Loading...
Logo TinLit
Read Story - Warna Untuk Pelangi
MENU
About Us  

 

Revani, atau yang akrab dipanggil dengan Reva, mengernyit mendapati sebuah folder tidak dikenal dalam laptopnya. Penasaran, cewek itu pun membukanya dan terkejut mendapati banyaknya file berbentuk Ms. Word dengan berbagai judul.

Reva tersenyum bangga. Terlebih pada adiknya yang baru saja masuk ke kamar dan langsung merebahkan diri di tempat tidur.

Revi berjengit ngeri melihat kakaknya yang tersenyum padanya. “Kenapa lo?”

Reva terkikik. “Senang aja. Akhirnya, gue tau bakat tersembunyi dari elo.”

Mendengarnya, Revi langsung mendelik dan kontan bangkit, menghampiri Reva yang duduk di depan meja belajar. “Lo bongkar-bongkar folder gue, ya?” tanya Revi, dengan nada protes.

Reva mencibir. “Siapa suruh nyimpan di laptop orang!”

Revi berdecak. “Kan, Bokap janji ngebeliin pas gue SMA nanti.”

“Kelamaan itu mah. Emang lo sekarang nggak ada presentasi atau pelajaran TIK gitu, yang diharuskan punya laptop?” Reva mengernyit, heran. “Gue sih dulu ada.”

Revi menggeleng. “Yaaa, ada. Cuma gue masih bisalah pinjam laptop teman kalau di sekolah. Kalau di rumah, kan, pakai laptop lo,” ujarnya lantas mengangkat bahu. “Lagian gue juga nggak enak kalau minta sekarang-sekarang. Papa sama Mama kayaknya juga lagi ngumpulin duit buat SMA gue nanti. Karena mereka pasti udah duga kalau gue nggak bakal bisa masuk Negeri.”

Tawa Reva pecah mendengarnya. Kalau dulu ia pasti akan membalasnya dengan, “makanya belajar!” tapi kini, Reva tahu kalau kalimat itu tidak akan ampuh! Lagipula, tidak perlu menonjol dalam bidang akademik pun ternyata adiknya sudah produktif dengan talenta menulis yang dimilikinya.

“Terus, ini semua nganggur di sini aja?” tanya Reva. “Udah nyoba ngirim salah satu tulisan lo ke penerbit?”

“Belum.” Revi meringis. “Gue agak ngeri ditolak.”

“Kan, lo belum nyoba. Kok udah mikir ditolak?”

“Nebak aja. Tulisan gue belum seberapa soalnya,” jawab Revi, sekenanya.

Reva tersenyum lantas menepuk ringan lengan adiknya. “Percaya. Gue yakin naskah lo diterima.”

Sebelah alis Revi terangkat. “Emang lo udah baca tulisan gue?”

“Belum sih,” lirih Reva seraya meringis. “Tapi nanti malam gue coba baca. Judul yang mana yang udah tamat?”

Revi lantas menunjuk file berbentuk Ms. Word yang dinamai Mentari di Balik Mendung. “Baru itu. Tapi epilognya belum.”

Reva manggut-manggut. “Ini ceritanya tentang apa?”

Revi tersenyum. “Baca aja. Lo pengin tau, kan, siapa cowok yang lagi gue suka? Nah, di situ dia jadi tokoh keduanya. Yah, kurang lebih novel itu berdasarkan kisah nyata.”

“Ini cerita tentang anak SMP?!” tanya Reva, berjengit ngeri. Malas banget nggak sih kalau ia harus baca kisah cinta anak bocah seperti itu?!

“Bukan!” sergah Revi. “Gue buat Revi di situ udah SMA. Cowoknya udah kuliah.”

“Nama tokoh utamanya Revi? REVI?!”

Dengan polos, Revi mengangguk.

Reva langsung berdecak. “Pakai nama samaran kek. Kalau nanti gue baca, yang kebayang muka lo gimana?!” protesnya, sewot.

“Abisnya, gue nggak nemu nama yang bagus…”

“Pelangi aja.”

“Ha?”

