Read More >>"> ALVINO (0.4 Bertemu sebentar) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - ALVINO
MENU
About Us  

Alvino berjalan menuju loker, membuka lokernya dan sudah banyak bunga disana.

Ada juga beberapa surat dari pengagum rahasianya. Inilah yang biasa terjadi jika Alvino lupa mengunci lokernya sebelum pulang kerumah. Namanya juga cowo most wanted.

"Lo pasti berasa diteror ya No," ucap Ravin sambil mengambil salah satu bunga lalu disimpan di sakunya.

"Ga penting." balas Alvino lalu mengeluarkan semua surat dan bunga tadi kemudian dia membuangnya kedalam tempat sampah yang terletak disamping loker.

"Yah No, mending buat gue!" ucap Amzar sambil memungut salah satu bunga dari dalam tempat sampah, memang Amzar kurang kerjaan.

Alvino hanya menaikan bahunya, mengambil buku yang biasa dia baca. Lalu menutup loker dan berjalan tanpa peduli pada ketiga temannya.

"Liat kan, kita ditinggalin lagi." ucap Theo

"Kuat banget gue temenan sama Alvino, untung dia ganteng." sahut Ravin

"Iya kalo cantik, nanti lo pacarin!" seru Amzar sambil menoyor kepala Ravin.

Tak lama dari itu, ada seorang cewe berambut pendek sebahu yang menghampiri mereka.

Dia menyodorkan sebuah kotak "Ini buat ka Vino," begitu ucapnya sambil menunduk malu.

Theo melirik Ravin sambil memainkan alisnya, cewe itu mengira bahwa Ravin adalah Alvino.

"Makasih loh" ucap Ravin lalu mengambil kotaknya. Membuat cewe tadi berani menatapnya, dan matanya langsung membelalak.

Theo, Ravin maupun Amzar senyum cengengesan.

"Makanya kalo jalan jangan nunduk oke." ucap Ravin, tersenyum jahil sambil berlalu meninggalkan cewe tadi.

Poor. 
               

Sedangkan Alvino, dia sudah duduk di bangku yang terletak dibawah pohon halaman belakang sekolah tempat biasa dia membaca buku. Memasang headsetnya lalu membuka halaman buku yang dia taruh pembatas.

Sebelum Alvino mulai membaca, bisa dia rasakan ada seseorang dibalik pohon.

Karena curiga dia'pun bergeser sedikit untuk melihat apa yang ada disana sambil membuka headsetnya.Dan ternyata ada Aretta yang menyender sambil memejamkan matanya. Nampaknya dia tertidur.

Alvino tidak perduli. Dia malah kembali ke posisinya. Walaupun tak lama dia mendengar Aretta menguap.

"Eh ada lo?" tanya Aretta yang sudah berdiri.

Alvino beralih dari bukunya, melihat Aretta lalu menaikan alisnya.

"Baca buku apa?" tanyanya. Alvino hanya mengangkat buku yang ada ditangannya sambil menujuk judul bukunya dan Aretta hanya ber 'oh' ria.

"Gue duduk disini boleh kan?"

"Hm." dan Aretta duduk tepat disamping Alvino.

"Lo suka buku fantasi gitu ya?" lagi-lagi dia bertanya

"Hm."

"Tapi kalo fantasi gitu, kayanya lebih seru kalo nonton pas udah di bikin film deh. Ya kan?" Alvino hanya diam.

"Gue berisik ya?. Mmm.. yaudah gue pinjem headset lo biar ga berisik" ucapnya lalu menyodorkan tangannya. Alvino menatapnya sebentar hingga akhirnya dia mencabut kabel headset dari ponselnya lalu memberikan headset pada Aretta.

"Handphone'nya juga dong hehe punya gue ketinggalan dikelas... Eh bukan ketinggalan tapi sengaja ditinggal." pintanya sambil cengengesan. Dan entah mengapa Alvino si cowo dingin malah memberinya dengan begitu gampang.

