Loading...
Logo TinLit
Read Story - Itenerary
MENU
About Us  

Pukul lima sore, mereka sudah bersiap di Stasiun Gambir. Sebentar lagi kereta mereka akan datang. Kereta yang akan membawa mereka, menuju ke kota Malang, dalam sebuah petualangan.

Dengan sebatang rokok di antara jemari tengah dan telunjuk, Boy melambungkan angan ke segala penjuru. Ia membayangkan, apakah ia berhasil membawa para sahabatnya sampai puncak? Atau hanya bertahan sampai beberapa pos saja?

Entahlah.

Yang jelas, Boy mempunyai target. Tak apa tak sampai puncak, tapi paling tidak, para sahabatnya harus melihat keindahan Ranu Kumbolo.

“Jangan kebanyakan rokok, Boy. Nggak baik.”

Boy melirik ke kursi sebelahnya. “Caca? Sejak kapan disitu?”

“Beberapa menit lalu, kayaknya. Lo lagi asyik ngelamun, sih, jadi nggak peka sama kedatangan gue.”

Boy segera membuang rokoknya, ke tempat sampah yang tepat ada di dekatnya, kemudian ia kembali ke kursi tunggunya lagi.

“Kok dibuang rokoknya? Kan belum habis?” Tanya Caca.

“Kasihan kalau lo sampai kena asap rokok.”

“Tapi lo nggak kasihan sama diri lo sendiri? Ngerokok tiap hari… eh, bahkan mungkin, beberapa jam sekali. Ya, kan?”

Boy menghela nafas. “Nggak sesering itu, kok, Ca. Jauh lebih parah mantan lo.”

“Mantan gue?”

“Alah. Lo kebanyakan mantan, sih! Juang, maksud gue. Dia kan ahli banget rokoknya.”

Caca tertawa. “Ah, ya. Gue aja sampai capek bilanginnya.”

"Untung lo putus ya sama dia."

"Ya gitu.. Tapi, dia baik, loh."

Mereka berbincang. Kali ini membahas tentang rokok dan Juang. Entah, segala hal yang menyangkut tentang Juang, pasti mengundang tawa. Begitupun Caca dan Boy, kini tertawa karena membicarakan Juang yang lebih mencintai rokok daripada uang di ATM-nya.

Tiba-tiba, pembicaraan mereka terinterupsi.

“Boy, gue mau tukar tempat duduk!”

Itu suara Maya. Tiba-tiba, Maya hadir di hadapan mereka.

“Tukar? Kenapa?”

“Gue baru sadar, kursi kereta gue tuh sebelahan sama dia. Gue gak mau!”

‘Dia’, yang dimaksud Maya adalah Caca.

Caca mengerutkan keningnya. “Emang kenapa, May? Segitu nggak sukanya? Ini cuma duduk, May. Kita diem-dieman, pun, nggak masalah.”

“Gak. Gue nggak sudi!”

"Kenapa, sih?" Caca sebal sendiri.

"Ya lo bayangin aja, berjam-jam perjalanan, gue harus duduk di sebelah lo! Gue males! Emosi melulu bawaannya tau nggak!

Deg.

Caca diam. Sangat terkejut begitu tau bahwa Maya bisa mengeluarkan nada tinggi di hadapannya hanya karena masalah sepele, yaitu kursi kereta api yang akan membawa mereka menuju petualangan. "Nggak usah pakai nada tinggi kali, May."

"Nggak terima?"

"May, coba deh, lo ngomong ke gue.. Kenapa lo begitu sentimen dan penuh sarkasme kalau ke gue?"

 

Maya tersenyum kecut. "Lo punya otak, kan? Coba deh, pikir sendiri."

"Gue punya otak. Tapi sampai sekarang gue nggak tau, salah gue dimana. Gue bukan peramal, May."

"Berarti lo nggak peka!"

Deg.  

Keadaan makin memanas. Bahkan beberapa pasang mata mulai menatap dan melirik kearah dua srikandi manis yang tengah berperang.

Boy mengangkat tangan. “Oke, oke. Kita tukar tempat. Caca sebelahan sama Juang, dan Maya sebelahan sama gue. Gimana? Clear, kan?”

Maya mengangguk. Terlihat raut kelegaan dari wajahnya. “Thanks!”

Setidaknya, mengalah lebih baik daripada membuat dua wanita yang berada dalam satu lingkaran, bertengkar hebat di dalam kereta.

Itu jauh lebih mengerikan.

*

*

Kereta belum datang juga. Kali ini, Caca yang kelaparan, memutuskan tuk melangkah ke kafetaria di dalam stasiun tersebut, bersama Sherin.

Nasi goreng dan es the milik Caca, serta roti bakar cokelat dan susu milik Sherin, sudah tersaji di depan mereka berdua.

