Angin berhembus semakin kencang, seolah sebentar lagi ada badai topan yang akan menerjang. Langit terlihat begitu gelap, hujan dan petir menjadi hiasan cukup menakutkan. Seorang gadis berdiri di puncak castle dengan tatapan mengintainya dan semua suasana alam ini seolah menjadi backsound yang mengiringinya. Alice, terus mengintai 3 orang yang masih tersisa ditengah-tengah castle yang nampak tak sebagus saat kemarin ia kemari.
"Apa kau akan menghancurkan castle ini?" Teriak Jaehyun namun Alice masih tak bergeming. Gadis itu masih mematung dengan ekspresi yang sulit diartikan. Tanpa mereka ketahui, mata Alice terlihat berkaca-kaca. Ada perasaan sesal dalam dirinya karena sesungguhnya ia seseorang yang tak sanggup melihat seseorang menderita. Dibenaknya masih terpampang jelas kilasan dimana orang tuanya, Adam, dan Ten harus meninggalkannya. Namun perasaan marah juga mendominasi dirinya, kenapa semua orang yang ia sayang harus meninggalkannya? Why?
'Alice...ku mohon hentikanlah...' Taeyong masih belum menyerah untuk berbicara dalam fikiran gadis ini. Matanya pun masih terus menatap Alice dengan wajah sedihnya.
'Pergilah dari fikiranku monster sampah!!! Apa kau mau ku buat mulutmu bungkam selamanya?' Alice manatap tajam Taeyong.
'Aku akan mulai denganmu!' Ucap Alice sambil menyeringai menatap Taeyong yang terlihat begitu pasrah. Dengan jari telunjuknya Alice menunjuk Taeyong dan seketika tubuh Taeyong melayang tinggi membuat Jaehyun dan Endor cukup terkejut.
"Apa yang sedang kau fikirkan Endor? Kau harus menyelematkan Hyungku!" Ucap Jaehyun yang kini berusaha terbang untuk meraih tubuh Taeyong yang memang terlihat tak sebaik biasanya.
"Hyung...Apa kau harus menyerah begitu saja pada gadis penyihir itu? Hyung sadarlah!!!" Teriak Jaehyun berusaha menyadarkan Hyungnya.
"Berhentilah menjadi lemah hyung! Kalau kau terus seperti itu, lebih baik aku yang membunuhmu dari pada kau harus mati ditangan gadis iblis itu...Hyung apa kau mendengarku? Bangunlah hyung!" Jaehyun tak berhenti terus meneriaki hyungnya sembari mengejarnya bersama Endor.
Kini Taeyong sudah berada dihadapan Alice dengan tubuh yang masih melayang-layang di udara. Anehnya pria itu tak merasa ketakutan sama sekali, melainkan ia menatap Alice dengan ekspresi sedihnya. Sementara Jaehyun dan Endor berusaha untuk mengejarnya, namun terhalang oleh sebuah perisai yang Alice buat.
"Kalian tidak akan bisa menembusnya, kalian akan menjadi saksi kematiannya!" Ucap Alice sembari menyeringai menatap Jaehyun dan Endor. Kedua pun bertambah gencar berusaha untuk menghancurkan perisai itu.
---***---
Di luar castle beberapa orang masih terdiam, memandang castle dengan ekspresi sedih mereka. Beberapa kali menghela nafas gusar dan ada beberapa orang meninggalkan castel.
"Yeobo, anak-anak masih didalam. Kau tidak akan membiarkan mereka matikan?" Ucap Ny. Lee yang begitu mengkhawatirkan kedua putranya, Taeyong dan Jaehyun. Tn. Lee memijat-mijat kepalanya yang berdenyut.
"Aku tahu kau bingun istriku tapi kau sangat tahu bukan kalau vampire original seperti kita tidak akan pernah mati." Ucap Tn. Lee berusaha menenangkan hati istrinya.
