Read More >>"> Begitulah Cinta? (Sebelas) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Begitulah Cinta?
MENU
About Us  

SEBELAS

Ujian telah berlalu, hari-hari sudah kembali normal pada jalurnya. Sisanya adalah waktu panjang penantian hasil dari kerja keras dan perjuangannya dalam menyongsong ujian. Lebih tepatnya sepekan telah berlalu semenjak ujian berlangsung dan dua pekan setelah malam menyedihkannya bersama Martha. Di sebuah tempat makan penuh kenangan menyajikan aura haru semalaman. Pagi ini Majid kembali terpuruk dalam diam di akhir pekan. Meskipun hari belum beranjak begitu siang untuk melamun.

            Pikirannya terbang dikala duduk termenung menikmati setoples cemilan dan cahaya yang tersirat dari tabung televisi, di dalam kamarnya. Entah siapa yang menikmati siapa kala itu, seperti telivisi yang ditontonnya berbalik menyaksikan dirinya yang larut jauh terlalu dalam ke dalam angan-angan konyol. Pertemuannya dengan Martha beberapa waktu lalu kembali mengguncang dunianya. Meskipun malam itu telah berlalu sekitar dua minggu lebih, tapi untungnya dia berhasil menipu dirinya sendiri di malam penuh kesedihan itu. Sebuah keajaiban ternyata dirinya adalah seorang penipu ulung. Bahkan Martha sendiri tampak percaya, jika dirinya dalam keadaan tenang tanpa beban yang sebenarnya ialah sebaliknya.

            Televisinya mempertontonkan aksi heroik Son Goku dalam memperebutkan bola naga. Pikirannya sendiri cukup rumit, memaksanya menjadi tokoh fiksi tersebut. Berkelana mencari ketujuh bolanya. Memanggil sang dewa naga berharap Mr. Einstein berhasil dihidupkan kembali. Bersama teknologi yang berkembang dalam khayalan dunia Dragon Ball, meng-kloningnya menjadi 100 jiwa sama rata. Bukanlah hal mustahil benda asing berbau fiksi ilmiah akan menjadi kenyataan di depan matanya, sebuah mesin waktu. Melintasi dari waktu ke waktu, di mana dirinya masih menggenggam erat tangan mantan kekasihnya yang tercinta, atau berselancar dimasa silam tatkala pertemuannya dengan gadis misterius itu akan terulang. Pilihan yang sulit dan cukup indah menjadi sebuah angan-angan, meskipun penuh kekonyolan.

            Aku terlalu bodoh untuk menjawab. Terlalu congkak untuk memilih. Gerutunya dalam hati.

            Dia membenamkan kepalanya dalam-dalam dengan bantal. Sampai kegelapan tercipta yang disambut dengan bayangan keduanya yang merayap dari balik kepalanya meminta untuk dipilih. Sementara dirinya sendiri percaya jika dirinya bukanlah seorang pemilih yang bagus. Di sisi lain dia tak ingin kembali mengulang sakit hati yang telah Martha lakukan, selainnya masih merasakan kerinduan akan sisi feminim gadis itu. Ditambah dengan harapannya pada gadis misterius yang tertanam dalam kepalanya, Siska.

            Ini tidak akan berhasil. Dia bangkit dari ranjangnya, mematikan televisi lantas berlalu.

            Sesaat berlalu. Majid sudah duduk mematung dengan telepon genggam di tangan kanannya menunggu kedatangan dua sahabatnya yang tidak kunjung terlihat batang hidungnya. Siang ini mereka bertiga berencana berkumpul di tempat makan yang biasa mereka  gunakan sebagai titik bertemu setelah sekian lama tidak main keluar bersama. Meskipun ketika berkumpul mereka hanya memperbicangkan hal-hal tidak tentu arah dan tidak ada pula bobotnya. Namun hanya itu yang dapat mereka lakukan sementara.

Sudah beberapa menit berlalu sejak kedatangan Majid di restoran Special Chicken Steak. Keadaan siang ini cukup tenang, hingga suara deru kipas angin terdengar sangat jelas setiap detiknya. Tempat makan itu terlihat cukup sederhana dalam balutan tembok berwarna oranye cerah. Mereka menyukai tempat itu karena harganya yang terbilang murah untuk kantong anak SMA. Tempo hari di akhir ujian Amir mengatakan jika dia akan mentraktir kedua sahabatnya di sana. Amir sama sekali tidak menjelaskan alasan mengapa dia ingin melakukan hal itu.

            “Wah rajin sekali kau men.” Kata Rudi yang baru saja tiba, lantas dia segera duduk di kursi sebelah kanan Majid.

