Sinb meninggalkan gedung sekolah dengan rasa malu bercampur kesal karena ulah Mingyu. Dia tidak habis pikir, bagaimana bisa ada begitu banyak orang menyebalkan disini. Tapi dari awal sebenarnya Sinb sudah dapat memprediksinya namun, ia masih saja mengeluh dengan kelakuan yang jauh dari kata normal oleh kebanyakan penghuni sekolah ini.
"Kenapa disini begitu banyak namja yang menyebalkan." Gerutunya sebal.
Ia berjalan lebih cepat menuju gerbang sekolah sampai sebuah van melintas dihadapannya, membuat Sinb terkejut.
"Masuk lah" Sinb memicingkan matanya untuk melihat sosok yang berada di dalam van dan setelah ia mengetahui siapa sosok dengan suara bening itu, Sinb memutuskan untuk mengabaikannya. Sinb berjalan dengan cepat sampai seseorang menghadangnya.
"Apa kau akan terus mengabaikanku?"
Sinb menghela nafas sebelum akhirnya mendongakkan kepalanya menatap tajam pria berjas hitam dengan kemeja biru dan dasi bergaris itu.
"Wae?" Kali ini pria jangkung itu yang menghela nafas.
"Masuklah, Appa ingin berbicara denganmu." Nada bicara pria itu berubah lembut diiring dengan ekspresinya yang terlihat memohon. Sinb masih terlihat ragu antara masuk kedalam mobil itu atau tidak? Sinb masih belum bisa melupakan semuanya, perasaan kecewa dan terluka yang pernah pria ini berikan kepadanya.
"Kenapa ia ingin berbicara denganku?" Lirih Sinb, ingin rasanya ia pergi dari tempat ini sekarang. Kenapa begitu susah untuk sebuah kehidupan yang lebih damai? Bagi Sinb kedamaian itu sendiri adalah ketika ia bisa menikmati kesendiriannya tanpa siapapun mengganggunya. Menurutnya berhubungan dengan begitu banyak manusia sangat melelahkan dan rumit.
"Masuklah, aku akan mengantarmu kepadanya." Sinb menatap nanar pria dihadapannya ini. Bagaimana bisa ia bertingkah seperti biasanya seolah tidak terjadi apapun.
"Hwang Sinb..." Panggilan asing itu Sinb membencinya.
"Ani, aku memiliki sesuatu yang harus ku kerjakan." Sinb bergegas pergi, namun segera di tahan olehnya. Sinb menghela nafas kesal, pria ini benar-benar membuatnya kesal.
"Ku mohon berhentilah! Untuk apa dia ingin menemuiku? Bukankah dia sudah hidup bahagia dengan keluargamu?" Kata yang tak pernah ingin Sinb ucapkan. Sudah cukup kediamannya, ia cukup memendam semua yang ia rasakan dan menjadi manusia es selama ini.
Pria itu terlihat menatap Sinb tak percaya. Gadis itu mampu mengatakannya? Seolah ia baru mengetahui sisi lain dari seorang Hwang Sinb.
"Kau? Bagaimana bisa kau mengatakan itu?" Tanyanya.
"Wae? Apa kau terkejut sekarang? Itulah pandanganku tentang eommamu." Sinb masih saja menatap nanar pria dihadapannya.
"Hentikan! Jangan lanjutkan lagi." Pria itu memberikan kode untuk Sinb berhenti berbicara.
"Wae? Kau malu mengakui bahwa Eomma mu lah penyebab hancurnya keluargaku?" Sinb mengatakannya dengan ekspresi dan nada datarnya.
"Hwang Sinb!" Pria itu berbicara cukup keras sampai menjadi pusat perhatian dari beberapa siswa yang berlalu lalang dihadapan mereka.
"Kenapa? Kau marah? Bukankah itu realitanya? Bahkan setelah beberapa tahun berlalu, pandangan ku tetap sama tentang eommamu." Ucap Sinb dengan sinis.
"Berhenti ku bilang!" Kali ini pandangan pria itu tajam benar-benar menusuk. Sinb hanya menanggapi dengan sedikit menyunggingkan senyumnya.