"Tapi gadis itu adalah keturunan penyihir hitam yang terakhir. Kau tidak akan lupa bukan? Bahwa para penyihir hitam itulah yang mengutuk kita menjadi vampire seperti ini?" Dan ekspresi Tn. Lee seketika berubah, pria tua itu benar-benar lupa akan hal itu. Ia masih belum bisa percaya bahwa gadis yang kemarin ia lihat di tangan Endor adalah sosok penyihir hitam yang begitu berbahaya.
"Dad...Biarkan aku yang masuk kedalam. Aku akan menyelamatkan hyung." Sahut Mark yang semenjak tadi hanya diam berdiri disamping Sally yang kini benar-benar terlihat cemas.
"Tidak! Kedua hyungmu sudah ada didalam dan kau sebaiknya tetap disini menjaga eommamu, biarkan Appa yang akan masuk." Ucap Tn. Lee sembari memegangi pundak putra bungsunya ini.
"Tapi dad..." Ucapan Mark terpotong dengan suara Maria.
"Tuan...Ayah saya memerintahkan saya untuk menjaga anda. Saya mohon agar anda tidak kembali karena didalam benar-benar berbahaya." Kata Maria sambil berlutut diharapan Tn. Lee membuat pria paruh bayah itu bimbang.
"Biarkan aku yang pergi..." Seseorang asing masuk dalam percakapan ini yang tak lain adalah Sally. Mereka menatap Sally dengan ekspresi terkejut sekaligus bingung.
"Kau? Kau sangat lemah, kau tidak akan mampu menanganinya." Ucap Tn. Lee sambil menggeleng pelan. Meskipun ia seorang vampire, prinsip hidupnya adalah ia tidak mau melukai manusia yang lemah. Selama ini keluarga mereka hanya meminum darah dari kantong plastic rumah sakit yang mereka miliki. Tidak berusaha untuk melukai manusia sedikit pun.
"Alice adalah saudariku Tn. Lee. Dia tidak akan sampai hati mau melukaiku." Ucap Sally penuh keyakinan.
"Dan ah-aku akan ikut denganmu..." Ucap Doyoung dengan terbata-bata membuat Paman dan Kakek Alice yang semenjak tadi hanya menjadi penonton terlihat cukup terkejut.
"Tidak! Kau adalah pewaris satu-satunya keluarga kita. Bagaimana jika sesuatu terjadi kepadamu? Kau harus tetap hidup Doyoung-ah. Kakek benar-benar memohon kepadamu." Ucap Tn. Kim sambil menatap khawatir cucu kesayangannya ini.
"Kakek dia Hwang sinb...cucumu juga, yang tak pernah kau ijinkan untuk memakai marga kita Kim. Karena kakek dia tidak menyukai nama itu, ia lebih memilih untuk memakai nama Alice. Selama ini, dia sendirian kakek dan apa yang terjadi kepadanya sekarang? Aku yakin ia kebingungan? Adilkan ini untuknya? Aku akan tetap pergi bersama Sally! Kakek tidak bisa menghalangiku!" Ucap Doyoung dengan tegas membuat Kakek Kim mendesah.
"Doyong-ah kau harus mendengarkan apa kata kakekmu." Ucap Paman Kim
"Tidak Aboji...Semua ini salah kalian karena menyembunyikan semua ini dari kami. Kalau kalian memberitahu kami sejak awal, dia tidak harus mengasingkan dirinya ke eropa bukan?" Mata Doyoung mulai berkaca-kaca.
"Aku akan tetap pergi...Kalau pun aku harus mati ditangan Alice. Semua itu...Adalah bayaran yang harus kalian terima karena membuat hidupnya kacau. Sally kajja!" Doyoung menarik tangan Sally dengan cepat.
"Doyoung-ah..." Panggil kedua pria itu, namun Doyoung tak menggubrisnya malah mempercepat langkah kakinya sembari menyeret Sally bersamanya. Sally masih membisu dengan memandangi Doyoung dengan ekspresi tidak percayanya. Seorang Doyoung yang ia kenal? Berubah menjadi seorang pemberani seperti ini? Wow Amazing!
