Kabut menyelimuti puncak gunung mahiya dan matahari belum menampakkan dirinya. Aku berdiri diatas bukit yang berada didekat gunung mahiya, dari sini kau bisa melihat keagungan puncak gunung mahiya.
"Tria, kamu sedang apa disana?". Seru Rai tiba-tiba, dia berjalan menghampiriku.
"Aku sedang membayangkan indahnya menjemput matahari terbit diatas sana". Aku mengarahkan telunjukku kepuncak mahiya, Rai mengernyit.
"Ya.. kamu boleh membayangkan itu tapi kamu jangan pernah melakukannya". Gumam rai pelan, Warga yang tinggal dikaki gunung selalu melarang orang-orang untuk pergi ke puncak mahiya, mereka bilang didalam hutan ada makhluk menyeramkan penunggu puncak mahiya dan bila kau sedang beruntung kau dapat melihat makhluk itu sedang berdiri dipuncak mahiya ketika matahari terbit dan terbenam.
"Aku pikir cerita tentang makhluk itu hanya mitos". Gumamku, Rai menyikut lenganku.
"Ingat! Kita sedang ada dikampung orang, jangan bicara yang dapat menyinggung masyarakat yang tinggal disini". Rai tampak marah, Rai ini adalah sahabatku dari SMP dan dia orang yang sangat menghargai dan menghormati tahayul-tahayul yang ada dan itu sangat bertolak belakang denganku, tidak ada tahayul bagiku.
"Kita hidup diabad ke-21 dan tahayul itu sudah kuno, bung!". Ujarku, entah kapan Rai dapat meninggalkan tahayul dan mitos. Rai yang jengkel pergi meninggalkanku, dia kembali ke perkemahan yang ada dibawah bukit.
Jam 5.36 am, matahari mulai menampakkan sinarnya, keagungan puncak mahiya memang tidak dapat dipungkiri lagi. Aku berdecak kagum, bagaimana tuhan bisa menciptakan alam seindah ini dan aku bersyukur dapat menikmati salah satu keindahan ciptaan tuhan.
Setelah puas melihat bagaimana matahari terbit, aku kembali ke perkemahan. Disana orang-orang sedang sibuk berkemas untuk kembali pulang.
"Tria, apa kamu sudah selesai berkemas?". Tanya putri, dia teman setendaku.
"Tentu saja, tadi malam aku sudah selesai berkemas". Putri berdecak, aku pergi berjalan kearah tenda putra, disana rai tampak sibuk dengan semua barang-barangnya.
"Hei-hei! Kenapa ada perempuan disini? Ini zona laki-laki". Seru rudi tiba-tiba dengan ekspresi marah yang dibuat-buat, aku hanya tersenyum, aku melihat rai melirik ke arahku lalu membuang mukanya, aku rasa dia masih marah.
Jam 9.06 am, kami semua yang ikut acara kemah sekolah sudah siap untuk pulang, kami sedang menunggu jemputan kendaraan dari sekolah. Sambil menunggu kendaraan dari sekolah, kakak pembina kami terus mengecek para anggota berulang-ulang dan aku rasa ini yang terakhir karena bus sekolah sudah datkami.
"Ayo semua! Taruh barang kalian dibagasi! Jangan sampai ada yang ketinggalan!". Teriak seorang kakak pembina, orang-orang mulai berhamburan, aku kembali menengok ke belakang, puncak mahiya yang agung, aku ingin kesana!.
Semua orang tampak sibuk dengan diri mereka sendiri, dengan perlahan aku menyelinap keluar dari kelompok dan pergi menjauh dari mereka, aku pergi berlari dan mendekati kaki gunung mahiya. Aku duduk dbawah sebuah pohon untuk beristirahat, aku mengambil botol minumku dari tas.
"Seharusnya mereka sudah berada diperjalanan", gumamku pada diriku sendiri. Tiba-tiba aku mendengar suara langkah kaki, jika orang itu warga kaki gunung mahiya pasti petualanganku harus terhenti, aku tidak mau berurusan dengan hukum adat.
"Tria!", Sentak Rai tiba-tiba dengan ekspresi marah, suara langkah kaki itu ternyata dari Rai.
"Kenapa kamu kesini?". Tanyaku, Rai berjalan kearahku kemudian duduk disampingku, dia menaruh tasnya.
"Apa kamu gila?!!". Gerutu rai, dia menatapku dengan kesal.
