Loading...
Logo TinLit
Read Story - DANGEROUS SISTER
MENU
About Us  

Kegelapan dan mimpi buruk telah berakhir, menyisahkan sebuah pagi yang cerah dengan mentari yang menghangatkan suasana dan hati. Seseorang berdiri di depan cendela dengan tatapan kosongnya, seorang fikirannya kini berkelana ke dimensi lain. Dimana hanya ia yang tahu sampai ketika seseorang berjalan menghampirinya.

"Sally..." Gadis yang tak lain adalah Sally menoleh, menatap Doyoung dengan berkaca-kaca.

"Kau menemukannya?" Tanya Sally dengan wajah berharap. Doyoung menggeleng dengan ekspresi bersalahnya. Sally mendesah dan air matanya pun jatuh.

"Apa yang harus kita lakukan untuk menemukan Alice? Kenapa saat itu kau membiarkannya pergi." Ucap Sally memukul dada Doyoung sambil menangis.

"Maafkan aku. Dia merasa bersalah karena melukaimu." Terang Doyoung.

"Apa yang terjadi?" Jaehyun tiba-tiba menerobos masuk. Berjalan mendekati mereka berdua, membuat Doyoung dan Sally merasa bingung.

"i-itu Alice." Ucap Doyoung terbata-bata. Seketika Jaehyun menatap Sally datar.

"Sudah ku katakan padamu untuk tak membahas wanita penyihir itu lagi bukan?" Sally menghela nafas sembari memunggungi Jaehyun, seolah gadis itu tak ingin melihat wajah monster tampan itu.

"Sally..." Jaehyun menarik tangan Sally, agar gadis itu menatap wajah Jaehyun sepenuhnya.

"Why?" Tanya Sally malas.

"Kenapa kau mengabaikanku?" Jaehyun terlihat begitu kesal.

"Karena aku tidak mau berdebat denganmu tentang Alice." Jawab Sally.

"Kenapa kau terus mengingatnya?" Tanya Jaehyun dengan ekspesi ketidak mengertiannya.

"Kenapa kau bilang? Apa kau lupa? Dia saudariku, penjagaku, pelindungku. Apa kau tidak tahu itu?" Nada suara Sally mulai naik.

"Sekarang dia hanya seorang penyihir hitam kejam!" Ucap Jaehyun dengan nada suara yang juga naik. Doyoung yang berada diantara mereka juga merasa bingung harus berbuat apa.

Sally pov

Alice! Alice! Alice! Apa kau bisa mendengarku? Apa kau bisa merasakan kekhawatiranku? Apa kau dapat merasakan kerinduanku? Alice! Ku mohon jangan lakukan ini kepadaku. Kenapa kau meninggalkanku? Kenapa kau mengingkari janjimu? Aku takut, aku sendirian sekarang. Bisakah kau kembali? Ku mohon...Jangan lakukan ini? Kau bisa membunuhku secara berlahan dengan perasaan bersalah ini. Alice aku sungguh merindukanmu...menyayangimu...aku tidak menyadarinya selama ini, rasa sayang ku kepadamu mengalahkan rasa cintaku kepada Adam atau pun Aaron. Alice! Kau satu-satunya keluargaku, temanku, sahabatku...Alice come on...come back!

Maafkan aku, karena berpihak pada mereka. Karena aku percaya dengan mulut manis pria dihadapanku ini. Monster berwujud tampan yang tidak segan-segan untuk membunuhku dengan tangannya sewaktu-waktu. Aku benar-benar merindukanmu...

"B-biarkan dia sendiri. Dia butuh waktu ku rasa." Doyoung berusaha untuk membantuku lepas dari suasana tegang dan tatapan menyebalkan dari Jaehyun. Aku terlalu emosional untuk berdebat dengannya. Yang ku fikirkan sekarang adalah dimana Alice dan bagaimana keadaannya sekarang?

"Biarkan dia sendiri..." Suara itu? Aku melihat seorang anak kecil? Usia belasan tahun keatas dengan paras yang rata-rata hampir sama dengan Taeyong dan Jaehyun.

"Apa yang kau lakukan di sini Ming Hyung?" Oh jadi namanya adalah Min Hyung.

"Hyung ayolah...Jangan memanggilku dengan nama itu. Panggil aku Mark." Dia merengek? Cukup menggelikan, ku rasa hanya dia yang terlihat seperti manusia mungkin?

"Apa yang kau lakukan disini?" Perdebatan antara dua saudara? Aku tidak pernah berfikir bahwa seorang Lee Jaehyun bisa seserius ini?

"Aku hanya menyampaikan apa Taeyong hyung katakan." Taeyong? Why? Kenapa sekarang dia memperdulikanku? Apa yang sedang ia rencanakan? Mereka semua benar-benar mengerikan, sampai kapan aku harus terjebak disini.

"MWO? Kenapa Taeyong hyung mengatakan itu?" Sama seperti Jaehyun, aku juga mempertanyakan. Ada apa dengan monster itu? Dan jawaban dari anak laki-laki itu hanya angkatan bahu dengan ekspresi ketidak mengertiannya. Cukup menyebalkan!

"Apa kau mempermainkanku sekarang? Kau tahu, aku tidak sedang ingin bercanda sekarang!" Aku hanya mampu menghela nafas melihat ketegangan di kamar yang beberapa lalu nampak begitu sepi.

