Read More >>"> Begitulah Cinta? (Enam Belas) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Begitulah Cinta?
MENU
About Us  

ENAM BELAS

Telepon genggamnya bergetar dan menyala. Tulisan “Pesan baru” muncul pada layar kusamnya. Seakan paham dengan keadaan pemilik telepon genggam, pesan itu terkirim ketika waktu menunjuk pukul 6 pagi. Waktu dimana si pemilik telepon biasa bangun. Majid menjulurkan tangan meraih benda bergetar itu. Di waktu yang bersamaan pesan lain datang menggetarkan telepon genggamnya yang lain, tepat ketika dirinya membuka pesan berisi ucapan selamat pagi. Pesan yang lain datang dari Rudi, hari ini adalah hari keberangkatannya ke Australia. Tanpa terasa seminggu telah berlalu sejak keberangkatan Amir, kini Rudi menyusul dengan tujuan yang berbeda namun sama jauhnya. Sampai-sampai hampir tidak mungkin rasanya berkunjung ke sana untuk sekedar bertegur sapa. Untungnya dia masih bisa berhubungan dengan mereka melalui Facebook atau sosial media lain.

            Dunia memang telah berubah canggih. Berkembang ke arah yang luar biasa. Teknologi telah mendekatkan yang jauh, namun terkadang juga menjauhkan yang dekat. Di sini yang membuatnya galau adalah waktu berbeda antara tempatnya berada sekarang dengan kedua sahabatnya. Susah untuk bisa berhubungan dalam keadaan yang sama-sama online. Karena perbedaan waktu yang sangat signifikan antara Amerika, Australia dan Indonesia.

            Rudi masih akan berangkat nanti sore, katanya dalam pesan teksnya. Majid masih ada waktu sampai siang mencari sesuatu untuk sahabatnya. Dia berpikir, barang apa yang cocok dia berikan padanya sebagai simbol persahabatan, tapi juga bermanfaat. Beberapa waktu lalu, dia memberikan Amir sebuah novel nuansa persahabatan. Dia tahu jika Amir kerap kali menikmati bacaan-bacaan terkait novel, komik dan sejenisnya, mirip dengannya. Jadi tidak terlalu bingung akan memberikan apa untuknya. Referensinya sendiri terkait penulis dan karya mereka juga tidak diragukan lagi. Majid dan Amir sama-sama penikmat buku, dia tahu siapa penulis kesukaan Amir.

            Majid sempat berpikir lagi sejenak. Menimbang dan mengingat apa yang menjadi favorit Rudi. Selama persahabatan yang dia lalui dengan Rudi, yang ia ketahui bahwa anak itu cukup fanatik pada klub sepak bola asal Inggris. Mungkin sebuah “Jersey” cocok untuk pengingat sahabatnya. Dia memutuskan untuk memberikannya barang itu. Selepas mandi dan sarapan rencananya dia akan pergi ke toko alat olah raga, mungkin bersama Martha.

            Sore hari di hari yang sama, langit malu-malu dengan selimut awannya menyembunyikan senja di kaki langit. Majid sudah berada di stasiun bersama dengan Martha, Sonia dan Yasmine. Duduk diantara deretan pengantar lain untuk menemani keberangkatan Rudi. Rencananya dia transit ke Jakarta untuk menyelesaikan beberapa berkas sampai akhirnya berangkat ke Sidney, Australia. Semenjak mereka mengurusi keperluan ekstrakurikuler fotografi bersama, semua menjadi sering berkumpul tambah akrab, tanpa terkecuali dengan hadirnya Martha. Majid sudah mulai berangsur membaik dengan hadirnya gadis itu dihari-harinya. Sudah tidak sakit, hanya membekaskan semacam luka lama.