            “Kau tidak bersama Amir?” Tanya majid bingung. Kepalanya menoleh kesana kemari mencari sosok Amir.

Biasanya Amir selalu datang bersama dengan Rudi baik berangkat sekolah ataupun pergi bermain. Rumah mereka berada di sebuah komplek perumahan yang sama, hanya berbeda blok saja. Bahkan mereka hampir terlihat seperti saudara. Karena di mana ada Rudi pasti disitu ada Amir. Terkecuali hari ini.

            Rudi menggeleng. “Tadi dia bilang mau langsung kesini.”

            Belum semenit Rudi berucap, matanya menangkap sesosok anak laki-laki yang berjalan mendekat. “Nah itu dia si orang yang berumur panjang.” Katanya kemudian setelah mendapati Amir berjalan mendekat. Anak laki-laki itu menarik kursi dan duduk di depan Rudi dan Majid.

            “Maaf aku sedikit terlambat sob.” Kata Amir pertama kali setelah duduk. “Kalian sudah lama?” Tanyanya kemudian.

            “Sejak tempat ini baru disiapkan, kami sudah disini.” Kata Rudi seraya mengedarkan tawa. Seperti biasanya, dia bertingkah sok menyebalkan.

            “Sampai kami ikut mempersiapkan tempat ini kau tahu.” Tambah Majid dan diakhiri dengan tawa ketiganya.

“Tumben kau baik sekali sampai mau mentraktir segala. Dalam rangka apa men? Kau tidak sedang kesambet kan?” Ejek Rudi.

            “Kau pesan dulu saja. Ceritanya nanti. Kau mau minum apa Rud? Aku Blue Ocean ya.” Kata Amir.

            “Aku milkshake chocolate.” Sahut Rudi kemudian.

            Majid manggut-manggut mendengar pesanan kedua temannya. Secara tidak langsung dirinya yang mereka minta untuk memesankan pesanan. Majid segera beranjak dari tempat duduknya menuju meja kasir untuk memesan. Tidak berselang lama dia kembali duduk bersama kedua temannya.

            “Aku akan melanjutkan studi ke Amerika.” Kata Amir tiba-tiba.

            Saking terkejutnya, Majid yang baru menarik kursinya melongo. Belum sempat menduduki kursi itu.

             “Hah?” Sampai-sampai Rudi juga ikut terbawa.

            Majid dan Rudi saling pandang tidak percaya mendengar hal itu. Orang yang hampir seperti saudaranya itupun tidak tahu. Hanya menggeleng merespon tatapan Majid.

            “Kau yakin?” Kata Rudi meyakinkan. “Kau tidak sedang bergurau bukan?” Dia tahu jika Amir tidak suka bercanda. Namun, kalimat itu membuatnya sangat keheranan. Tetapi menatap raut muka Amir saat ini, dia tidak sedang bergurau.

            “Mendadak sekali.” Sahut Majid kemudian duduk dengan segera.

            “Sebenarnya aku sendiri tidak ada niatan mau ke luar negeri.” Kata Amir sebelum dia menjelaskan. “Seminggu sebelum Ujian Nasional kakak menelepon papa. Katanya aku diminta menemaninya di sana, sekalian kuliah di universitas yang sama. Awalnya aku menolak, tapi kakakku memaksa.” Jelas Amir kepada kedua sahabatnya.

            Mendengar penjelasan Amir yang begitu mendadak membuat ruangan yang mereka naungi menjadi senyap. Sebuah suasana baru tercipta dengan atmosfer yang cukup aneh. Ketiganya kini terdiam dalam bisu. Majid mencoba mencari kata untuk menggugah suasana sunyi itu namun gagal. Dia terlalu terkejut untuk membuka suatu obrolan lain. Tempat mereka bertiga bertemu menjadi hening.

            Rudi menepukkan tangannya pada pundak Majid setelah beberapa saat hening. “Itu luar biasa, kan.” Dia mengucapkannya dengan tersenyum menutupi rasa lain di dadanya.

“Jika bisa aku juga mau tahu. Bukan begitu Rud?” Sahut Majid kemudian.

            Amir tersenyum tanpa semangat. Tidak biasanya dia selesu itu. Amir yang Majid kenal adalah anak yang ceria. “Sebenarnya ini kebetulan sekali. Aku tidak menyangka suasananya akan menjadi seperti ini.” 

“Ayolah teman-teman, jangan lesu. Yang semangat!” Kata Majid menyemangati kedua sahabatnya.

Tiba-tiba Rudi berucap. Kali ini mukanya tidak kalah seriusanya dengan mimik muka Amir. “Maafkan jika aku baru mengatakan ke kalian berdua.” Kata Rudi dengan senyuman. “Aku dapat beasiswa ke Australia.” Tambahnya berusaha ceria.