Kali ini, mereka bicara tentang hal yang sedikit serius. Mengenai Sherin.

“Lo jujur sama gue, Sher, please,” ucap Caca. “Gue sahabatan sama lo dari SMA. Gue duduk sebangku sama lo terus-terusan. Dan gue tau semua cerita lo. Kata lo, Marcell dah berhenti pukulin lo, kan?”

Sherin mengangguk ragu. “I…iya.”

“Bohong.” Caca menunjuk pipi kanan Sherin. “Tuh, biru.”

“Ini kebentur biasa, Ca…”

Caca menggeleng. “Gue nggak bodoh, Sher. Gini-gini, gue mantan anak PMR. Dan gue tau, itu ulah Marcell. Kata lo, dia udah berhenti. Kenapa tiba-tiba dia pukul lo lagi?”

Sherin menggigit bibirnya. “Kayaknya, lo selalu bisa nebak gue. Jadi percuma gue tutupin semua dari lo.”

“Emang.”

“Marcell sekarang mulai pukulin gue lagi, Ca. Kayaknya, dia banyak masalah, jadi kumat.”

“Dan lo masih bertahan?”

Sherin mengangguk. “Kan lo tau, Marcell udah ba—“

“Sumpah, itu nggak penting, Sher. Jangan karena hal itu, lo biarin diri lo disiksa habis-habisan. Lo berharga. Semua perempuan itu berharga. Nggak ada yang bisa sepelein seorang perempuan.

--Apalagi lo perempuan baik, pintar, bijak… Ah, nyaris sempurna,” kata Caca.

Benar. Perempuan seharusnya dijaga, bukan disiksa, apalagi karena mencari pelampiasan. Semua perempuan berhak mendapat pria yang bisa menjaga serta menuntun kearah yang lebih baik.

Jika lelaki terdekat malah merusak dan menyiksa, untuk apa ada sebuah cinta diantara keduanya? Karena sebenarnya, cinta tidak pernah menyakiti, apalagi sampai hati bermain fisik.

“Angga baik, loh,” kata Caca tiba-tiba.

“Terus?”

Caca menyuap nasi goreng kedalam mulutnya. “Semua orang tau, kalau Angga suka sama lo sejak lama. Bahkan, Angga rela jadi orang terdekat lo, meskipun bukan sebagai pacar. Dia selalu ada buat lo, bahkan lebih sering dari keberadaan Marcell untuk lo. Dia selalu hibur lo, dan yang terpenting, dia nggak pernah sekalipun kasar ke lo. Gue tau, lo pasti sadar akan itu.”

Deg.

Memang benar. Sherin sadar.

Bahkan tak dipungkiri, Sherin sangat nyaman.

“Pikirkan baik-baik tentang posisi Angga. Dia pantas jaga lo, Sher,” kata Caca, menutup topik, sebelum mereka melanjutkan suapan makanan selanjutnya.

*

*

Sementara di sudut lain, Juang dan Boy sedang menikmati kegiatan ‘merokok’ mereka. Ini rokok Boy yang kedua di stasiun, karena yang pertama, baru setengah batang sudah dibuang karena kehadiran Caca tadi. Setelah Caca pergi makan, Boy akhirnya memutuskan tuk sedikit minggir dan bersatu dengan Juang di sebuah arena tuk merokok. Ah, nikmat yang indah.

“Lo oncom banget, sih, sengaja amat bikin Caca sama Maya duduk bareng,” kata Juang, usai Boy menceritakan rengekan Maya yang meminta untuk tukar kursi.

“Niat gue, biar mereka bisa ngobrol bareng,terus damai,” jawab Boy enteng.

“Nggak segampang itu, lah! Lo kan paham, mereka berantem udah dari kelas tiga SMA! Eh, bukan mereka sih, tepatnya Maya doang yang sewot, Cacanya mah masih santai.”

Benar. Selama ini, Caca masih berusaha bersikap baik pada Maya, tapi Maya tetap saja menjaga jarak, bahkan hingga menghindar terang-terangan dengan kata-kata pedas.

“Kenapa ya, Maya bisa sebenci itu sama Caca?” Boy bergumam pelan.

“Jangankan kita. Caca aja nggak tau salah dia apa.”

"Waktu Caca pacaran sama lo, mereka belum berantem, kan?"

Juang menggeleng. "Belum. Masih lengket."

Keduanya diam lagi. Memang, itu masalah pribadi. Tapi tetap saja, itu mempengaruhi lingkar persahabatan mereka.

“Caca cantik, ya. Nanti lo duduk bareng dia. Nggak mau balikan?”

Juang menoyor kepala Boy pelan. “Gue udah punya Vina, ah!”

“Bercanda, bercanda. Tapi serius, lo sama Caca dulu lumayan lama, pacarannya. Satu tahun ada kali, ya?”