"What wrong? Aku hanya menyampaikan apa yang harus ku sampaikan dan jika kau tidak menerimanya? Kau bisa bertanya langsung kepada Taeyong hyung, simple kan?" Dia adalah pria menyebalkan selanjutnya yang akan memenuhi hariku. Oh My God, tidakkah ada orang yang normal didalam ruangan ini? Alice...kau dapat melihatnya kan? Aku membenci tempat ini? Aku merindukanmu...Merindukan kebersamaan kita.

Sally pov end

"Alice........Help me!"

"Alice........Hurt"

"Alice........."

BRUG

"Sally!" Alice terjatuh dari tempat tidurnya dan eommanya yang entah sejak kapan berada diruangan itu datang menghampirinya.

"Kau tidak apa-apa?" Alice cukup terkejut dengan kehadiran eommanya ini. Ia mengangguk sembari menghela nafas, salah satu tangannya memegang dahinya.

"Eomma..." Panggil Alice membuat wanita itu duduk didekatnya sekarang.

"Kau pasti masih penasaran dengan hal itu bukan?" Alice mengangguk mengiyakan apa yang ditanyakan oleh eommanya. Wanita itu tersenyum sebelum berdiri berjalan memunggungi Alice.

"Kau tidak perlu mencemaskan apapun. Semua ini sudah ku rencanakan semenjak dulu." Alice mengirutkan keningnya? Merencanakan? Apa yang direncanakan? Kembali, sejuta pertanyaan itu memenuhi tiap neuron dalam jaringan otaknya.

"Why? Jangan katakan Ten adalah saudaraku? Eomma itu tidak benar bukan?" Alice mulai cemas. Ya, ia senang ketika menyadari bahwa Ten, orang yang sangat ia pedulikan dan memiliki perasaan special terhadapnya masih hidup. Namun disisi lain, ia benar-benar tidak bisa menerima kenyataan bahwa kemungkinan Ten adalah saudaranya. Imposible! Itu adalah sesuatu yang konyol bukan? Bagaimana hubungan mereka akan berkembang, jika meraka adalah saudara?

Wanita itu membalikkan badannya dan duduk disamping Alice lagi. Ia membelai lembut rambut indah Alice, memandangnya penuh kasih.

"Dia adalah oppamu."

Deg

Jantung Alice serasa ingin meloncat keluar dari dalam tubuhnya. Meskipun, semalaman ia berusaha untuk berfikir dan menghubungkan segalanya, bahkan segala dugaan sudah ia fikirkan. Termasuk kemungkinan bahwa Ten adalah saudaranya, namun mendengarkan kenyataan ini sungguh membuatnya shock.

"Apakah Ten tahu tentang ini?" Lirih Alice dan eommanya mengangguk pelan. Mata Alice berkaca-kaca dan mulai tersenyum, merasa semua ini benar-benar konyol.

"Lalu kenapa? Kenapa dia berpura-pura untuk menyukaiku eomma? Why? Apa kalian berusaha untuk mempermainkanku?" Tanya Alice dengan ekspresi ketidak mengertiannya.

"Kalian berbeda Ayah dan kalian memang ditakdirkan untuk bersama." Alice memandang eommanya dengan pandangan ketidak mengertiannya.

"Di takdirkan bersama? Bagaimana bisa? Meskipun kami berbeda Ayah tetap saja...He is my brother mom!" Ucap Alice penuh penekanan. Alice benar-benar tidak mengerti apa yang ada dalam fikiran eommanya.

"Dengarkan eomma baik-baik. Pernikahan kalian sudah diatur semenjak kau belum di lahirkan."

"WHAT? Bagaimana bisa?" Alice memijat kepalanya yang terasa berdenyut.

"Ten memiliki darah campuran antara vampire dan penyihir sementara kau memiliki darah campuran antara penyihir dan hunter. Jika kalian bersatu, itu akan mampu membuat Ten abadi seperti layaknya vampire lain. Tidak ada yang melarang pernikahan kalian, karena pernikahan kalian itu bisa disebut pernikahan tulang murni. Kalian berdua adalah keturunanku dan kalian yang akan mewarisi generasi keluarga kita. Jadi ku mohon kepadamu, jangan lagi meragukan Ten. Dia sungguh menyukaimu nak dan kalian adalah takdir yang tidak bisa terhindarkan lagi." Alice yang masih tidak mengerti hanya diam, rasanya kepalanya ingin meledak. Ia masih belum bisa mencerna semuanya—semua yang terjadi kepadanya. Ini benar-benar membuatnya serasa akan gila.

"Eomma...Jangan terus memaksanya. Biarkan dia istirahat." Suara Ten tiba-tiba hadir diantara ketegangan anak dan ibu. Alice merasa kikuk, ia belum siap untuk menghadapi Ten sekarang. Wanita itu menghela nafas sebelum akhirnya meninggalkan mereka berdua.

"Sebaiknya kau istirahat." Ucap Ten yang kini berjalan mendekati Alice, mata Alice sudah berkaca-kaca.

"Why?" Hanya pertanyaan itu yang mampu Alice ucapkan. Kini gadis itu tak mampu membendung lagi Kristal bening yang mengalir dari sudut matanya.

"Aku senang bisa melihatmu sekarang tapi kenapa? Kenapa seperti ini? Katakan padaku kenapa?" Ten mengusap air mata di pipi mulus Alice dengan lembutnya, kemudian Ten menarik Alice dalam pelukannya.