"Aku tidak pernah berfikiran kalau kau begitu menyayanginya?" Tanya Sally yang masih saja penasaran. Doyoung memperlamban langkah kakinya menyeimbangkan dengan Sally sehingga mereka berjalan bersama.
"Dulu saat kami masih kecil. Dia selalu menjadi penyelamatku. Dia sosok gadis tangguh yang selalu melindungiku dari bullyan anak-anak. Aku merasa kehilangan dirinya saat tiba-tiba Aboji mengirimnya ke luar negeri." Mendengarkan perkataan Doyoung yang seperti itu membuat Sally tanpa sadar meneteskan air matanya. Ia sadar, selama ini Alice hanya menghabiskan hidupnya untuk melindungi banyak orang termasuk dirinya. Gadis itu tidak pernah sedikit pun memikirkan dirinya, bahkan hari ini ketika ia menjadi sosok lain adalah karena Alice mengejarnya kemari untuk melindungi dirinya.
"Semua ini salahku." Sally terisak dan Doyoung mengelus pundak gadis itu.
"Simpan air matamu sekarang, kita tidak punya banyak waktu. Kita harus segera mencegah Alice untuk menghancurkan semuanya. Aku tidak mau dia merasakan penyesalan seumur hidupnya, karena aku tahu dia bukanlah seseorang seperti itu." Sally mengangguk pelan dan mulai mengikuti langkah kaki Doyoung yang semakin cepat.
---***---
BLEEEDDDAR
BUM
DASSSSHHHHH
Riuh dan kacau, bangunan castle yang indah dan megah telah hilang seolah kini hanya ada tumpukan rongsokan yang tergeletak di atas rumput dan taman yang telah rusak.
"Jangan menghabiskan tenaga kalian untuk sesuatu yang sia-sia." Ucap Alice dengan nada sinisnya pada Jaehyun dan Endor yang masih berusaha untuk memecahkan perisai itu.
"Why? Apa kau tidak bisa berbicara? Kau boleh saja memohon kepadaku untuk tidak membunuhmu." Alice menyeringai menatap Taeyong yang terlihat sedih.
"Kalau kau terus melakukan ini, kau akan melukai dirimu sendiri Alice." Ucap Taeyong membuat Alice tersenyum.
"Terluka atau tidak itu bukan urusanmu. Bahkan jika nantinya aku akan lenyap dari sini? Itu akan baik untuk kalian bukan?" Alice mendesah dan menampakkan ekspresi kesedihannya kembali.
"Aku tidak pernah sedikitpun mengganggu kehidupan kalian tapi kenapa? Kalian terus mengusik kehidupanku dan harus membuatku terlihat buruk dengan melihat seseorang berkorban untukku.
"Maafkan aku...Maafkan keluargaku...Maafkan kami semua yang telah membuatmu menjadi seperti ini." Lirih Taeyong yang entah sejak kapan ia berjalan di udara dengan pasti mendekati Alice.
"Berhenti disitu...Aku tidak mau mendekatiku. Aku tidak mau vampire sepertimu menyentuhku!" Taeyong terhenti menatap Alice dengan ekspresi terluka. Ya, untuk kesekian kali gadis dihadapannya itu menghinanya, memakinya, membuatnya terlihat begitu buruk. Sepanjang kehidupan yang berabad-abad iya lalu, belum pernah sedikitpun seseorang menghinanya. Siapapun yang menghinanya Taeyong akan dengan senang hati meleyapkan orang itu tanpa perhitungan, namun gadis ini? Meskipun nantinya ia memakinya sampai ribuan kali, Taeyong tidak bisa dan tidak akan pernah bisa untuk melukainya. Setiap ekspresi apapun yang gadis ini pancarkan, Taeyong selalu ingin tahu? Dan selalu dapat merasakan semuanya, meskipun begitu...Taeyong masih saja ingin tahu dari mulut gadis ini, apa saja yang ia rasakan!
"Apakah kau tuli? Berhenti kataku!" Namun Taeyong tak mengindahkan perkataan Alice. Ia terus berjalan mendekati Alice dan dengan cepat meraih tubuhnya lagi.
