Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kesya
MENU
About Us  

Aku menutup bukuku secara perlahan, kemudian bangkit dari tempat tidur dan berjalan mendekati rak buku untuk meletakkan kembali buku yang baru saja ku baca. Aku menoleh kearah jendela dan memandangnya sesaat, kemudian kembali melanjutkan langkahku dengan mengelilingi tempat tidur mendekati jendela kamar. Dapat ku lihat langit sore mulai redup dimakan malam.

         Dari atas tempatku berdiri, dapatku lihat halaman belakang rumahku yang berisi kolam renang dan juga beberapa tumbuhan yang tumbuh disekitarnya.

         Aku mendongak memandangi bintang yang mulai bermunculan dan perlahan mengeluarkan secercah sinarnya untuk menerangi bumi. Tiba-tiba memoriku kembali terngiang dengan kejadian yang terjadi di sekolah.

         'Siapa yang ngelakuin itu ya?'

         Tak kusangka jika ada orang yang berani melalukan hal seperti itu, bahkan disekolah sekali pun. Setelah ku ingat-ingat kembali, rasanya aku tidak terlalu banyak berinteraksi dengan orang-orang disekolah maupun diluar sekolah, hanya beberapa teman sekelas saja yang mungkin sering ku ajak berinteraksi. Aku pun ingat betul tidak memiliki musuh, karena aku tidak pernah mau mencampuri atau mengurusi apapun yang terjadi di sekolah maupun sekitarku. Bahkan setiap ada gosip, kejadian aneh, atau apapun itu yang tidak ada sangkut pautnya dengan diriku, sama sekali aku tidak ingin ikut campur didalamnya.

         Aku menghela nafas berat. Ku lepaskan kacamata yang bertengger di wajahku. Aku memang mengenakan kacamata, tapi jika sedang membaca buku di rumah saja. Kalau untuk kesekolah atau pun berpergian aku tidak pernah mau mengenakan kacamataku karena aku merasa agak kurang nyaman jika harus menjadi pusat perhatian hanya karena hal baru yang kukenakan-walaupun aku tau tidak akan ada yang mau peduli dengan kehadiranku-.     

         Ku letakkan kacamataku diatas meja belajar dan kembali menatap keluar jendela, menikmati indahnya malam dengan udara sejuk yang mulai menggerayangi tubuhku. Ku pandangi tenangnya air kolam dari atas sini, tenang tanpa ada riak ombak yang mengganggu ketenangannya. Mungkin sedikit berenang akan menyegarkan pikiranku kembali.

         Aku berjalan menuju lemari dan melepaskan satu persatu pakaian yang ku kenakan. Aku hanya mengenakan pakaian dalamku dan ku tutupi dengan bathrobe berwarna putih. Tidak ada siapapun di rumahku saat ini. Kedua orang tuaku sedang keluar kota untuk beberapa urusan, jadi aku tidak perlu malu untuk sedikit lebih terbuka.

         Aku segera menuruni anak tangga menuju kolam renang. Tak lupa, aku menarik salah satu kursi yang ada di meja makan untuk meletakkan haduk dan bathrobeku. Sebelum berenang, ku renggangkan tubuhku dengan beberapa gerakan. Setelah dirasa cukup, aku langsung mencepol asal rambut panjangku dan membiarkan anak rambutku terbang bebas mengikuti terpaan angin yang meniupnya.

         Ku letakkan bathrobe dan handukku didekat kolam agar nanti saat selesai berenang aku dapat dengan mudah untuk menggapainya. Aku kembali mendongak dan menatap bulan yang hari ini-aku rasa-bersinar lebih terang dari biasanya. Mungkin bulan juga mau menemaniku untuk menenangkan diri disini.

         Air kolam yang semula tenang mulai berombak saat ku letakkan kakiku diatasnya. Rasa dingin seakan menyengat tubuhku, memberikan semangat setelah seharian hanya membaca buku tanpa melakukan hal lain. Karena dengan membaca buku, pikiranku yang awalnya penuh dengan tanda tanya dapat teralihkan walaupun hanya sementara.

         Setelah diam beberapa saat, aku langsung menyeburkan diri kedalam dinginnya air yang mulai membasahi seluruh tubuhku. Ku lakukan semua gaya renang yang ku bisa dengan cepat. Ku luapkan semua emosiku dengan berenang dari ujung hingga ujung satunya lagi. Udara malam mulai menusuk tulangku, tapi aku tidak ingin berhenti. Tidak! Tidak untuk saat ini.

         Ku bayangkan kembali diriku.

         ‘Gadis Misterius’

         ‘Gadis Dingin’

         ‘Si Cuek’

         Entah apa lagi julukan yang diberikan untukku, aku tidak peduli. Bukan salahku jika aku selalu sendiri disekolah, di rumah, bahkan di tempat ramai pun aku selalu merasa sendirian. Aku kesepian. Aku tidak tahu harus melakukan apa.

