Loading...
Logo TinLit
Read Story - High Quality Jomblo
MENU
About Us  

Setiap orang memberi kesan pertama tak selalu dengan kebaikan. Bahkan bisa saja sebaliknya.

-Laudito Nugroho-

 

----

Pukul 2 siang, menjelang sore hari. Jakarta dijatuhi oleh air hujan yang cukup deras kala itu. Awan mendung, mega terlihat menghitam. Diperkirakan hujan masih akan berhenti turun sekitar beberapa jam lagi. Masih lama tentunya. Hujan masih akan setia menemani orang-orang di bumi dengan udara sejuk yang membuat tubuh menggigil.

Seorang pria terlihat sedang menaikkan kacamata yang turun di hidungnya. Mata itu menatap fokus satu-persatu deretan bunga yang tertata rapi di depan mata. Aroma bunga menguar dan menggelitik hidungnya.

"Cewek mana sih, yang nggak suka bunga?"

Suara itu tiba-tiba mengiang-ngiang di kepala Laut kembali. Membuka luka lama yang sudah dia coba kubur selama kurang lebih lima tahun. Lucu, bukan? Laut tidak bisa move on setelah lima tahun lamanya. Bukan apa, Laut hanya benci dengan apa itu yang namanya kebohongan. Maka dari itu, Laut enggan membuka hati kembali.

"Aku suka anggrek. Karena anggun. Simpel."

Laut tersenyum mengingatnya, ia mengambil beberapa tangkai bunga anggrek dan ingin membayarnya. Sampai sebuah suara di belakangnya membuat pria itu tertarik.

"Sekarang gue tahu, deh, kenapa lo suka tulip kuning." Laut menoleh, dan ia mendapati seorang gadis berhenti menghirup aroma tulip yang ada dalam genggaman itu. Diletakkannya kembali bunga itu pada tempat awal. Kakinya beranjak ke arah gadis di sampingnya, mengikis jarak yang ada di antara mereka.

"Kenapa? Lo baru sadar kalau bentuknya bagus? Atau aromanya wangi, ngalahin aroma Guntur?"

Kekehan temannya tadi terdengar. Tawa gadis itu lepas begitu saja mendengar pertanyaan si penyuka tulip kuning. Ya, itu yang dapat Laut tangkap saat ini. "Bukan itu, Taeyang. Bukan karena bentuk atau aromanya. Tapi karena artinya."

Dan gadis itu, ia menatap temannya dengan alis yang terangkat sebelah. Sama halnya dengan yang dilakukan oleh Laut dari jarak yang cukup jauh. Baru kali ini ia mendengar bahwa bunga itu memiliki arti. "Emang, apa arti tulip kuning?"

"Cinta bertepuk sebelah tangan."

"Sialan lo!" Gadis tadi tertawa. Lalu tanpa mempedulikan kata temannya, ia membayar beberapa tangkai itu. Seolah arti cinta bertepuk sebelah tangan tidak mempengaruhi rasa suka gadis itu pada tulip kuning. "Mentang-mentang udah nggak jomblo."

"Yaelah, Ayunda. Ini udah 2016 dan Lo belum move on. Udah nggak jaman tau. Cowok-cowok yang lebih ganteng dari Kak Satya berkeliaran tuh, Lo tinggal keluar rumah terus nyari."

"Gue udah nunjuk satu. Satya Natawijaya. Kalau lo larang gue pilih dia, lo udah tau pilihan kedua gue. Cuma Zayn Malik yang bisa bikin gue jatuh cinta dengan rasa yang sama."

***

"AHH. Hujan lagi hujan lagi. Bete."

Berbeda dengan Wulan yang mengeluh tentang hujan, Ayunda justru senang. Ia tersenyum dan mengulurkan tangan di bawah rintikan air hujan. "Hujan itu anugrah tau. Datangnya membawa berkah, gue mau doa ah, di bawah hujan yang turun. Mau minta pengganti Kak Satya."