"Aku percaya kepadamu bahwa kau bisa mengendalikan emosimu Alice." Bisik Taeyong, namun dengan kekuatannya gadis itu sekali lagi mendorong tubuh Taeyong.
"Tidak! Pergi!"
BLEDAAARRRR....
"Hyung...."
"Tuan...."
Tubuh Taeyong terpental menembus perisai dan menacap pada sebuah besi yang terdapat pada reruntuhan bangunan.
"Arrrggggggghhhhhhhh........." Alice memandangi tubuh Taeyong yang menancap pada besi itu dengan ekspresi keterkejutannya dan seketika air matanya mengalir. Ada sesal dalam kedua bola matanya.
"KAU! AKAN MEMBAYAR SEMUANYA!" Jaehyun dengan kecepatannya mendekati Alice dan berusaha mencekik leher gadis itu dengan satu tangannya. Matanya merah menyala, menunjukkan tingkat kemarahannya.
"Ahak...ahak..." Alice batuk-batuk dan merasa sulit untuk bernafas. Gadis itu berusaha menenangkan dirinya agar ia bisa fokus dan menyingkirkan Jaehyun.
"Enyahlah kau monster sampah!" lirih Alice dan mengarahkan tangannya pada tubuh Jaehyun.
BLUSH
Dorongan bola api itu begitu kuat menyentuh tubuh Jaehyun membuatnya harus terpental dan jatuh ke tanah.
BLAAAAMMMMMMMMM
Alice menyeringai melihat Jaehyun nampak lemah. Tak ada rasa kasihan dalam dirinya saat ini. Gadis itu, masih mengingat bagaimana seorang Jaehyun membuat Sally saudarinya terluka.
"Disini...Kau yang seharusnya ku musnahkan terlebih dahulu. Kau sudah membuat Sally ketakutan!" Suara Alice menggema diseluruh penjuru castle.
Jaehyun yang tak mampu berdiri lagi, tersenyum mendengarkan ucapan Alice. "Kaulah yang paling ia takuti...Apa kau tidak mengerti?" Lirih Jaehyun yang masih mampu Alice dengar. Seketika wajah gadis itu berubah suram.
"BEDEBAH! Monster sampah sepertimu memang tidak pantas untuk hidup!" Alice mengarahkan tanganya lagi pada Jaehyun. Tatapan tajamnya seolah menusuk siapapun yang beradu pandang dengannya.
"Kau akan mati sekarang! Bahkan jika kau adalah vampire original. Kamilah yang menciptakanmu dan hidupmu akan berakhir disini!" Ucapan Alice menggema diseluruh penjuru castle.
BLEEEEEDDDDDDDDDAAAAAAAAAARRRRRRRRR
KRRRRRRRRRRRRAAAAAAAAAAATTTTTTTTTT
Suara guntur semakin menggelegar, hujan lebat tiba-tiba muncul dari balik langit. Langit semakin gelap tanpa ada cahaya yang menerangi mereka. Alice tidak berhenti memandang Jaehyun dengan tatapan penuh amarahnya.
Sebuah cahaya seolah membentuk sebuah lingkaran dan beberapa simbul didalamnya. Muncul dari langit yang begitu gelap membuatnya nampak begitu terang. Alice mendongakkan kepalanya sembari sedikit menyunggingkan senyumnya. Dengan gerakan matanya Alice menggerakkan cahaya itu, menuju pada Jaehyun.
"NO ALICE!!!"
BYAAAAAAAAAARRRRRRRRRRRR
"SALLY!!!" Suara Alice menggema keseluruh castle. Tubuhnya melorot seketika ia melihat tubuh Sally tergeletak diatas tubuh Jaehyun. Gadis bodoh itu berusaha untuk menyelamatkan Jaehyun, vampire sampah itu? Alice tak mengerti apa yang gadis itu fikirkan? Alice menghilang dan muncul dihadapan Jaehyun yang masih memeluk erat tubuh Sally. Alice terjongkok untuk memastikan apakah saudarinya ini masih hidup?