Aretta membuka playlist lagu milik Alvino. Menyetel lagu Never be alone dari Shawn Mendes. Aretta tersenyum ternyata Alvino juga mempunyai selera musik yang sama dengannya.

Dia menyender pada batang pohon, bisa dia lihat dari sini Alvino yang sedang fokus membaca buku fantasinya.

Matanya yang indah, alisnya yang tebal. Ah dia begitu tampan. Hingga membuat sudut bibir Aretta terangkat.

Tapi tidak dengan sudut bibir Sonya dkk yang ada di pojok sana sedang memperhatikan mereka.

"Lo harus samperin dia Nya!" ucap Lavina.

"Dia harus dikasih pelajaran tau ga!" seru Adora. Dan itu membuat Sonya melangkah maju menghampiri Alvino dan Aretta.

Aretta yang melihat Sonya dkk, sontak mengernyitkan dahinya sambil membuka headset.

"Mau lo apa si Ta?" ucap Sonya saat tiba dihadapan mereka.

Alvino ikut berdiri saat Aretta berdiri. "Apaan sih lo, ga jelas tiba-tiba dateng terus ngomong gitu." jawab Aretta.

"Apa maksut lo berduaan sama Alvino disini hah!"

Aretta melirik Alvino yang sedari tadi diam melihat Sonya "Emang apa urusannya sama lo?, gue berduaan sama siapa pun itu bukan urusan lo!".

"Tapi jadi urusan gue kalo lo berduaan sama Alvino!" ucap Sonya lalu mendorong pundak Aretta.

"Lo apa-apa sih Nya, emang Alvino siapa lo sampe-sampe gue ga boleh berduaan sama dia?" tanya Aretta.

"Dia—"

"Gue bukan siapa-siapa'nya dia." sahut Alvino, melirik Sonya dingin lalu pergi begitu saja.

"Lo jauhin Alvino, ngerti lo!" ucap Sonya lagi.

"Lo tuli, ga denger tadi Alvino bilang kalo dia bukan siapa-siapanya lo—yang artinya, siapapun bebas buat deket sama Alvino termasuk gue." jawab Aretta tidak tau ucapan itu berasal dari mana, lalu melangkah pergi, tapi tangannya ditahan oleh Sonya.

"Gue lagi ga mood buat berantem sama lo." ucap Aretta lalu melepas tangan Sonya dengan kasar.

 

                                                                                                                                          ????

 

Aretta membasuh wajahnya dengan air mengalir, menatap bayangannya yang ada dikaca.

"Kenapa tadi gue ngomong seakan-akan gue mau deketin Alvino ya?" tanya Aretta pada diri sendiri.

Lalu menyender pada dinding, dia menepuk jidatnya saat tersadar ponsel dan headset milik Alvino masih bersamanya.

Kembali mengahadap kaca lalu membuang nafasnya pelan, membawa kedua benda tadi keluar dari toilet.

Saat Aretta berjalan, dia hanya memberi seulas senyum pada beberapa adik kelas yang menyapanya.

Setelah sampai ditempat duduknya. Dia melipat tangannya diatas meja dan menenggelamkan wajahnya disana.

Teya dan yang lainnya saling melirik, lalu duduk mendekati Aretta.

"Ta kenapa lo?" tanya Kayla tapi Aretta tidak menjawab.

"Handphone siapa yang lo bawa?" kali ini Teya yang bertanya.

Aretta mengangkat kepalanya, membenarkan posisi kursinya. Bergantian menatap ketiga temannya "Alvino." jawabnya singkat.

"Lo mah orang Teya nanya itu handpone siapa, malah jawab Alvino" ucap Kayla.

"Lo mending diem deh Kay, lebih terlihat pinter" saran Kyna.

"Tapi Ta, ko bisa sama lo?" tanya Teya.

"Tadi gue pinjem"

"Ko bisa!" tanya Kayla

Dan mau tak mau Aretta menceritakan kejadian tadi.

"Dia emang ga pernah bosen cari masalah kayanya!" ucap Teya sambil mengebrak meja, membuat beberapa mata menatapnya "Apa?" ucapnya kesal.

