kamu gunakan untuk mengetik namanya.”

Kalau hati bisa berbicara, ia akan berkata “Kamu sangat bodoh. Terlalu sering disakiti, terlalu sayang yang membuatmu menjadi selalu salah. Seperti tidak ada yang lebih pantas lagi untuk dipertahankan. Kamu terlalu berlebihan untuk hal percintaan seperti ini.”

Kalau jiwa bisa berbicara, ia akan berkata “Kalau kamu masih menyimpan rasa kepadanya, itu sama saja intinya dengan bunuh diri secara perlahan.”

Love is killing me slowly.

 

Quotes 2

Aku tau, aku bukan siapa-siapa untukmu, tetapi izinkan aku untuk menjadi orang yang berharga di hidupmu. Aku tau, aku bukan yang terbaik di matamu, tetapi izinkan aku untuk menjadi yang terbaik di masa lalumu. Aku tau, aku tidak berarti untukmu, tetapi izinkan aku untuk menjadi orang yang mempunyai nilai di matamu. Aku tau, aku tidak ada di hatimu, tetapi izinkan aku untuk ada di lantunan doamu. Aku tau, aku bukan orang yang kamu sukai, tetapi izinkan aku untuk menjadi seseorang yang takkan terlupakan. Aku tau, aku tidak bisa membuatmu tersenyum, tetapi izinkan aku untuk menjadi alasan kamu untuk bahagia

Ya, aku tau aku memang takkan pernah bisa untuk memilikimu seutuhnya. Aku takkan pernah bisa menjadi apa yang kamu inginkan. Aku tidak akan pernah menjadi seseorang di hidupmu. Aku sadar semua ini hanya membuatku jatuh, tetapi aku berusaha untuk bangkit. Aku seperti menunggu sesuatu yang mustahil, mencari yang hanya ada dalam mimpi indah. Setidaknya aku pernah berjuang meskipun tak pernah ternilai di matamu. Aku tetap terus menunggu dan mencari kepastian ini hingga ujung jalan. Tak pernah menyerah untuk memperjuangkan sesuatu yang bahkan tidak dihargai sama sekali. Menangisi sesuatu yang tidak pantas ditangisi. Memikirkan sesuatu yang tak pantas dipikirkan. Menyerah adalah kekalahan mutlak. Menyerah adalah tahap dari penyesalan. Kecewa itu pasti. Sakit itu pasti. Kesabaran adalah hal yang terpenting. Bila memang ini jalannya, akan terus aku ikuti sampai ujung.

Bila aku memang tidak bisa memilikimu, izinkan aku untuk menyayangimu.

 

Dari 2 quotes di atas, dapat disimpulkan bahwa diriku di masa lalu itu... setia, berusaha keras, pantang menyerah. Bodoh. Namun, tak apa. Namanya juga masa bocah penuh kesalahan. Takkan ada kebenaran jika belum merasakan kesalahan.

Selain itu, aku juga suka menulis lirik-lirik lagu yang sangat pas untukku. Setiap mendengarkan lagu itu, jiwaku seperti tersambung ke masa-masa ini. Berikut potongan-potongan lagunya :

“Meski waktu datang dan berlalu sampai kau tiada bertahan, semua takkan mampu mengubahku. Hanyalah kau yang ada di relungku. Hanyalah dirimu mampu membuatku jatuh dan mencinta. Kau bukan hanya sekedar indah. Kau tak akan terganti.”

“Sesungguhnyaku tak pernah rela. Relakan kau pilih cinta yang kau mau.”

“Bila rasaku ini rasamu, sanggup kah engkau menahan sakitnya hati ini kasih. Semua telah terjadi.”

“Aku tau, dirimu kini telah ada yang memiliki. Tapi bagaimanakah dengan hatiku. Tak mungkin kusanggup untuk kehilangan dirimu.”

“Sesungguhnyaku tak rela. Jika kau tetap bersama dirinya.”

“Aku tau ku takkan bisa menjadi seperti yang engkau minta. Namun selama nafas berhembus aku kan mencoba menjadi seperti yang kau minta.”

“Cintaku lebih besar dari cintanya. Harusnya kau sadari itu. Sakitnya, sakitnya, oh sakitnya.”

“Oh, mungkin aku bermimpi memiliki dirimu untuk ada di sini menemaniku. Oh, mungkin kah kau yang jadi kekasih sejatiku. Semoga tak sekedar harapku.”

“Bila cintaku ini salah, hatiku tetap untukmu. Namun kenyataannya parah, dirimu tak pernah untukku.”

“Dirimu dihatiku tak lekang oleh waktu meski kau bukan miliku.”

“Bodohnya diriku selalu menunggumu yang tak pernah untuk bisa mencintai aku.”

“Salahkah bila diriku terlalu mencintaimu. Jangan tanyakan mengapa karena ku tak tau.”

“Bersamamu kulewati lebih dari seribu malam. Bersamamu yang kumau, namun kenyataannya tak sejalan.”

“How can I move on when I’m still in love with you?”

“Please, forgive me. I can’t you wanna do. Please, forgive me. I can’t stop loving you.”

“If happy is her, I’m happy for you.”

“You’re so beautiful, but that’s not why I love you. I’m not sure you know. That’s the reason I love you is you. Being you. Just you.”

Playlist yang selalu disetel setiap lagi galau. Masalahnya saat itu selalu galau. Huft, aku membenci diriku sendiri di masa lalu.

Di situ juga banyak tulisan kalau aku sangat menyesal telah menyayangimu. Aku meminta pada Allah agar aku tak pernah menyayangi orang lagi jika rasanya sesakit ini. Mungkin cukup segitu penjelasan isian dari binder di halaman-halaman paling terkahir. Sisanya hanyalah curhatan dengan kata-kata yang kurang pantas didengar, haha. Araz, kamu harus tanggung jawab. Setelah menyukaimu, aku jadi sering berbicara kasar.

          Memasuki akhir kelas 9 semester 2, aku sudah mulai menerima apapun yang akan terjadi maka terjadilah. Sudah cukup 1 setengah semester itu benar-benar menyiksa batin dan psikisku. Sekarang saatnya aku merelakan itu. Tak usah menanggapi hal-hal yang berbau kebencian. Namun, ternyata, ketika aku mulai menerima semua cemoohan dan tingkah-tingkah jail lainnya, mereka malah mulai berkurang memberlakukanku seperti kemarin. Pastinya aku bahagia. Lalu aku berniat untuk move on di saat-saat terakhir seperti ini. 3 bulan terakhir bertemu di dalam satu atap sekolah. Aku mendapat kabar kalau kamu akan SMA di luar negeri. Sangat jauh di seberang sana, Amerika. Aku tak percaya. Mana mungkin secepat itu kamu pindah, sedangkan pasti butuh banyak perizinan untuk itu. Nah, Aca berencana masuk ke SMA yang lumayan terkenal dan sangat bergengsi. Di situ, aku sangat khawatir tentang kalian, ehm, kamu. Jika memang benar, Amerika itu sangat jauh loh. Bagaimana kita bisa bertemu lagi nanti? Pasti hanya akal-akalan teman-temanmu supaya aku panik ya?