"Ka, jangan pernah menemuiku lagi. Hidup kalian akan terus berjalan lebih baik tanpa diriku dan biarkan aku menjalani kehidupan ku dengan caraku. Nikmatilah kehidupan kalian dan tidak perlu bersusah bayah menghadapiku. Ku pikir kita sudah menjadi dewasa dan tahu dimana setiap kesalahan itu terletak" Ucap Sinb dan kini gadis itu berjalan meninggalkan pria dihadapannya namun sepertinya pria itu tidak ingin melepaskannya. Ia bergerak menarik tangan Sinb sehingga mereka berdua saling berhadapan dengan jarak yang begitu dekat. Pandangan mereka sama-sama menampakkan kesedihan yang teramat.
"Kau boleh saja menyalahkan ku karena hubungan ini membuat kita semakin jauh, aku sangat menghormati Appamu kau pun tahu itu dan ku harap kau juga harus menghormati Eommaku." Sinb tersenyum getir sembari menatap lelah pria dihadapannya ini.
"Lepaskan aku!" Lirihnya, sebenci apapun Sinb kepada pria dihadapannya ini tak mampu menggerekkan hati dan fikirannya untuk berlaku kasar seperti ketika ia menghadapi pria lain. Jauh didalam hati Sinb masih menyimpan kerinduan yang dalam kepada sosok dihadapannya ini.
"Lepaskan dia!" Seseorang datang seperti pahlawan kesiangan, melepaskan rengkuhan pria itu dari Sinb. Sinb terdiam berada diantara keduanya, pikirannya masih terlalu kacau untuk menyadari situasi yang terjadi. Kehadiran pria ini sudah membuatnya shock secara mental.
"Tolong, kami hanya akan menyelesaikan urusan kami." Seketika pria itu berlaku sopan.
"Ckck...Kau berusaha melecehkannya. Apa itu yang kau sebut dengan menyelesaikan urusan?" Sinb terkejut ketika seseorang yang bertingkah seperti pahlawan kesiangan itu meraih kerah baju pria dihadapannya.
"Lepaskan dia Wonwoo!" Tegas Sinb dan Wonwoo menoleh memandang Sinb tak mengerti.
"Dia berusaha untuk melecehkanmu. Bagaimana kau bisa melepaskannya? Ada apa denganmu sebenarnya? Terakhir kali kau bahkan membantingku?" Wonwoo tak mengerti dengan sikap Sinb. Gadis itu tidak akan segan-segan untuk menghajar siapapun yang mengusiknya.
Sinb terlihat kebingungan dan tidak tau harus melakukan apa? Dan dengan tergesah-gesah ia meraih tangan Wonwoo untuk segera pergi dari tempat itu.
"Kajja!" Ucap Sinb sembari terus menyeret Wonwoo. Meninggalkan pria yang masih terus menatap mereka, tak melepaskan sedikit pun pandangan mereka.
"Yak! Aku belum selesai berbicara dengannya!" Protes Wonwoo namun itu cukup membuat Sinb mempercepat langkahnya sambil bergumam.
"Kau? Tak bisa kau tak ikut campur urusan orang lain?" Keluh Sinb sembari melepaskan rangkulan tangannya pada tangan Wonwoo.
"Apa kau tidak tau caranya mengucapkan terima kasih?" Tanya Wonwoo seolah tak mengerti dengan fikiran gadis dihadapannya ini. "Ah...Aku lupa, kau bahkan tak bisa mengatakan maaf." Imbuh Wonwoo membuat Sinb semakin sebal.
"Untuk apa aku melakukannya? Kau hanya salah paham. Sebenarnya dia itu adalah..." Perkataan Sinb mengambang karena gadis itu nampak berfikir.
"Siapa namja itu?" Tanya Wonwoo tak sabaran yang seketika membuat Sinb terhenyak.
"Bukan urusanmu!" Ucapnya yang kini meninggalkan Wonwoo begitu saja.
"Kau mau kemana?" Wonwoo menghadang Sinb yang seketika mendapatkan tatapan sebal gadis itu.
"Tentu saja pulang? Wae? Apa kau bahkan sangat peduli dengan seseorang sepertiku? Yang nampak seperti bunga ditepian jalan?" Sindir Sinb membuat Wonwoo menghela nafas.
"Ani, untuk apa aku mempedulikanmu. Aku hanya tidak suka kau terus berulah disekolahan ini." Jawab Wonwoo enteng. Entah itu sebuah kebenaran atau kebohongan? Hanya Wonwoo dan Tuhan lah yang tahu.