"Makanya Ta, besok-besok jangan tidur dibelakang pohon." ucap Kayla.

"Kan gue niat'nya kabur dari pelajaran Bu Pena" sahut Aretta

"Tapi ada bagusnya juga, lo jadi bisa ketemu Alvino si ganteng!" kali ini Kyna yang menyahut.

"Si salju." Aretta membenarkan kata yang tepat untuk Alvino, menopang wajahnya dengan tangan kirinya.

"Kayanya kita besok kita harus ngerjain Sonya sama dayang-dayangnya itu" saran Kyna.

"Gue setuju!" sahut Kayla dia memang semangat 45 soal seperti ini.

"Gue yang susun rencana'nya" ucap Teya.

Aretta dan yang lainnya saling melirik lalu sama-sama tertawa sambil bertosan.

Tak lama bell terdengar yang artinya seluruh siswa diperbolehkan pulang kerumah masing-masing

Aretta memasukkan buku catatan matematikanya kedalam tas "Gue duluan ya!"

"Hati-hati ada semut Ta." ini ucap Kyla. 
                          

                                                                                                                                           ????

 

Ravin menarik rambut Niana sekertaris dikelasnya, saat Niana menoleh dia menunjuk Theo yang sedang berjalan disampingnya.

"Rese lo, ganggu tauga!" ucap Niana judes kepada Theo lalu pergi dari hadapan mereka.

Tawa Ravin dan juga Amzar menggema.

"Lo gila Vin, lo yang iseng gue yang kena," ucap Theo wajahnya lemas dia belum makan siang haha.

Sedangkan Alvino, dia menghentikan langkahnya saat sadar bahwa ponselnya tidak ada disaku celana.

Ravin dan Amzar menghentikan langkahnya saat melihat Alvino yang sedang menggeledah tasnya sendiri.

"Woi Yo!" panggil Amzar karena Theo malah terus berjalan. Tapi Theo tak menoleh, dia hanya menunjukan ibu jarinya lalu berjalan ke arah kiri. Nampaknya dia akan membeli makanan dulu dikantin.

"Kenapa No?" tanya Ravin sambil lalu bersandar pada tiang bangunan

"Handphone gue," jawab Alvino, dia terdiam sejenak dan ingatannya jatuh pada Aretta. Dia ingat ponselnya masih dipegang Aretta saat dia pergi begitu saja tadi.

"Lo berdua, tunggu mobil." pesan Alvino lalu melangkah pergi sambil menutup resleting tasnya. 

"Yuk beb!" ucap Ravin lalu merangkul Amzar. Dan dengan cepat Amzar menjauhkan tangan Ravin dari pundaknya. "Jijik."

Saat Alvino berjalan tepat beberapa langkah dari Ravin dan Amzar, sudah terlihat Aretta yang berjalan kearah'nya.

Aretta menyodorkan ponsel dan juga headset milik Alvino "Alvino ini maaf tadi kebawa, abis lo pergi gitu aja si tadi,"

"Makasih." sahut Alvino sambil meraih ponsel dan juga headsetnya.

Aretta masih berdiri di hadapannya saat Alvino sedang menaruh headsetnya kedalam tas. Dia memperhatikan gerakan Alvino. Rambut yang Indah dan pasti halus,wangi parfum Alvino yang tercium walaupun jarak mereka tidak terlalu dekat.

Alvino kaya malaikat versi manusia dingin. Batin Aretta.

Dan Alvino tersadar lalu membalikan badan sambil mengatakan "Gue duluan." Dia sangat cuek. Bahkan dia tidak membalas tatapan Aretta.

Tak lama Aretta mendengar ponselnya berdering, ternyata Ayah'nya yang menelpon.

"Ko tadi lama, pasti kamu berduaan dulu sama pacar kamu" Ledek Sarkara Ayah dari Aretta.

"Apasi Ayah, tadi aku ke toilet dulu. Dan satu lagi aku belum punya pacar" sahut Aretta sambil memasang sabuk pengamannya.