Mendengar Ayunda yang sudah melangkah meninggalkan Satya, harusnya Wulan menjadi senang. Namun semua itu tidak mungkin terjadi apabila guntur bisa mengancamnya kapan saja. Bukan rahasia umum lagi memang, bahwa Wulan takut dengan guntur. Katanya, karna suaranya berisik, menyebalkan, dan menakutkan.

"Yes, harusnya gue seneng. Tapi gue nggak mau mati konyol gara-gara kesamber petir di jalan. Jadi gue ngumpet dulu ya sambil lihat-lihat bunga."

"Eh, Lo nggak boleh ngomong kayak gitu tau. Kalau nggak gara-gara hujan, Lo juga nggak bakal ketemu sama Guntur. Bersyukur dong.."

"Jangan bawa-bawa Guntur." Dan melihat ekspresi di wajah Wulan, membuat Ayunda merasa bersalah. Ia hanya diam dan membiarkan Wulan berlalu dari hadapannya. Mungkin, Wulan belum bisa berdamai dengan masa lalunya.

Ayunda memilih untuk duduk di bangku sana sambil menikmati hujan yang turun. Ia mengeluarkan notes kecil, kemudian menuliskan sajak-sajaknya menjadi bait puisi.

Sudah saatnya berakhir,
Tapi aku masih enggan berlalu.
Sudah saatnya berhenti,
Tapi aku masih ingin berlari.
Sudah saatnya untuk pergi,
Tapi aku masih ingin bertahan.

Jika cinta bukan untukku,
Haruskah aku menyerah?
Jika cinta bukan milikku,
Haruskah aku memutuskan asa?
Tuan..
Engkaulah harapan dalam kemustahilan.

Bagi Ayunda, Satya itu bagaikan benalu. Terdengar jahat memang, tapi begitulah adanya. Ia datang dan menumbuhkan luka. Tapi Ayunda tidak menyalahkan Satya. Tidak bahkan ketika Ayunda sendiri tahu bahwa Satya tidak pernah mengenal Ayunda, bahkan sekedar mengingatnya.

Ayunda tidak marah. Tidak sama sekali. Ia berpedoman bahwa suatu hari nanti ketika ia berhasil melupakan Satya. Ia akan tersenyum karena ia pernah memiliki kisah dengan Satya, cinta pertamanya. Walau hanya beberapa saat. Dan itu adalah saat-saat paling berharga milik Ayunda.

"Sakit?"

Ayunda menggeleng. Tetapi air mata gadis itu tetap mengalir ketika melihat darah keluar dari lututnya dengan begitu deras. Ayunda akui, Ayunda sangat malu saat itu. Sudah 15 tahun, artinya Ayunda sudah besar. Tetapi tetap saja dia cengeng saat melihat darah.

"Eng-- enggak kok. Hiks.."

Satya menatap salah satu teman sekelas Ayunda yang dengan sengaja tadi menyenggol bahunya, dan memberi tatapan kesal. Satya itu baik hati dan penyabar, jadi kalau Satya marah, rasanya begitu istimewa.

"Ke UKS ya, nanti aku obatin luka kamu."

Ayunda tersenyum mengingatnya. Ia kembali berjalan dan menyentuh rinai hujan. Sampai sebuah suara asing terdengar di telinga, membuyarkan Ayunda dari lamunannya.

"Apa? Terus gimana keadaannya?" Suara itu semakin lama semakin keras. Hingga mau tak mau gadis itu membuka matanya, karena suara itu sangat mengganggu pendengarannya. Ya kali, tempat seluas ini hanya suara itu yang memenuhi.

Sialnya, saat itu, tepat saat ia membuka mata, sebuah ketidak beruntungan terjadi. Pria yang membuat kebisingan di telinganya itu tak sengaja menabrakkan tubuhnya ke arah Ayunda. Ayunda pun yang tidak siap, tak mampu menyeimbangkan tubuh. Dia terjatuh di bawah sana.

