Liburan musim panas telah berlalu. Tidak terasa Ichimiya sudah melewati semester pertamanya sebagai seorang siswa di SMA Hitoyoshi. Jika dia ingat-ingat kembali masa-masa kebebasannya semua seperti mimpi saja.
Hari ini adalah hari pertama semester keduanya. Sebenarnya dia berencana pulang lebih awal, namun rasa rindu pulang bersama teman-temannya tidak bisa dia bendung. Walau saat liburan juga sering bertemu, tetap saja menghabiskan waktu bersama Rin, Kurumi dan Erika merupakan waktunya yang juga berharga.
“Akhir pekan ini bagaimana jika kita pergi bersama?” ajak Kurumi. Gadis itu berjalan memimpin sambil sesekali melompat ringan. Sejak berjalan keluar gerbang tidak henti-hentinya gadis itu bersenandung riang.
“Apa terjadi sesuatu?” Rin bertanya dengan suara berbisik pada Erika.
“Ah, kemarin dia bertemu dengan laki-laki yang dulu pernah mengambil tiket taman hiburannya. Laki-laki itu mengucapkan terima kasih dan memberikan coklat padanya sebagai permintaan maaf,” jelas Erika. Rin dan Ichimiya tidak begitu paham.
“Bagaimana itu bisa terjadi?” Tanya Ichimiya yang penasaran.
“Dulu, setelah pulang dari ekskul, senpai memberikan 2 tiket masuk ke taman hiburan. Karena terlalu senang, Kurumi sampai memamerkan tiket itu ke udara dan tanpa sengaja dia menabrak seorang laki-laki di depan gerbang,” ucap Erika mulai bercerita. Rin dan Ichimiya mengangguk paham. “Hmm, jika aku ingat mungkin laki-laki ini seumuran dengan kita. Aku tidak tau apa yang dilakukannya di depan gerbang waktu itu. Yang jelas, dia bukan murid dari sekolah kita.”
“Lalu bagaimana bisa orang itu mengambil tiket kalian?”
“Setelahnya orang itu bersikap ramah dan membantu Kurumi bangun. Entah kenapa aku tidak terlalu ingat detailnya, tapi yang pasti dia banyak mengucapkan kata-kata manis pada kami waktu itu,” Erika menyerngitkan dahinya. Dia memeluk tubuhnya sendiri seperti merasakan hal aneh terjadi.
“Tipe playboy,” ucap Rin spontan. Ichimiya langung menoleh pada gadis itu. Dia tidak mengira akan mendengar kata itu dari Rin. Ichimiya pun hanya bisa tertawa kikuk menanggapinya.
“Dia pemuda yang tampan. Menurutku dia bukan orang yang jahat. Memang benar dia langsung mengambil tiketnya dan pergi begitu saja. Tapi, dia kembali lagi untuk meminta maaf dan berterima kasih padaku. Bukankah itu sudah cukup,” sela Kurumi yang ternyata mendengar percakapan mereka bertiga.
“Tapi mengambil tiket orang itu tidak baik,” tegas Erika. Lagipula tiket itu juga miliknya. Kembali perdebatan kecil terjadi di antara mereka.
“Seharusnya aku tadi bertanya siapa namanya. Atau mungkin alamat emailnya,” ucap Kurumi masih dengan wajah berbinar. Erika hanya mendengus melihat tingkah Kurumi yang sudah terlihat tergila-gila pada orang tersebut. “Sekilas tadi, aku merasa melihat manik mata yang berbeda warna,” lanjutnya menempelkan jari telunjuk di bawah bibir. Kalimat terakhir Kurumi membuat Ichimiya diam tertunduk memikirkan sesuatu.
Melihat Ichimiya yang tampak aneh, Rin mulai berucap, “Jika berbicara tentang taman hiburan, Ichimiya waktu itu juga pergi ke sana bersama seorang pemuda tampan ya,” singgung Rin. Ichimiya tersentak.