"Kakakmu hilang disini dan sekarang apa kamu juga ingin hilang?! Aku sudah berjanji pada ayah dan ibumu untuk menjagamu". Suara rai bergetar, aku lupa kalau demi aku Rai sampai harus berjanji dan bersumpah pada ayah, bagaimana aku bisa seegois ini.
"Aku ingin tetap pergi ke puncak, jika kamu tidak mau ikut kamu boleh pulang, aku akan baik-baik saja". Gumamku benar-benar pelan, rai menatapku dengan kesal.
"Dasar keras kepala!!". Sentak Rai, dia menghela napas.
"Begini.. Aku kesini untuk membawamu pulang". Kini nada bicara Rai lebih tenang,
"Tapi aku ingin tetap pergi kesana, tolong mengertilah..". Aku menatap Rai, dia memejamkan mata.
"Kita harus pulang". Gumam Rai pelan meskipun aku tau sebenarnya dia ingin meneriaki aku.
"Begini saja, aku akan ikut denganmu pulang sekarang tapi jangan harap dapat melihatku lagi dan pilihan lainnya kamu ikut denganku dan aku berjanji akan pulang setelah itu". Rai menatapku dengan sorotan mata yang tajam, dia menghela napas yang panjang.
"Bagaimana aku bisa terjebak dengan gadis sekeras kepala melan gustriani?!!". Gerutu Rai, aku hanya meringis, aku memang sedikit keras kepala.
"Hmm.. kamu janji akan pulang dengan selamat?". Tanya Rai tiba-tiba,
"Ya.. Aku berjanji". Gumamku pelan dengan sedikit ragu,
"Baiklah, aku ikut denganmu. Kita akan melihat matahari terbit di puncak gunung mahiya seperti yang kamu inginkan". Gumam Rai, aku menatapnya, dia terlihat agak ragu dengan pernyataanya itu, mungkin dia berpikir semua itu tidak akan pernah terjadi karena kami mati ditengah perjalanan.
Jam 12.00 kami memulai perjalanan, aku mengambil peta yang sudah agak lusuh dari saku celanaku.
"Kamu darimana mendapatkan peta itu?". Tanya Rai, dia mendekatkan tubuhnya kepadaku agar bisa melihat peta ini dengan jelas.
"Dari buku catatan kakakku, aku rasa inilah penyebab kakakku hilang, dia lupa membawa peta". Gumamku, Rai tersenyum. Kami harus berjalan sekitar 5 km untuk sampai ke puncak mahiya dari titik kami berdiri saat ini, aku ragu kalau hutan ini belum terjamah karena disini ada beberapa sampah plastik.
"Seharusnya kita juga bisa menikmati matahari terbenam dari puncak mahiya jika hanya 5 km".
"Ya, kamu benar". Aku kembali menaruh peta itu kedalam saku celanaku, baiklah perjalanan dimulai. Didalam hutan sini agak gelap, hanya sedikit cahaya matahari yang masuk, pohon-pohon menjulang tinggi dan mungkin tinggi rata-rata pohon disini sekitar empat meter.
"Kita sudah berapa jam berjalan kaki?". Tanya rai, dia sudah tampak lelah. Aku melirik jam tanganku,
"Baru sekitar satu setengah jam". Gumamku, jalanan mulai sedikit terjal dan menanjak, aku mendengar suara kicauan-kicauan burung liar, kau tidak akan pernah mendapatkan suara ini jika kau hanya berdiam diri ditengah kota.
"Rai.. Aku rasa cerita orang tentang puncak mahiya hanyalah..". Rai tiba-tiba mengisyaratkanku untuk diam, ada suara langkah terdengar, saat ini kami mungkin baru sekitar seperempat perjalanan.
"Ada yang berjalan kearah kita". Bisik rai, aku mempertajam penglihatan dan pendengaranku. Sekelebat aku melihat sesuatu yang hitam bersembunyi dibalik semak-semak,
"Tunggu Rai". Aku berbisik pada Rai, dengan perlahan aku menghampiri semak-semak itu.
"Tria.. Kamu mau kemana?". Tanya Rai, pandanganku terkunci pada semak-semak itu dan tiba-tiba sesuatu meloncat dari semak-semak.
"Whoa!! Lari!!". Aku langsung menjerit lalu kami berdua berlari seceoat yang kami bisa dan aku rasa makhluk itu terus mengejar kami, wush! Makhluk itu meloncat kehadapan kami.