         Tapi pikiranku teringat sesuatu. Ya, panti asuhan. Panti asuhan yang selalu ku kunjungi itu. Anak-anak disana, Bunda Dena, Kak Rei mereka adalah penyelamatku. Berkat mereka aku merasa ada seseorang yang bisa ku sandarkan, aku merasa mempunyai saudara yang peduli kepadaku dan menaruh perhatian lebih hanya untukku.

         Hatiku kembali menghangat. Ya, aku tidak boleh menyerah. Ada yang harus ku perjuangkan, yaitu menolong semua anak-anak di panti asuhan itu. Membuat bangga Bunda Dena dan Kak Rei dengan prestasiku.

         ‘Kak Rei?’

         Tiba-tiba aku rindu padanya. Aku belum menceritakan masalah terror itu kepadanya. Saat ini Kak Rei sedang menjalani test untuk menjadi koki di sebuah restaurant yang cukup lama diincarnya. Aku tidak ingin mengganggu konsentrasi Kak Rei tentang terror itu yang nantinya akan membuatnya gagal bekerja disana.

         'Byyyuurrrrr'

         Aku segera berhenti dan menoleh ke belakang. Aku yakin ada yang jatuh ke dalam kolam, tapi siapa?

         Ku lihat beberapa busa keluar dari dasar kolam renang dekat kursi tempat aku menaruh handuk dan bathrobe ku.

         “Siapa itu?” panggilku penasaran.

         Karena tidak ada jawaban, aku segera berenang kedasar kolam. Aku tidak bisa menghindari rasa terkejutnya saat melihat siapa yang sudah berani lancang masuk ke dalam rumahku tanpa permisi.         

         'Devan?'

         Ku raih lengan Devan dan menariknya menuju permukaan. Aku memojokkannya ke ujung kolam saat melihatnya mulai terbatuk-batuk mengeluarkan air kolam yang masuk ke mulut dan hidungnya.

         Huk… Huk…

         Aku melipat kedua tanganku didepan dada, menunggu responnya. Aku tidak mau memulai pembicaraan karena memang harus Devan sendiri yang menjelaskannya tanpa harus aku bertanya terlebih dahulu.

         Setelah menunggu cukup lama, perlahan Devan menatapku. Wajahnya merah, terutama hidungnya. Sebenarnya aku tidak tega, tapi aku lebih penasaran dengan kunjungannya yang tidak diundang ini.

         “Kes… Kesya.” Kudengar suaranya agak parau saat menyebut namaku dengan ringisan kesakitan.

         Aku menaikkan sebelah alisku, kulihat beberapa tetes darah mulai mengalir dari keningnya. “Lo berdarah.”  Ucapku kemudian.

         Aku berjalan mendekatinya hingga Devan terpojok, ku lihat Devan menahan nafasnya. Kenapa dia? Aku tidak akan menyiksanya kok. Aku hanya ingin membersihkan darah di keningnya.

         Aku segera meraih bathrobe yang ada dikursi. Dengan susah payah aku menggapai bathrobe ku hingga tubuhku dan Devan bersentuhan. Setelah dapat, aku langsung menariknya dan menjauhkan diri dari Devan.

         Devan menghela nafas lega. Dia kenapa sih? Padahal aku tidak melakukan apapun kepadanya.

         “Sini gue bersihin.”

         Perlahan ku letakkan tangan kiriku di bahu Devan sedangkan tangan kananku mulai membersihkan noda darah yang terus keluar dari kening Devan. Ternyata lukanya cukup panjang hingga banyak darah yang keluar darisana. Aku membersihkannya secara perlahan, tapi sepertinya Devan tetap merasakan perih yang membuatnya meringis.

         Kusadari Devan terus menatapku. Lama-lama hal itu membuatku risih juga. Nafasku menjadi agak berat. Setelah ku rasa bersih, aku langsung melepaskan peganganku dari Devan.

         “Sya?” panggilnya dengan suara yang masih parau.

         “Ya?” kali ini aku menyahuti panggilannya.

         “Gue minta maaf udah lancang masuk kesini tanpa permisi, tadi gue udah telpon lo pas sampe sini cuman nggak ada jawaban. Akhirnya gue memberanikan diri buat masuk karena pintu depan juga nggak dikunci. Pas liat ada orang berenang gue langsung samperin aja kesini, tapi sialnya gue malah kepeleset terus ni kepala malah kejedot pinggiran kolam. Jadilah gue kecebur dan basah kuyup kayak gini.” Devan kemudian terkekeh setelah menyudahi ceritanya.