Pakaiannya basah terkena air hujan yang mengalir masuk di parkiran itu. Termasuk tulip kuningnya yang sedari tadi setia dalam genggamannya. Berantakan. Kelopaknya berserakan. Hancur, melebur, sama seperti hati gadis itu yang porak-poranda.

Di tatapnya pria tadi. Ada kopi di balik kacamata itu. Menatapnya dengan angkuh. Membuat emosi gadis itu meletup-letup. "Mentang-mentang tua, badan besar, jalan bisa seenaknya. Tuh, jalan masih luas tau. Nggak usah nabrak-nabrak kali. Modus, ya. Jangan-jangan kamu copet?"

Cepat-cepat Ayunda berdiri dan mengibas-ngibaskan pantatnya yang terkena kotoran. Ia mengecek isi tasnya. Aman, lalu menjauhkan dari jangkauan pria itu.

Di sisi lain, pria tadi menaikkan sebelah alisnya bingung melihat tingkah Ayunda. Tampan-tampan dikira copet? Namun, selain itu ada hal lain yang membuat Laut sadar akan sesuatu. Gadis itu, gadis yang tersenyum di bawah dinginnya air hujan. Satu hal yang Laut tahu, suka berpikiran negatif.

"Iya, modus. Kenalan yuk." Laut ingin bicara begitu, tapi tidak sampai. Karena itu bukan Laut banget. Jadi, Laut lebih memilih untuk pergi dan menghindar dari gadis itu menuju mobilnya.

"Eh --eh. Mau kemana? Hayo.. Nggak tanggung jawab nih udah nabrak sembarangan." Ayunda menghadang jalan pria itu. Ia mengambil langkah dan berhenti di depan pria itu, sampai tak sengaja, membuat tubuh keduanya bertabrakan lagi. Namun, kali ini lebih menyebalkan. Karena bibir Laut sempat menyentuh kening gadis itu.

"Kenapa?"

Ayunda mengusap dahinya jenuh. Ia semakin kesal, ada rasa malu juga yang diam-diam menyelinap ke dalam perasaannya. Tapi emosi lebih kuat dari pada itu. "Cuciin baju gue sekarang!"

"Kalau saya cuciin baju kamu, artinya kamu harus telanjang. Kamu mau?"

Mulut Ayunda terbuka lebar melihat ekspresi Laut yang biasa saja saat berkata vulgar. Ayunda ingin menyalahkan, namun hanya bisa bungkam. Apalagi tatapan pria di hapannya sekarang membuat nyali gadis itu menciut. Dia kalah bicara dengan pria ini.

Melihat sikap tak acuh pria di hadapannya membuat Ayunda sebal. Hanya ada satu cara yang akan digunakan Ayunda untuk mengatasi yang satu ini.

"Te terus gue harus gimana? Gue malu pakek baju kotor kayak gini." Dan Laut menggaruk rambutnya yang tidak gatal saat melihat basah di mata coklat gadis itu. Selain cerewet, dia cengeng.

"Cengeng banget sih?"

Tebakan Ayunda salah, bukannya menenangkan Ayunda dan minta maaf, pria itu malah bersikap lebih jahat. Jadi jangan salahkan Ayunda jika dia benar-benar menangis lebih keras, bahkan membuat beberapa orang di sekitaran sana menoleh ke arah mereka.

Laut menautkan dua alisnya. Mantan-mantan Laut bukan perempuan yang manja, apalagi cengeng. Memang Laut cenderung menyukai perempuan yang mandiri dan dewasa. "Jangan nangis."

"Lo sih jalan nggak pakai mata."

"Mana ada jalan pakai mata? Jalan itu pakai kaki."

Pria itu memutar otak, mencari akal. Sampai pandangannya jatuh pada jaket yang dia kenakan. Laut melepasnya, melempar ke arah gadis itu dan membuat Ayunda hampir gagal bernapas karena jaket itu menutupi wajah Ayunda.