"Whoa! Tria!!". Rai menjerit, kami berhenti berlari, kami ketakutan dan bingung dengan makhluk apa yang ada dihadapan kami, apakah ini hantu? Atau sejenis primata? Aku benar-benar bingung. Makhluk itu berjalan agak membungkuk, dia berjalan kearah kami.
"Aku rasa dia manusia". Bisik Rai padaku disela-sela engahan kami. Aku rasa rai benar, makhluk itu berambut gimbal dan kotor, tubuhnya kurus dan pakaian yang dia pakai sudah sangat kotor.
"Kalian..". Makhluk itu bisa bicara meskipun dengan suara yang serak, aku dan Rai melepas ransel kami. Aku rasa apa yang ada dibenakku dan Rai sama yaitu menolong orang itu, perlahan Rai menghampirinya.
"Kak Roy!?". Jerit Rai yang mengejutkanku, aku segera menghampiri Rai.
"Tria!! Ini kak roy! Kakakmu!!". Aku tersontak kaget, dia benar-benar kakakku dengan tubuh yang sangat kurus dan rambut yang berantakan.
"Kak Roy!!". Aku mendekap kak roy, tak peduli meski dia kotor, aku mengira dia sudah mati dua tahun yang lalu dan ternyata dia masih hidup. Sekarang wajah kak roy terlihat jauh lebih tua dari umur yang sebenarnya.
"Kenapa kakak tidak pulang?". Tanyaku, kak roy terdiam. Cairan hangat mulai membasahi pipiku,
"Maafkan kakak, kalian pulang lah". Gumam kak roy, aku merasa sangat terpukul. Ada apa dengan kak roy?
"Kenapa?!". Tanyaku disela-sela tangis.
"Aku rasa hidupku memang disini, dialam rimba dan lagi pula disini aku sudah punya keluarga". Aku mengernyit, keluarga? Keluarga macam apa??!. Sesuatu bergerak disemak-semak, pandanganku langsung mengarah pada semak-semak itu. Kak roy berkata sesuatu tapi aku tidak mengerti apa yang sedang dia katakan lalu munculah dari semak-semak itu seorang perempuan dengan rambut yang gimbal, wanita itu memakai pakaian kak roy yang kebesaran.
"Dia yang menolongku dua tahun yang lalu dan sekarang dia telah menjadi istriku". Aku terhenyak kaget dan begitu pula Rai, Kak Roy menikahi seorang wanita dari suku pedalaman.
"Cepat pulang, nanti ayah dan ibu khawatir dan tolong sampaikan salam pada ayah dan ibu". Gumam kak roy sambil mengusap bahuku, pantas saja keinginanku sangat keras untuk pergi ke puncak mahiya, ternyata kakakku tinggal disini. Aku iri, mungkin dia setiap hari dapat melihat keindahan matahari terbit dan terbenam dipuncak mahiya.
"Kami akan pulang. Tapi, Ijinkan aku untuk melihat matahari terbenam dipuncak mahiya".Gumamku, Kak roy tersenyum lalu mengangguk. Dia berkata sesuatu pada wanita itu lalu wanita itu pergi.
"Baiklah, ayo! Aku tahu jalan cepat menuju puncak mahiya dan kamu dapat melihat matahari terbenam sepuas-puasnya". Aku benar-benar bersemangat ketika mendengar ajakan kak roy, Rai tak banyak bicara bahkan dia tidak bicara, aku rasa dia bingung dengan keadaan ini.
"Ayo Rai!". Seruku, Rai tersenyum lalu kamipun melanjutkan perjalanan kami menuju puncak mahiya dengan kakakku sebagai tour guide, sepanjang perjalanan terkadang aku merasa kalau semua ini adalah mimpi, ini seperti berada dibatas dunia nyata dan khayalan.
Sekarang aku sudah berada dipuncak mahiya dengan matahari terbenam diujung barat sana, Rai berdiri disampingku menatap matahari dengan takjub. Selama ini aku memang tidak percaya tahayul atau mitos tetapi mungkin sekarang aku dapat mempercayai satu mitos atau tahayul yaitu tentang penunggu puncak mahiya. Tentu saja ini benar-benar harus aku percayai, karena tokoh yang ada dalam mitos itu adalah kakakku, Kak Roy, Sipenunggu puncak mahiya, penyambut mentari terbit dan pengatar mentari terbenam.