          Aku bercerita pada teman-temanku soal niatmu yang ingin ke Amerika itu. Meskipun mereka juga kurang percaya, tetapi mereka selalu meledekku ketika ada sesuatu yang berhubungan dengan Amerika. Apalagi Eca. Ia sering sekali menyanyikan lagu Pergilah Kasih – Chrisye yang ia modif sendiri.

Pergilah Araz

Pergilah ke Amerika

Selagi ada masih ada waktu

Jangan hiraukau Emira

Emi rela berpisah demi untuk dirimu

Semoga tercapai segala keinginamu

          Haha, Eca, bodoh sekali. Mana mungkin kamu menghiraukanku. Meskipun nyanyiannya sangat absurd dan suaranya fals, tetapi aku teringat selalu nyanyiannya. Pergilah ke Amerika. Aku rela tidak melihatmu sama sekali. Yang penting keinginanmu tercapai di sana.

          Bulan-bulan terakhir kelas 9, angkatan mengadakan prom night. Sampai sekarang, prom night masih menjadi misteri untukku. Prom night masuk ke dalam 3 pertanyaan terbesar tentangmu setelah Arandy. Aku lupa tanggal berapa, tetapi 3 hari sebelum prom night itu, aku baru pulang dari Bali. Kebayangkan betapa kucelnya diriku nanti. Kulit kusam habis bermain di pantai 5 hari, menghitam karena terkena sinar matahari langsung, lalu aku juga pasti masih ingin ngulet-ngulet di kasur. Pastinya aku takkan ada persiapan jika ikut prom. Aku tidak bisa make up, tidak biasa memakai dress dan sepatu hak. Ah, aku tak ingin mempermalukan diri sendiri di sana. Ditambah lagi teman-temanku seperti Tata, Kania, Natia, Hana, Salina, dan Pipin tidak ada yang ikut. Alamat aku takkan ikut apapun yang terjadi.

          Tawaran pertama, aku masih bilang insyaAllah pada Sasyi yang merupakan koordinator kelas IX-9. Namun, tawaran kedua aku bilang tidak ada teman. Tiba-tiba, Nene, Naila, dan Eca marah-marah padaku.

          “Lo pikir kita bukan temen lo?!”

Hmm... bukan. Kalian tak pernah mendukung apa yang aku lakukan. Kalian selalu berpikiran negatif tentangku dan selalu mengkritikku tanpa memberi solusi. Hanya mengejek.

HEHE, tetapi sekarang temanku kok! Terlepas dari masalah Araz, kalian adalah temanku!

          Penolakkan terhadap ketidakikutsertaan diriku tidak hanya dari mereka. Beberapa teman-temanku yang namanya sudah tercatat ikut prom tiba-tiba mendatangiku dan memintaku untuk menggantikan mereka. Dimulai dari Ayu yang tiba-tiba tanggal segitu pulang kampung dan memaksaku menggantikannya. Yang kedua dalah Nila yang tiba-tiba ada acara keluarga di tanggal yang sama. Lalu terakhir, Cema. Ketika Cema yang menyuruhku menggantikannya, akupun luluh. Sudah ingin mengatakan iya, tetapi tidak enak dengan Nila dan Ayu yang sudah membujuk terlebih dahulu.

          “Ya elah, gak ngapa. Udah ikut aja. Nila sama Ayu ikut kok.”

Lho? Kalau mereka ikut kenapa mereka memaksaku untuk menggantikan mereka? Cema juga.

          Mereka semua benar-benar mencurigakan. 3 hari ini, Nene, Naila, dan Eca marahan denganku hanya karena aku tidak ikut prom. Padahal, Amora yang duduk di sebelah Nene saja tidak ikut, tetapi semuanya baik-baik saja. Di situ aku curiga dengan mereka semua. Mungkin mereka ingin mengerjaiku ketika di sana nanti. Aku tetap tidak ikut. Natia, Kania, Tata, Salina, Pipin, dan Hana juga menyarankanku tidak ikut karena mereka takut ada kenapa-kenapa. Tak ada pemaksaan untuk anak lain, tetapi untukku, ini benar-benar sebuah paksaan, bukan tawaran. Kalau tidak ada apa-apa, buat apa Nene, Naila, dan Eca semarah itu padaku, sedangkan dengan anak lain yang tidak ikut biasa saja?

          Kemudian, anak-anak basis cewek berkeliling kelas-kelas untuk mendata siapa saja yang ikut. Mereka menanyakan secara satu persatu. Yang menanyakan barisanku adalah Syiva. Ia bertanya pada Amora dan anak-anak di belakangku yang juga tak ikut.

          “Lo ikut prom gak?”

          “Enggak, maaf ya.”

          “Kenapa?”

          “Gak boleh.”

          “Oh, ya udah. Gak papa.”

Lalu ia berjalan ke mejaku. Eca sudah bilang kalau ia ikut. Sekarang giliranku yang ditanya.

          “Emira kan? Lo ikut gak?”

          “Ehm, enggak kayaknya.”

Ketika aku jawab enggak, tiba-tiba ada dua atau tiga orang anak basis menghampiriku.

          “Loh? Kenapa?” tanya anak yang lain.

Kalau aku bilang gak boleh, itu akan bertolak belakang dengan alasan yang aku berikan pada Eca, Nene, Naila, Ayu, Cema, dan Nila. Hmm... cari alasan lain lagi, Mi.

          “Gak ada yang anter.”

          “Eh, banyak kok! Banyak cowoknya. Lo tinggal milih mau sama siapa.” jawab Syiva.

          “Ada Tyo, Rama, Akbar, Jamiel, ARAZ, ACA.” Rizna menekankan dua kata terakhir.

          “Nanti gue bilang dulu ya, kalo boleh.”

          “Harus ikut ya. Jangan enggak. Usahain.” ujar Syiva sedikit memaksa.

          “Iya, insyaAllah.”

          “Lo mau Araz yang ngajakin?” ujar Rizna tanpa basa-basi dengan rasa tak bersalah.

Dipikir asik kali ya ngomong kayak gitu? Gak berguna sama sekali. Aku semakin gak mau ikut.

Lalu mereka tertawa kecil dan keluar dari kelas.

          Tak lama kemudian, 15 menit sebelum istirahat kedua, aku mendapatkan notifikasi Line. Saat aku melihat namanya, ternyata itu adalah namamu. OMG, for the first time! Jangan-jangan Rizna benar-benar bilang ke kamu! Astaga! Mana aku bisa nolak kalau kamu yang mengajak. Ah gila! Astaga! Aku memberitahu Eca, Nene, dan Amora. Tiba-tiba Naila ikut dan membaca pesannya.

          “Kok dibuka sih!” tegurku sangat kesal.

          “Ya sampe kapan lo gak baca? Itu udah 30 menit yang lalu. Udah baca kan? Ya jawab lah.” jawaban Naila sinis.

Why are you so cruel?!

Akhirnya aku terpaksa membalas pesanmu.

“Mi.”

“Ya?”

Kamu belum menjawabnya lagi.

Ketika istirahat kedua. aku langsung berlari dengan bahagianya ke kelas 97, tempat aku, Kania, Tata, Hana, Salina, dan Pipin berkumpul. Sebelum ke bawah, aku bercerita tentangmu yang tiba-tiba mengirim pesan padaku setelah Rizna bilang itu.

“Wah, dia mau ngajakin prom tuh, Mi.”

“Iya, Mi. Iyain aja udah.”

