“Hah…” Ichimiya mengembuskan napas panjang. Sambil duduk di tepi ranjangnya dia mencoba menenangkan diri. Kedua tangannya menopang dahi. Wajahnya tertunduk. Butiran keringat masih terlihat jelas di sekitar wajahnya. Dia bertahan dalam posisi tersebut cukup lama sampai suara dari lantai bawah membuatnya bergerak mendekati pintu.
Begitu menuruni tangga dan akan berbelok ke dapur, aroma menggoda tercium olehnya.
Seorang wanita dengan celemek berwarna pink sibuk memasak di pantry dapur. Menyadari Ichimiya yang memperhatikannya dia tersenyum ramah.
“Selamat pagi,” sapanya.
Ichimiya balas tersenyum. “Selamat pagi, Miyu-san[1].”
Tangan Ichimiya menarik kursi meja makan. Perlahan tubuhnya merendah ke kursi saat tiba-tiba suara berisik terdengar dari lantai atas. Reflek, mereka berdua mendongak ke atas.
“Bangun sebelum jam alarm-mu berbunyi?” selidik Miyura.
Ichimiya memutar bola mata dan melangkah cepat kembali ke kamar. Setelah suara jam alarm berhenti, terdengar suara derap kaki menuruni tangga kembali. Ichimiya mendengus dengan keras seraya duduk di kursi meja makan. Dia menjatuhkan kepalanya dengan keras ke meja.
“Mimpi buruk lagi?” Miyura kembali bertanya. Enggan membuka mulut, Ichimiya hanya bergumam. “Apakah perlu aku buatkan obat baru?”
“Tidak perlu. Mungkin aku hanya kurang istirahat saja.”
Terlihat berantakan dengan rambut kusut acak-acakan. Matanya masih terlihat mengantuk. Dia duduk bermalas-malasan dengan baju piyama yang sedikit melorot di bagian lengan kirinya. Sambil menunggu yang bisa dilakukannya hanya memperhatikan Miyura menyelesaikan sarapan untuk mereka berdua.
“Sudah selesai.” Sebuah sarapan sederhana sudah siap di atas meja makan. “Selamat makan,” kata Miyura.
“Selamat makan,” ikut Ichimiya. Seperti kehabisan tenaga, dengan perlahan dia memotong sosis goreng di piring dan melahapnya.
“Tidak semangat sekali kau,” lirik Miyura sambil menyesap kopinya.
“Ah, aku tidak apa-apa.”
“Kemarin… cukup banyak mengundang perhatian ya.”
“Yah, padahal kemarin hari pertamaku,” ujar Ichimiya dengan wajah khawatir.
“Kejadian itu sudah tidak bisa diulang lagi.”
“Apanya yang kehidupan gadis SMA biasa?” pikirnya.
“Kenapa kau ingin sekali masuk SMA? Itu hanya membuang-buang waktu saja.” Miyura menatap penasaran pada Ichimiya. Dia memajukan tubuhnya.
“Karena banyak orang mengatakan jika masa SMA itu adalah masa yang paling indah. Tentu saja aku ingin merasakannya sebagai gadis biasa dengan kehidupan SMA yang biasa,” jelas Ichimiya.
Merasa sedikit tidak puas dengan jawaban itu, Miyura kembali berpikir. “Haruskah aku suruh seseorang untuk membantumu di sini?”
“Itu tidak perlu,” tolak Ichimiya.
“Benarkah?” Tanya Miyura tidak yakin. “Aku akan kembali ke Distrik 3 nanti siang. Sepengetahuanku, kau tidak pernah bisa mengurus diri sendiri.”
“Aku yakin, aku akan baik-baik saja,” jawab Ichimiya. Miyura menatapnya penuh keraguan. “Ah, sudah jam segini. Aku harus segera bersiap.”
Tanpa menghabiskan sarapan paginya, gadis berusia 16 tahun itu segera kembali ke kamarnya dan bersiap untuk berangkat sekolah.
Tentu saja gadis seumuran Ichimiya ingin menjalani masa SMA yang tak terlupakan. Membuat banyak kenangan manis sebagai seorang remaja. Menjalin sebuah persahabatan dan juga percintaan. Mengikuti kegiatan klub. Menghabiskan waktunya bersama teman-teman. Membicarakan sesuatu sesama anak perempuan yang semumuran dengannya. Dia ingin menjalani kehipuan normal. Entah kenapa dia begitu terobsesi dengan kehidupan SMA.
***
“Baiklah. Sudah siap.”
Ichimiya beberapa kali berputar di depan cermin seukuran dirinya. Berbalutkan kemeja putih dan dasi merah mengikat. Juga rok pendek berwana merah. Tidak lupa dia mengenakan kaos kaki juga pelengkap seragamnya sebuah blazer hitam bergaris merah di ujung lengan dan sakunya. Terlihat elegan. Ichimiya tidak henti-hentinya memperhatikan dirinya sendiri yang terlihat seperti gadis SMA pada umumnya.