“Dengan siapa?” Kurumi dan Erika bertanya bersamaan. Dua orang gadis itu menatap Ichimiya dengan tatapan penasaran.
“Ah, itu….” Ichimiya mencoba mengalihkan pandangan.
“Apakah orang yang sama dengan yang bergandengan tangan denganmu di hari pertama?”
“Bu-bukan… Anu, dia… dia hanya kenalan jauhku saja. Kami memang dekat,” jawab Ichimiya terlihat gugup. Dia benar-benar tidak menyangka Rin akan membahas kejadian tersebut.
Perjalanan pulang keempat gadis itu jadi dipenuh dengan pertanyaan. Sementara Ichimiya mencoba mencari alasan atau mengalihkan perhatian Erika dan Kurumi, Rin yang melihat kedekatan mereka hanya bisa menahan tawa senang.
***
Seperti biasa, setelah sampai di persimpangan mereka berempat akan berpisah jalan. Kurumi dan Erika yang tetangga berjalan bersama sambil melambaikan tangan pada Rin dan Ichimiya yang masih berdiri di persimpangan. Kurumi selalu mengatakan jika dia tidak sabar untuk bertemu dengan mereka besok di sekolah. Kata-kata yang diucapkannya selalu bisa membuat Ichimiya berharap semoga hari esok datang lebih cepat.
“Ichimiya, sampai jumpa besok,” Rin tersenyum singkat sebelum akhirnya berjalan ke arah rumahnya. Ichimiya balas tersenyum sambil mengangguk pelan. Dia melambaikan tangannya pada Rin sampai sosok gadis itu benar-benar tak terlihat.
Ichimiya juga harus segera pulang karena Ao masih menunggunya di rumah. Mereka berjanji akan makan bersama sebelum Ao kembali ke Distrik 3 karena sekolahnya akan dimulai kembali besok. Malam ini adalah waktu terakhir pemuda itu menghabiskan waktunya di Distrik 7.
Baru beberapa langkah dia berjalan, langkahnya kini terhenti kembali setelah merasakan seseorang mengawasinya. Ichimiya terdiam—menatap ke depan. Jalanan itu sepi, suasananya juga sangat tenang. Matahari bahkan mulai bergerak ke barat—membuat senja akan segera datang. Dari tempatnya berdiri, Ichimiya bisa melihat bayangan dirinya di jalanan aspal itu. Lalu tak berapa lama terlihat sebuah bayangan lagi di sebelahnya. Ichimiya masih bergeming, namun dengan konsentrasi dan waspada penuh. Dia bisa merasakan aura tidak menyenangkan dari sosok di dekatnya itu.
“Enak sekali ya hidupmu.”
Ichimiya membelalakkan matanya. Suara yang tak asing baginya. Kenapa orang ini bisa berada di tempat seperti ini? Dan sejak kapan? Ichimiya yakin dia pasti sudah mengawasi mereka sejak awal.
“Apa yang kau inginkan?”
“Hmm, apa kau sudah lupa? Bukankah saat terakhir kita bertemu aku bilang jika kau ingin tau siapa namamu,” sosok itu mulai mendekat. Dari arah belakang, Ichimiya bisa merasakan hembus napasnya. “Atau jangan-jangan, kau tidak mengingatnya,” bisiknya di telingan Ichimiya.
Masih bergeming. Ichimiya menggenggam tas sekolahnya erat-erat. Sosok itu mulai berjalan mengitari Ichimiya dan menampakkan wajahnya. Dia yang tertawa seorang diri yang tak lain adalah Code: 005. Seperti terakhir mereka bertemu, tawa jahat itu masih membuatnya mengingat kejadian waktu dirinya dan Azura dihajar habis-habisan oleh pemuda itu. Dan kenyataan jika dia juga memiliki niat seperti wanita pada malam tragedi itu membuat emosinya semakin meluap-luap. Amarahanya terus bergejolak. Bahkan dia sudah siap untuk meraih belati di bawah roknya. Sebisa mungkin Ichimiya mencoba menahan dirinya agar tidak menyerang.