"Berulah? Baiklah...Aku tidak ingin berulah sekarang. Bahkan aku tidak sedang melakukan sesuatu yang mengganggu siapapun. Kenapa kau selalu muncul dihadapanku secara tiba-tiba? Apa bahkan aku tidak boleh mengurusi urusanku sendiri?" Keluh Sinb menatap lelah Wonwoo kini seolah menyadari kekeliruannya.
Tidak ada jawaban dari Wonwoo membuat Sinb bertambah kesal. "Aku sangat tahu posisiku, jadi kau tak perlu selalu muncul dan mengingatkan ku setiap saat. Aku sudah cukup lelah dengan semua ini." Kali ini Sinb menampakkan raut kesedihannya yang membuat ekspresi Wonwoo berubah.
"Jadi ku mohon tinggalkan aku sendiri." Lirih Sinb membuat Wonwoo tak bisa berkata-kata lagi. Ia menyaksikan bahwa gadis itu kini mengeluarkan kristal beningnya. Sebenarnya apa yang terjadi pada gadis itu? Hanya itu yang kini bersarang di otak Wonwoo, dia biasanya tidak salah dalam menilai seseorang, tapi hari ini pengejualiannya dan dengan gadis itu pula. Dia sangat berbeda dari kebanyakan gadis tak terkecuali Kim Bona.
Wonwoo pun pergi dengan langkah berat, sesekali ia menoleh dan memastikan keadaan gadis itu. Sinb masih berdiri ditempat yang sama dengan menunduk dan beberapa kali tangannya berusaha menyeka air matanya.
Wonwoo pov
Hm...Apa lagi yang kulakukan? Aku melihatnya berdebat dengan seorang pria. Mereka terlihat begitu tegang dan aku sangat tidak suka pria itu berdiri dengan jarak yang terlalu dekat, aku melihat gadis kasar itu begitu tidak nyaman. Sebenarnya aku tidak ingin ikut campur urusan siapapun tapi aku tidak suka seorang pria yang melecehkan seorang gadis seperti itu, apa lagi itu dilakukan disekolahan ini. Tidak ada yang boleh melakukan kegaduhan di daerah kekuasaanku!
Aku membantunya dan apa yang ku peroleh? Dia marah kepadaku? Gadis itu sungguh aneh. Terkadang aku tidak mengerti dengan pola pikirnya. Ia akan membantingku dan Mingyu jika kami mengusiknya, namun pada pria itu? Ia terlihat tak sanggup untuk menghajarnya. Siapa sebenarnya pria itu?
Dan? Sekarang apa yang ku lihat? Setelah perdebatan kami yang terjadi beberapa menit yang lalu, ia menyuruhku untuk meninggalkannya. Tentu, aku akan meninggalkannya dan jangan pernah lagi berharap aku akan mempedulikannya.
Wonwoo pov end
Sinb berjalan tak tentu arah dengan fikiran kosongnya. Tidak berniat untuk segera masuk kedalam busway meskipun ia sudah melewati halte bahkan ketika banyak taksi yang berlalu lalang dihadapannya. Seolah gadis itu sedang berada di dimensi lain, hanya dia dan dunianya sekarang.
Sinb pov
Kenapa harus bertemu dengannya lagi? Kenapa ada disini? Bukankah dia masih berada di Amerika? Apa yang dia inginkan dariku? Tuhan, aku pikir aku sudah sangat tangguh untuk menghadapinya sekarang? Namun semua itu hanya omong kosong! Aku selalu jatuh kedalam perangkapnya. Hong Joshua, apa yang membuatmu berani mengadapiku sekarang? Bagaimana bisa kau tidak mempedulikan perasaanku sama sekali? Bagaimana bisa?
Ah, aku membenci ini, ketika menjadi lemah dan menyedihkan. Ketika semua orang terus menjalani hidupnya dan bahagia, aku masih disini dibatas dimana aku tidak bisa melangkah terlalu jauh bahkan menoleh kebelakang.
Ntiiinnn
MWO? Dia mengikutiku? Kenapa dia masih belum menyerah? Apa yang harus ku katakan sekarang? Aku tidak siap untuk menemuinya. Arrrrgggggghhhhhhhh...Ottokae???
"Ayolah kita perlu berbicara." Aku menepis tangannya yang berusaha untuk menyentuhku. Ku mohon jangan memaksaku, apa kau tidak tau seberapa tersiksanya diriku menghadapimu?