            Siang hari Majid menjemput Martha. Keduanya menuju beberapa tempat perbelanjaan. Martha juga ingin mencarikan sesuatu untuk keberangkatan Rudi. Sudah lama sekali Majid tidak berduaan lagi dengan gadis itu. Awalnya canggung, namun rasa itu segera menguap.

            “Sudah lama ya, kita tak keluar bareng lagi.” Ucap Majid.

            “Kamu tidak pernah mengajakku sih.” Candanya.

            “Kamu tahu sendiri kan ekskul kita perlu penanganan lebih. Terlebih semenjak Amir ke Amerika.” Jelas Majid.

            “Kan tidak semalaman juga kamu mengurusinya.”

            “Hmm. Iyadeh iya. Lain kali kita keluar bareng. Dari dulu tidak pernah berubah ya. Pasti aku yang kalau berdebat.”

            Martha tertawa mendengarnya. “Makan yuk.” Ajak gadis itu.

            “Boleh, aku juga mulai lapar nih.” Jawab Majid. Keduanya berjalan menuju foodcourt. Sorenya, setelah selesai makan keduanya beranjak menuju stasiun.

            Di ruang tunggu penumpang, mereka sempat berbincang membahas apapun yang terlintas, bersama keluarga dan orang tua Rudi. Sampai akhirnya waktu di mana kereta Rudi memasuki stasiun akan segera tiba. Suasana haru tergambar jelas di sana, melingkupi keberangkatan teman baiknya. Terlebih bagi kedua orang tua Rudi yang harus merelakan anaknya merantau jauh di negeri kangguru. Karena anak semata wayang mereka belum pernah tinggal jauh dari kedua orang tuanya.

            Selepas Magrib, Majid bersama Martha dan Sonia mampir untuk makan malam di sebuah kedai makan tidak jauh dari stasiun. Sementara Yasmine memutuskan pulang lebih dulu, karena ada urusan mendadak di rumahnya. Di kedai itu ketiganya membahas perihal urusan ke depan mengenai ekstrakurikuler fotografi yang sedang mereka kembangkan. Percakapan mereka berlanjut, membahas rencana masing-masing setelah lulus.

            Sonia mengatakan lebih dulu, dia akan melanjutkan studinya di Bandung. Dia menjelaskan jika saudaranya ada yang tinggal di kota berjuluk Paris van Java itu. Terlebih kedua orang tuanya sudah memberi restu untuk melanjutkan studinya. Kemudian Martha, dia mengatakan akan ke Yogyakarta, sebuah kota yang terkenal akan semboyan kota para pelajar. Memang tidak sedikit lulusan yang membidik universitas di sana. Meskipun demikian mereka sepakat untuk datang menengok keadaan ekstrakurikuler mereka di SMA ketika ada waktu luang. Majid sendiri menjelaskan bahwa ia ingin melanjutkan studinya di ibukota.

            Awan malam bergelayut tenang. Bercengkrama bersama rembulan dan beberapa titik bintang. Majid hanya merenung sendiri di kamar rumahnya. 4 jam sudah berlalu semenjak keberangkatan Rudi. Dia duduk di depan meja belajarnya mengambil telepon genggam tuanya. Kini dia menganggap spesial barang itu.

            Jemarinya mulai mengetik pesan kepada si pengirim pesan misterius itu. Dia menulis dalam pesan teks mengenai apa yang dia rasakan. Entah sejak kapan dia merasa nyaman pada si pengirim pesan misterius itu.

            “Jika kau tahu apa yang aku rasakan maka katakanlah.” Isi pesan Majid pada si pengirim pesan misterius.

            Tanpa membutuhkan waktu lama, pesan baru muncul sebagai balasan. Seakan-akan orang di seberang sana tidak perlu mengetik, hanya perlu berbicara langsung untuk menjawab. “Kau sedang gundah. Kau sedih karena teringat kepergian Amir ketika menemani Rudi tadi. Kau sedih mengingat kenangan akan Martha ketika kau mengetahui jika dia akan ke Yogyakarta. Dan kau bimbang tentang apa yang akan kau lakukan selanjutnya.”