Tidak lupa dia juga memakai riasan tipis dan mengelap bibirnya dengan pelembab bibir. Dengan sedikit sisiran tidak perlu waktu lama untuk mengatur rambut panjangnya. Mungkin hanya akan di kuncir kuda, tapi selebihnya rambut hitam panjangnya hanya akan dibiarkan terurai.
Setelah dirasa sudah sempurna dia langsung menghambur keluar. Tidak lupa dia juga menenteng tas sekolahnya. Di bawah Miyura sudah menunggunya di pintu depan. Wanita memberikan bekal makan siang yang sempat dia buat tadi.
“Tidak ada yang ketinggalan?”
“Sudah aku bawa semua.” Ichimiya segera memakai sepatunya. “Baiklah. Aku berangkat.”
“Berhati-hatilah. Ini untukmu.” Miyura kembali menyerahkan sesuatu. Sebuah ponsel dan kunci cadangan.
“Sebuah ponsel baru?” kejut Ichimiya.
“Aku sudah memasukkan nomor-nomor yang penting. Setidaknya kau juga harus mendapatkan nomor dari teman barumu.”
“Terima kasih Miyu-san.” Ichimiya terlihat senang. “Aku berangkat,” pamitnya lagi. Segera gadis remaja itu berlari keluar.
Miyura melambaikan tangan sampai pintu tertutup rapat. Tak lama kemudian dia melangkahkan kakinya menaiki anak tangga menuju kamar Ichimiya.
Begitu membuka pintu sebuah pemandangan yang tak nyaman terlihat. Kamarnya begitu berantakan. Selimut tergulung tanpa dilipat. Baju piyamanya tergeletak di lantai. Alat rias berserakan di atas meja. Buku-buku memenuhi kasur. Kamar itu benar-benar berantakan.
Dengan perlahan Miyura melangkah sambil memperatikan isi kamar. Dia mendekati meja belajar di sudut ruangan. Tangannya menarik laci pertama meja belajar itu. Terdapat sebuah pistol dan beberapa selongsong peluru di dalamnya. Dan juga sekosebuah kotak kecil transparan yang penuh butiran obat.
“Dia bahkan tidak membawa senjatanya,” gumam Miyura. Dia menegakkan badannya, tangannya dilipat ke depan dada. Tubuhnya berbalik dan kembali memperhatikan kamar Ichimiya yang berantakan. “Yah, dia memang tipe petarung jarak dekat. Aku rasa aku tidak perlu cemas. Namun, jika membiarkannya hidup sendiri sebagai gadis biasa aku jadi khawatir,” lanjutnya.
***
“Semua akan baik-baik saja. Semua akan baik-baik saja,” bisik Ichimiya di sepanjang jalan. Dia terus berdoa agar hari ini akan berjalan seperti biasa saja. Hingga dia sampai di depan pintu gerbang. “Hah,” hembus napasnya. Dia menenangkan dirinya sejenak lalu kakinya melangkah dengan pasti.
“Selamat pagi, sensei[2].”
“Selamat pagi.”
Murid-murid yang melewati guru pengawas pagi ini memberi hormat dan mengucapkan salam.
“Sensei, selamat pagi,” ucap Ichimiya sambil menganggukkan kepala. Guru pengawas yang dilewatinya tersenyum.
“Ya, selamat pagi,” jawab guru itu.
Dalam hati Ichimiya merasa senang sekali. Kemudian dia berjalan masuk ke gedung sekolah. Dia berjalan dengan santai ke kelas 2-B yang merupakan kelas barunya di SMA Hitoyoshi ini.
Begitu membuka pintu tidak lupa dia mengucapkan salam pada teman-teman sekelasnya yang sudah datang. Dengan malu-malu Ichimiya mendekati kursinya dan duduk dengan tenang. Semua akan baik-baik saja, kembali ucapnya dalam hati.
Dia memperhatikan teman-teman sekelasnya. Tentu saja mereka sudah saling akrab. Di sekolah ini tidak ada pembagian kelas kembali di awal tahun ajaran baru. Semua akan sama seperti saat mereka kelas 1. Namun tahun ini Ichimiya masuk ke kelas mereka sebagai murid pindahan.
Sebuah perubahan yang tidak diperhitungkan siapapun. Dan mungkin akan mempengaruhi suasa kelas juga.
Ichimiya mencari seseorang yang mungkin bisa dia sapa. Seseorang yang mudah diajak berteman. Aku tidak menyangka jika mencari teman akan sesulit ini. Saat pandangannya mengarah ke pintu depan kelasnya, saat itu juga beberapa murid perempuan masuk secara berkelompok. Murid terakhir yang masuk sempat tersenyum saat Ichimiya melihat ke arahnya.
“Kyoka-san,” sapa gadis yang tersenyum padanya tadi.Dia sudah berdiri di depan mejanya.