"Masa anak Ayah cantik gini, belum punya pacar?" entah ini pertanyaan atau ledekan.

"Ih Ayah!" ucap Aretta sebal, Ayahnya menepuk puncak kepalanya lalu menancapkan gas.

Hubungan Aretta dengan Ayah'nya memang dekat.

 

                                                                                                                                         ????

 

"Kentang, kentang apa yang disukain anak kecil?" tanya Ravin kepada dua teman dibelakang'nya sambil menaik turunkan alisnya.

"Kentang goreng!"

"Kentang rebus!" sahut Amzar dan Theo bersamaan.

"Ah salah lo, dasar ga pernah nonton iklan!" sahut Ravin sambil berusaha menaikan satu alisnya dan itu gagal karena dia hanya bisa menaikan dua alisnya secara bersamaan.

"Emang apa?" tanya Theo.

"Kentang-kintung, kentang-kintung HAHAHA!" sahut Ravin sambil menggerakkan kedua tangannya.

Theo dan Amzar saling lirik, lalu menatap Ravin secara bersamaan mereka melempar sebuah bantal kecil yang memang sengaja Alvino bawa untuk mereka "Garing bego!".

Dan Alvino hanya tertawa kecil disana, membuat Ravin menoleh "Seengganya Alvino ketawa." ucapnya lalu menjulurkan lidah pada Theo dan Amzar.

Mereka biasa pulang sekolah bersama saat Ravin tidak membawa mobil, ini dikarenakan rumah mereka berempat yang bersebelahan. Hanya beberapa langkah mereka sudah bisa menghampiri tiga rumah.

"Oh iya handphone lo ketinggalan dimana No?" tanya Ravin sambil membenarkan posisi duduknya kembali mengahadap kejalanan.

"Aretta." sahutnya padat, jelas.

"Ko bisa?" kali ini Amzar yang bertanya.

"Perlu banget gue cerita?" Alvino menyahut sambil mengambil stir ke kiri.

"Perlu'lah, kalo lo gamau cerita lo anggep kita apaan selama ini Alvin?" sahut Theo, dengan nada lebay seakan Alvino tidak menganggapnya ada selama ini.

"Jangan panggil Alvin, bisa?" sahut Alvino lagi.

"Iya mas Alvin—eh Vino"

Keadaan jadi hening.

"Yah si ganteng, bukan'nya cerita dari tadi gue nungguin." ucap Amzar lalu menyenderkan kepalanya di jendela mobil.

"Sabar sabar deh lo ye," sahut Ravin.

"Nanti gue cerita." akhirnya Alvino mau bercerita.

Setelah Alvino selesai bercerita, pas didepannya sudah terpampang rumah Alvino yang berpagar putih. Hari ini mereka berencana akan membersihkan rumah pohon yang mereka minta buatkan saat kelas 2 SD. Rumah pohon itu dilengkapi dengan perosotan, dan juga ring basket. Karena mereka sering bermain basket disini, dan juga ada dua buah ayunan. Sebenarnya ini dibuat saat mereka masih kecil jadi mereka belum berfikiran untuk tidak menaruh dua buah ayunan disana.

Tadinya rumah pohon itu ingin dibuat dirumah Amzar, tapi berhubung dihalaman belakang rumah Amzar tidak ada pohon besar makanya rumah pohon itu jadi di buat di rumah Alvino, karena tidak mungkin'kan jika mereka menunggu sebuah pohon tumbuh besar d...

Tadinya rumah pohon itu ingin dibuat dirumah Amzar, tapi berhubung dihalaman belakang rumah Amzar tidak ada pohon besar makanya rumah pohon itu jadi di buat di rumah Alvino, karena tidak mungkin'kan jika mereka menunggu sebuah pohon tumbuh besar di halaman Amzar baru mereka akan membuat sebuah rumah pohon?.

"Jadi sering ketemu sama Aretta, enak amat lo!" ucap Ravin sambil mengambil tasnya.