"Mianhae, karena aku merahasiakan semua ini darimu. Selama ini aku mengawasimu, dari saat kau lahir sampai dewasa." Alice melepaskan pelukan Ten dan memandangnya dengan ekspresi yang sama. Ketidak mengertian!

"Tapi kenapa? Kenapa kalian melakukan ini kepadaku? Kenapa kalian tidak datang saja kepadaku dan mengatakan semuanya? Dan kenapa, aku tidak merasakan bahwa kau adalah vampire?" Pertanyaan dan pertanyaan yang masih memenuhi otak Alice.

"Kau lupa? Aku adalah penyihir setengah vampire dan yang bersamamu saat itu adalah Doppelgangerku. Dalam dunia manusia itu disebut kembaran tapi bukan saudara. Jika itu seorang penyihir, kita bisa menciptakannya dari diri kita dan menjadi bagian dari diri kita. Itu adalah sisi manusiaku Alice dan kau bisa melakukan itu juga." Terang Ten yang masih menyisahkan berbagai keganjalan di hati dan fikiran Alice.

"Kenapa kau tidak terus terang kepadaku? Kenapa kau beracting seolah-olah kau tidak pernah mengenalku sama sekali? Why? Apa tujuanmu sebenarnya?" Ten terdiam, senyum dibibirnya lenyap sesaat sebelum akhirnya kembali lagi.

"Aku benar-benar ingin membuatmu menyukaiku secara alami tanpa paksaan. Meskipun semuanya sudah jelas—takdir diantara kita." Alice membalikkan badan dan berjalan menjauh dari Ten.

"Takdir apa? Tapi kenapa aku merasa—kehadiranku adalah sebuah rencana untuk mendukungmu? Katakan yang sesungguhnya Ten. Kau tahu? Aku merasa akan gila." Alice mengacak rambutnya sendiri, Ten terdiam dengan wajah dinginnya yang tak terlihat Alice. Kemudian Ten berjalan mendekati Alice, tanpa di duga ia meraih tubuh Alice dan menggendongnya ala bridal style.

"Hey...Apa yang kau lakukan?" Tanya Alice dengan raut kekagetannya. Ten masih menunjukkan wajah penuh dengan senyumnya.

"Kau harus istirahat, aku akan menemanimu." Ten meletakkan tubuh Alice pada tempat tidur king size dengan cepat dan ia pun berbaring disampingnya.

"Aku sudah cukup untuk beristirahat Ten. Aku lelah terus beristirahat yang perlu kau lakukan adalah menjawab tiap pertanyaanku? Apa itu sulit?" Ucap Alice yang memang tak mau menyerah. Perlu kalian tahu, gadis ini sungguh keras kepala.

Ten terdiam, saling berpandangan dengan Alice sampai sesuatu yang tak terduga terjadi. Sepertinya Ten menggunakan sihirnya untuk memindahkan tubuh mereka yang kini berbaring diatas dedaunan yang telah mengering, ditengah hutan belantara yang masih dapat tersinari matahari. Alice tidak cukup terkejut, karena ia dapat melakukan hal serupa hanya saja gadis itu tidak mengerti dengan jalan fikiran pria dihadapannya ini.

"Kau dapat melihatnya kan? Aku bisa melakukan hal yang sama sepertimu, namun setiap kali aku menggunakan sihir ini...umurku akan terus berkurang."

"Why? Bukankah seorang penyihir hitam seperti kita dapat bertahan lebih lama, bahkan itu abadi jika kau mau dan bukannya kau juga setengah vampire. Kurasa kau memiliki begitu banyak kekuatan?" Tanya Alice dengan ketidak mengertiannya.

"Tidak...Seorang penyihir hitam tidak diperbolehkan menikah dengan seorang vampire karena itu akan memunculkan kutukan. Penyihir hitam adalah penyebab utama adanya vampire di dunia ini, jika ada sebuah pernikahan diantara keduanya, maka akan menimbulkan pertempuran besar diantara klan."

"Kalau begitu kenapa kita harus menikah? Jika pada akhirnya itu hanya menimbulkan sebuah kutukan? Apa kau bisa menjelaskan ini juga?" Tanya Alice dengan wajah datarnya.

"Berbeda jika itu kita. Kau dan aku terikat hubungan darah dan tulang murni dari eomma. Karena dengan ikatan itulah dapat menghancurkan semua kutukan. Percayalah padaku Alice, aku tidak akan mampu bertahan sampai 5 tahun ke depan." Ucap Ten sembari memegang kedua tangan Alice, seolah memohon kepada gadis itu.

"Apa kau sangat menginginkan keabadian?" Tanya Alice dengan ragu dan khawatir.

"Aku ingin abadi dan hidup bersamamu selamanya." Ten sedikit menggeser tubuhnya mendekati tubuh Alice, mendekapnya dan Alice bersandar pada dada bidang Ten sembari memejamkan matanya.

"Kau akan melakukannya untukku bukan?" Tanya Ten yang masih berusaha meyakinkan Alice. Masih terlihat jelas kekhawatiran Alice pada kedua bola matanya, namun nampaknya gadis itu berusaha untuk menepisnya.

"Gomawo...Saranghae..." Ten mengecup dahi Alice singkat dan melakukan hal yang sama seperti Alice, memejamkan matanya.