“Ikut aja, Mi.”

Tiba-tiba, kamu menjawabnya.

“Itu Rizna.”

Seketika aku lemas. Mataku langsung berkaca-kaca.

          “Fix, gue gak bakalan mau ikut.” ujarku dengan nada lemas dan pasrah.

          “Ih, kenapa?!”

Aku menunjukkan jawabanmu. Mereka semua bersimpati padaku dan menepuk-nepuk pundakku. Lalu tiba-tiba kamu lewat, aku langsung berbalik badan ke arah lapangan dan mengumpatkan wajahku yang mulai berkaca-kaca. Rizna jahat. Jahat banget. Entah kata apa lagi yang harus aku lontarkan padanya. Bagaimana rasanya ketika orang yang kamu suka tak pernah sekali pun mengirim pesan padamu dalam waktu yang sangat lama. Namun, tiba-tiba ia mengirim pesan padamu. Betapa bahagianya hatimu kala itu, tetapi ternyata itu hanya ulah iseng temannya yang membajak ponselnya. Serius, rasanya aku ingin menangis saat ini juga.

          Abaikan soal itu, aku harus tetap turun ke lantai satu untuk sholat zuhur. Sebelumnya, kami berenam ke kantin untuk membeli cemilan sembari menunggu azan. Tiba-tiba, aku melihatmu tepat di serong depanku sedang duduk manis.

          “Yah dibajak.” ujar Pipin tiba-tiba sampai kamu sadar.

          “Yaduh, udah seneng banget padahal.” sahut Salina sambil tersenyum padaku.

          “Gak tau apa ya, sakit banget.” sahut Tata juga.

          “Demi Allah, gak lucu banget!” Aku langsung pergi meninggalkan mereka keluar dari kantin.

Aku bingung mau kemana. Untung aku bertemu dengan Natia dan teman-temannya yang hendak mengambil wudhu. Selesai ambil wudhu, aku cerita pada Natia sambil menangis. Iya, aku benar-benar menangis di dalam masjid, tetapi sebisa mungkin tak ada yang tau. Bahkan seseorang di sampingku juga tidak tau kalau aku sedang menangis.

          Selesai sholat, aku dan Natia hanya berdua, jauh dari base camp teman-temanku seperti biasa sampai tangga dibuka. Ketika tangga dibuka, aku langsung naik ke kelas seorang diri. Sebelum bel masuk, tiba-tiba mereka berlima menghampiri ke kelasku.

          “Mi, dicariin tuh sama mereka.” ujar Nene.

          “Biarin aja.”

          “Lagi slek ya?”

          “Ya gitu lah.”

          “Gimana lo mau punya temen kalo kayak gitu!” sahut Naila ketus dari meja belakangku.

          “Loh? Sok tau banget lo!” balasku ketus juga sambil menoleh padanya.

          “Lah, iyalah mereka udah nyamperin gitu.”

          “Emang lo tau masalahnya? Gak usah sotoy!” Aku berbalik badan dan mengabaikan Naila yang mungkin memang tidak pernah menyukaiku.

Pulang sekolah, mereka sudah menungguku di luar kelas untuk meminta maaf. Mau bagaimana lagi, aku tak mungkin tidak memaafkan mereka yang selalu ada hanya karena satu kesalahan.

          “Gue kan udah bilang, bercanda apapun bebas sama gue, tapi jangan soal Araz. Menurut gue itu sensitif karena Araznya sendiri aja sesentimen itu ke gue. Gue gak mau nyari masalah lagi sama dia gara-gara dia risih.”

          “Iya, Mi. Maaf ya.”

Dari dulu aku tidak bisa bercanda jika soal kamu. Aku memang baper banget kalau soal kamu. Maka dari itu, aku selalu bertengkar dengan siapapun yang berbicara tentangmu, namun tak pada tempatnya. Aku sudah setengah mati menjaga hubungan kita agar tak retak lagi, namun bercandaan seperti itu dengan mudahnya akan menggoyahkan hubungan kita lagi. Aku tau kamu pun sangat sensitif kepadaku, apapun yang aku lakukan pasti salah di matamu. Berlaku benar saja salah, apalagi kalau berlaku salah. Takkan ada sejarah aku tak pernah bertengkar dengan temanku sendiri soal kamu. Itu sudah sebagai persyaratan nonformal persahabatanku. Dari SD ketika ponselku dibajak, bahkan ketika SMA pun masih seperti ini.

          3 hari kemudian, aku dan keluargaku sedang makan malam di suatu restoran. Ketika sore harinya, Sasyi sudah memperingatkanku tentang prom. Dia gak mau tau, pokoknya aku harus ikut karena katanya kelasku kekurangan orang yang ikut prom. Padahal, masih banyak anak-anak lain, mengapa terus aku yang dicecer.

“Gue udah bilang mama lo, Mi. Tadi gue nelpon dia. Dia bilang boleh. Mau alesan apa lagi?”

Shit! My mom didn’t tell me anything!

“Emang dia bilang apa?”

“Dia bilang boleh. Tunggu papa lo. Tapi gue yakin pasti boleh. Kenapa sih, Mi?”

“Gak papa.”

Sebenarnya aku juga tidak tau mengapa aku sangat menolak untuk ikut. Namun, kata hatiku berkata tidak.

          “Ma, tadi temen aku telpon mama?”

          “Iya, dia tiga kali telpon.”

Astaga, seniat itukah dia?

          “Terus? Mama bilang apa?”

          “Dia ngajakin prom night. Kata dia nanti transportasinya dijamin. Berangkatnya dijemput, pulangnya dianter. Dia mau kamu ikut.”

          “Tapi aku gak mau ikut. Abis pulang dari Bali kan capek.”

          “Papa bolehin gak?”

          “Boleh aja, terserah kamu.”

          “Aku gak mau.”

Tiba-tiba ponsel mama berdering lagi. Aku hanya mendengarkan perbincangan mereka sampai selesai. Aku rasa itu bukan Sasyi.

          “Siapa, Ma?”

          “Mamanya Sasyi. Dia nanya kamu jadi ikut prom gak, terus mama bilang mau tanya papanya dulu.”

SAMPAI MAMANYA?! Ada apa ini?

          “Ma, kalo dia telepon atau chat lagi, bilang aku dulu ya kalo mau jawab.”

          “Iya.”

Sepulangnya kami sekeluarga dari restoran itu, di perjalanan Mama Sasyi mengirim pesan pada mamaku lagi. Aku membantu mama menjawabnya.

“Gimana, Bu? Boleh gak Emira ikut prom?”

“Gak boleh sama papanya. Pulangnya malem.”

“Gak harus malem kok. Jam 9 juga boleh pulang.”

“Kan ada yang anterin juga sampe rumah.”

“Kasian, Emira pengen banget tuh.”

“IDIH SOK TAU!” sahutku refleks.

“Emang kamu kenapa gak mau?” tanya mama.

Gak tau sih, Ma. Firasatku gak enak.

          “Enggak mau aja. Temen-temen aku gak ada yang ikut. Nanti aku sendirian.”

          “Ya udah, nanti mama bilang.”

          “Jangan bilang gitu! Pokoknya bilang aja gak boleh sama papa.”

          “Iyaudah.”

Maaf, Sasyi, juga teman-teman yang lain. Semakin seperti ini aku semakin curiga jika akan terjadi apa-apa. Aku takut.