“Gue suka banget sama Pelangi. Bahkan, gue mau ngasih nama Pelangi buat anak gue kelak,” ucap Reva menerawang, lantas kembali menatap adiknya. “Gue yakin, karakter lo di sini persis banget kayak lo yang absurd, kan? Nah, pas tuh! Pelangi itu, kan, banyak warnanya. Sama kayak lo yang kadang hitam, kadang putih, kadang mejikuhibiniu!”

Revi langsung tersenyum masam. “Itu muji apa ngehina sih?”

Reva terkikik geli. “Anggaplah pujian. Jadi gimana, lo setuju nggak?”

Revi menggaruk pelipisnya. “Gue bingung. Masalahnya, Pelangi terlalu berat. Sementara nama cowoknya biasa aja.”

“Hmm…” Reva mengetuk-ngetuk dagunya dengan telunjuk. “Kalau Langi, gimana? Dari nama Pelangi itu. Nggak berat, kan?”

Dan Revi tersenyum, menyetujui.

***

Revi baru akan keluar kelas, berniat pulang saat pikiran itu kembali terlintas dan mengusik dirinya, membuat langkahnya kontan terhenti. Gimana kalau Aldi masih menunggunya di depan sekolah? Tanya benaknya, khawatir.

Revi menjulurkan lehernya, melihat masih banyak siswa yang berlalu lalang di depan kelas, kemungkinan besar gerbang sekolah masih sangat ramai. Jika Aldi masih menunggunya pun, Revi tidak perlu khawatir. Cewek itu bisa berteriak dan meminta tolong pada orang-orang kalau Aldi sampai berbuat macam-macam.

Begitu Revi berhasil melewati gerbang sekolah, cewek itu tidak melihat tanda-tanda keberadaan Aldi. Namun, ketenangannya tidak bertahan lama. Tubuh Revi kembali membeku mendengar suara berat itu memanggilnya.

Revi perlahan menoleh dari balik bahunya. Menatap sengit Aldi yang berdiri menjulang di belakangnya.

Seolah mengetahui isi benak Revi, Aldi bersuara. “Sampai saat ini kamu belum juga bisa maafin aku, Rev?”

“Kembaliin ayah dan kakak gue ke sini sekarang, baru gue bisa maafin lo.”

Aldi mendesah frustrasi. “Itu nggak mungkin!”

“Dan maafin lo juga hal yang mustahil, Aldi!” desis Revi, tajam.

Aldi tertegun. Ia membasahi bibirnya yang terasa mengering. “Apa pun. Asal masuk akal. Kasih aku kesempatan buat menebus semua ini, please!”

“Cuma itu yang bisa buat gue maafin lo—”

Back to earth, Revi! Mereka udah nggak ada. Aku nggak bisa ngebangkitin orang mati!”

Revi terkesiap mendengarnya. Ucapan Aldi memang tidak mengada-ada, tapi kenyataan yang diperjelas oleh lisan itu justru lebih sakit didengar.

“Pembunuh emang pandai menyakiti orang,” tukas Revi dengan dada terhimpit.

“Aku bukan pembunuh…”

“Jangan dekat-dekat!” pekik Revi saat Aldi berusaha menghapus jarak. Tubuh cewek itu bergetar, ketakutan. “Gue nggak sudi berdekatan sama penjahat!”

Revi tidak peduli jika ucapannya yang tidak bisa dikatakan pelan itu membuat banyak siswa yang berlalu lalang di dekat mereka, menatap Aldi dengan sebelah mata. Cowok itu memang pantas dimuntahi kebencian.

“Nggak. Aku bukan penjahat…” kilah Aldi. Ia berhasil mengikis jarak saat Revi lengah dan mengunci cewek itu dalam kuasanya. “Aku mohon, maafin aku.”

Revi meronta dalam rengkuhan Aldi. Berteriak-teriak, memohon cowok itu agar melepaskannya. Revi benar-benar tidak sudi bersentuhan dengan seorang pendosa!

Namun, semakin kuat Revi mendorong dadanya, semakin kuat pula lengan Aldi menguncinya. Cowok itu bahkan tidak peduli dengan orang-orang yang menyaksikan keributan keduanya.

Tidak sedikit siswa yang ingin menolong Revi. Tapi mereka lebih tidak ingin ikut campur akan masalah yang bahkan tidak satu pun dari mereka ketahui.

Tapi tidak dengan Rain.