Alice pov

Ini gila? Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Masih teringat jelas bagaimana aku melihat Ten hancur menjadi debu dan sekarang? Aku berbaring disampingnya, dapat merasakan kehangatan pelukannya, dapat merasakan detak jantungnya, dapat merasakan hembusan nafasnya dan aku dapat menyentuhnya kapan pun aku mau? Apakah benar ini Ten? Why? Kenapa aku masih belum bisa mempercayai ini? Aku—aku merasa semakin tak mengerti dan aku semakin merasa jauh...Jauh dari dirimu. Ten, pria manusia yang ku kenal? Menjadi sosok lain makhluk setengah vampire, setengah penyihir.

Kenapa setiap kali melihat wajahnya, mataku selalu berkaca-kaca. Perasaan apa ini? Bukankah seharusnya aku merasa begitu bahagia melihatnya berada dihadapanku. Namun, aku juga merasakan kesedihan—kesedihan karena kehidupan kita tidak sesederhana itu. Pertanyaan yang selalu saja ku coba untuk mengabaikannya dengan keras adalah apa keputusan yang aku ambil ini sudah benar? Apa aku sudah berjalan dijalan yang benar? Adam...Bagaimana ini? Kenapa aku begitu ragu? Aku tidak bisa memberikan kepercayaan begitu besar kepada orang lain selain dirimu. Bahkan jika itu Sally, dia sekarang lebih mempercayai para vampire itu dan aku—aku akan membahayakannya jika terus berada didekatnya.

"Apa yang kau fikirkan?" Bahkan aku tidak sadar kalau kami sudah berada didalam kamar. Aku memandangi muka teduh Ten. Tak pernah ku bayangkan muka polos Ten menyimpan begitu banyak misteri yang sampai saat ini tak ku mengerti.

"Alice..." Aku memaksakan tersenyum dihadapannya.

"Sally...Aku mengkhawatirkannya." Ia mengangguk mengerti. Maafkan aku, aku tidak bisa mengatakan semua apa yang ku rasakan. Fikiranku bersikeras untuk terus menolak berkata jujur kepadamu dan aku tak mengerti kenapa menjadi seperti ini? Kalau itu Taeyong, ku rasa aku tidak akan bisa menyembunyikan apapun darinya. Oh God, kenapa aku harus mengingatnya? Tapi...kenapa jika Ten adalah takdirku ia tak mampu membaca fikiranku layaknya Taeyong? Why?

Arrrggggggggggggghhhhhhhh....Ini sungguh membuatku akan gila. ADAM! Help Me!

"Pangeran......." Pangeran? Siapa yang mereka panggil pangeran? Aku mendengarkan mereka mengetuk pintu dari luar.

"Baiklah....Tunggu disitu." Ten? Jadi yang mereka panggil itu adalah Ten? Kenapa dia di panggil dengan sebutan itu?

"Istirahatlah...Aku akan kembali nanti." Aku mengangguk dengan pasti dan ia mengecup keningku. Kemudian pergi, menghilang dari balik pintu. Aku menghela nafas, merasa lega—aku tidak tahu kenapa yang ku rasakan adalah perasaan lega? Apa mungkin, aku sudah mulai tidak merasa nyaman dengan kehadirannya? Entahlah, aku sungguh lelah tapi aku tidak bisa tidur. Bagaimana kalau mengelilingi castle ini? Bukannya selama lebih dari sehari aku disini, aku belum pernah mengelilingi castle ini? Ya, mungkin dengan itu perasaan ku akan membaik.

Alice pov end

Taeyong duduk diatap castle sembari memandang kosong ke depan sampai sebuah suara mengagetkannya.

"Hyung..." Taeyong tak lantas menoleh hanya menghela nafas.

"Mereka memiliki ikatan meskipun tidak sejauh diriku. Suasana hati Sally akan membuat Alice gelisah." Sosok yang memanggil Taeyong adalah Jaehyun yang kini terdiam seolah berusaha mencerna perkataan Taeyong.

"Aku sudah mengatakan kepadamu bukan? Bahwa aku bisa membaca pikirannya." Ucap Taeyong lagi dan kini Jaehyun duduk disampingnya.

"Lalu sekarang? Apakah kau dapat membaca fikirannya?" Tanya Jaehyun dengan penasaran dan Taeyong menggeleng kepalanya dengan pelan.

"Aku hanya dapat merasakan emosinya untuk saat ini. Mungkin karena aku belum benar-benar pulih dan entah mengapa? Aku merasa dia berada disebuah tempat yang begitu dalam, tidak mudah ku tembus." Ucap Taeyong sambil memejamkan matanya dan seketika tubuhnya seolah terdorong udara, kalau tidak ada Jaehyun yang menopangnya mungkin tubuhnya akan jatuh ke genting castle.

"Hyung...Kau belum pulih, kenapa kau harus menggunakan kekuatanmu sekeras itu?" Omel Jaehyun kesal.

"Jangan pernah membencinya, dia tidak seburuk yang kau kira." Guman Taeyong dengan nafas yang melemah, kemudian tergeletak tak sadarkan diri.

"Hyung..." Panggil Jaehyun yang terlihat mengkhawatirkan hyungnya. Akhirnya Jaehyun membawa Taeyong menuju kamarnya.

Mark yang sedari tadi berada di dalam kamar Taeyong menunjukkan ekspresi bingungnya karena tak menemukan hyungnya itu sampai ketika Jaehyun datang dengan menggendong Taeyong.

"Hyung...Apa yang terjadi?" Mark terlihat panik melihat Taeyong berada dalam gendongan Jaehyun.