Juang mengangguk. “Soalnya Caca baik banget, gila. Gue aja yang kurang ajar.”

“Emang lo kenapa? Kalian tiba-tiba putus, dan nggak mau cerita ke kita-kita. Kan sialan.”

“Privasi, Boy. Kapan-kapan, deh, gue ceritain.”

Boy mengangguk, lalu menghisap rokoknya lagi.

“Lo aja yang sama Caca. Cocok. Caca kan pernah suka sama lo.”

Deg.

“Kapan?” Boy terkejut, sedikit.

“Pas SMA, lah. Caca aja sampai kirim puisi ke lo. Tapi lo malah jadian sama Nadiva, dan lo kira, puisi itu dari Nadiva.”

Deg.

Boy membuang rokoknya lagi. Sebuah rahasia terungkap. “Sialan! Pas itu, gue emang deket sama Caca dan Nadiva. Terus tiba-tiba, Nadiva kasih gue puisi, dan dia bilang, itu buatan dia, ungkapan perasaan dia buat gue.”

“Yeee, oncom! Itu Caca yang buat. Terus Nadiva menawarkan diri untuk kasih puisi itu ke lo. Eh, Nadiva malah kurang ajar, bilang kalau itu puisi dia. Ya udah, deh, lo jadian sama Nadiva. Dan Caca yang lagi patah hati gara-gara lo, gue hibur terus, akhirnya malah gue yang sama Caca,” ungkap Juang panjang lebar.

“Serius itu puisi dari Caca?”

Juang mengangguk. “Orang Caca bikinnya di perpustakaan, sama gue dan Sherin. Jelas kita tau, lah!”

“Dan kalian nggak cerita?”

“Nggak boleh sama Caca. Caca nggak mau ribet. Dan Caca nggak mau ngerusak hubungan lo sama Nadiva.”

Boy menggeleng. “Untung gue udah putus dari Nadiva.”

“Deketin gih, Caca. Kali aja, dia masih ada rasa ke lo,” usul Juang. “Percaya, deh. Laki-laki yang bisa dapat Caca, dia adalah laki-laki beruntung. Caca baik, cantik, dan totalitas. Kalau gue bisa putar waktu, gue nggak akan ngelakuin kesalahan yang bikin gue sama Caca putus. Kadang gue masih nyesel, putus dari Caca,” kata Juang, lagi.

Boy menggumam dalam hati. Kalau gue bisa putar waktu, gue bakal balik ke masa SMA, dan ungkapin perasaan ke Caca lebih awal. Sayangnya, mesin waktu cuma fiksi, aslinya nggak ada.

Lamunan dan perbincangan mereka terhenti, ketika pemberitahuan menyuarakan, bahwa kereta Gajayana yang akan mengangkut mereka, sudah datang.

Boy segera mengetik pesan di grup, untuk para sahabatnya yang masih berpencar.

Drrrt…

Boy: Guys, kereta sudah datang. Ayo, naik.

*

*

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (28)
  • Chaa

    Ini menarik sih.
    Sedikit saran, mungkin bisa ditambah deskripsinya. Jadi, biar pembaca lebih bisa membayangkan situasi yang terjadi di dalam cerita :D

    Comment on chapter Pos Ketan Legenda, Saksi Hening Mereka
  • indriyani

    Seruu nih, aku suka. Apalagi tentang persahabatan dan petualangannya dapet. Keren 👍

    Comment on chapter Rencana Mereka
  • nowaryo_

    bagus sebetulnya. hanya saja terlalu banyak dialog. tp bagus, krn bisa membawa pembaca masuk dalam cerita

    Comment on chapter Persiapan Kilat
  • aiana

    @Ervinadypudah meyakinkan kok ceritanya. Eh tp di bab 19 kok ada pengulangan dr narasi bab 16. Pas momen makan ronde dan buat perjanjian kencan 1 hari.

    Comment on chapter Epilog: Narasi Enam Kepala Manusia
  • imagenie_

    selesai baca ini pas masih ngantor. huaaa bagus

    Comment on chapter Epilog: Narasi Enam Kepala Manusia
  • imagenie_

    wah pendakian. aku siap lanjut baca bab selanjutnya nih

    Comment on chapter Rencana Mereka
  • Ervinadyp

    @aiana makasihhh ya udahh bacaa💚💚 iyanihhh pgn banget naikgunung, doakan smoga kesampaian ya kakkk.. Aamiin yaAllah

    Comment on chapter Rencana Mereka
  • Ervinadyp

    @suckerpain_ makasiii banyakk sarannya ya kaak💚

    Comment on chapter Rencana Mereka
  • dear.vira

    Ceritanya bagus, sarannya coba agak kurangi bagian percakapannya ya, strusnya udah bgus banget semangat ya

    Comment on chapter Rencana Mereka
  • aiana

    seru nih, tentang perjalanan. saya baru baca beberapa bab. kalau sudah selesai saya review deh. Siap-siap nostalgia. Belum penah ke Semeru sih tapi pernah menggembel sampai ke G.Gede saya dulu dan beberapa Kerucut di Jateng. Penulis perlu coba naik gunung. seru dan bikin rindu loh.