“Aku bisa merasakan aura ingin membunuhmu,” gumam Code: 005. Dia menepuk pundak Ichimiya perlahan. “Malam itu…. aku ingin sekali meilhat wajah putus asamu,” lanjutnya. Seketika Ichimiya menggertakkan giginya. Dadanya menjadi sesak. Melihat kondisi Ichimiya membuat Code: 005 semakin tertawa senang. Sudah tidak bisa ditahan, tangan kanan Ichimiya mulai bergerak bersamaan dengan sebuah suara lembut yang memanggilnya.
“Ichi… miya?”
Ichimiya melirik lewat sudut matanya dan membelalak kaget ketika mendapati sosok Rin berdiri di belakang mereka. Code: 005 mencengkram pundaknya sebelum akhirnya berjalan mendekati Rin dengan wajah santai.
“Oh, teman sekolah Ichimiya?” sapa Code: 005. Rin tampak kaget juga bingung, dan tanpa sadar dia melangkahkan kakinya mundur. Code: 005 menyadarinya dan mulai mengulurkan tangannya pada Rin. Senyum pemuda itu kembali mengembang. Sedetik kemudian Ichimiya sudah berada di hadapan Rin dan menampik tangan Code: 005 dengan keras.
“Menjauhlah darinya,” ucap Ichimiya dengan penuh penekanan. Sorot matanya masih tidak berubah. Bahkan terlihat lebih mengerikan dari sebelumnya. Rin tersentak kaget, membuatnya hanya bisa terdiam di belakang Ichimiya. Dia bisa merasakan Ichimiya sedang begitu marah pada pemuda itu.
“Menakutkan,” gumam Code: 005. Dia bisa merasakan sakit di tangannya. “Padahal aku datang untuk berbicara denganmu, tapi kelihatannya kau sangat membenciku,” lanjutnya. Sikapnya berubah. Dia jadi terlihat sok akrab dengan Ichimiya. Bahkan dengan santainya tersenyum ramah seakan barusan tidak terjadi apa-apa di antara mereka.
“Maaf Rin, apa kau ada urusan denganku?” tanya Ichimiya pada Rin setelah Code: 005 menyarankan untuk berbicara berdua saja di tempat lain. Gadis yang sejak tadi masih terdiam itu mengerjap beberapa kali. Lalu tiba-tiba tangan Rin menggenggam tangan Ichimiya dengan erat.
“Ichimiya, jika kau merasa terganggu dengannya maka aku akan menemanimu.” Suara Rin terdengar bergetar di telinga Ichimya. Dia tau jika Rin mengkhawatirkannya. Dia juga tau jika Rin merasa ketakutan sekarang.
“Tenang saja. Tidak akan terjadi apa-apa. Aku janji,” ucap Ichimiya. Dia melepaskan genggaman Rin seraya tersenyum—senyum paksaan. Dia sadar dengan apa yang dilakukannya saat ini malah akan membuat Rin semakin cemas.
Rin yang tidak bisa berbuat banyak hanya bisa percaya pada Ichimiya. Dia menggangguk paham dan mulai tenang menunggu. Dari tempatnya berdiri dia melihat Ichimiya mulai berjalan menjauh mengikuti pemuda tadi. Mereka berbicara cukup lama. Dan sesekali Rin bisa melihat Ichimiya melirik ke arahnya dengan wajah ketakutan. Ingin sekali dia berlari menghampiri mereka berdua dan membawa Ichimiya pergi dari tempat ini. Tapi, sesuatu dalam dirinya mengatakan jika dia mendekat maka sesuatu yang berbahaya mungkin akan terjadi. Lantas apakah dirinya akan membiarkan Ichimiya terus berada di sisi pemuda itu? Justru sesuatu yang berbahaya itu adalah kehadiran pemuda tersebut.
Untunglah percakapan mereka segera selesai. Sebelum pergi, pemuda itu tersenyum pada Ichimiya. Senyum yang mengerikan. Bahkan membuat bulu kuduk Rin menegang. Orang itu benar-benar berbahaya. Tanpa pikir panjang Rin berlari menghampiri Ichimiya dan memeluk gadis itu.