"Dia terlalu memaksakan diri menggunakan kekuatannya untuk mencari gadis itu." Mark mengangkat satu alisnya tak mengerti dengan perkataan hyungnya.

"Maksudmu?" Jaehyun tak menjawab karena ia sedang membaringkan Taeyong pada tempat tidur dan Mark seolah berfikir keras menemukan jawabannya untuk pertanyaannya sendiri.

"Alice? Ah...Aku tidak pernah berfikir, kalau Taeyong hyung begitu peduli pada gadis itu." Ucap Mark dengan wajah herannya. Jaehyun mendesah dengan menatap khawatir hyungnya.

"Dia menyukainya dan aku tak menyukainya." Jawab Jaehyun dengan wajah suramnya.

"Ku rasa noona itu tidak begitu buruk. Bukankah selama ini dia melindungi Sally noona? Setidaknya sebelum itu dia menjadi seorang hunter yang baik. Entah mengapa? Aku merasa dia membutuhkan bantuan kita." Mark memang yang paling mudah diantara mereka dan dia lebih memiliki pemikiran bijaksana diantara keduanya.

"MWO? Kau bercanda kan?" Tanya Jaehyun sembari menggelengkan kepalanya, merasa tidak percaya dengan ucapan dongsaeng kecilnya ini.

"No, I'm seriously." Jaehyun mendesah dan pergi meninggalkan Mark. Mark yang merasa diabaikan hanya mampu menghela nafas dan bergumam sendiri.

"The power of love? Taeyong hyung bersikeras melindungi noona itu dan secara tidak sadar Jaehyun hyung juga berusaha untuk melindungi Sally noona, menggelikan tapi ini kejadian langka setelah ratusan tahun lamanya." Gumam Mark sambil berjalan pergi meninggalkan kamar Taeyong dengan tawa tertahan.

---***---

Alice berjalan melewati beberapa lowong dan berjejer beberapa pintu disetiap langkanya. Dalam dirinya terus bertanya-tanya ruangan apa itu? Ingin rasanya Alice membuka satu-persatu pintu itu, namun ia terus menekan rasa ingin tahunya. Entah mengapa ia merasa kalau ia terus penasaran dan ingin tahu semua hal, akan membuat Ten atau eommanya akan marah kepadanya. Perasaan Alice saat ini benar-benar dipenuhi begitu banyak keraguan. Seharusnya setelah bertemu dengan eommanya dan Ten yang merupakan saudara sekaligus seseorang yang ia sukai, perasaan tak nyaman ini akan berhenti...Nyatanya Alice merasa semakin tidak tenang.

Alice terus melangkahkan kakinya dengan pikiran kacaunya sampai ia berhenti didepan sebuah tangga menuju bangunan di bawah. Ia merasa bimbang seketika, apa ia harus berjalan terus kedepan atau menuruni tangga kebawah dan tanpa ia duga, ada beberapa pengawal vampire berkeliaran. Alice yang dalam mode belum siap, memilih untuk menuruni tangga bersembunyi di bawah tangga.

"Aku mencium bau manusia." Gumam salah satu pengawal

"Penciumanmu selalu tajam seperti biasanya. Itu hanya sebuah kantung darah. Apa kau lupa? Dibawah sana adalah penjara bawah tanah untuk para pasukan vampire." Pria itu mengangguk sambil menggaruk kepalanya.

"Aku lupa...Mereka masih menggantungkan diri mereka pada kantung darah bukan?"

"Ya, karena belum saatnya mereka dilepas. Ketika waktunya nanti, rasa haus akan darah segar dan rasa keterkekangan mereka karena di kurung terlalu lama, akan membuat mereka semakin liar. Itu akan menjadi kekuatan terbesar bagi Pangeran."

Pasukan vampire? Kenapa mereka menciptakan pasukan vampire? Apa yang sebenarnya Ten dan eommanya rencanakan? Tidak mungkin kan mereka akan menggunakan vampire itu untuk menyerang? Tapi siapa yang akan mereka serang? Manusia?

Tubuh Alice merosot dan kedua tangannya mengacak rambutnya frustasi. Alice tidak percaya dengan dugaannya sendiri. Tidak mungkin Ten dan Eommanya akan melakukan hal mengerikan itu.

"Siapa kau?" Seketika Alice mendongakkan kepalanya dan matanya membulat sempurna ketika ia mengenali sosok bertubuh tinggi nan tegap dihadapannya.

"Aaron...Kau kah itu?" Pria yang nampak menyeramkan dengan tatapan bingas dan taring menjulur keluar, diam seketika memandang Alice tak percaya.

"Alice!" Panggilnya seolah memastikannya.

"Yes, I'm Alicea Aston." Alice berdiri dihadapan Aaron dengan mata perkaca-kaca. Tangannya bergerak menyentuh wajah Aaron yang menjadi begitu dingin. Kilas balik masa kecil yang ia lalui bersama Aaron terus berputar di dalam fikiran Alice. Air matanya mengalir ketika ia menyadari bahwa Aaron bukan lagi manusia seperti dulu dan juga dirinya yang merupakan seorang penyihir hitam.

"Why? Kenapa kita seperti ini? Apa kita melakukan dosa besar dimasa lalu?" Gumam Alice membuat Aaron menatapnya penuh tanya bercampur dengan kesedihan.