    Comment on chapter Rencana Mereka
Similar Tags
Love and your lies
5748      1399     0     
Romance
You are the best liar.. Xaveri adalah seorang kakak terbaik bagi merryna. Sedangkan merryna hanya seorang gadis polos. Dia tidak memahami dirinya sendiri dan mencoba mengencani ardion, pemain basket yang mempunyai sisi gelap. Sampai pada suatu hari sebuah rahasia terbesar terbongkar
I Can't Fall In Love Vol.1
2724      1087     1     
Romance
Merupakan seri pertama Cerita Ian dan Volume pertama dari I Can't Fall In Love. Menceritakan tentang seorang laki-laki sempurna yang pindah ke kota metropolitan, yang dimana kota tersebut sahabat masa kecilnya bernama Sahar tinggal. Dan alasan dirinya tinggal karena perintah orang tuanya, katanya agar dirinya bisa hidup mandiri. Hingga akhirnya, saat dirinya mulai pindah ke sekolah yang sama deng...
Error of Love
1361      646     2     
Romance
Kita akan baik-baik saja ketika digoda laki-laki, asalkan mau melawan. Namun, kehancuran akan kita hadapi jika menyerah pada segalanya demi cinta. Karena segala sesuatu jika terlalu dibawa perasaan akan binasa. Sama seperti Sassy, semua impiannya harus hancur karena cinta.
Langit Jingga
3280      935     2     
Romance
Mana yang lebih baik kau lakukan terhadap mantanmu? Melupakannya tapi tak bisa. Atau mengharapkannya kembali tapi seperti tak mungkin? Bagaimana kalau ada orang lain yang bahkan tak sengaja mengacaukan hubungan permantanan kalian?
Cinta Tau Kemana Ia Harus Pulang
8934      1645     7     
Fan Fiction
sejauh manapun cinta itu berlari, selalu percayalah bahwa cinta selalu tahu kemana ia harus pulang. cinta adalah rumah, kamu adalah cinta bagiku. maka kamu adalah rumah tempatku berpulang.
Toget(her)
1525      721     4     
Romance
Cinta memang "segalanya" dan segalanya adalah tentang cinta. Khanza yang ceria menjadi murung karena cinta. Namun terus berusaha memperbaiki diri dengan cinta untuk menemukan cinta baru yang benar-benar cinta dan memeluknya dengan penuh cinta. Karena cinta pula, kisah-kisah cinta Khanza terus mengalir dengan cinta-cinta. Selamat menyelami CINTA
Persapa : Antara Cinta dan Janji
8069      1963     5     
Fantasy
Janji adalah hal yang harus ditepati, lebih baik hidup penuh hinaan daripada tidak menepati janji. Itu adalah sumpah seorang persapa. "Aku akan membalaskan dendam keluargaku". Adalah janji yang Aris ucapkan saat mengetahui seluruh keluarganya dibantai oleh keluarga Bangsawan. Tiga tahun berlalu semenjak Aris mengetaui keluarganya dibantai dan saat ini dia berada di akademi persa...
Move on
63      42     0     
Romance
Satu kelas dengan mantan. Bahkan tetanggan. Aku tak pernah membayangkan hal itu dan realistisnya aku mengalami semuanya sekarang. Apalagi Kenan mantan pertamaku. Yang kata orang susah dilupakan. Sering bertemu membuat benteng pertahananku goyang. Bahkan kurasa hatiku kembali mengukir namanya. Tapi aku tetap harus tahu diri karena aku hanya mantannya dan pacar Kenan sekarang adalah sahabatku. ...
Reminisensi Senja Milik Aziza
924      492     1     
Romance
Ketika cinta yang diharapkan Aziza datang menyapa, ternyata bukan hanya bahagia saja yang mengiringinya. Melainkan ada sedih di baliknya, air mata di sela tawanya. Lantas, berada di antara dua rasa itu, akankah Aziza bertahan menikmati cintanya di penghujung senja? Atau memutuskan untuk mencari cinta di senja yang lainnya?
When the Winter Comes
60791      8207     124     
Mystery
Pertemuan Eun-Hye dengan Hyun-Shik mengingatkannya kembali pada trauma masa lalu yang menghancurkan hidupnya. Pemuda itu seakan mengisi kekosongan hatinya karena kepergian Ji-Hyun. Perlahan semua ini membawanya pada takdir yang menguak misteri kematian kedua kakaknya.