"Ih cowok gila!" Ayunda menangkap jaket itu dan menghapus air matanya kasar. Dapat Ayunda lihat, Laut tertawa. Anehnya tawa Laut membuat sesuatu di dalam hati Ayunda terasa nyaman. "Bunga gue juga rusak tau."

"Suka anggrek nggak?" Ayunda mengerutkan dahi. Ia melihat ada buket bunga di tangan Laut yang baru disadarinya. Sama indahnya dengan tulip kuning. Jadi Ayunda mengangguk. "Ini buat kamu. Kalau takdir mempertemukan kita lagi, bakal saya ganti pakai tulip kuning."

"Pak Laut?" Suara itu terdengar dari arah belakang sana. Ayunda menoleh ke sumber suara familiar itu. Suara Wulan. Kemudian mengerutkan kening seraya membungkam mulut. Laut? Laudito Nugroho? Guru killer SMK Kejora?

Ini kiamat!

Wulan mencium tangan Laut dengan sopan. Ayunda masih diam di tempat dengan mulut terbuka. "Pak Laut di sini juga? Ngapain?"

"Tadinya mau beli bunga buat hadiah. Tapi saya nggak sengaja nabrak temen kamu." Laut menatap Ayunda sambil menyerahkan bunga anggrek tadi untuk gantinya, maaf saya buru-buru. Ada urusan penting sekali. Saya duluan, ya."

"Iya, Pak. Hati-hati.." Wulan nyengir, menatap Laut yang menaiki mobil itu sampai berlalu dari hadapan mereka berdua.

Setelahnya, Wulan menatap Ayunda yang pucat pasi wajahnya. Mata itu tak lepas dari mobil Laut yang masih belum menghilang dari pandangan. "Kenapa lo? Kayak nggak pernah liat cogan aja."

"Itu Pak Laut beneran? Laudito Nugroho? Yang sering diceritain anak paski kalau dia galak?"

Wulan mengernyit. Lalu menatap tubuh Ayunda yang terbalut jaket cowok dengan tatapan menuduh. Apalagi semua anak Kejora tahu, itu adalah jaket kesayangan Laut. "Jaket Pak Laut kok di lo?"

"Panjang ceritanya." Ayunda cemberut. Merasa terintimidasi oleh pertanyaan Wulan.

"Doa lo di bawah hujan beneran terkabul, singkatnya?"

"Ih, apaan sih? Gaje." Ayunda mengikuti langkah Wulan menuju motornya. Sambil diam-diam menghirup aroma maskulin yang menguar dari jaket Laut. Hangat dan menenangkan.

How do you feel about this chapter?

1 0 5 0 0 0
Submit A Comment
Comments (17)
  • FANAMORGANA

    Kweren sekali mampu memporak-porandakan hati dedek

    Comment on chapter EPILOG
  • Ayuni912P

    @Serenasharen kamu aja gemas, apalagi aku :(

    Comment on chapter DUA PULUH : Crying
  • Ayuni912P

    @Lightcemplon jadi pengen MnG sama kamu :V

    Comment on chapter DUA PULUH : Crying
  • Cemplonkisya

    jadi pengen MnG sama pak laut(?) hehe

    Comment on chapter Prolog
  • Serenasharen

    gemas sama pak Laut

    Comment on chapter BAGIAN DELAPAN : Cuma Ngajak Makan
  • Ayuni912P

    iya, nanti dilanjut. Mau aku tulis dulu sampai selesai :)

    Comment on chapter BAGIAN EMPAT : Ketika Salah Tingkah
  • nhovyanha

    Kok cuma 5 part doang kak ?
    Ini kayak wp atau gimana sih ?
    Bingung aku,
    Soalnya baru pertama kali baca di laman kayak gini.
    *maaf