"Sally? Apa yang kau lakukan? Kenapa kau harus melindungi makluk sampah sepertinya?" lirih Alice sembari matanya berkaca-kaca.
"Sally..." Jaehyun juga barusaha untuk membangunkan Sally yang masih memejamkan matanya.
"Alice, dia tidak akan matikan?" Tanya Doyoung yang kini berjongkok disamping Alice. Alice menoleh kepadanya dengan tatapan kesal.
"Why? Kenapa kau mengajaknya kemari hah?" Alice mulai menangis. Bergerak untuk menyentuh tubuh Sally.
"Dia ingin menghentikanmu dan ketika sampai disini? Ia melihatnya akan melenyapkan Jaehyun. Alice, dia tidak ingin kau terus melukai dirimu sendiri." Terang Doyoung yang membuat Alice terisak.
"Sally..." Lirihnya ditengah keterisakannya.
"Jangan menyentuhnya! Kau yang membuatnya seperti ini!" Pinta Jaehyun sembari mengalihkan tubuh Sally dari Alice.
"Sally...Gadis bodoh! Bagunlah! Kau tak seharusnya seperti ini kepada monster yang berusaha untuk mempermainkanmu!" Ucap Jaehyun sambil berusaha menepuk pipi Sally dengan lembut. Tanpa mereka sadari ada buliran krystal bening jatuh dari mata Jaehyun.
Alice masih membeku dengan perasaannya yang semakin kelabu.
Alice pov
"Jangan menyentuhnya! Kau yang membuatnya seperti ini!"
Aku–Aku yang membuat Sally celaka? Kenapa? Kau jahat Alice! Kau memang wanita penyihir yang kejam! Kau seharusnya lenyap dari dunia ini! Kau tak layak untuk tetap hidup! Kau telah membunuh satu persatu orang yang kau sayang! Pertama Adam, Ten dan sekarang Sally saudarimu...WHY ALICE???
"Sally...Kau tidak boleh mati. Bagunlah ku mohon..." Aku tidak akan mampu memaafkan diriku sendiri jika terjadi sesuatu kepadamu dan jika itu harus! Aku akan mengakhiri hidupku!
'Tidak, kau tidak boleh melakukan itu!'
Diamlah! Atau kau ingin ku bungkam mulutmu selamanya?
"Dia masih hidup." Apa? Aku melihat Jaehyun berusaha menarik Sally dalam pelukannya. Doyoung pun menghampiri Sally dan mengecek denyut nadinya, kemudian Jaehyun menatapku dan mengangguk beberapa kali. Aku hanya mampu menghela nafas lega dan menangis. Syukurlah, dia masih hidup. Terima kasih Tuhan...
"Dia hanya terhempas karena mantramu. Itu bukan serangan element apapun. Kau hanya berusaha untuk melepaskan kekuatan Jaehyun dari tubuhnya dan membuatnya mati tanpa keabadian." Endor entah sejak kapan pria itu sudah berdiri dihadapan kami. Aku benar-benar tidak menyadari apa yang ku lakukan kepada monster itu. Semua serasa mengalir begitu saja, di iringi dengan emosiku yang terus berkembang.
"Tapi tetap saja dia manusia. Apa kau akan terus seperti ini Alice? Apa kau akan menghabiskan seluruh kota ini hanya untuk amarahmu itu?" Yah! Kali ini aku sependapat dengan ucapannya. Aku—melampaui batasku!
Aku—Aku tidak tahu apa yang akan terjadi nanti? Mungkin aku akan lebih mengerikan dari ini dan aku tidak bisa melihat Sally terluka lebih banyak dari diriku. Maafkan aku Sally, mungkin—mungkin kita tidak bisa bersama lagi.
"Doyoung-ah....." Doyoung menoleh dan aku menatapnya dengan senyum.
"Jaga dia..." Aku melihat Doyoung mengirutkan keningnya.
'ANDWAE!!!!!!! Kau tidak boleh pergi!!!'