“Ichimiya,” panggilnya. Ada perasaan lega ketika melihat punggung pemuda itu terlihat semakin menjauh dan mulai menghilang. Sementara Rin terus memeluk Ichimiya, Ichimiya sendiri tampak begitu kesakitan. Rin tau dia sudah berusaha menahannya sejak awal. Menahan amaranya. Dia memang tidak tau apa yang sebenarnya terjadi. Tapi Ichimiya sudah berusaha di sini. “Ichimiya, sekarang sudah tidak apa-apa.” Tangan Rin menepuk-nepuk punggung Ichimiya.
“Rin… maafkan aku,” Ichimiya balas memeluk erat tubuh Rin. Dia menenggelamkan wajahnya pada pundak gadis itu. menyembunyikan raut wajahnya yang mungkin masih terlihat mengerikan. Tak henti-hentinya Ichimiya menggumamkan kata maaf yang Rin tidak bisa pahami untuk apa kata-kata itu terucap.
***
Ichimiya mulai tenggelam dalam lamunannya. Dia termenung sambil memainkan sebotol air mineral di tangan. Rin duduk di sebelahnya menatap jalan lurus di hadapan mereka. Langit mulai gelap dan lampu jalan mulai menyala satu persatu. Sekitar 15 menit menunggu dan akhirnya seseorang datang menghampiri mereka berdua.
“Ichi!” Ao datang dengan napas terengah-engah. Dia menatap Ichimiya dengan wajah cemas lalu beralih ke Rin yang langsung berdiri begitu dia sampai.
“Ao-san?” panggil Rin tidak yakin.
Ao mengangguk dan mengatur napasnya. “Kau pasti Rin. Ichimiya banyak bercerita tentangmu. Terima kasih telah menjaganya.” Ao menunduk berterima kasih pada Rin. “Sebenarnya apa yang-” pertanyaan Ao terpotong. Dia menoleh pada Ichimiya karena tangan gadis itu meraih tangannya. Sebuah senyuman dari wajah lemas Ichimiya mengalihkan perhatiannya.
“Ao, sudah gelap,” ucap Ichimiya lemah. Ao mengangguk paham. Rin buru-buru mengecek layar ponselnya dan mendapati sudah waktunya makan malam.
“Ah benar. Aku juga harus segera pulang. Kalau begitu aku duluan. Maaf Ao-san. Ichimiya, sampai jumpa di sekolah,” ucap Rin ragu. Dia tidak yakin akan meliat Ichimiya di sekolah besok.
“Tunggu Rin!” panggil Ichimiya dengan suara keras. “Kami akan mengantarmu pulang,” lanjutnya dengan nada memaksa. Rin merasa tidak enak, bahkan Ao tampak sedikit bingung ketika melihat sikap Ichimiya barusan.
***
Ichimiya terlelap dengan cepat setelah Ao menggendongnya. Ao bisa merasakan napas tenang Ichimiya di punggungnya. Di sebelahnya, Rin berjalan dalam diam sambil membawakan tas sekolah Ichimiya. Gadis itu tidak bertanya bahkan mengucapkan sepatah kata pun. Ao tau apa yang sedang dirasakan Rin saat ini. Dia sedang bingung dan merasa takut.
“Terima kasih,” kembali kalimat itu terucap dari Ao. Rin tampak canggung.
“Aku sebenarnya tidak berhak mencampuri urusan ini. Tapi, tetap saja rasanya, aku ingin sekali tau. Ichimiya…. Apakah dia terlibat dengan sesuatu yang berbahaya?” Rin akhirnya memberanikan diri untuk bertanya.
“Apa kau percaya pada Ichimiya?”
“Aku mempercayainya.”
“Tidak perlu cemas. Aku janji semua akan baik-baik saja.”
“Ichimiya juga mengatakan hal itu tadi.”