          Esok harinya, aku dihampiri oleh Sasyi, Fia, Histi, Eca, Naila, dan Nene di mejaku. Gawat, pasti aku diomelin lagi nih.

          “Mi, ikut kenapa sih? Susah banget disuruh ikut.” ujar Nene sedikit kesal.

          “Dibilang gak boleh sama papa gue.”

          “Perlu gue telpon papa lo juga, nih? Mama lo ngebolehin kok. Kan bisa lah ya dibujuk-bujuk sedikit. Masa iya gak bisa. Gue yang ngomong langsung sama papa lo deh.” sahut Sasyi.

          “Tau. Kenapa sih? Temen lo gak ikut? Terus kita apa?” tanya Eca kesal.

          “Kan banyak yang gak ikut. Kenapa cuma gue yang dipaksa!”

          “Karena lo yang paling memungkinkan daripada yang lain, Mi.” jawab Fia.

          “Kenapa? Emang kenapa kalo gue ikut?”

          “Gue berani janjiin lo bisa foto sama Araz.”

          “Udah? 250 ribu cuma buat foto? Emangnya gue ikut meet and greet?

          “Terakhir kali loh. Ya kali.” sindir Nene.

          “Gue bakal yakinin lo bakal nyesel banget gak ikut, Mi.” ujar Sasyi yang akhirnya pasrah.

          “Jangan harap dapet foto Araz sama Aca yang lagi ganteng-gantengnya ya!” tambah Fia.

Mereka pun kembali ke tempat duduk masing-masing. Entah, maaf. Aku memiliki firasat yang tidak baik. Lagipula, tak mungkin aku tidak mendapatkan foto mereka, toh nanti juga di-share di grup.

          Tadinya, 3 bulan terakhir di kelas 9 ini aku sangat ingin melupakan kamu agar ketika SMA aku bisa memulai kehidupanku kembali mulai dari 0. Tidak mengenal siapa kamu, cukup buku-buku dan curhatan-curhatanku saja yang menjadi saksi bisu kebodohanku yang selalu menunggu sesuatu yang bahkan di mimpi pun tidak bisa. Serius, Raz. Di dalam mimpi bahkan aku tidak bisa dekat denganmu. Kalau aku memimpikanmu, ya kamu hanya menumpang lewat atau setidaknya  terlihat batang hidungmu dari kejauhan, tidak beda jauh. Pernah aku memimpikanmu (dan Aca) berturut-turut secara selang-seling selama 2 bulan. Mimpinya tentang apa? Ya sama seperti di kehidupan nyata. Lewat-lewat di depanku tanpa adanya aksi reaksi seperti Hukum Newton III. Namun, kala itu aku sangat labil. Iya kalau misalkan dalam 3 bulan itu aku tidak boleh melihatmu, tidak boleh berbicara tentangmu, tidak boleh memikirkanmu, lalu aku berhasil melupakanmu. Kalau misalkan aku tidak bisa juga? Artinya aku menyia-nyiakan 3 bulan terakhirku bersamamu. Kala itu aku sampai sering bangun di sepertiga malam untuk sholat istikharah. Ada yang pernah bilang kalau cinta yang sesungguhnya adalah mendekatkan diri kepada Tuhan, bukan malah menjauhkan. Lalu aku... aku pikir aku benar-benar berubah. Jika berdoa, aku lebih lama. Sering-sering sholat sunnah. Doa lebih khusyuk daripada sebelum-sebelumnya. Aku juga sering membaca doa-doa lainnya dan menempelnya di buku yang sering aku pakai. Entahlah, aku juga tidak tau mengapa bisa seperti itu.

          Setelah 3x sholat istikharah, akhirnya aku memutuskan untuk... menabung dan memberikanmu sesuatu barang yang mungkin akan menyimpan nilai dan ketika kamu membukanya, kamu akan teringat padaku selalu. Sebulan terasa sia-sia karena aku tak tau harus move on atau tidak. Sebulan lagi untuk menabung. Lalu sebulan terakhir untuk mempersiapkan. Aku akan memberikannya sehabis UN. Tadinya aku ingin membelikan kamu (dan anak itu) jaket, tetapi sepertinya terlalu mahal karena waktu menabungku hanya sebulan. Lalu aku berpikir untuk membelikan gelang, namun itu malah terlalu murah dan mudah hilang. Tiba-tiba seseorang di Secret menginspirasiku untuk membuat scrapbook. Apa itu scrapbook ya? Tentang desain? Dekorasi? Seni? OMG. Apa itu...? Aku tak mengerti apapun tentang seni. Ya sudahlah, aku menabung saja dulu. Soal bagaimana cara membuatnya nanti belakangan saja.

          Sebulan ini aku benar-benar menabung. Aku jajan hanya dengan duit receh yang aku kumpulkan dari kembalian-kembalian sejak saat kelas 7. Setiap dapat uang jajan selalu aku masukkan dompet dan tak kubuka-buka lagi. Tak jarang aku juga berpuasa. Menambah pahala sekaligus mengirit uang jajan. Hari Selasa dan Kamis aku les di salah satu tempat les bersama Natia, Kania, dan Vita. Sebenarnya, aku juga les bersama Aca. Sangat banyak kenangan yang tak terlupakan ketika les di sana bersama Aca, tetapi sekarang itu bukanlah hal yang penting untuk diceritakan. Sebelum berangkat les dari sekolah, kami biasanya menunggu di Lawson sambil jajan makanan dan minuman. Namun, mereka bosan dan tidak ingin makan di Lawson. Sambil menunggu metro 74 lewat, tak jarang aku juga melihatmu lewat naik motor. Bahagia sekali ketika aku tak sengaja bertemu denganmu di pertigaan tempat aku menunggu metro. Tak lama setelah kamu lewat, metronya pun datang. Ternyata, mereka bertiga sudah merencanakan makan bakso di dekat tempat les. Karena aku sedang menabung, aku tidak beli bakso. Padahal, jika aku mau khilaf pun hanya hilang 10.000, tetapi aku tidak mau khilaf. Ya sudah, selagi aku bisa minta satu-satu pada mereka mengapa aku harus beli? Haha. Aku bertahan bermain ponsel menunggu mereka makan tanpa tergoda untuk ikut membelinya. Sehabis dari tempat bakso, kami pergi ke Indomaret. Mereka membeli minuman. Teh kotak adalah salah satu minuman yang tak bisa kutahan, akupun meminta pada Natia, Kania, dan Vita.

          “Eh, beliin gue dong, please. Goceng doang itu. Kalo gak pinjem dah, gue ganti nanti abis nabung.” pintaku memohon sambil melihat teh kotak yang berembun di dalam mesin pendingin.

          “Ayolah, Mi. Jangan nyiksa diri lo gitu. Kita bukan gak mau beliin, tapi kalo kayak gini kita jadi kasian sama lo.” ujar Natia.

          “Ah, cuma sebulan kok. Please.”

Mereka masih kekeh tidak ingin membelikan minuman padaku dan membujukku untuk memakai uangku sendiri dan memperingatiku untuk tidak menyiksa diri sendiri dengan menabung seperti ini. Namun, tiba-tiba ada satu ibu-ibu muda yang menghampiriku.