Ntiiinnn
Suara bel lagi? Dan aku melihat namja memakai helm dengan motor sportnya. Wonwoo? Apa yang dia lakukan?
"Apa yang kau lakukan padanya?" Wonwoo menarik tangan ku dengan cepat dan kini aku berada disampingnya.
"Jebal! Aku hanya ingin menyelesaikan sesuatu dengannya." Wonwoo menoleh kepadaku seolah bertanya dan aku menggelengkan kepala ku dengan cepat. Aku pun tanpa sadar memegang tangannya dengan erat. Sial! Kau benar-benar terlihat bodoh sekarang Hwang Sinb!
"Dia tidak ingin berbicara denganmu, jadi bisakah kau meninggalkannya." Aku cukup terkejut ketika mendengar nada bicara Wonwoo, tidak terdengar penuh dengan emosi namun cukup tegas ku rasa.
"Tapi..."
"Aku tidak tahu sepenting apa urusan itu, yang ku tangkap bahwa ia tidak ingin berbicara denganmu." Ia menghela nafas sebelum akhirnya mengatakan sesuatu. "Dan aku tidak suka yeojachingu ku berbicara dengan namja lain sampai membuatnya tidak nyaman. Sebagai seorang namja seharusnya kau cukup mengerti." MWO?????? YEOJACHINGU??? NAMJA KASAR INI!!!!!!!! Aku beberapa kali menekan-nekan tangannya dan ia tidak menghiraukanku. Oh Tuhan!!! Apa yang sebenarnya terjadi??
Aku dapat menangkap raut wajah ketekejutan Joshua oppa dan kesedihan dimatanya. Haruskah aku mengatakan bahwa sebenarnya itu tidaklah benar?
"Ah itu..."
"Ayo kita pergi dari sini!" Bahkan dia memotong perkataanku dan menarikku dengan cepat. Sungguh aku merasa dilema. Aku tidak mengerti kenapa aku harus mengikuti semua permainannya? Tapi jika aku bertahan disini? Itu akan benar-benar menghancurkan perasaanku untuk kedua kalinya.
Dengan sangat terpaksa akhirnya aku naik ke atas motornya Wonwoo, meninggalkannya yang dapat ku pastikan bahwa ia terus menatap ku. Takdir, cinta dan realita...Sekeras apapun diriku untuk lebih realistis menanggapi kehidupan ini? Namun nyatanya aku adalah manusia biasa yang terkadang mudah untuk menjadi lemah dan hancur hanya karena sebuah memori konyol dimasa lalu.
Aku mengenalnya lebih dari separuh hidupku. Hong Joshua, namja itu adalah cinta pertama ku. Kami tumbuh bersama karena yang ku tahu bahwa eommanya adalah sahabat Appa. Sampai sebuah peristiwa membuatku harus menelan rasa sakit dan kekecewaan terhadap dirinya. Malam itu kami berkencan saat usia kami masih 15 tahun, kami saling menyukai dan menjalani hubungan seperti layaknya pasangan remaja pada umumnya. Namun aku tidak menyangka bahwa malam itu adalah akhir dari hubungan kami. Ia memutuskan ku tanpa sebab yang jelas.
"Ada apa denganmu Oppa?" Aku melihatnya berbeda dimalam itu. Ia terlihat begitu sedih.
"Mari kita sudahi hubungan ini." Aku masih ingat ketika aku hanya mematung, bingung dengan apa yang ia katakan. Umurku yang masih 15 tahun sungguh membuatku tak memiliki banyak sudut pandang untuk menduga tentang apa yang terjadi.
"Waeyo? Apa kau marah kepadaku karena aku mendapatkan nilai jelek di rapotku." Dulu aku terkenal sebagai sosok yang tidak terlalu peka dengan sekelilingnya dan juga tidak terlalu pintar, sangat pemalas. Tidak seperti saat ini, ku rasa aku berhasil mengubah sikap ku.
"Ini tidak akan baik untuk masa depan kita." Saat itu aku bingung? Kenapa ia begitu serius sampai berfikir tentang masa depan? Fikiranku yang masih sangat muda hanya sampai dibatas bagaimana kami menjadi bahagia dengan hubungan ini. Kita masih terlalu mudah untuk memikirkan masa depan. Kita hanya perlu menjalaninya, apa yang terjadi hari esok? Biarkanlah semua terjadi seperti ini adanya.