“Terima kasih telah menjadi teman Ichimiya di sekolah. Aku yakin kalian adalah teman berharganya.”
Rin tersenyum simpul. Perasaannya kembali lega. Dia tidak menyesal kembali ke persimpangan tadi. Untung saja dia kembali, jika tidak dia tidak tau apa yang akan terjadi di antara Ichimiya dan pemuda tadi. Dalam hati dia tidak henti-hentinya mengucapkan syukur.
“Ah, sampai di sini saja. Rumahku ada di atas bukit sana. Dari sini kau bisa melihat ada kotak surat merahnya kan,” Rin berdiri di hadapan Ao dan membungkukkan badannya. Ao paham dengan niat baik Rin. Setelah menerima tas sekolah Ichimya, Ao menunggu hingga Rin sampai di depan pagar rumahnya. Di kejauhan Rin melambaikan tangannya sebelum akhirnya masuk ke halaman.
Perjalanan pulang mereka kini makin jauh. Jam makan malam telah berlalu sekitar 30 menit yang lalu. Setelah menerima panggilan dari Ichimiya, Ao segera bergegas pergi. Di perjalanan Ao begitu khawatir dengan keadaan Ichimiya. Untunglah tidak ada yang terluka pada mereka berdua. Terutama pada Masayumi Rin.
“Apa yang terjadi?” tanya Ao ketika dia menghentikan langkahnya. Dia tau jika Ichimiya tidak sepenuhnya terlelap. Gadis itu masih dalam keadaan waspada.
“Code: 005,” jawab Ichimiya. “Aku bertemu dengannya.”
Napas Ao tercekat. Dentuman keras menghantam kepalanya membuat semua suara seakan menghilang dari sekelilingnya. Ichimiya menceritakan apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang Code: 005 inginkan.
“Aku tertarik denganmu. Kyoka Ichimiya, bagaimana jika kita saling mengenal? Aku tau jika kau masih belum mengeluarkan kemampuan istimewamu. Kenapa kau menyembunyikannya? Apakah karena Distrik 3?”
“Apakah ini perintah Zero?”
“Ups. Apakah pengkhianat itu sudah menyebarkan informasi tentang kami? Dia benar-benar menyedihkan.”
“Apa sebenarnya tujuanmu?”
“Aku hanya mencari kekuatan. Aku tau Zero itu kuat. Dan aku juga tau kau juga kuat. Karena itu, bertarunglah. Bertarunglah sebagai anak percobaan dari Distrik 1.”
“Jika aku menolak?”
“Maka itu akan sangat gawat. Hmm, Rin, Erika dan Kurumi. Bahkan Kyou sudah membuat kontak dengan mereka.”
“Jangan berani menyentuh mereka.”
“Mudah saja. Lawan aku dalam sebuah pertarungan hingga aku puas. Hanya kita berdua. Aku tidak suka ada pengganggu seperti waktu itu. Maka semua akan baik-baik saja. Bahkan aku akan memberitahu yang lainnya untuk tidak mengganggu mereka. Aku berjanji.”
“Bagaimana bisa aku percaya omongan dari orang sepertimu?”
“Hmm, baiklah. Dalam waktu sebulan ini aku akan membiarkan kalian menjalankan misi dengan tenang. Bahkan aku juga bisa memberitaukan di mana saja mereka menyebar padamu. Bagaimana?”
“Jika aku berhasil mengalahkanmu, kami akan menangkapmu.”
“Pftt.. jika kau bisa menang. Karena kau punya kepercayaan diri yang tinggi, aku menganggap kau menerima tawaranku ini. Kalau begitu satu bulan. Aku tidak bisa menunggu lebih lama. Aku harap kau bisa memperlihatkan sesuatu yang menarik lagi padaku.”
Idenya sudah bagus. Tapi penyampaiannya masih terlalu bertele2. Coba kamu sederhanakan lagi kalimat2nya. Jangan alih2 membuat detail kamu terjebak pengulangan kalimat dan jadi klise. Salam.
Comment on chapter Mission 1