            Majid tidak menyangka Rudi yang biasanya nyeleneh bisa memasang muka seserius itu. Akhir zaman putih abu-abunya akan berakhir dengan seperti ini. Dia akan berpisah dengan kedua sahabat yang selalu bersama dalam suka maupun duka. Keduanya akan pergi untuk melanjutkan masa depan mereka di tempat yang belum pernah mereka kira sebelumnya. Sementara dirinya hanya terjebak dalam masalah klise terkait cinta-cintaan. Ada rasa bahagia ketika mengetahui bahwa kedua temannya akan melanjutkan studi di tempat yang luar biasa. Namun, di dalamnya juga ada sedikit rasa sedih ketika dia harus melepas kedua teman baiknya.

            Majid mencoba tersenyum dan mengubahnya menjadi sebuah tawa. “Ayolah, kalian berdua. Lesu amat, yang semangatlah. Itu hal yang luar biasa kenapa kalian harus bermuka suram begitu.” Kata Majid menyemangati kedua sahabatnya, walaupun sebenarnya dia juga merasa sedih.

“Kau benar men. Ini bukan saatnya untuk bermuram durja semacam ini.” Kata Rudi setuju dengan maksud Majid dan berusaha menyemangati dirinya sendiri.

“Mungkin aku terkejut. Tapi kalian adalah sahabatku yang paling super sepanjang SMA. Ya kadang kalian membosankan, menyebalkan. Tapi kuharap kalian tidak pernah melupakan persahabatan kita kawan.” Kata Majid sambil tersenyum. “Dan jika kalian mengharapkan aku menangis sedih, jangan harap men, aku lelaki kuat sekarang.” Tambahnya kemudian.

            “Hahaha... Aku percaya men. Sebagai seorang lelaki yang berani menolak seorang gadis, aku akui kemampuanmu men. Kau memang sudah menjadi seorang jantan seutuhnya. Jantan yang jomblo.” Kata Rudi dengan tawanya yang meledak.

            “Halah, sialan kau Rud. Pilih salah satu, kau mau memuji atau menghina. Dasar!” Kata Majid geram.

            Amir hanya tertawa melihat tingkah bodoh kedua sahabatnya. “Aku masih ada waktu sekitar tiga bulan sebelum keberangkatanku.” Kata Amir kemudian.

            “Aku juga.” Tambah Rudi menimpali.

            “Bagaima jika kita hunting foto? Sudah lama kita tidak jalan-jalan semenjak kelas XII.” Sahut Majid.

            “Wah ide bagus itu. Sekalian kita lihat kemahiran si fotografer baru kita.” Kata Amir sambil melirik ke arah Majid.

            “Ada tempat yang ingin kalian tuju?” Balas Majid menimpali.

            Amir dan Rudi saling pandang, menggeleng. Sesaat setelahnya keduanya terlihat berpikir mencari tempat yang pas untuk hunting foto pertama mereka setelah sekian lama. Namun otak mereka gagal memproyeksikan tujuan mana yang akan menjadi tujuan mereka.

Seorang pelayan perempuan datang dengan membawakan tiga minuman pesanan ketiga anak laki-laki itu. Dia meletakkan ketiganya satu persatu dengan lembut.

            “Terima kasih mbak.” Kata Majid kepada pelayan wanita itu dengan sebuah senyuman. “Pantai Selatan.” Katanya kemudian. Ucapan Majid yang tiba-tiba menarik perhatian kedua temannya yang masih sibuk dengan pikiran mereka.

            “Pantai?” Kata Rudi seraya meminum milkshake chocolate.

            “Aku ingin memastikan suasana foto di hari itu.” Kata Majid kemudian.

            “Ah iya, si juara misterius itu. Sepertinya menarik juga ke pantai.” Jawab Amir kemudian.

            Majid mengambil es cappucino dan meminumnya. “Aku penasaran dengan keindahan langit sore itu. Aku ingin memastikan pula kebenarannya. Kalau foto itu indah bukan karena editan semata.”

            “Bilang saja kau ingin mengingat-ingat kejadian bersama gadis itu. Siapa namanya? Siska kan ya?” Ledek Rudi dengan candanya yang khas, lantas dia tertawa lepas seakan aura suram tadi sudah hilang seutuhnya.

            “Kapan kita berangkat?” Tanya Majid tanpa menghiraukan candaan bodoh Rudi.

            “Pertengahan hari di minggu depan bagaimana? Aku rasa mencari waktu di mana sedikit wisatawan akan menambah spot foto yang kita butuhkan.” Kata Amir memberi usulan.