          “Ambil aja, Dek. Mau yang mana?” tawarannya dengan penuh keramahan.

          “Eh, enggak, Tan. Aku cuma bercanda, hehe.” tolakku malu.

          “Eh, enggak papa. Udah ambil aja mau yang mana. Tante dulu pas muda juga suka kayak gini.”

          “Enggak, Tan. Makasih, hehe.”

          “Udah, ambil aja. Kamu mau ini kan?” Ia memasukkan teh kotak yang aku mau ke dalam keranjang belanjaannya.

          “Eh, makasih, Tan.”

          “Ambil lagi sana. Ciki atau roti atau apa. Temen-temennya juga suruh ambil aja.”

          “Enggak, Tan. Itu aja.”

          “Gak papa.”

          “Enggak, itu aja, Tan, hehe.”

Akhirnya aku dibelikan teh kotak oleh tante yang sangat baik itu. Aku tak tau itu siapa, bahkan wajahnya juga aku tidak ingat. Namun, aku sangat beruntung karena dibelikan teh kotak yang aku mau tanpa mengeluarkan sepeser uang, HAHA. Rezeki anak sholehah.

           Setiap minggu biasanya jalan atau jajan, tetapi aku tidak ikut jajan. Sebulan ini memang benar-benar perjuangan. Belajar menghemat dan menabung dalam waktu singkat. Lagipula, terakhir juga kan? Setelah itu aku takkan nabung-nabung lagi karena kita juga takkan bertemu lagi, hehe.

          Setelah sebulan penuh dengan kemirisan dan kesengsaraan, saatnya sebulan untuk membuat scrapbooknya. Di sini, aku membagi 2 waktu. Waktu belajar untuk UN dan waktu belajar untuk membuat scrapbook. Belajar membuat scrapbook. Aku saja baru kali itu mendengar kata scrapbook. Jam 7 sampai jam setengah 10, aku belajar untuk UN, sisanya aku membuat scrapbook. Tidak semudah yang aku bayangkan, ya aku juga tidak membayangkan mudah sih. Pertama kalinya aku bersentuhan dengan hal-hal yang berbau dengan kreativitas seperti ini. Entahlah, apakah otakku bisa sampai atau tidak. Aku dimarahin teman-temanku karena mereka semua sibuk belajar untuk UN, sedangkan aku sibuk membuat scrapbook. Bodoh ya? Iya sih. Namun, aku sudah berjanji sedari dulu pada diriku sendiri bahwa masalah apapun yang aku dapatkan takkan berpengaruh terhadap pelajaran. Jika selama nilaiku buruk karena menyukai Araz, ya itu karena aku memang malas. Jika selama nilaiku bagus karena menyukai Araz, ya itu karena aku sedang hoki, HAHA. Gak deng, ya itu karena aku belajar. Menyukai seseorang tidak otomatis membuat nilai-nilai menjadi buruk atau bagus secara signifikan. Pasti bertahap dan punya alasan tersendiri di balik itu. 3 tahun ini, nilaiku standar-standar saja sih, tidak melambung dan juga tidak tersungkur. Sebulan membagi-bagi waktu memang melelahkan, tetapi lebih melelahkan ketika membuat isian scrapbook. Tiap halaman scrapbook berisikan satu tetes air mata karena aku harus mengingat-ngingat kejadian yang sudah lalu. Membawa kembali suasana sedih yang berlarut-larut. Setiap habis belajar pelajaran UN, malamnya pasti nangis. Cengeng.

          Tak hanya scrapbook, aku menabung juga untuk membelikan hadiah. Aku pikir kalau aku hanya memberikan buku ini, pasti kamu juga malas membacanya, haha. Apaan nih? Disuruh baca curhatan-curhatan gak jelas. Karena tugasku adalah membuat 2 scrapbook, jadi aku juga harus membeli 2 barang berbeda untuk 2 orang yang berbeda pula. Kamu dan Aca. Ah, I hate this scene. Aku membelikanmu sebuah binder dan jersey Liverpool yang aku beli dari temanku yang juga satu sekolah dengan kita, yaitu Noal. Ada cerita menarik juga ketika membeli jersey HAHA. Tadinya aku meminta Kania yang memesan jersey pada Noal. Namanya Araz, nomor punggungnya 23, sesuai dengan tanggal lahirmu. Lalu ia mulai curiga karena dia tau kamu. Kania kekeh meyakinkan Noal bahwa ia akan memberikan kado untuk sepupunya. Sampai semuanya jadi, ternyata Noal tidak bisa dibodohi. Ia bilang kepada teman-temannya dan Kania pun tau kalau Noal memberitahu itu. Ya sudahlah, aku sudah benar-benar pasrah. Toh, semua juga sudah tau kalau aku suka dengannya. Asal jangan sampai kamu tau lebih dulu sebelum aku memberikannya.

Dimulai dari cover scrapbooknya aku buat dari bahan kardus yang dilapiskan potongan celana jeans lalu dijahit di sisi-sisinya. Kebayang gak, gimana sulitnya menusuk kardus dengan jarum untuk wol? Keras sekali. Jari-jariku sampai merah dan perih, haha. Gak papa, terakhir. Lalu di dalamnya aku menempelkan sterofoam yang ditempel namamu agar terlihat pop up karena aku tak tahu bagaimana caranya membuat pop up.  Lembar pertama itu aku baru tau pop up. Sebuah kertas yang aku gunting lalu aku temple di kedua halaman. Ketika lembarnya dibuka, kertas itu akan tertarik dan pop up. Tulisan dari kertas itu adalah ‘Nothing gonna change my love for you,’ Ya, dengan keahlian seadanya, jadi memang tidak pop up yang sampai tinggi gitu.

Lembar pertamanya berisi :

Dulu kita pernah chat...

Dulu...

Dulu banget...

Lo belom tau rasa yang sebenarnya, tapi pas lo udah tau...

Boro-boro chattingan. BBM/Line aja gak dibaca langsung di-endchat. Padahal buat BBM/Line lo itu gue harus mikir minimal 3 hari dan nanya ke temen-temen jadi BBM/Line atau enggak. Sering banget gue ngetik terus gue screenshot abis itu gue delete lagi, gak gue kirim karena gue yakin pasti langsung di-endchat.

Apalagi lo delete contact gue berkali-kali. Dibilang nyesek ya pasti, banget malah. Nyeseknya tuh karena gue aja gak pernah BBM/Line lo setiap hari. Sebulan sekali aja enggak. Kenapa di-delcont terus?

Ya mungkin gue ada salah dan gue gak sadar.

Maaf ya.

 

Lembar kedua berisi :

Gue ngerelain lo jadian sama siapa aja, deket sama siapa aja, sayang sama siapa aja. Yang penting lo bahagia, nyaman, dan lo bisa berubah jadi yang lebih baik lagi. Gue sayang banget sama lo, tapi gue gak pernah mikir gimana caranya buat dapetin lo. Selain itu gak mungkin, sayang juga gak harus milikin kan? Tapi gue selalu mikirin gimana caranya ngerubah sikap dan pergaulan lo. Ya gue juga mesti berubah sih. Cuma bisakan kita perbaikin bareng-bareng? Gak bisa dan gak akan pernah bisa ya? Haha.