Cowok itu baru akan keluar dari gerbang sekolah saat ia mendengar keributan di tempat yang tidak jauh darinya. Penasaran, ia pun mengintip apa yang menjadi pusat perhatian banyak siswa. Dan kedua matanya pun terbelalak melihat Revi tengah ketakutan dalam rengkuhan cowok asing. Apa-apaan itu?!

Tidak ada yang Rain pikirkan selain menolong Revi saat itu. Dengan langkah panjang, ia menghampiri dan menarik cowok asing itu dari Revi lantas mendorongnya hingga terjatuh di aspal. Ia bahkan lupa akan sebuah fakta jika dirinya masih “bermusuhan” dengan Revi.

“Jangan peluk-peluk Revi!” amuk Rain, lantas menggeleng kecil dan meralat ucapannya, “Jangan ganggu Revi!” titahnya, tajam. Meskipun Rain sendiri tidak tahu apa masalahnya, tapi ia tidak suka Revi dipeluk-peluk cowok asing. Terlebih karena cowok pengusik itu membuat Revi ketakutan!

Rain mendorong lembut bahu Revi agar cewek itu berdiri di belakangnya. Ia tidak ingin cowok asing itu kembali menyentuh Revi.

“Gue punya urusan sama Revi. Tolong minggir,” ucap Aldi seraya bangkit. Berusaha menahan intonasi suaranya agar tetap tenang.

Rain melirik Revi dari balik bahunya, sekilas. Wajah cewek itu pucat pasi. Rambutnya tampak kusut. Bahkan tubuhnya bergetar samar, ketakutan. Dan hal itu entah kenapa membuat Rain kesal dengan keberadaan cowok asing itu.

“Tapi Revi nggak mau berurusan sama lo,” balas Rain.

Kalimat itu sanggup membungkam Aldi. Cowok itu melirik Revi yang tampak seperti mayat hidup di balik tubuh menjulang Rain.

Aldi meneguk ludahnya. Ia tidak ingin menyerah dengan cepat, tapi ia lebih tidak ingin membuat Revi semakin membencinya. Cowok itu pun memandang nelangsa sosok Revi yang enggan meliriknya selama beberapa detik sebelum akhirnya memutuskan untuk berlalu.

Ya, saat Aldi hanya berusaha untuk mengalah. Bukan menyerah.

Rain menatap punggung lebar Aldi yang semakin menjauh dengan amarah sekaligus rasa penasaran. Siapa cowok asing itu? Apa dia punya hubungan khusus dengan Revi? Meskipun membuat Revi ketakutan, tapi Rain tidak bisa memungkiri jika dirinya melihat cinta di kedua mata cowok asing itu. Mungkinkah cowok itu adalah mantan pacar Revi?

Sialan! Rain benar-benar dibuat penasaran dengan semua yang berbau cewek itu!

Rain memutar tubuhnya dan menatap Revi dengan cemas. “Lo nggak apa-apa?”

Meskipun terdengar sangat lembut, suara Rain tetap membuat Revi tersentak. Dan cewek itu pun hanya menggeleng kecil membalasnya.

Rain tersenyum memaklumi, lantas menepuk-nepuk lembut puncak kepala Revi. “Jangan takut. Dia udah pergi kok,” ucap Rain, menenangkan. “Nanti kalau dia balik lagi, gue pukul!”

Revi hanya menatap Rain dengan hampa. Niat cowok itu memang sangat baik. Revi juga tidak menemukan nada bergurau di balik ucapan Rain barusan. Tapi Revi tidak yakin jika semua akan baik-baik saja setelah ini. Revi meragu. Terlebih pada dirinya sendiri.

***

Satu hal yang Revi lupakan saat berniat melanjutkan “kehidupannya” adalah kenyataan bahwa masa lalu tetap menjadi bagian dalam hidupnya.

Revi sama sekali tidak pernah membayangkan Aldi akan kembali dan meruntuhkan kepercayaan dirinya dalam menjalani masa depan dengan lembaran yang baru. Cewek itu tidak pernah memikirkan konsekuensi yang akan terjadi jika ia kembali menulis sekaligus membocorkan identitasnya pada dunia.

Yang Revi pikirkan saat itu hanya Rain. Ia ingin memberi kejutan pada cowok itu hingga tidak memikirkan dampak apa yang akan diterimanya nanti.