"Apa maksudmu? Aku tidak tahu kenapa kau ada disini. Sebaiknya kau segera pergi dari sini. Disini terlalu berbahaya untukmu Alice" Aaron menarik tangan Alice dengan cepat meninggalkan tangga menuju lantai atas, lantai yang beberapa menit lalu Alice lewati. Kemudian Aaron dengan sikap arogannya memegang kedua pundak Alice.

"Ku mohon pergilah dari sini. Ada jalan keluar disana—halaman belakang." Alice diam namun air matanya sudah mengalir entah semenjak kapan.

"Alice! Apa kau tuli? Ku bilang pergi!" Aaron memandang Alice dengan tajam, namun tetap saja Alice tidak bergeming. Berdiri ditempat yang sama, memandang Aaron dengan terus mengeluarkan Kristal bening sampai ketika wujudnya berubah kembali menjadi serba hitam. Aaron mematung dengan mulut mengaganya.

"You...." Aaron kehilangan kata-kata, namun Alice tahu kata apa yang akan Aaron katakan. Alice mengangguk dalam diamnya, sementara Aaron terlihat begitu marah dan dalam sekejap wujudnya berubah menjadi vampire mengerikan. Ia membalikkan badan dan meninju dinding kokoh castle.

DUG

"SHIT! Kenapa harus kau?" Aaron menoleh menatap Alice dengan mata merah vampire pemburu namun menampakkan wajah kekhawatirannya. Alice hanya mampu menggeleng sembari terus menangis, aura hitamnya semakin keluar membuat udara disekitar semakin dingin dan angin mulai bergerak cukup cepat.

"ARRRRRRGHHHHHHH!!!! BAGAIMANA BISA INI TERJADI???" Aaron berteriak keras dan mereka mendengar langkah kaki mendekat. Alice menggunakan syihirnya untuk berpindah tempat dan mereka sekarang berada di semak belukar belakang castle.

"Aku tidak tahu, ini terjadi begitu saja Aaron." Alice berusaha untuk mengatakan sesuatu meskipun itu terasa begitu sulit untuknya.

"Kau putri dari Tiffany? Penyihir hitam itu?" Alice mengangguk

"Yes, She is my mom." Aaron menggelengkan kepalanya merasa tak percaya. "Aaron, bagaimana denganmu? Bagaimana kau bisa menjadi seorang vampire pemburu?" Tanya Alice.

"Wanita iblis itulah yang menjadikanku vampire." Alice mengkirutkan keningnya merasa tak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Aaron.

"Eomma? Kenapa ia melakukan itu?" Aaron tersenyum kecut sembari memandangi Alice.

"Aaron...Aku tidak tahu apa yang terjadi? dan kenapa seperti ini? Semua ini membuatku bingung. Bisakah kau menjelaskan ini kepadaku?" Mohon Alice sembari menjatuhkan dirinya pada semak belukar. Alice berusaha mengontrol emosinya agar Eommanya atau pun Ten tidak menyadari kekuatannya.

Aaron menghela nafas sebelum akhirnya duduk disamping Alice. "Kau sangat tahu seperti apa diriku bukan?" Tanya Aaron sembari menatap Alice yang kini menganggukkan kepalanya. "Aku tidak suka dikalahkan dan tidak suka melihat seseorang lebih hebat dariku. Aku mendatangi wanita penyihir itu untuk membuatku lebih kuat. Saat itu aku masih ingat saat kau dengan lincahnya membunuh para vampire itu. Tidak membutuhkan waktu lama bagimu untuk membunuh beberapa vampire dengan kecepatan seranganmu. Aku berfikir bahwa kau memang hunter yang ditakdirkan sangat kuat, tapi Alice saat malam itu...Ketika kau menyerang semua vampire itu sendirian, aku melihatmu mengeluarkan api dari tubuhmu, saat itu lah aku sadar bahwa kau bukan hunter biasa yang kuat...Kau memiliki sesuatu, sebuah kekuatan. Aku ingin sama sepertimu. Memiliki kekuatan seperti itu." Alice masih memandang wajah Aaron sembali menghela nafas.

"Jadi kau mengetahuinya?" Ada nada ketir pada pertanyaan Alice.

"Bukan hanya aku, ku rasa Sally juga mengetahuinya." Alice tersenyum kecut.

"Aku tidak membutuhkan kekuatan ini Aaron." Alice memandangi kedua tangannya. "Aku membencinya, kekuatan ini membuatku terlihat sama seperti monster. Bahkan kekuatan ini membuatku melukai Sally. Aku benar-benar membenci ini." Geram Alice dengan mengepal kedua tangannya.

"Ckck...Bukankah semua ini konyol. Aku sangat ingin menjadi kuat sampai aku memperjuangkan segalanya untuk menjadi kuat dan kau tidak menginginkan kekuatan itu. Rupanya takdir sedang mempermainkan kita." Aaron melampiaskan kekesalannya dengan menarik beberapa rumput liar dihapannya.

"Kau mendatangi eomma untuk sebuah kekuatan dan akhirnya dia mengubahmu menjadi seorang vampire pemburu?" Kali ini Alice berusaha untuk memenuhi hasrat ingin tahunya. Aaron menatap Alice sesaat dan tatapannya mengisyaratkan bahwa ia sedang memikirkan sesuatu.

"Kalau kau juga memiliki kekuatan sihir hitam, itu berarti kau juga separuh vampire? Sama seperti  Pangeran?" Alice seolah berfikir berusaha mencerna pertanyaan Aaron.