"Maafkan aku Sin-sin." Itu adalah nama panggilan akrab untukku darinya dan setelah itu ia meninggalkan ku.
Aku masih ingat, malam itu juga terjadi pertengkaran hebat diantara kedua orang tua ku. Aku mendengarkan semuanya...semua yang mereka perdebatkan, hanya aku tidak pernah mengatakan apapun kepada mereka. Bahkan sampai pernikahan Appa dan juga bibi Hong di gelar aku tetap diam dan Joshua oppa juga tidak pernah bertanya seperti apa perasaanku. Bahkan ketika Eomma juga memutuskan untuk menikah dengan pria bermarga Jung, aku hanya diam. Mereka menawarku untuk memilih tinggal bersama siapa dan terus mengabaikan perasaan ku. Akhirnya aku memilih tinggal bersama Nenek, ketika nenek meninggal disini lah aku sekarang, dirumah paman yang sederhana tapi begitu hangat.
"Aku tidak tahu harus mengantarkanmu kemana?" Ah, aku lupa kalau aku masih berada diatas motor milik Wonwoo. Ia memandang diriku dengan seksama, sungguh membuatku risih.
"Aku akan turun disini." Aku pun turun dari motornya.
"Kau yakin?" Aku menatapnya bingung, apa dia mengkhawatirkan ku? Tidak mungkin?
"Ne, aku bukan anak kecil lagi jadi aku bisa pulang sendiri." Haruskan aku terus mempertahankan sikap dingin ku kepadanya? Hwang Sinb dia telah menolongmu! Kau harus lebih baik lagi kepadanya. Oh, ayolah! Dia menyebalkan! Jiwa batinku terus bergejolak, cukup mengesalkan. Aku masih memandangnya yang tak bereaksi apapun tapi menampakkan senyuman berbeda darinya.
"Wae? Kenapa kau tersenyum." Sengit ku.
"Lakukan apapun yang kau mau sekarang, apapun itu!" Ia pun beranjak menaiki motornya. Benar-benar jawaban tak terduga. Sebenarnya apa yang namja ini fikirkan tentang dirinya? Jangan sampai besok akan ada gosip besar yang namja ini sebarkan tentang dirinya, tapi apa itu mungkin?
"Tunggu!" Dia menatapku seolah mempertanyakan apa mau ku?
"Kau tidak sedang merencanakan sesuatu bukan?" Tanyaku dengan curiga dan ia pun terkekeh.
"Apa aku seburuk itu dihadapanmu nona? Lihatlah, aku sudah membantumu pergi dari namja itu bahkan aku tidak memintamu untuk berterima kasih kepadaku. Kau perlu tahu, aku tidak pernah melakukan ini untuk siapapun sebelumnya. Jadi berterima kasilah kepada Tuhan, karena mengubah hatiku seperti malaikat sekarang." Oh ayolah! Aku tidak menduga bahwa ia senarsis ini tapi entah mengapa aku dapat menangkap ekspresi itu, ekspresi kasihan terhadapku dan aku tidak menyukainya!
"Apa kau sedang mengasihaniku?" Aku melihat ia terdiam dan senyumannya menghilang. Ah, aku baru menyadari bahwa namja ini jarang sekali tersenyum selama kami berinteraksi. Ia menghela nafas menatapku dengan dahi berkirutnya.
"Lakukan apapun yang kau mau." Jawaban yang sama dan setelah itu ia pergi dari hadapan ku. Apa aku terlalu kasar? Entah kenapa rasa bersalah itu seketika membanjiri hatiku. Aku tak mengerti dirinya sama sekali! Terkadang dia cukup menyebalkan dengan sikap kasar dan dinginnya. Terkadang ia menjadi sosok pelindung yang kuat. Apa yang sebenarnya terjadi kepadanya? Sampai membuatnya menjadi pribadi yang seperti itu? Apakah sama denganku? Ah, aku sedikit memahami bahwa kami terasa begitu mirip.
Sinb pov end
---***---
Pagi ini begitu cerah, cahaya mentari terang benerang menyinari sebagian kota Seol. Udara juga tidak perlalu dingin. Di kediaman keluarga Choi, Yuju dan Sinb sibuk menghabiskan sarapan mereka, sementara Tn. Choi membaca koran dan Ny. Choi sibuk menyelesaikan cuci piringnya.