            “Oke.” Kata Majid dan Rudi secara bersamaan.

“Ada yang mau pesan makan?” Tanya Amir. “Aku lapar.”

            Mendengar ucapan Amir, tawa Majid dan Rudi kembali meledak.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • MajidNito

    @atinnuratikah gehehe thx u kak... iya emang lagi galau

    Comment on chapter Satu
  • nuratikah

    Kayak galau tingkat dewa ya ini. aku suka pembawaan ceritanya. Berkunjung ke ceritaku juga ya, ditunggu likebacknya.

    Comment on chapter Satu
Similar Tags
NADA DAN NYAWA
13188      2493     2     
Inspirational
Inspirasi dari 4 pemuda. Mereka berjuang mengejar sebuah impian. Mereka adalah Nathan, Rahman, Vanno dan Rafael. Mereka yang berbeda karakter, umur dan asal. Impian mempertemukan mereka dalam ikatan sebuah persahabatan. Mereka berusaha menundukkan dunia, karena mereka tak ingin tunduk terhadap dunia. Rintangan demi rintangan mereka akan hadapi. Menurut mereka menyerah hanya untuk orang-orang yan...
Enigma
1402      769     3     
Inspirational
Katanya, usaha tak pernah mengkhianati hasil. Katanya, setiap keberhasilan pasti melewati proses panjang. Katanya, pencapaian itu tak ada yang instant. Katanya, kesuksesan itu tak tampak dalam sekejap mata. Semua hanya karena katanya. Kata dia, kata mereka. Sebab karena katanya juga, Albina tak percaya bahwa sesulit apa pun langkah yang ia tapaki, sesukar apa jalan yang ia lewati, seterjal apa...
My Idol Party
1061      547     2     
Romance
Serayu ingin sekali jadi pemain gim profesional meskipun terhalang restu ibunya. Menurut ibunya, perempuan tidak akan menjadi apa-apa kalau hanya bisa main gim. Oleh karena itu, Serayu berusaha membuktikan kepada ibunya, bahwa cita-citanya bisa berati sesuatu. Dalam perjalanannya, cobaan selalu datang silih berganti, termasuk ujian soal perasaan kepada laki-laki misterius yang muncul di dalam...
Warna Rasa
10841      1861     0     
Romance
Novel remaja
My Doctor My Soulmate
60      54     1     
Romance
Fazillah Humaira seorang perawat yang bekerja disalah satu rumah sakit di kawasan Jakarta Selatan. Fazillah atau akrab disapa Zilla merupakan seorang anak dari Kyai di Pondok Pesantren yang ada di Purwakarta. Zilla bertugas diruang operasi dan mengharuskan dirinya bertemu oleh salah satu dokter tampan yang ia kagumi. Sayangnya dokter tersebut sudah memiliki calon. Berhasilkan Fazillah menaklukkan...
I'il Find You, LOVE
5486      1468     16     
Romance
Seharusnya tidak ada cinta dalam sebuah persahabatan. Dia hanya akan menjadi orang ketiga dan mengubah segalanya menjadi tidak sama.
Ketika Kita Berdua
31611      4289     38     
Romance
Raya, seorang penulis yang telah puluhan kali ditolak naskahnya oleh penerbit, tiba-tiba mendapat tawaran menulis buku dengan tenggat waktu 3 bulan dari penerbit baru yang dipimpin oleh Aldo, dengan syarat dirinya harus fokus pada proyek ini dan tinggal sementara di mess kantor penerbitan. Dia harus meninggalkan bisnis miliknya dan melupakan perasaannya pada Radit yang ketahuan bermesraan dengan ...
Langit Jingga
2498      841     4     
Romance
"Aku benci senja. Ia menyadarkanku akan kebohongan yang mengakar dalam yakin, rusak semua. Kini bagiku, cinta hanyalah bualan semata." - Nurlyra Annisa -
Sisi Lain Tentang Cinta
721      388     5     
Mystery
Jika, bagian terindah dari tidur adalah mimpi, maka bagian terindah dari hidup adalah mati.
Rembulan
758      419     2     
Romance
Orang-orang acap kali berkata, "orang yang gagal dalam keluarga, dia akan berhasil dalam percintaan." Hal itu tidak berlaku bagi Luna. Gadis mungil dengan paras seindah peri namun memiliki kehidupan seperti sihir. Luna selalu percaya akan cahaya rembulan yang setiap malam menyinari, tetapi sebenarnya dia ditipu oleh alam semesta. Bagaimana rasanya memiliki keluarga namun tak bisa dianggap ...