"Ten, apa dia yang kau maksud?" Aaron mengangguk.

"No, kami berbeda Ayah. Aku penyihir hitam yang memiliki darah seorang hunter dan yang membuatku gelisah sampai detik ini adalah..........Apa yang akan mereka rencanakan? Aku mendengar bahwa di bawah sana adalah kumpulan pasukan vampire?" Aaron terdiam menatap Alice seksama.

"Kau tidak mengetahui apapun?" Tanya Aaron tak percaya dengan ketidak mengertian Alice. Gadis itu menggeleng cepat.

"Segera, setelah ritual pernikahan dibulan purnama. Kami akan segera menyerang kota." Ucap Aaron entang.

"WHAT? Kau bercanda?" Mulut Alice menganga, antara percaya dan tidak dengan apa yang dikatakan Aaron.

"Aku memaklumi ambisimu untuk menjadi kuat yang membawamu sampai kemari tapi...Aku tidak mengerti bagaimana bisa kau mengatakan dengan mudahnya akan menyerang kota? Bagaimana bisa seperti ini?" Wajah Alice berubah sedih lagi. Hanya menunggu waktu sampai ia berubah wujud dengan sempurna.

"Kau bertanya kepadaku mengapa? Tanyakan sendiri kepada mereka...Keluargamu. Alice, kau dan aku bukan lagi seorang hunter yang harus melindungi Blood Sacred seperti dulu. Kita sudah memilih jalan kita masing-masing, jadi berhentilah bersikap naif. Kau pikir Sally akan mampu menerimamu lagi dengan keadaan seperti ini? Para manusia itu akan memandangmu dengan pandangan berbeda mulai dari sekarang. Semuanya tidak akan normal seperti dulu Alice." Alice tertegun. Tidak semua perkataan Aaron salah. Alice juga tidak bisa memprediksi apa yang akan terjadi kepadanya, jika ia memaksakan diri untuk kembali berada ditengah-tengah manusia.

"Lalu? Apa yang harus ku lakukan? Aku tidak bisa melihat mereka seperti itu. Adam berjuang sampai mati untuk melindungi manusia dan kau ingat seperti apa kata Prof. Duke? Apapun dan seperti apapun keadaanmu...Kalian harus selalu mengingat janji kalian untuk menjaga manusia dari para vampire. Aaron...Sekali saja, bisakah menyingkirkan semua keegoisanmu? Aku tidak tahu kenapa aku harus terjebak disini tapi aku tidak ingin terus-terusan menjadi egois sepertimu. Bahkan jika mereka adalah keluargaku, aku akan meninggalkan mereka jika itu harus ku lakukan." Suara Alice menunjukkan ketegasan, nampaknya gadis itu sudah menemukan jawaban dari segala pertanyaan yang memenuhi otaknya saat ini.

Aaron tersenyum kecut. "Kau tidak akan bisa pergi dari sini. Wanita penyihir itu, akan melakukan segala cara agar kau mau mendukung rencananya. Alice, kau sungguh tidak mengenal mereka." Alice terdiam seolah mencerna perkataan Aaron dan wajahnya menjadi tegang ketika ia seolah menemukan sesuatu dalam fikirannya.

"Apa mungkin...Pernikahan kami bagian dari rencana mereka?" Aaron mengirutkan dahinya seketika.

"Pernikahan? Siapa yang akan menikah? Bukankah hanya Pangeran yang akan menikah?" Aaron melemparkan pertanyaan kembali kepada Alice. Gadis itu tersenyum kecut, seolah ia mendapatkan fakta baru.

"Jadi...Pernikahan ini juga bagian dari rencana?" Alice mendesah

"Apa maksudmu?" Aaron tidak mengerti apa yang Alice katakan.

"Aku...Aku yang akan menikah dengannya Aaron."

"WHAT?" Aaron nampak begitu terkejut, kemudian ia tertawa getir.

"SHIT!" Aaron meraih tubuh Alice untuk mengikutinya berdiri. Alice yang masih bingung dengan keadaan ini hanya mampu mengikutinya.

"Why?"

"You must not be marry him!" Pinta Aaron.

"Give a reason"Alice mempertanyakan alasannya dan Aaron nampak begitu frustasi. Ia masih terlihat tak percaya dengan apa yang dikatakan Alice.

"Kalau kau tidak mengatakannya kepadaku? Bagaimana aku bisa mengetahuinya Aaron?" Mohon Alice.

"Itu...AARRRRGGGGGGGGHHHHHHH." Tubuh Aaron tiba-tiba terpental beberapa meter. Alice terkejut dan hendak menghampirinya, namun ada sebuah tangan yang menariknya.

"Apa dia menyakitimu?" Suara familiar itu? Dan Alice membisu ketika kini Ten mengalungkan tangannya pada pinggang ramping itu. Alice menggeleng dengan cepat.

"Syukurlah...Maafkan dia. Dia adalah salah satu pemburu terbaikku dan dia sedikit liar. Apa lagi jika itu melihat wanita secantik dirimu." Ucap Ten yang membuat Alice memaksakan diri untuk tersenyum. Kalau saja keadaannya tidak seperti ini, mungkin Alice akan mengomelinya untuk membuatnya berhenti membual. Namun sekarang? semua berbeda...Alice seolah merasa mulai tak nyaman dengan sosok dihadapannya ini.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Ten kepada Aaron yang kini sudah membungkuk memberi hormat kepadanya. Alice membisu, tidak pernah ia berfikir seorang Aaron mau tunduk pada seseorang seperti Ten. Sebegitu berkuasanya kah Ten? Sampai bisa membuat Aaron terlihat begitu takut?