            “Kau mengerikan ya. Benar-benar bisa membaca hati orang” Ucap Majid dalam balasan pesannya. “Kau akan membantuku bukan?”

            “Tentu! Karena aku adalah sahabatmu.” Isi balasan si pengirim misterius. Lagi-lagi dengan cepat.

            “Ada yang ingin aku katakan. Tapi aku yakin kau pasti sudah tahu bukan?”

            “Soal Siska?”

            Majid bingung menyikapi tanggapan si pengirim pesan misterius yang benar seratus persen. Dia mencoba merangkai kata untuk membalas pesan singkat yang sangat mengena itu. Seperti dart yang dilemparkan tepat di titik merah.

            “Aku bingung harus bagaimana. Aku ingin bertemu dengannya. Rasanya aku benar-benar memujanya di pertemuan pertama kami.”

            “Kau yakin ingin bertemu lagi dengannya?” Si pengirim pesan misterius bertanya memastikan.

            Majid menjawab mantab pesan itu, singkat dan cepat. “Sangat yakin!”

            “Tapi dia sudah sangat berubah lho. Aku yakin kau tidak akan mengenalinya lagi.” Si pengirim pesan misterius kembali memberikan statement seperti ingin mengetahui kesungguhan Majid.

            Sedang Majid tidak mau kalah. Dia menjawab pesan itu dengan bersemangat. Seakan-akan rasa kantuk dan lelahnya sirna begitu saja. Rasa penasaran ingin bertemu dengan Siska menggebu-gebu. “Pokoknya aku ingin berjumpa lagi dengannya. Aku ingin dia tahu bagaimana perasaan ini tumbuh. Masa bodoh dengan penampilannya sekarang atau lusa.”

            “Kalau begitu kau hanya perlu mengikuti saranku.”

            “Apa?” Tanya Majid singkat dalam pesannya.

            “Kau besok berangkatlah ke Semarang. Tujuanmu adalah UNDIP.”

            Majid bingung dengan tanggapan si pesan misterius, namun dia tetap menanggapinya dengan antusias. “Untuk apa? Apa Siska ada di sana?”

            “Tentu saja untuk melihat-lihat keadaan perguruan tinggi itu. Karena nantinya kau akan kuliah di sana.”

            “Jangan bodoh, aku sudah bilang aku ingin kuliah di Jakarta.” Kata Majid. Ada rasa kecewa di hatinya karena ternyata itu tidak ada hubungannya dengan Siska.

            “Kau ingin bertemu dengan Siska tidak?”

            Majid sejenak terdiam bingung. Tadi orang misterius itu mengatakan hanya melihat-lihat. Sekarang dia kembali menyingkap nama Siska. Mana yang sebenarnya benar. Namun Majid kembali bersemangat membalas ketika si pengirim pesan menyebut nama Siska “Beri aku alasan untuk percaya.”

            “Besok pagi kau akan sarapan dengan nasi goreng seafood dan segelas susu.”

            “Mana mungkin ibuku menyiapkan sarapan selain roti selai.” Jawab Majid tidak percaya.

            “Lihat saja. Salamat malam.”

            Lagi-lagi si pengirim pesan misterius memutus komunikasinya malam ini. Pesan terakhirnya membuat Majid terbayang-bayang. Susah tidur karenanya. Terlebih lagi dia tidak bisa melakukan apa pun. Ingin rasanya melanjutkan percakapannya dalam pesan. Dia mencoba membalas pesan itu, sayang pesannya tidak terkirim. Hal seperti itu sering terjadi ketika si pesan misterius telah menutup perbincangan mereka.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • MajidNito

    @atinnuratikah gehehe thx u kak... iya emang lagi galau

    Comment on chapter Satu
  • nuratikah

    Kayak galau tingkat dewa ya ini. aku suka pembawaan ceritanya. Berkunjung ke ceritaku juga ya, ditunggu likebacknya.