"Ga juga." sahut Alvino, mencabut konci mobil, memakai tasnya ditangan kiri lalu keluar.

Theo menepuk bokong Amzar karena Amzar hanya berdiri didepan pintu saat dia ingin keluar "Bisa ga si lo ga modus?" tanya Amzar sambil menatap sinis Theo yang sedang menutup pintu mobil.

"Stop bergaya gitu, gue jijik liatnya. Lo diam aja gue udah enek liatnya Zar." sahut Theo, lalu berjalan menghampiri Ravin dan juga Alvino yang sedang membuka pintu rumah.

"Lo gatau, gue lebih jijik liat lo Yo."

Setelah itu mereka masuk menuju kamar Alvino tanpa dipersilahkan. Itu karena Alvino pernah bilang bahwa bila meraka main kesini anggap saja seperti rumah sendiri.

Ravin membuka kaus kakinya, lalu menggeser Theo dan menghempaskan badannya di atas kasur.

Sedangkan Alvino, dia membuka baju seragamnya dan menggantinya dengan kaus oblong hitam ditambah celana boxer. Tapi tetap saja dia terlihat tampan—kata Amzar.

"Bunda kemana No?" tanya Amzar sambil membuka pintu balkon.

"Arisan paling" sahut Alvino sambil tiduran disamping Ravin.

"Yah bawa demay gue dong?" tanya Ravin, dan Alvino hanya berdeham, disini yang dimaksud demay adalah dede gemay panggilan untuk Aqueena Sabilal, adik Alvino yang baru berusia 3 bulan     

"Yah bawa demay gue dong?" tanya Ravin, dan Alvino hanya berdeham, disini yang dimaksud demay adalah dede gemay panggilan untuk Aqueena Sabilal, adik Alvino yang baru berusia 3 bulan.

Pada saat Bunda Ashila melahirkan, mereka bertiga menemani Alvino dirumah sakit. Bahkan sampai menginap disana dan tidur di mushola.

"Katanya mau bersihin rumah pohon" ucap Theo sambil menaruh ponsel'nya keatas meja belajar Alvino, lalu menghampiri Amzar yang tengah duduk dibalkon.

"Gue tidur dulu bentar, kalian duluan aja bersih-bersihnya nanti gue nyusul" sahut Ravin sambil menenggelamkan wajahnya di balik bantal.

"Pala lo benjol Vin, yang ada pas lo bangun bersih-bersihnya udah selesai." jawab Amzar.

"Udah, ayuk Vin." ajak Alvino sambil berjalan untuk menuju rumah pohon yang ada dihalaman belakang rumahnya, dan tentunya dibuntuti kedua temannya. Eh salah, bukan kedua tapi ketiga temannya karena Ravin akhirnya memilih untuk ikut mereka. Karena Theo baru saja menarik kakinya.

"Ternyata gue ga sejelek dulu." ucap Theo sambil membersihkan debu yang ada di pinggir bingkai dimana terdapat figur mereka berempat saat masih kelas 6 SD.

"Kata siapa?" sahut Amzar tepat didepan telinga Theo.

"Gue telen lo!"

"Ga muat bego, gue gede!" sahut Amzar lalu kembali menaruh jam dinding yang mereka buat dari beberapa lego saat kelas 2 SMP.

Alvino menghentikan pekerjaannya sebentar saat mendengar ponselnya berbunyi, Alvino sengaja tidak meninggalkan ponselnya karena takut ada yang penting. Contohnya seperti Bunda yang meminta jemput.

Saat Alvino menyentuh layar ponselnya, bisa dia lihat ada sebuah notifikasi dari Aretta.

Aretta menambahkan kontaknya sebagai teman, di LINE.

Itu mungkin hal biasa, tapi apa tujuan Aretta? 