"Kemarin Appamu menelepon paman." Tn. Choi membuka pembicaraan. Sinb menghentikan aktifitasnya melahap makan paginya sesaat sebelum akhirnya ia memutuskan untuk memakan makanan itu lagi.
"Apa yang ia katakan?" Sahut Ny. Choi
"Ia memohon agar membujuk mu untuk mau tinggal bersamanya."
PRANG
Sendok itu pun jatuh dari tangan Sinb dan dapat dilihat gadis itu diam dengan tatapan shocknya. Yuju dan kedua orang tuanya seketika merasa bingung dan khawatir.
"Ada apa? Minumlah ini, kau harus berhati-hati jika memakan sesuatu." Ny. Choi menyodorkan air putih agar di minum oleh Sinb. Gadis itu masih tetap membisu membuat Tn. Choi bertambah khawatir.
"Kau tidak harus menerimanya jika kau tidak mau. Paman tidak akan memaksamu, hanya paman merasa khawatir takut kau juga tidak merasa nyaman disini." Tn. Choi memberikan penjelasan kepada Sinb agar tidak salah paham.
"Hoh, Appa tidak bermaksud apa-apa. Kalau kau tidak mau? Kau tidak harus pergi kesana." Yuju berusaha meredam.
"Aku sudah kenyang. Aku akan pergi ke toko buku dulu, jadi kalian tidak perlu menungguku." Sinb membungkuk dan pergi meninggalkan meja makannya.
"Kau seharusnya tidak mengatakan itu." Tegur Ny. Choi
"Kau tidak tahu bagaimana Hwang Hyun Sik bukan? Dia terus menelepon ku dan itu benar-benar menggangguku." Terang Tn. Choi
"Ingatlah bagaimana dia menghianati adikmu dan menikahi wanita lain. Bagaimana ia bisa berhadapan dengan keluarga itu?" Ucap Ny. Choi dengan kesal.
"Sudah lah, biarkan aku yang membujuknya nanti disekolah." Yuju berusaha menengai berdebatan kedua orang tuanya.
"Hm...Aku tahu, tapi sampai kapan ia akan terus menghindari kedua orang tuanya? Kau cukup tahu bagaimana aku begitu mencemaskannya lebih dari siapapun." Ya, Tn. Choi yang tak lain adalah paman Sinb sangat menyayangi Sinb seperti ia menyayangi putrinya Yuju. Mereka tumbuh bersama selama ini, melihat Sinb berbeda dari gadis normal pada umumnya sungguh membuat Tn. Choi khawatir.
"Dia hanya membutuhkan waktu untuk kembali pada sikapnya yang dulu. Jadi Appa dan Eomma tidak perlu mencemaskannya lagi. Ku rasa ia sedikit berubah sekarang." Yuju kembali menenangkan hati kedua orang tuanya. Ia juga mengkhawatirkan Sinb sama seperti Appanya, karena ia cukup tahu seperti apa gadis itu dulu, sebelum orang tuanya bercerai.
---***---
Sinb memutuskan untuk berangkat terlebih dahulu, berjalan menyusuri trotoar sampai sebuah mobil sport warna merah melintas dihadapannya dan membunyikan claksonnya cukup keras.
TIIIIINNNNN
Sinb tak menunjukkan banyak perubahan, ia hanya menatapnya datar. Seolah ia belum sadar sepenuhnya. Sosok namja jangkung keluar dari mobil itu dan menghampirinya sembari mengembangkan senyum manisnya yang mampu membuat yeoja sesak nafas.
"Pagi nona hwang." Sapa namja itu, namun tak mendapatkan tanggapan berarti dari Sinb yang masih menunjukkan wajah piasnya. Namja itu terdiam dengan tatapan aneh bercampur rasa ingin tahunya.
"Kau mendengarkanku bukan?" Namja itu melambaikan tangan besarnya tepat dihadapan Sinb, bahkan ia menempelkan tangan besarnya itu kewajah Sinb.
"Aish! Apa mau mu?" Umpat Sinb sembari melepaskan tangan besar namja itu dari wajahnya. Namja itu pun terkekeh.
"Ayo berangkat denganku." Namja itu menarik tangan Sinb yang seketika gadis itu tampik.