    Comment on chapter Satu
Similar Tags
Secarik Puisi, Gadis Senja dan Arti Cinta
1122      736     2     
Short Story
Sebuah kisah yang bermula dari suatu senja hingga menumbuhkan sebuah romansa. Seta dan Shabrina
HER
531      300     2     
Short Story
Temanku yang bernama Kirane sering memintaku untuk menemaninya tidur di apartemennya. Trish juga sudah biasa membuka bajunya sampai telanjang ketika dihadapanku, dan Nel tak jarang memelukku karena hal-hal kecil. Itu semua terjadi karena mereka sudah melabeliku dengan julukan 'lelaki gay'. Sungguh, itu tidak masalah. Karena pekerjaanku memang menjadi banci. Dan peran itu sudah mendarah da...
JEANI YOONA?
355      248     0     
Romance
Seorang pria bernama Nicholas Samada. Dia selalu menjadi korban bully teman-temannya di kampus. Ia memang memiliki tampang polos dan bloon. Jeani seorang perempuan yang terjebak di dalam nostalgia. Ia sangat merindukan seorang mantan kekasihnya yang tewas di bunuh. Ia susah move on dari mantan kekasihnya hingga ia selalu meminum sebuah obat penenang, karena sangat depresi. Nicholas tergabung d...
Stars Apart
549      377     2     
Romance
James Helen, 23, struggling with student loans Dakota Grace, 22, struggling with living...forever As fates intertwine,drama ensues, heartbreak and chaos are bound to follow
Untuk Reina
22176      3259     30     
Romance
Reina Fillosa dicap sebagai pembawa sial atas kematian orang-orang terdekatnya. Kejadian tak sengaja di toilet sekolah mempertemukan Reina dengan Riga. Seseorang yang meyakinkan Reina bahwa gadis itu bukan pembawa sial. Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi pada Riga?
Cinta Venus
511      276     3     
Short Story
Bagaimana jika kenyataan hidup membawamu menuju sesuatu yang sulit untuk diterima?
Premium
Ilalang 98
3802      1490     4     
Romance
Kisah ini berlatar belakang tahun 1998 tahun di mana banyak konflik terjadi dan berimbas cukup serius untuk kehidupan sosial dan juga romansa seorang mahasiswa jurusan Sastra Indonesia bernama Ilalang Alambara Pilihan yang tidak di sengaja membuatnya terjebak dalam situasi sulit untuk bertahan hidup sekaligus melindungi gadis yang ia cintai Pada akhirnya ia menyadari bahwa dirinya hanya sebuah il...
Salendrina
2133      767     7     
Horror
Salendrina adalah boneka milik seorang siswa bernama Gisella Areta. Dia selalu membawa Boneka Salendrina kemanapun ia pergi, termasuk ke sekolahnya. Sesuatu terjadi kepada Gisella ketika menginjakan kaki di kelas dua SMA. Perempuan itu mati dengan keadaan tanpa kepala di ruang guru. Amat mengenaskan. Tak ada yang tahu pasti penyebab kematian Gisella. Satu tahu berlalu, rumor kematian Gisella mu...
#SedikitCemasBanyakRindunya
2781      1009     0     
Romance
Sebuah novel fiksi yang terinspirasi dari 4 lagu band "Payung Teduh"; Menuju Senja, Perempuan Yang Sedang dalam Pelukan, Resah dan Berdua Saja.
injured
1094      602     1     
Fan Fiction
mungkin banyak sebagian orang memilih melupakan masa lalu. meninggalkannya tergeletak bersama dengan kenangan lainya. namun, bagaimana jika kenangan tak mau beranjak pergi? selalu membayang-bayangi, memberi pengaruh untuk kedepannya. mungkin inilah yang terjadi pada gadis belia bernama keira.