"Ka-kau tidak akan pergi kan?" Aku tidak menjawab pertanyaan Doyoung hanya tersenyum.
"Aku percaya padamu" Aku pun bangkit dan mulai menerbangkan tubuhku.
'ANDWAE!!!!!! ALICE'
Aku melihatnya, monster itu tidak mau menyerah untuk merasuki pikiran ku. Aku melihatnya, menahan rasa sakitnya dan menggunakan sisa kekuatannya untuk berbicara dengan ku.
Aku akui, anggapanku salah! Tentang dirimu...tentang keluargamu...tapi? Aku belum bisa melupakan semuanya...ketika kalian berusaha untuk melenyapkan Ten dan diriku. Jaga dirimu baik-baik! Jika kita bertemu lagi? Ku pastikan aku akan membunuhmu! Keluargamu! Jadi bersiaplah untuk hari itu Lee Taeyong...
Alice pov end
Alice lenyap dan langit kembali menjadi cerah, guntur, kilat dan hujan yang terjadi beberapa menit lalu seolah ikut lenyap bersama kepergian Alice. Menyisahkan ketegunan diantara semua makhluk yang ada didalam castle, tak terkecuali Jaehyun yang masih menahan tubuh Sally. Doyoung masih menatap langit dan terlihat nampak sedih ketika ia tak dapat menemukan Alice dimanapun. Taeyong terdiam dengan mata berkaca-kaca, ia masih dan akan terus mengingat perkataan Alice. Ia tersenyum simpul ketika mengingat bahwa gadis itu akan kembali untuk menuntut balas kepadanya.
"Aku akan menunggu saat itu" Guman Taeyong.
---***---
Ditengah hutang yang gelap dengan sedikit cahaya sinar matahari, segelap jiwa Alice sekarang. Angin dingin berhempas menggerakkan ranting-ranting dedaunan, kicauan burung dan suara binatang lain membuat hutan itu nampak cukup menakutkan. Gadis itu meringkuk menenggelamkan dirinya pada kedua lututnya. Ia menangis sejadi-jadinya, menyesali semua yang terjadi pada dirinya.
'ALICE'
Alice tertegun mendengarkan sebuah panggilan tak asing. Panggilan yang sering kali ia dengar dalam mimpinya. Meskipun begitu Alice tak mau mendongakkan kepalanya, masih tertunduk dengan pemikiran kerasnya. Ia tidak sedang tidur sekarang? Namun kenapa suara itu datang? Why?
'ALICE'
Lagi? Panggilan itu datang lagi? dia tidak bermimpi. Suara itu benar-benar hadir saat ia sedang dalam kondisi sadar. Segera! Alice mendongakkan kepalanya dan ia melihat sebuah bintik hitam bergerak dari jauh di iringi dengan angin yang semakin kencang, suara gagak yang entah sejak kapan mulai berbunyi, gonggongan serigala yang semenjak tadi terasa begitu nyaring. Semakin lama, bayangan hitam itu semakin dekat dan terlihat dengan jelas sosok dengan jubah hitam dan menyembunyikan wajahnya dibalik tuduh yang ia pakai. Ia berdiri beberapa meter dari Alice dan gadis itu menatapnya dengan ekspresi penuh tanya.
"Siapa kau? Kenapa kau terus menggangguku?" Ucap Alice. Berlahan sosok hitam yang berada dihadapannya, membuka tudungnya dan nampak seseorang dengan rambut hitam lebat, wajah bak bidadari kayangan dan senyum seperti peri. Alice tertegun dengan mulut menganga, masih tersisa air mata di pipinya.
"Sinb-ah...Apa kau tidak dapat merasakan keterikatan kita?" Alice mengirutkan keningnya, seolah berfikir keras sampai sosok yang ternyata seorang wanita itu datang untuk mendekatinya.
"Berhenti! Atau...kau akan terluka!" Peringatan Alice, namun wanita itu terus berjalan mengindahkan peringatan Alice. Alice tidak percaya, wanita itu tak sedikit pun takut kepadanya? Malah sekarang wanita itu berjongkok dihadapan Alice. Meraih tangan Alice dengan tiba-tiba.