“Heh?” Tiba-tiba Ichimiya linglung.
Gadis itu terkekeh. Dia menutupi mulutnya saat tersenyum. Begitu manis.
“Aku Masayumi Rin. Agar lebih akrab bolehkan aku memanggilmu Ichimiya? Ah, kau juga boleh memanggilku Rin.” Sambil menelengkan kepalanya dia tersenyum manis pada Ichimiya.
Ichimiya terkagum. Dia tidak pernah bertemu dengan orang sepertinya. Mungkin.
“Tentu saja. Kalau begitu, senang berkenalan dengamu Rin,” balas Ichimiya.
“Hmm,” angguk Rin. “Senang juga berkenalan denganmu, Ichimiya.”
Berhasil! Teriak Ichimiya dalam hati setelah tanganya menjabat tangan Rin. Sekarang dia ingin sekali memeluk gadis manis di dekatnya itu.
Tiba-tiba beberapa murid mulai mendekati mereka berdua. Ichimiya sedikit kaget karena mereka ingin berteman juga dengannya. Mengetahui hal itu rasa gelisahnya hilang. Dia benar-benar lega saat ini.
“Senang berkenalan dengan kalian semua.”
***
Bel jam istirahat berbunyi. Waktunya para gadis untuk makan siang sambil mengobrol ringan dan mengenal lebih banyak tentang teman baru mereka. Ichimiya dan teman-teman barunya menyatukan 4 buah meja dan duduk melingkar.
Ichimiya menyantap telur dadar yang dibuat Miyura untuknya. Ah, pembicaraan para gadis. Saat dirinya tengah menikmati tenangnya hari ini, tiba-tiba Kurumi, teman barunya yang duduk di kursi paling depan bertanya padanya.
“Ichimiya-chan[3],” panggilnya. Membuat Ichimiya sedikit terperajat. Entah mengapa gadis imut dengan kulit putih itu memanggil semua orang dengan akhiran –chan. Ichimiya yang tidak terbiasa dipanggil demikian merasa aneh. “Kemarin itu.. siapa?” lanjutnya.
Semua mata langsung tertuju pada Ichimiya yang akan menyumpit kembali telur dadarnya. Begitu dia sadar kemana arah pertanyaan tersebut, segera dia memasukkan sumpitnya ke dalam mulut—yang sebenarnya tak berhasil menyumpit apapun.
“Heh?” Pura-pura Ichimiya tidak paham dengan pertanyaan tersebut.
“Iya kemarin. Ada yang mengatakan jika kau kemarin berjalan bergandengan tangan dengan seorang laki-laki yang bukan dari sekolah kita,” ungkap Erika. Seorang gadis dengan ekspresi yang selalu tenang. Terlihat dewasa, berlawanan dengan Kurumi. Sebuah pengakuan jika mereka berdua adalah teman masa kecil membuat Ichimiya bengong.
“Dia hanya kenalanku saja. Kami memang akrab.”
“Heh, aku kira dia pa…. hmmm.” Kurumi terbungkam. Sebuah karaage ayam memenuhi mulutnya. Erika segera menyumpalkannya untuk menghentikan keributan kecil yang mungkin akan terjadi.
“Ichimiya itu orang yang menarik ya,” kata Rin. Dia melihat ke Ichimiya lalu melirik tingkah konyol dua orang di sebelahnya. Erika dan Kurumi jadi berdebat dan asyik sendiri. “Tapi, aku tidak heran jika Ichimiya punya seseorang yang istimewa. Karena terlihat jelas jika Ichimiya itu gadis yang cantik, anggun dan baik hati. Pasti di SMP dulu kau populer ya.”
“Itu tidak benar kok. Aku tidak populer, dan tidak banyak juga yang mendekatiku,” jawab Ichimiya. Dia tersenyum kikuk. Ya, itu benar. Tidak banyak yang mendekatiku. Aku… juga tidak tau bagaimana disebut popular. Ada rasa bersalah ketika mengatakan hal itu.
Jam makan siang berjalan dengan cepat. Tak lama setelah bel berbunyi, guru mata pelajaran selanjutnya masuk ke kelas. Pelajaran segera dimulai.
Ichimiya terlihat memperhatikan pelajaran dengan penuh konsentrasi. Namun sebenarnya dia sedang memikirkan kejadian hari pertamanya kemarin yang mungkin tidak akan pernah dia lupakan.
“Seseorang yang istimewa ya,” gumamnya.
[1] -san = panggilan untuk menghormati orang lain, biasanya untuk yang baru dikenal atau lebih tua
[2] sensei = panggilan untuk orang yang dihormati/guru
[3] -chan = panggilan untuk perempuan (menunjukan kemanisan, kemungilan, kecantikan seorang gadis yang lebih muda.)
Ide ceritanya boleh, saran aku coba ambil referensi dialog dan plotting ala western biar lebih greget
Comment on chapter Mission 3