    Comment on chapter BAGIAN EMPAT : Ketika Salah Tingkah
Similar Tags
Renata Keyla
6673      1541     3     
Romance
[ON GOING] "Lo gak percaya sama gue?" "Kenapa gue harus percaya sama lo kalo lo cuma bisa omong kosong kaya gini! Gue benci sama lo, Vin!" "Lo benci gue?" "Iya, kenapa? Marah?!" "Lo bakalan nyesel udah ngomong kaya gitu ke gue, Natt." "Haruskah gue nyesel? Setelah lihat kelakuan asli lo yang kaya gini? Yang bisanya cuma ng...
ARSELA: Perjodohan si Syar'i dan Ketua Geng Motor
182      151     3     
Romance
Memiliki hutang budi dengan keluarga Dharmendra, Eira mau tidak mau menyetujui perjodohan dengan putra sulung keluarga itu, Arsel, seorang ketua geng motor tersohor di kampusnya.
Lempar Kentut Sembunyi Pantat
625      330     4     
Short Story
”Kentut itu lebih kejam daripada pembunuhan.” Bener. Ibarat makan lalapan, kentut adalah petai. Enak, tapi setelahnya jadi petaka bagi orang-orang di sekeliling.
Broken Wings
1276      765     0     
Inspirational
Hidup dengan serba kecukupan dan juga kemewahan itu sudah biasa bagiku. Jelas saja, kedua orang tuaku termasuk pengusaha furniture ternama dieranya. Mereka juga memberiku kehidupan yang orang lain mungkin tidak mampu membayangkannya. Namun, kebahagiaan itu tidak hanya diukur dengan adanya kekayaan. Mereka berhasil jika harus memberiku kebahagian berupa kemewahan, namun tidak untuk kebahagiaan s...
Dia yang Terlewatkan
390      266     1     
Short Story
Ini tentang dia dan rasanya yang terlewat begitu saja. Tentang masa lalunya. Dan, dia adalah Haura.
Sepotong Hati Untuk Eldara
1615      765     7     
Romance
Masalah keluarga membuat Dara seperti memiliki kepribadian yang berbeda antara di rumah dan di sekolah, belum lagi aib besar dan rasa traumanya yang membuatnya takut dengan kata 'jatuh cinta' karena dari kata awalnya saja 'jatuh' menurutnya tidak ada yang indah dari dua kata 'jatuh cinta itu' Eldara Klarisa, mungkin semua orang percaya kalo Eldara Klarisa adalah anak yang paling bahagia dan ...
Bulan dan Bintang
5991      1595     1     
Romance
Orang bilang, setiap usaha yang sudah kita lakukan itu tidak akan pernah mengecewakan hasil. Orang bilang, menaklukan laki-laki bersikap dingin itu sangat sulit. Dan, orang bilang lagi, berpura-pura bahagia itu lebih baik. Jadi... apa yang dibilang kebanyakan orang itu sudah pasti benar? Kali ini Bulan harus menolaknya. Karena belum tentu semua yang orang bilang itu benar, dan Bulan akan m...
Topan yang Sopan
452      293     1     
Short Story
Beruntung, ketika insiden itu hendak terjadi, aku berada cukup jauh dari Topan. Sialnya, ketika insiden itu barusan terjadi, mendadak aku malu sendiri, hanya dengan melihat Topan mempermalukan dirinya sendiri.
Premium
Sakura di Bulan Juni (Complete)
20101      2208     1     
Romance
Margareta Auristlela Lisham Aku mencintainya, tapi dia menutup mata dan hatinya untukku.Aku memilih untuk melepaskannya dan menemukan cinta yang baru pada seseorang yang tak pernah beranjak pergi dariku barang hanya sekalipun.Seseorang yang masih saja mau bertahan bersamaku meski kesakitan selalu ku berikan untuknya.Namun kemudian seseorang dimasa laluku datang kembali dan mencipta dilemma di h...
love like you
450      320     1     
Short Story