         Melihatnya tertawa, aku pun ikut tertawa juga. Yah rasa kesal dan penasaranku terbayarkan sudah, dan tidak ada gunanya juga jika aku harus marah terhadap Devan. Ini juga salahku karena tidak mengunci pintu depan sebelumnya.

         Kurasakan tangan Devan menyentuh pipiku. Aku langsung menghentikan tawaku dan menatapnya dengan tanda tanya.

         “Lo gapapa kan, Sya? Gue khawatir banget sama lo, karena itu gue kesini. Gue Cuman mau mastiin keadaan lo aja.” Ucapnya dengan sorot mata teduh.

         Ku rasakan pipiku memanas. Perasaan apa ini? Perutku seakan penuh dengan kupu-kupu yang siap terbang mengelilingi kami malam ini. Ku pandangi wajahnya yang terkena pantulan cahaya sinar rembulan. Devan tampan, semua orang tahu itu. Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba dia menjadi perhatian kepadaku dan aku pun juga percaya kepadanya. Tapi apa dia tulus? Apa ada niatan lain yang diinginkan Devan?

         “Gue baik kok, Van. Makasih udah mau peduli sama gue. Lo boleh pulang sekarang.” Ucapku.

         Aku bergerak menjauhi Devan namun ia segera menggenggam tanganku. Ia menarikku mendekatinya dan memegangi tengkukku hingga bibir kami berdua bertemu.

         Tubuhku terasa kaku seketika. Otakku memberontak untuk melepaskannya, tapi tubuhku sama sekali tidak mengindahkannya. Tanpa sadar aku menerima ciuman itu dengan memejamkan mataku.

         Cukup lama Devan menciumku hingga akhirnya ia melepaskan ciuman kami. Aku menatap Devan dengan wajah merah padam, tanpa terasa air mataku turun. Aku menangis. Tidak, bukan karena Devan menciumku, tapi karena aku… Bahagia?

         “Lo kenapa, Sya?” tanya Devan sedikit panik. Kurasakan tangannya mengusap lembut pipiku. Aku segera menggeleng.

         “Gue minta maaf, Devan.”

         Devan mengerjit bingung mendengar ucapanku. “Maaf?” tanyannya tak mengerti.

         Aku menghela nafas menenangkan diri dan kembali menatap mata Devan yang juga tengah menatapku. “Gue nggak bisa jadi seperti yang kelihatannya. Gue yang dingin ini malah terlihat lemah sekarang. Gue ngerasa kalau gue nggak bisa berbuat apapun.” Kurasakan air mataku kembali jatuh. Ya, pertahananku runtuh. Aku menangis di hadapan Devan.

         “Lo nggak usah sedih.” Devan kembali menghapus air mataku. Ia menarik wajahku hingga kening kami beradu. Kami saling menatap, memberikan kekuatan satu sama lain.

         “Pada dasarnya semua manusia lemah didalamnya, Sya. Mau itu cewek atau cowok, mereka pasti punya kesedihannya sendiri. Mereka yang nampak kuat diluar, belum tentu didalamnya juga kuat. Dan satu pesan gue, lo harus mulai membuka diri. Lo harus punya koneksi dengan orang lain. Karena kita manusia, nggak bisa hidup sendiri. Kita perlu bantuan, kita perlu penyemangat, dan kita perlu penopang untuk menjaga kita agar tetap bisa berdiri dengan tegak. Walaupun banyak orang yang ingin menjatuhkan kita, masih ada penopang yang membuat kita tetap kuat dan tegar.” Sambung Devan kemudian.

         Aku hanya bisa tersenyum mendengar penuturan. Devan benar, aku butuh penopang. Tapi aku juga khawatir, aku terlalu takut untuk percaya. Aku terlalu takut akan dikecewakan.

         “Semua hal memang gampang diucapkan, tapi susah dijalanin.”

         “Nggak akan ada kata susah kalau kita usaha. Gue bakal bantu lo supaya keceriaan yang seharusnya menghiasi wajah lo ini dapat bersinar lagi seperti sekarang.” ucap Devan sembari menghapus sisa-sisa air mata di wajahku.

         Kupandangi kembali mata itu. Apa aku bisa mempercayai Devan? Aku baru mengenalnya beberapa saat. Tapi Devan benar, aku harus berusaha.

         Ya, aku tahu keputusan yang kuambil. Aku akan mencoba mempercayainya. Walaupun aku tahu, nantinya laki-laki ini pula yang akan menghancurkan kepercayaanku terhadapnya.