Rain adalah motivasinya dalam menyelesaikan novel ketiga. Ia bahkan mengubah akhir kisah Langi—sang peran utama dalam novelnya—secara drastis hingga menimbulkan pro dan kontra dari para pembaca.

Tapi Revi tidak peduli. Yang terpenting saat itu Langi berakhir bahagia dengan Hujan. Bukan dengan Aldi, sang penghancur segalanya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Perfect Love INTROVERT
10200      1891     2     
Fan Fiction
Dialektika Sungguh Aku Tidak Butuh Reseptor Cahaya
456      328     4     
Short Story
Romantika kisah putih abu tidak umum namun sarat akan banyak pesan moral, semoga bermanfaat
Photobox
5543      1396     3     
Romance
"Bulan sama Langit itu emang bersama, tapi inget masih ada bintang yang selalu ada." Sebuah jaket berwarna biru laut ditemukan oleh Langit di perpustakaan saat dia hendak belajar, dengan terpaksa karena penjaga perpustakaan yang entah hilang ke mana dan Langit takut jaket itu malah hilang, akhirnya dia mempostingnya di media sosialnya menanyakan siapa pemilik jaket itu. Jaket itu milik Bul...
Menghapus Masa Lalu Untukmu
2954      1128     1     
Romance
Kisah kasih anak SMA dengan cinta dan persahabatan. Beberapa dari mereka mulai mencari jati diri dengan cara berbeda. Cerita ringan, namun penuh makna.
Awesome Me
3189      1137     3     
Romance
Lit Academy berisi kumpulan orang-orang mengagumkan, sebuah wadah untuk menampung mereka yang dianggap memiliki potensi untuk memimpin atau memegang jabatan penting di masa depan. Mereka menjadi bukti bahwasanya mengagumkan bukan berarti mereka tanpa luka, bukti bahwa terluka bukan berarti kau harus berhenti bersinar, mereka adalah bukti bahwa luka bisa sangat mempesona. Semakin mengagumkan seseo...
Behind The Scene
1271      548     6     
Romance
Hidup dengan kecantikan dan popularitas tak membuat Han Bora bahagia begitu saja. Bagaimana pun juga dia tetap harus menghadapi kejamnya dunia hiburan. Gosip tidak sedap mengalir deras bagai hujan, membuatnya tebal mata dan telinga. Belum lagi, permasalahannya selama hampir 6 tahun belum juga terselesaikan hingga kini dan terus menghantui malamnya.
Furimukeba: Saat Kulihat Kembali
437      301     2     
Short Story
Ketika kenangan pahit membelenggu jiwa dan kebahagianmu. Apa yang akan kamu lakukan? Pergi jauh dan lupakan atau hadapi dan sembuhkan? Lalu, apakah kisah itu akan berakhir dengan cara yang berbeda jika kita mengulangnya?
When You Reach Me
7217      1926     3     
Romance
"is it possible to be in love with someone you've never met?" alternatively; in which a boy and a girl connect through a series of letters. [] Dengan sifatnya yang kelewat pemarah dan emosional, Giana tidak pernah memiliki banyak teman seumur hidupnya--dengan segelintir anak laki-laki di sekolahnya sebagai pengecualian, Giana selalu dikucilkan dan ditakuti oleh teman-teman seba...
ARABICCA
2728      1004     2     
Romance
Arabicca, seorang gadis penderita schizoid personality disorder. Selalu menghindari aktivitas sosial, menjauhi interaksi dengan orang lain, tertutup dan mengucilkan diri, terpaksa harus dimasukkan ke sekolah formal oleh sang Ayah agar dia terbiasa dengan aktivitas sosial dan berinteraksi dengan orang lain. Hal tersebut semata-mata agar Arabicca sembuh dari gangguan yang di deritanya. Semenj...
The Boy
1772      684     3     
Romance
Fikri datang sebagai mahasiswa ke perguruan tinggi ternama. Mendapatkan beasiswa yang tiba-tiba saja dari pihak PTS tersebut. Merasa curiga tapi di lain sisi, PTS itu adalah tempat dimana ia bisa menemukan seseorang yang menghadirkan dirinya. Seorang ayah yang begitu jauh bagai bintang di langit.