"KAU...Apa yang kau..." Perkataan Alice terpotong tatkala sebuah kilasan ingatan masuk kedalam pusat fikirannya. Seorang wanita yang tak lain adalah wanita dihadapannya ini sedang berjuang untuk melahirkan seorang bayi. Air mata Alice jatuh kembali ketika ia sadar, siapa wanita dihadapannya ini. Wanita yang sudah meninggalkannya dan membuatnya melupakan kenangan pahit itu.
"Why? Kenapa kau menemuiku?" Ucap Alice dengan nada getirnya. Wanita itu berusaha untuk memeluk Alice namun Alice menepisnya.
"No, kau bukan siapa-siapa bagiku. Pergilah!" Teriak Alice.
"Tapi aku eommamu...Hwang Mi Young dan kau putriku Hwang Sinb." Alice menutup telinganya dengan kedua tangannya.
"Kau tidak bisa menghilangkan ikatan darah diantara kita Hwang Sinb." Ucap wanita itu memandang Sinb datar.
"Kalau kau eommaku? Kenapa kau harus meninggalkan aku dan Appa? Why?" Tanya Alice dengan ekspresi kesedihannya. Wanita itu tersenyum kemudian memeluk Alice.
"Mianhae, eomma harus pergi karena mereka ingin membunuh eomma. Meskipun mereka mengatakan akan membunuhmu juga, namun eomma yakin bahwa Appamu akan melindungimu." Alice terisak dan semua rasa sakit yang ia simpan semenjak dulu, ia keluarkan sekarang. Selama ini, ia yang selalu menjadi sandaran bagi siapapun orang terdekatnya setelah Adam meninggal. Kini Alice rasa, ia dapat bersandar kepada wanita dihadapannya ini, eommanya.
Wanita itu membelai lembut rambut hitam lebat Alice. "Kau sangat mirip dengan Appamu. Eomma sebenarnya tidak benar-benar meninggalkanmu. Eomma selalu mengawasimu." Seketika Alice mendongakkan kepalanya, menatap eommanya penuh tanya.
"Eomma selalu menyempatkan masuk dalam mimpimu. Dimana ada kesempatan." Alice tertegun
"Jadi? Selama ini itu eomma? Tapi—aku merasakan sosok itu seorang pria. Lalu pria itu siapa?" Alice masih menyimpan sejuta tanya untuk setiap mimpi yang ia lalui. Wanita itu tersenyum, membelai rambut Alice.
"Kau akan tahu nanti. Ayo kita pergi dari sini." Ajaknya sembari berdiri dan mengulur tangannya agar Alice menggapainya. Berlahan dengan pasti Alice meraih tangan eommanya dan berjalan beriringan memasuki sebuah lingkaran yang tiba-tiba muncul dihadapannya.
Hanya beberapa langkah saja, mereka telah sampai di sebuah castle besar namun cukup menyeramkan karena cat tembok seluruh castle berwarna hitam belum lagi ditambah dengan pemandangan sekeliling yang hampir mirip dengan hutan yang baru saja mereka tinggalkan. Tidak terlalu banyak cahaya dan nampaknya castle ini berada ditengah-tengah hutan.
"Eomma tinggal disini?" Tanya Alice dengan rasa ingin tahunya.
"Ne..." Alice mengangkat satu alisnya sembari berkata.
"Alone?" Tanyanya dengan mimik serius namun nampak menggemaskan.
"Ani, sebentar lagi kau akan tahu." Pintu gerbang terbuka dengan di sambut 2 vampire penjaga. Alice mengirutkan keningnya, merasa bingung?
"Vampire? Eomma tinggal bersama para monster ini?" Wanita itu tersenyum. Alice benar-benar merasa tak mengerti dengan eommanya ini. Apa mungkin eommanya ini juga menjalankan hal sama seperti para hunter yang memiliki perjanjian dengan para vampire? Mungin saja!