 

 

                                                                                                                                                  *************

 

 

 

 

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Help Me
6019      1807     6     
Inspirational
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Jika manusia berfikir bahwa dunia adalah kehidupan yang mampu memberi kebahagiaan terbesar hingga mereka bangun pagi di fikirannya hanya memikirkan dunia yang bersifat fana. Padahal nyatanya kehidupan yang sesungguhnya yang menentukan kebahagiaan serta kepedihan yakni di akhirat. Semua di adili seadil adilnya oleh sang maha pencipta. Allah swt. Pe...
Estrella
356      243     1     
Romance
Oila bingung kenapa laki-laki ini selalu ada saat dia dalam bahaya, selalu melindunginya, sebenarnya siapa laki-laki ini? apakah dia manusia?
in Silence
460      328     1     
Romance
Mika memang bukanlah murid SMA biasa pada umumnya. Dulu dia termasuk dalam jajaran murid terpopuler di sekolahnya dan mempunyai geng yang cukup dipandang. Tapi, sekarang keadaan berputar balik, dia menjadi acuh tak acuh. Dirinya pun dijauhi oleh teman seangkatannya karena dia dicap sebagai 'anak aneh'. Satu per satu teman dekatnya menarik diri menjauh. Hingga suatu hari, ada harapan dimana dia bi...
Wannable's Dream
40232      5952     42     
Fan Fiction
Steffania Chriestina Riccy atau biasa dipanggil Cicy, seorang gadis beruntung yang sangat menyukai K-Pop dan segala hal tentang Wanna One. Dia mencintai 2 orang pria sekaligus selama hidup nya. Yang satu adalah cinta masa depan nya sedangkan yang satunya adalah cinta masa lalu yang menjadi kenangan sampai saat ini. Chanu (Macan Unyu) adalah panggilan untuk Cinta masa lalu nya, seorang laki-laki b...
Nothing Like Us
35946      4517     51     
Romance
Siapa yang akan mengira jika ada seorang gadis polos dengan lantangnya menyatakan perasaan cinta kepada sang Guru? Hal yang wajar, mungkin. Namun, bagi lelaki yang berstatus sebagai pengajar itu, semuanya sangat tidak wajar. Alih-alih mempertahankan perasaan terhadap guru tersebut, ada seseorang yang berniat merebut hatinya. Sampai pada akhirnya, terdapat dua orang sedang merencanakan s...
10 Reasons Why
2458      1069     0     
Romance
Bagi Keira, Andre adalah sahabat sekaligus pahlawannya. Di titik terendahnya, hanya Andrelah yang setia menemani di sampingnya. Wajar jika benih-benih cinta itu mulai muncul. Sayang, ada orang lain yang sudah mengisi hati Andre. Cowok itu pun tak pernah menganggap Keira lebih dari sekadar sahabat. Hingga suatu hari datanglah Gavin, cowok usil bin aneh yang penuh dengan kejutan. Gavin selalu pu...
ARABICCA
2896      1055     2     
Romance
Arabicca, seorang gadis penderita schizoid personality disorder. Selalu menghindari aktivitas sosial, menjauhi interaksi dengan orang lain, tertutup dan mengucilkan diri, terpaksa harus dimasukkan ke sekolah formal oleh sang Ayah agar dia terbiasa dengan aktivitas sosial dan berinteraksi dengan orang lain. Hal tersebut semata-mata agar Arabicca sembuh dari gangguan yang di deritanya. Semenj...
AraBella [COMPLETED]
37030      3658     13     
Mystery
Mengapa hidupku seperti ini, dibenci oleh orang terdekatku sendiri? Ara, seorang gadis berusia 14 tahun yang mengalami kelas akselerasi sebanyak dua kali oleh kedua orangtuanya dan adik kembarnya sendiri, Bella. Entah apa sebabnya, dia tidak tahu. Rasa penasaran selalu mnghampirinya. Suatu hari, saat dia sedang dihukum membersihkan gudang, dia menemukan sebuah hal mengejutkan. Dia dan sahabat...
A - Z
3025      1033     2     
Fan Fiction
Asila seorang gadis bermata coklat berjalan menyusuri lorong sekolah dengan membawa tas ransel hijau tosca dan buku di tangan nya. Tiba tiba di belokkan lorong ada yang menabraknya. "Awws. Jalan tuh pake mata dong!" ucap Asila dengan nada kesalnya masih mengambil buku buku yang dibawa nya tergeletak di lantai "Dimana mana jalan tuh jalan pakai kaki" jawab si penabrak da...
Persinggahan Hati
2062      834     1     
Romance
Pesan dibalik artikel Azkia, membuatnya bertanya - tanya. Pasalnya, pesan tersebut dibuat oleh pelaku yang telah merusak mading sekolahnya, sekaligus orang yang akan mengkhitbahnya kelak setelah ia lulus sekolah. Siapakah orang tersebut ? Dan mengakhiri CInta Diamnya pada Rifqi ?