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Petrichor
4108      1380     2     
Inspirational
Masa remaja merupakan masa yang tak terlupa bagi sebagian besar populasi manusia. Pun bagi seorang Aina Farzana. Masa remajanya harus ia penuhi dengan berbagai dinamika. Berjuang bersama sang ibu untuk mencapai cita-citanya, namun harus terhenti saat sang ibu akhirnya dipanggil kembali pada Ilahi. Dapatkah ia meraih apa yang dia impikan? Karena yang ia yakini, badai hanya menyisakan pohon-pohon y...
Tanda Tanya
362      250     3     
Humor
Keanehan pada diri Kak Azka menimbulkan tanda tanya pada benak Dira. Namun tanda tanya pada wajah Dira lah yang menimbulkan keanehan pada sikap Kak Azka. Sebuah kisah tentang kebingungan antara kakak beradik berwajah mirip.
Kamu!
1853      700     2     
Romance
Anna jatuh cinta pada pandangan pertama pada Sony. Tapi perasaan cintanya berubah menjadi benci, karena Sony tak seperti yang ia bayangkan. Sony sering mengganggu dan mengejeknya sampai rasanya ia ingin mencekik Sony sampai kehabisan nafas. Benarkah cintanya menjadi benci? Atau malah menjadikannya benar-benar cinta??
Rêver
5495      1642     1     
Fan Fiction
You're invited to: Maison de rve Maison de rve Rumah mimpi. Semua orang punya impian, tetapi tidak semua orang berusaha untuk menggapainya. Di sini, adalah tempat yang berisi orang-orang yang punya banyak mimpi. Yang tidak hanya berangan tanpa bergerak. Di sini, kamu boleh menangis, kamu boleh terjatuh, tapi kamu tidak boleh diam. Karena diam berarti kalah. Kalah karena sudah melepas mi...
THE WAY FOR MY LOVE
406      311     2     
Romance
Mencintaimu di Ujung Penantianku
4181      1140     1     
Romance
Perubahan berjalan perlahan tapi pasti... Seperti orang-orang yang satu persatu pergi meninggalkan jejak-jejak langkah mereka pada orang-orang yang ditinggal.. Jarum jam berputar detik demi detik...menit demi menit...jam demi jam... Tiada henti... Seperti silih bergantinya orang datang dan pergi... Tak ada yang menetap dalam keabadian... Dan aku...masih disini...
Simbiosis Mutualisme seri 1
9683      2168     2     
Humor
Setelah lulus kuliah Deni masih menganggur. Deni lebih sering membantu sang Ibu di rumah, walaupun Deni itu cowok tulen. Sang Ibu sangat sayang sama Deni, bahkan lebih sayang dari Vita, adik perempuan Deni. Karena bagi Bu Sri, Deni memang berbeda, sejak lahir Deni sudah menderita kelainan Jantung. Saat masih bayi, Deni mengalami jantung bocor. Setelah dua wawancara gagal dan mendengar keingin...
SATU FRASA
12897      2673     8     
Romance
Ayesha Anugrah bosan dengan kehidupannya yang selalu bergelimang kemewahan. Segala kemudahan baik akademis hingga ia lulus kuliah sampai kerja tak membuatnya bangga diri. Terlebih selentingan kanan kiri yang mengecapnya nepotisme akibat perlakuan khusus di tempat kerja karena ia adalah anak dari Bos Besar Pemilik Yayasan Universitas Rajendra. Ayesha muak, memilih mangkir, keluar zona nyaman dan m...
in Silence
392      268     1     
Romance
Mika memang bukanlah murid SMA biasa pada umumnya. Dulu dia termasuk dalam jajaran murid terpopuler di sekolahnya dan mempunyai geng yang cukup dipandang. Tapi, sekarang keadaan berputar balik, dia menjadi acuh tak acuh. Dirinya pun dijauhi oleh teman seangkatannya karena dia dicap sebagai 'anak aneh'. Satu per satu teman dekatnya menarik diri menjauh. Hingga suatu hari, ada harapan dimana dia bi...
complicated revenge
17277      2761     1     
Fan Fiction
"jangan percayai siapapun! kebencianku tumbuh karena rasa kepercayaanku sendiri.."