Gue peduli banget sama masa depan lo. Saudara gue ada yang kayak gini. Gua gak mau lo kayak saudara gue. Ya, gue tau bukan siapa-siapa. Maaf juga kalo gue sok ngatur hidup lo. Tapi, please. Berubah untuk yang lebih baik.

 

Lembar ketiga berisi :

Maaf ya kalo terlalu over, kalo terlalu lebay, kalo udah bikin lo risih dan gak nyaman. Abisan tanggung tinggal beberapa hari lagi kita pisah. Nanti gak ada lagi kok yang kayak gue. Gue minta maaf ya. Thanks for all.

-Nothing special, forget it

 Terbiasa bisa bikin nyaman. Terbiasa disakitin juga jadi nyaman disakitin. Tolol banget kan? Disakitin aja nyaman.

Tapi, ibarat kita ngasih kotak pensil ke orang buta, terus kita tanya “Ini apa?”, lalu dia jawab “Batu bata.”. Jangan dibilang bodoh karena dia emang buta. Sama kayak cinta.

Cinta itu buta, terima apa aja yang dikasih walaupun itu sakit ya tetep aja diterima.

 

Lembar keempat berisi

Terima kasih telah menemani di setiap malamku selama 3 tahun melalui linangan air mata. Terima kasih telah menjadi obat mata alami yang membersihkan mata ini dari debu-debu dan kotoran melalui air mata. Terima kasih untuk selalu hadir dalam mimpi indahku. Ya, mimpi. Hanya mimpi.. Terima kasih telah membuatku tersenyum “palsu”, tapi aku sadar masalahmu mungkin lebih rumit dari masalahku.

Maaf kalau kehadiranku hanya menambah masalah untukmu.

 

Gue kira sayang sama 2 orang itu asik karena kalo 1 nyakitin, masih ada yang satunya lagi. Ternyata dua-duanya nyakitin. Udah gitu suka sama orang yang sama.

Semoga langgeng ya sama Devi.

 

Lembar kelima berisi :

Maaf kalo menurut lo gue salah sayang sama lo, tapi itukan bukan gue yang mau. Gue mau nanya sama lo, kenapa kita bisa punya mata? Kalo dikasih, bisa nolak gak? Kalo gak punya mata, lengkap gak? Gue juga gitu. Perasaan itu dikasih dan gak bisa ditolak. Kalo gak punya perasaan juga gak lengkap.

Maaf kalo lo kesel sama gue gara-gara itu. Gue udah berusaha gak cari perhatian sama lo. Gue muterin kantin supaya gak ketemu sama lo. Gue gak pernah masuk-masuk ke kelas lo. Kalo ada lo, gue berusaha diem dan gak ngelakuin apapun. Dan lo masih nganggep gue caper? It’s okay, pendapat orang beda-beda.

 

Btw, ngasih kayak gini perjuangan banget sebulan. Ya udahlah, terakhir juga, haha. Gue cuma pengen lo ngehargain ini semua. Cukup perasaan gue aja yang gak lo hargain, thanks.

 

Lembar terakhir berisi :

Maaf ya ngomongnya blak-blakan gini, haha. Udah gak ketemu juga haha, selow. Ini cuma 2% dari diary, stickynotes, dll. Kalo semuanya gue kasih, jadinya bukan scrapbook, tapi kamus Indonesia-Inggris, HAHA. Gadenk....

Dari pertama sampe akhir pasti ada kata ‘maaf’nya. Ya gue mau minta maaf aja walaupun gue gak tau gue salah apa. Yang pasti, gue emang selalu salah di mata lo.

Ya mungkin cuma ini yang bisa gue kasih. Sekali lagi, maaf banget ya atas semuanya. Makasih juga 3 tahun ini. Sekarang gue udah lega dan semoga bisa move on. Amiiin.

Semoga sukses!

-From someone who secretly pray for you from afar.

 

Aku minta maaf walaupun aku tak tau aku salah apa. Yang pasti aku selalu salah di matamu. So deep. Tujuan utamaku membuat scrapbook ini adalah memang untuk meminta maaf dan menjelaskan semua kesalahpahaman kita selama 3 tahun.

Sampai sekarang, aku masih punya soft copy lembaran-lembaran di atas, tetapi aku tidak mempunyai soft copy halaman di balik lembaran tersebut. Pokoknya, yang aku ingat itu adalah curhatanku tentang apa saja yang kamu lakukan dan berhasil membuat inspirasi untukku seperti membuat 8 novel selama SMP dan membuat Ask.fm yang sudah lumayan sukses. Lalu ada juga daftar kesaltingan dan kebodohanku yang pernah aku lakukan dan tak pernah gagal membuatku tertawa sekaligus malu. Ada ceritaku ketika mencari rumahmu sampai dikejar anjing dan luka lecetnya masih ada sampai kelulusan. Yang paling aku ingat itu lembaran yang berupa permohonanku padamu. Permohonanku yaitu untuk kamu berubah. Mungkin kamu sendiri bisa tau betapa aku memohon padamu untuk berubah. Yang 2 lagi aku lupa apa. Jika scrapbook itu masih ada di kamu, aku pinjam sebentar untuk scanning halaman-halaman itu, huhu.

          Tadinya, aku juga mencetak foto-fotomu dan memberi caption lucu-lucu di bawahnya. Foto-foto yang aku ambil dari album angkatan, dari screenshotan foto di Instagram orang, foto yang diambil teman-temanmu khusus untukku, screenshotan dari video yang ada di grup, dan sumber-sumber lain. Namun, aku tak jadi menaruh halaman foto-foto di scrapbook karena tinta fotonya sangat abal. Banyak tinta hitam yang menempel di kertas dan membuatnya jadi terlihat kotor. Jadi, foto-foto itu aku simpan saja.

          Selanjutnya, aku juga menggunakan kertas warna-warni agar terlihat lebih berwarna. Sama seperti masa-masa SMP bersamamu. Berwarna sih, sayangnya warna abu-abu. Untuk menyatukan tiap halaman, aku membolongkan sisi ujung kertas dengan covernya lalu menyatukan dengan lingkaran yang biasa dipakai untuk gantungan kunci. Ya, itu sedikit susah dibalikkan atau kertasnya akan sobek. Ya sudahlah yang penting bisa disatukan, tidak seperti kita, hehe.

          Setelah rapih membuat scrapbook versi hard copy, aku membuat scrapbook versi soft copy. Aku membuat 2 video tentang kata-kata dengan backsound lagu Only Hope dan Have You Ever. Hampir sama dengan scrapbook, bedanya ini lebih mengungkapkan bahwa you have to know that I’m seriously loving you and I’m dying because of you. There are some text that’s so deep for me.

“Sometimes you make me smile, but sometimes you make me cry. Sometimes you make me smile when I cry, but sometimes you make me cry when I smile.”

“I say I love you, but you say I hate you. I say stay with me, but you say stay away from me. I say you are everything in my life, but you say you are nothing in my life. But I’m still loving you.”

“Do I need cry in front of you, so you can understand how much you hurt me?”

“I never thought I’d like you this much.”

“Someday, you’ll know that I’m seriously loving you.”

          Juga ada Power Point yang berisi kisahku sejak kelas 7 sampai lulus ini. Disingkat menjadi 8 slides bersama bukti-bukti foto dan screenshot yang aku punya agar kamu benar-benar percaya bahwa aku mengalami itu secara nyata. Setelah itu ada curhatanku lagi.