"Berhentilah terus bertanya, nanti akan ku jelaskan didalam." Alice menghela nafas, entah mengapa? Gadis itu akhir-akhir ini menjadi lebih tidak sabaran. Mungkin ini juga karena seiring meningkatnya kekuatannya.
Kini mereka telah sampai di depan pintu utama castle, dua orang wanita membukakan pintu sembari menunduk memberikan penghormatan kepada Alice dan eommanya.
"Mereka penyihir?" Alice merasakan kekuatan sihir yang mengalir pada dua orang itu. Eommanya mengangguk.
"Ada berapa orang lagi disini? Sebenarnya tempat apa ini? Apa eomma memiliki sebuah perkumpulan? Aku merasa dua vampire tadi bukanlah vampire jinak dengan tetap memegang perjanjian yang dibuat para hunter dan vampire di kota ini atau anggapanku salah?" Alice yang selalu cerdas.
"Kalian sudah datang..." Seseorang berjalan mendekati mereka membuat Alice dan eommanya menoleh. Wanita itu tersenyum sementara Alice membisu dengan mata bulat, dahi mengkirut dan mulut menganga.
"Ten?" Tanya Alice sembari berjalan pelan mendekati pria dihadapannya ini. Pria yang Alice kenal sebagai sosok Ten itu tersenyum dengan tangan masih bersembunyi dibelakang tubuhnya. Mata Alice mulai berkaca-kaca ketika ia sudah benar-benar dekat dengan sosok itu. Sosok yang membuatnya begitu sedih dengan mengetahui fakta bahwa, pria itu telah meninggalkannya.
Alice menyentuh wajah Ten dengan lembut. Mereka saling bertatapan cukup lama dan seperti biasa Ten selalu mengembangkan senyum keteduhan untuk Alice.
"Aku melihatmu lenyap tapi aku dapat melihatmu disini sekarang. Why?" Kristal bening itu jatuh lagi membasahi pipinya. Ten mengusap dengan lembut butiran basah itu dengan kedua tangannya kemudian meraih dagu Alice yang seketika membuat ia membuka matanya.
"Apa kau merasa kehilangan diriku?" Alice mengangguk dengan cepat. Ten tersenyum, mengecup singkat bibir Alice, kemudian memeluknya.
"Aku baik-baik saja." Alice memejamkan matanya, merasakan tiap kehangatan pelukan Ten yang serasa seperti candu baginya. Lumayan lama pelukan mereka sampai ketika wanita itu berdehem beberapa kali.
"Apa kalian melupakan ku?" Alice yang sadar seketika melepaskan pelukannya dengan wajah merah merona. Ten dan wanita itu tersenyum geli melihat perubahan sikap Alice.
"Bukan seperti eomma..." Alice semakin salah tingkah ketika Ten tak melepaskan tangannya.
"Biarkan mereka mengantarkanmu ke dalam kamarmu. Kau butuh istirahat." Ucap Ten sambil membelai lembut pucuk kepala Alice, yang seketika membuatnya kikuk. Kedua pelayan vampire seketika hadir dihadapan mereka memunculkan kembali pertanyaan dalam benak Alice.
"Nanti Eomma akan memberitahumu." Eomma? Ten memanggil wanita itu Eomma? Raut wajah Alice nampak terkejut namun ia tidak sempat melontarkan semua pertanyaan yang memenuhi benaknya karena kedua pelayan itu dengan cepat menggiringnya memasuki sebuah lorong menuju kamarnya.
Kini hanya tinggal mereka berdua, Ten dan wanita yang merupakan eomma dari Alice. Mereka berdua saling bertatapan dan nampak senyum penuh arti.
"Tunggulah sebentar lagi kau akan menjadi terkuat dari yang terkuat." Ucap wanita itu sambil memegangi pundak Ten.
"Gomawo eomma." Ucap Ten sambil memegang tangan eommanya.
"Dia akan mewujudkan rencana kita dan kau akan mendapatkan apa yang menjadi impian mu, appamu dan juga eomma" Keduanya terlihat menyeringai