"Berhenti bertingkah seperti ini, kau cukup menjengkelkan!" Suasana hati Sinb begitu buruk saat ini dan ia harus dihadapkan dengan namja menyebalkan ini lagi? Oh ayolah! Kenapa ia merasa begitu kesal sekarang?
"Benarkah?" Namja itu menatap Sinb tak percaya, kemudian ia mengembangkan senyum konyolnya. "Aku memang sangat menjengkelan tapi akan sangat menjengkelkan kalau kau tak menuruti perkataanku." Sinb memutar bola matanya sembari menghela nafas panjang.
"Apa kau ingin ku banting lagi?" Ancam Sinb dan reaksi tak terduga muncul dari wajah pria itu.
"Hoh, aku ketagihan dengan bantinganmu. Itu sangat keren." Ucapnya enteng dan dengan gerakan cepat ia meraih tubuh mungil Sinb, menaruhnya diatas pundaknya dengan kepalanya menghadap kebelakang.
"YAKKKK...KIM MINGYU!!!!!" Teriak Sinb luar biasa kesal.
"Wkwkwkwk, Aku kan sudah memperingatkanmu." Ucapnya dengan ekspresi kemenangannya.
"AKU AKAN MEMBUNUHMU KUNYUK SIALAN!!!!" Mingyu terlihat seperti seorang penculik yang sedang membawa paksa korbannya. Bahkan dia dengan entengnya memasukkan Sinb kedalam mobilnya kemudian menutup pintunya dengan cepat. Setelah itu ia masuk dan mengunci mobilnya. Ia terlihat begitu lihai, apa dia sering melakukan ini?
"Apapun itu baby, kau cukup menggemaskan jika seperti ini." Mingyu memasangkan sabuk pengaman kepada Sinb. Ruang yang cukup sempit tak mampu membuat Sinb bergerak bebas, ditambah tubuh Mingyu yang berusaha memakaikan sabuk pengaman untuknya membuatnya tak dapat berkutik. Kelelahan, Sinb memutuskan untuk menyerah dan diam. Lagi Mingyu merasa kemenangan berpihak padanya hari ini.
"Nah, kau juga terlihat begitu luar biasa cantik jika diam seperti itu." Malas untuk menanggapi bualan Mingyu, Sinb memilih untuk memejamkan matanya. Sinb mendengarkan suara mesin dan sepertinya Mingyu telah menjalankan mobil sportnya.
"Sepertinya hari ini adalah hari keberuntungan ku." Gumam Mingyu yang dapat Sinb dengar.
"Aku kemari untuk pergi ke cafe itu dan aku menemukanmu. Jadi kita akan pergi ke cafe itu dulu." Sinb membuka matanya dan menatap Mingyu menunjukkan ekspresi ketidak setujuannya.
"Andwae! Aku hanya akan turun di sekolah." Kukuh Sinb.
"Baiklah, kau boleh di dalam sini dan aku akan pergi ke cafe." Ucap Mingyu sambil menyeringai jahil.
Dan pada akhirnya dengan sangat terpaksa Sinb pun harus ikut turun. Mingyu benar-benar merangkul gadis ini seperti layaknya kekasihnya. Sinb beberapa kali berusaha untuk mencuri stand dari Mingyu, maksud hati ingin membanting tubuh namja itu, apapun yang bisa membuat tumbang Mingyu. Namun sepertinya Mingyu sudah mempersiapkan segala kemungkinan yang akan terjadi jika berada didekat gadis ini, Mingyu meletakkan kedua tangan Sinb dibelakang tubuh gadis itu kemudian tangan satunya merangkulnya dengan erat. Jadilah mereka seperti sepasang kekasih dengan ekspresi Sinb yang seolah sedang merajuk dan Mingyu berusaha untuk merayunya.
"Aku akan mematahkan tulangmu!" Bisik Sinb yang tak berani berteriak-teriak karena sekarang mereka menjadi pusat perhatian. Beberapa pasang mata menatapnya kagum, mungkin karena mereka berdua terlihat serasa, ada juga yang menatapnya iri dan juga menatapnya geli, seolah memaklumi bahwa mereka adalah remaja dan wajar jika mereka sedikit berlebihan seperti itu.
"Lakukan disini kalau kau bisa wkwkwk..." Kekeh Mingyu dan Sinb? Tidak ada yang dapat menggambarkan seperti apa kekesalan gadis itu sekarang.