          Sebelum tidur... mau tidur siang kek, malem kek atau lanjutin tidur pas kebangun pagi HAHA. Selalu nyempetin buat ngebayangin sesuatu yang gak akan mungkin terjadi sama lo. Ya sambil merem, selimutan dan meluk guling. Tiba-tiba ketawa sendiri, senyum-senyum sendiri DAN gak jarang tiba-tiba nangis sendiri. Untung gue tidur sendiri. Hahaha kalo sama kakak gue nanti gue dikira orang gila kali ya.... Iya emang gila karena lo HAHA.

          “Lo tau gak sih? Suka mandang fisik itu yang kayak gimana? Suka mandang fisik tuh yang nyari 'PALING' ganteng dari semuanya. Suka mandang fisik itu paling lama 2-3 bulan, apalagi kalo belom nemu yang lebih ganteng. Fisik itu kan berubah-ubah. Gue tuh kesel banget kalo dikata suka mandang fisik. Kalo gue suka mandang fisik, lama amat sampe 3 taun. Lagi pula masih banyak yang lebih ganteng di luar sana. Gak usah jauh-jauh, yang sekelas aja ada yang lebih ganteng, yang lebih baik, tapi kalo emang ditakdirinnya cuma buat suka sama lo... dan dia sih sebenernya wkwk. Semua bisa apa? Cuma bisa komentar tanpa tau beratnya merjuangin 'sendirian'.

Ini benar-benar aku copy paste dari Power Point yang aku berikan kepadamu. Awkward gak sih bacanya? OMG. Bagaimana caranya aku bisa sejujur itu tentang perasaanku, astaga. Ya Allah, tolong. Hapuskan bagian yang ada di Power Point ini dalam ingatan Araz. Aku tak sanggup menanggung malu jika membacanya lagi. Belum lagi memopad, yang selalu aku tulis ketika aku kesal, marah, sedih, dan kecewa padamu. Aku juga benar-benar copy paste itu padamu. Masalahnya ini, kalau teman-teman dekatku saja tidak boleh membacanya karena terlalu ‘open’, sekarang kamu telah membacanya bahkan ada fotonya juga. HUAAA. Banyak hewan ya di Power Point itu. Belum lagi kata “Gue ngefly banget woy sampe ke langit ketujuh!!”, “AAH GILA GANTENG BANGET SIH LU! GAK NGERTI LAGI GUE.”, “Gua capek anjir nangis mulu gara-gara lu.”, “Et, capek ego nangis mulu.”, “Hargain dikit kek! Punya hati gak sih lo!”, “HAHAH, teriak-teriakan sendiri gue gara-gara Araz. OMG, ARAZ!”, dan masih banyak lagi. Baca itu lagi kayak merinding sendiri gitu. Why I wrote this, oh my God. This is so weird and disgusting. Aku hanya berpikiran apa reaksimu ketika membaca ini karena Aca pasti tak membaca ini. Bisakah aku mengetahui bagaimana reaksimu saat membaca ini? Haha. No. Aku tau kamu pasti ilfeel parah denganku.

          File Power Point dan 2 video tadi, aku juga memasukan kumpulan foto-fotomu yang aku dapatkan dari berbagai sumber yang mungkin saja kamu tertarik untuk menyimpannya karena semua fotomu memang enak dilihat, haha. Lalu ada juga screenshot-screenshot dari grup angkatan. Asal kamu tau, aku selalu menyauti grup angkatan loh. Sayangnya gak pernah aku kirim, hanya aku ketik, screenshot, lalu hapus, haha. Untung gak pernah kepencet kirim, kalau kepencet, itu akan menjadi mimpi buruk sepanjang masa. Tamat riwayatku sampai di situ, HAHA. Tak ketinggalan quotes-quotes yang aku simpan dan sangat relate untukku dan untukmu. Aku masukkan semua file itu ke dalam CD. Satu tambahan catatan sebelum aku burn semuanya dalam satu CD. Aku memohon padamu untuk menjaga kerahasiaan ini. Apapun yang ada di dalam sini, hanya aku, kamu, dan Tuhan yang tau. Jika kamu tidak bisa menepati janji untuk merahasiakan ini, lebih baik kamu tidak membukanya sama sekali.

          Selesai membuat hard and soft copy scrapbook, lagi-lagi aku menambahkan hal lain. Aku membeli bunga plastik dan satu kartu ucapan kecil. Aku menulis di kartu itu ‘Gue bakal berenti sayang sama lo sampe bunga ini layu. Btw bunga plastik gak akan layu J” That’s mean I can’t stop loving you. Untungnya aku membuang bunganya karena aku sadar itu alay sebelum aku terlambat, HAHA. Kartu ucapan kecilnya juga ternyata terselip di tasku, masih ada hingga sekarang. OMG, harga diriku terselamatkan karena kartu ini tertinggal dan bunga itu kubuang, HAHA. Aku membeli paper bag untuk menaruh itu semua. Untuk kamu yang berwarna merah dan... udah untuk kamu aja lah ya.

          Lalu sekarang... saatnya berpikir bagaimana cara aku memberikannya padamu dan Aca. YA! Aku akan menceritakan semuanya, juga tentang Aca. Just for this time because it was an unforgettable story. Perbedaan mana yang menghargai dan mana yang tidak. Aku berpikir untuk memberikan scrapbook punya Aca ke kakaknya. Teman-temannya bilang kalau kakaknya Aca sangat jutek dan galak. Hmmm, aku belum pernah merasakannya, mungkin mereka yang tidak tau diri(?) HAHA. Aku menemukan kontak kakaknya Aca yang bernama Zasa. Mulailah sok kenal sok dekat dengan Ka Zasa. Awalnya dia itu sangat baik padaku. Heran, mengapa teman-temannya bilang kakaknya jutek? Baik banget gini kok. (Hmmm). Sementara scrapbook untukmu, aku masih bingung. Apa aku langsung ke rumahmu atau titip temanmu, atau apa ya? Tak ada keyakinan yang berpihak padaku jika aku menitipkan ini pada temanmu sih. Nanti semuanya malah kebongkar. Akhirnya aku ingat, kamu kan punya gym yang dekat rumah. Aku titip saja di sana. Fix. Aku akan memberikannya padamu dan dia sehabis UN ketika waktu pengumpulan buku-buku perpustakaan.

          Alhamdulillah, semuanya beres sebelum UN. Jadi, ketika UN aku bisa menjalankan dengan tenang. Oh iya, setiap tahun pasti ada kunci jawaban kan. Nah, aku memang beli HAHA, tetapi patungan dengan temanku karena harganya mahal banget. Aku tidak memakainya sebagai hal yang utama, bahkan aku hanya memakainya ketika pelajaran matematika saja. Namun, akhirya aku tidak pakai sama sekali, haha. Nyaliku tidak cukup besar untuk memakainya. Alhasil, ketika matematika aku nangis ketika ujian. Ketika IPA, aku juga nangis. Bukan karena aku tidak bisa mengerjakan seperti matematika, melainkan karena aku tau ini hari terakhirku sekolah, HAHA. Aku juga membayangkan ketika pulang nanti, kepala sekolah mengharuskan orang tua murid menjemput anaknya. Mama dan papaku sudah standby di gerbang luar meskipun UN belum selesai. Yang aku pikirkan adalah, apakah orang tuamu datang menjemputmu? Mereka begitu sibuk kan? Aku harap mereka akan menjemputmu, setidaknya salah satu dari mereka.