Alice ingin mengatakan sesuatu namun tatapan tajam Aaron yang secara diam-diam seolah memberikan isyarat baginya untuk tetap bungkam.

"Udara disini begitu dingin dan kau masih belum pulih. Kenapa kau keras kepala sekali? Aku menyuruhmu untuk beristirahat bukan?" Ten mulai mengomeli Alice.

"Aku hanya ingin jalan-jalan." Ucap Alice dengan kikuk.

"Seharusnya kau bilang kepadaku. Tidak semua pengawalku mengenalimu. Aku belum mengenalkanmu secara resmi kepada mereka." Alice tersenyum dan menggandeng tangan Ten.

"Sudahlah, kau benar-benar seperti ajumma-ajumma sekarang. Ayo kita pergi dari sini, aku merasakan begitu lapar sekarang..." Alice menyeret Ten untuk segera meninggalkan tempat itu. Tanpa Ten ketahui Alice mencuri pandang untuk menatap Aaron. Aaron mengangguk seolah berusaha meyakinkan Alice bahwa semua akan baik-baik saja.

"Mereka benar-benar iblis! Tak akan ku biarkan kalian menyakiti Alice." Gumam Aaron sembari menunjukkan tatapan bingasnya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Memorabillia: Setsu Naku Naru
7171      1893     5     
Romance
Seorang laki-laki yang kehilangan dirinya sendiri dan seorang perempuan yang tengah berjuang melawan depresi, mereka menapaki kembali kenangan di masa lalu yang penuh penyesalan untuk menyembuhkan diri masing-masing.
LATE
519      321     1     
Short Story
Mark found out that being late maybe is not that bad
Balada Valentine Dua Kepala
305      191     0     
Short Story
Di malam yang penuh cinta itu kepala - kepala sibuk bertemu. Asik mendengar, menatap, mencium, mengecap, dan merasa. Sedang di dua kamar remang, dua kepala berusaha menerima alasan dunia yang tak mengizinkan mereka bersama.
Kutu Beku
374      249     1     
Short Story
Cerpen ini mengisahkan tentang seorang lelaki yang berusaha dengan segala daya upayanya untuk bertemu dengan pujaan hatinya, melepas rindu sekaligus resah, dan dilputi dengan humor yang tak biasa ... Selamat membaca !
Sebuah Penantian
2573      896     4     
Romance
Chaca ferdiansyah cewe yang tegar tapi jauh didalam lubuk hatinya tersimpan begitu banyak luka. Dia tidak pernah pacaran tapi dia memendam sebuah rasa,perasaanya hanya ia pendam tanpa seorangpun yang tau. Pikirnya buat apa orang lain tau sebuah kisah kepedihan.Dulu dia pernah mencintai seseorang sangat dalam tapi seseorang yang dicintainya itu menjadi milik orang lain. Muh.Alfandi seorang dokt...
Goddess of War: Inilah kekuatan cinta yang sesungguhnya!
7000      1771     5     
Fantasy
Kazuki Hikaru tak pernah menyangka hidupnya akan berubah secepat ini, tepatnya 1 bulan setelah sekembalinya dari liburan menyendiri, karena beberapa alasan tertentu. Sepucuk surat berwarna pink ditinggalkan di depan apartemennya, tidak terlihat adanya perangko atau nama pengirim surat tersebut. Benar sekali. Ini bukanlah surat biasa, melainkan sebuah surat yang tidak biasa. Awalnya memang H...
Sacred Sins
1567      680     8     
Fantasy
With fragmented dreams and a wounded faith, Aria Harper is enslaved. Living as a human mortal in the kingdom of Sevardoveth is no less than an indignation. All that is humane are tormented and exploited to their maximum capacities. This is especially the case for Aria, who is born one of the very few providers of a unique type of blood essential to sustain the immortality of the royal vampires of...
Republik Kerusuhan
2394      1368     0     
Romance
Putih abu-abu kini menjadi masa yang tidak terlupakan. Masa yang mengenalkan pada cinta dan persahabatan. Hati masih terombang-ambing kadang menjadi sesuatu yang mengecewakan, menyedihkan, kesenangan dan rasanya nano-nano. Meski pada akhirnya menjadi dewasa pada suatu masa dan membuat paham atas segala sesuatu. Serunya masa, mimpi yang setinggi angkasa, pertengkaran, di sini pula akan ada pemaham...
The Black Hummingbird [PUBLISHING IN PROCESS]
21833      2435     10     
Mystery
Rhea tidal tahu siapa orang yang menerornya. Tapi semakin lama orang itu semakin berani. Satu persatu teman Rhea berjatuhan. Siapa dia sebenarnya? Apa yang mereka inginkan darinya?
Starlight and Integra
8831      2090     8     
Fantasy
Siapakah sebenarnya diriku? Apa saja yang sebenarnya disembunyikan oleh orang-orang di sekitarku? Dimana kekeasihku Revan? Mungkinkah dia benar-benar telah tewas saat peristiwa pelantikan prajurit itu? Atau mungkinkah dia ditangkap oleh Kerajaan Integra, musuh kerajaanku? (Roselia Hope, warga Kerajaan Starlight)