          Bel selesai ujian telah berbunyi, semuanya pulang. Mama menjemputku di lantai bawah. Sebenarnya aku bisa langsung pulang, tetapi aku menunggumu keluar. Kali saja aku dapat membantumu secara diam-diam jika saja orang tuamu tidak datang. Aku beralasan pada mamaku kalau masih ada teman yang ingin pulang bareng, padahal tidak ada, hanya Kania. Benar saja, kamu dan Aca tidak diperbolehkan pulang. Kalian hanya bingung di depan lobi sambil menunggu yang tak pasti. Di situ aku nangis. Biasanya kalian slek dan tak pernah akrab, sekarang kalian akrab karena kalian memiliki masalah yang sama. Kania yang mengetahui aku menangis hanya merangkulku dan menenangkanku. Aku selalu membuang muka ketika mamaku mengajakku mengobrol karena aku tak ingin ia melihatku. Selama 3 tahun ini, tak ada satu pun anggota keluargaku yang tau tentang masalah berat yang aku alami. Mereka bahkan tak tau jika aku sedang menyukai seseorang. Aku tak ingin mereka tau. Lalu papaku menelpon kalau sudah macet, ia tak bisa parkir lebih lama. Akhirnya kami pun pulang. Di dalam mobil, pastinya aku tak tinggal diam. Aku mengirim pesan kepada teman-temanmu yang juga teman-temanku seperti Fino, Ferdi, Shidqi, Arbi, dan lainnya untuk pulang bersamamu dengan menumpang orang tua. Kepanikan ini masih melanda otakku sampai mereka akhirnya diperbolehkan pulang. Tadinya aku meminta papaku untuk berpura-pura menjadi om kamu, tetapi itu tak mungkin karena kepala sekolah pasti tau siapa papamu.

          Kamu dan sebagian anak angkatan melakukan coret-coretan baju. Pastinya aku tak ikutlah, dari sekolah langsung cabut makan sama mama sama papa, haha. Tak lupa aku menitip pesan pada Fino untuk memfoto kamu dan Aca.

“Fin. Fotoin Araz sama Aca dong. Pleasee.”

“Makanya ikut prom.”

Lah, anjir. Apa-apaan ini? Nanti juga aku dapat fotonya di album.

Haha, benarkan. Aku dapat fotonya dari album. As always, kamu selalu ganteng, tapi coret-coretan sama mantan. Hmm.... Ada yang lebih mencolok dari foto dengan mantan. Ada sebuah nama yang berlokasi di sekitar, ehm, itu. It is her name, Lia. Why is she makes a sign in your... ah, I hate her so much.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 1
Submit A Comment
Comments (1)
Similar Tags
Once Upon A Time: Peach
909      544     0     
Romance
Deskripsi tidak memiliki hubungan apapun dengan isi cerita. Bila penasaran langsung saja cek ke bagian abstraksi dan prologue... :)) ------------ Seorang pembaca sedang berjalan di sepanjang trotoar yang dipenuhi dengan banyak toko buku di samping kanannya yang memasang cerita-cerita mereka di rak depan dengan rapi. Seorang pembaca itu tertarik untuk memasuki sebuah toko buku yang menarik p...
A Day With Sergio
1240      606     2     
Romance
Dearest Friend Nirluka
530      368     0     
Mystery
Kasus bullying di masa lalu yang disembunyikan oleh Akademi menyebabkan seorang siswi bernama Nirluka menghilang dari peradaban, menyeret Manik serta Abigail yang kini harus berhadapan dengan seluruh masa lalu Nirluka. Bersama, mereka harus melewati musim panas yang tak berkesudahan di Akademi dengan mengalahkan seluruh sisa-sisa kehidupan milik Nirluka. Menghadapi untaian tanya yang bahkan ol...
Rain Murder
1308      548     7     
Mystery
Sebuah pembunuhan yang acak setiap hujan datang. Apakah misteri ini bisa diungkapkan? Apa sebabnya ia melakukannya?
Soulless...
5281      1190     7     
Romance
Apa cintamu datang di saat yang tepat? Pada orang yang tepat? Aku masih sangat, sangat muda waktu aku mengenal yang namanya cinta. Aku masih lembaran kertas putih, Seragamku masih putih abu-abu, dan perlahan, hatiku yang mulanya berwarna putih itu kini juga berubah menjadi abu-abu. Penuh ketidakpastian, penuh pertanyaan tanpa jawaban, keraguan, membuatku berundi pada permainan jetcoaster, ...
Crashing Dreams
222      189     1     
Short Story
Terdengar suara ranting patah di dekat mereka. Seseorang muncul dari balik pohon besar di seberang mereka. Sosok itu mengenakan kimono dan menyembunyikan wajahnya dengan topeng kitsune. Tiba-tiba sosok itu mengeluarkan tantou dari balik jubahnya. Tanpa pasangan itu sadari, sosok itu berlari kearah mereka dengan cepat. Dengan berani, laki-laki itu melindungi gadinya dibelakangnya. Namun sosok itu...
Everest
1686      689     2     
Romance
Yang kutahu tentangmu; keceriaan penyembuh luka. Yang kaupikirkan tentangku; kepedihan tanpa jeda. Aku pernah memintamu untuk tetap disisiku, dan kamu mengabulkannya. Kamu pernah mengatakan bahwa aku harus menjaga hatiku untukmu, namun aku mengingkarinya. Kamu selalu mengatakan "iya" saat aku memohon padamu. Lalu, apa kamu akan mengatakannya juga saat aku memintamu untuk ...
Putaran Roda
516      337     0     
Short Story
Dion tak bergeming saat kotak pintar itu mengajaknya terjun ke dunia maya. Sempurna tidak ada sedikit pun celah untuk kembali. Hal itu membuat orang-orang di sekitarnya sendu. Mereka semua menjauh, namun Dion tak menghiraukan. Ia tetap asik menikmati dunia game yang ditawarkan kotak pintarnya. Sampai akhirnya pun sang kekasih turut meninggalkannya. Baru ketika roda itu berputar mengantar Dion ke ...
Titik berharga di era pandemi
193      137     1     
True Story
"Bagaimana ya rek kalo libur selama satu tahun itu diberlakukan? Ah seketika indah pasti duniaku," celetuk gadis berkerudung itu. "Ah jangan ngaco toh kamu! imposible itu mah," Jawab salah satu dari kami. Ketika impian seorang bocah remaja yang duduk dibangku SMP menjadi realita nyata di depan mata. Perpaduan suka duka turut serta mewarnai hari-hari di era masa pandemi. P...
Why Joe
1072      554     0     
Romance
Joe menghela nafas dalam-dalam Dia orang yang selama ini mencintaiku dalam diam, dia yang selama ini memberi hadiah-hadiah kecil di dalam tasku tanpa ku ketahui, dia bahkan mendoakanku ketika Aku hendak bertanding dalam kejuaraan basket antar kampus, dia tahu segala sesuatu yang Aku butuhkan, padahal dia tahu Aku memang sudah punya kekasih, dia tak mengungkapkan apapun, bahkan Aku pun tak bisa me...