Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kesya
MENU
About Us  

          Aku memasukkan earphone milikku kedalam saku celana setelah mendengar bel pulang berbunyi. Hari ini guru yang seharusnya mengajar kami berhalangan hadir sehingga kita diberi tugas mengerjakan soal yang ada dibuku paket. Aku memasukkan semua buku dan satu pulpen istimewaku kedalam tas, kemudian menutupnya dan bersiap-siap untuk pulang.

         “Eits, mau kemana lo van?” cegat Edo dan Denon.

          Aku menatap jengkel kedua temanku. “Mau pulang lah, emang kemana lagi?”

          “Mending lo nggak usah buang-buang waktu deh, liat tuh..” Denon melirik kearah kirinya dimana Kesya tengah merapikan bukunya. Aku mengikuti arah pandangan Denon “Kenapa lo ngelirik kearah dia?”

          “Ck, lo pinter tapi lola!” ejek Edo.

          “Apaan sih lo berdua, udah sana minggir gue mau pulang! Udah mau hujan nih.” Aku segera mendorong bahu Denon agar menyingkir dan berjalan keluar kelas menuju parkiran. Ya, kalian pasti tau lah kenapa aku bersikap seperti ini? Tentu saja karena  tantangan itu! Aku sengaja merubah topik pembicaraan karena aku memang belum siap untuk ngedeketin cewek dingin itu. Mungkin kalian semua mikir kalau aku cowok yang payah-walaupun aku memang mengakuinya sih-tapi bukan berarti aku mau dihina juga kan?

          Oke aku akan jujur. Sebenarnya aku sedikit grogi saat harus berhadapan dengan cewek (bukan berarti aku gay ya! Amit-amit). Aku punya masa lalu yang membuatku agak susah untuk dekat dengan cewek, kecuali mama dan adikku. Apalagi dengan Kesya garis miring orang yang mendapatkan julukan ‘cewek misterius’ disekolah kami, wajahnya yang datar, jarang tertawa, jarang bergaul-mungkin teman satu-satunya disekolah hanya buku-buku perpustakaan atau buku-buku yang setiap hari dibacanya-, dingin seperti putri es, membuatku sedikit frustrasi jika harus berada lama-lama didekatnya. Pokoknya kalau berada didekat Kesya, berasa ada didekat Pak Gidul-Guru BK disekolahku- yang galaknya minta ampun. Selain itu, kami juga jarang berkomunikasi. Paling kalau bukan karena urusan pelajaran, aku tidak akan berbicara dengannya. Dan aku rasa, memang dia yang menjauhkan diri dari orang-orang disekolahan.

           Aku bisa mendengar umpatan Denon dan Edo yang mengikutiku dari belakang "Ck, gini nih cowok yang nggak peka keadaan sekitar. Tadi itu kesempatan bagus buat lo ngedeketin Kesya. Mungkin lo bisa aja ajak dia pulang bareng kek, itu awal yang bagus bego!" ucap Denon. Aku tidak menanggapi ucapan Denon dan tetap berjalan sembari bersiul ria.

          “Percuma lo ngomong, nggak bakal direspon sama ni cowok kutu!" Kurasakan Edo menyenggol lenganku saat menyebutkan kata ‘kutu’.

          “Eh Non, sepatu lo belum dikembaliin juga sama Pak Gindul?” tanya Edo.

          “Belum! Masa iya gue disuruh beli sepatu baru, bilang aja tu guru mau ngambil sepatu gue buat dia pakek sendiri” jawab Denon kesal. “Dan itu sepatu ketiga gue yang diambil Pak Gindul tanpa rasa bersalah. Dan sekarang gue harus modusin cewek lagi supaya gue dapet sepatu baru tanpa harus beli lagi”

          “Bagus dong, jadinya kan lo dapet sepatu…”

          Aku segera memotong ucapan Edo. “Siapa suruh pakek sepatu norak gitu kesekolah, kena sendiri kan akibatnya. Udah tiga kali kena ambil, masih juga ngelakuin hal yang sama!” aku menghela nafas panjang “Gue rasa itu udah sifat asli lo berdua dan sifat nggak tau malu kalian terhadap perempuan.”

          “Mulai deh ceramahnya” ucap Denon merasa tak bersalah sedikit pun setelah mendengar hinaanku. Edo langsung merangkulku dengan semangat “Betul nih kata Pak Devan, jangan malu-maluin dong jadi cowok. Kita sebagai kaum laki-laki seharusnya menghormati kaum yang lebih lemah yang sering kita sebut perempuan. Itu baru namanya laki-laki sejati! Jadi…” Edo  menoleh kearahku dengan tatapan tajam hingga menembus lubang telingaku dan tembus lagi kedalam otakku “lo sebagai laki-laki sejati nggak akan mengingkari janjinya dan harus mulai berusaha untuk ngedeketin cewek yang sedang diincarnya!”

          Aku menghempaskan tangan Edo yang ada dibahuku. Aku tau maksudnya kali ini adalah menyindirku dengan kalimat ‘laki-laki sejati’. Dia pikir aku pengecut apa? Aku akan buktiin kalau nanti waktunya sudah tiba-walaupun aku tidak tau kapan pastinya-.

          “Apaan sih lo, mending pikirin tu nasib Denon gimana caranya dia ngeles lagi dari pertanyaan ibunya. Kalau urusan ngedeketin cewek, biar gue aja yang atur nanti.”

          Denon berjalan mendekatiku “Ihh sayang, kamu perhatian banget sih sama aku. Jadi makin cinta deh..” Denon mencolek lenganku yang membuatku bergidik geli.

          “Apaan sih, Non! Sekali lagi lo ngomong kayak gitu, gue nggak bakalan biarin elo nyontek tugas gue lagi terutama tugas Matematika!”

          “Hehehe, sayang kok gitu sih sama dedek. Kan.. Iya iya gue khilaf” Denon langsung menghentikan ucapannya setelah mendapatkan tatapan tajam dariku. Aku menarik nafas panjang dan kembali melanjutkan perjalanan. Bisa ku lihat beberapa siswi melambai-lambaikan tangannya kearah kami bertiga. Dan seperti biasa, Denon dan Edo akan menanggapi mereka dengan kedipan mata yang sepertinya langsung membuat mereka meleleh. Aku hanya menggelengkan kepala saat mendengar gombalan Denon yang diberikan kepada salah satu siswi yang memberanikan diri berbicara kepadanya.

          Sesampainya di parkiran, aku segera mengenakan helmku begitu pula Denon dan Edo. “Van, kita berdua duluan ya. Udah mau hujan, gue juga lupa bawa mantel.” Ucap Edo.

          “Sip deh, hati-hati lo berdua.” Edo dan Denon hanya mengangguk kemudian mendahuluiku pulang.

          Aku segera mengendarai motorku dengan kecepatan sedang. Sedangkan Denon dan Edo berjalan berlawanan arah denganku karena rumah kami memang tidak searah. Dapat kurasakan rintik hujan mulai turun, aku segera mempercepat laju kendaraanku sampai tatapanku berhenti diperempatan jalan dimana aku melihat, Kesya. Ya, itu memang Kesya. Sedang apa dia disana? Apa aku harus nyapa dia? Atau… tunggu dulu, untuk apa aku peduli, biasanya aku tidak akan sekepo ini dengan orang. Tapi aku penasaran. Mungkin tidak apa kalau aku hanya melihat saja? Ya setidaknya rasa ingin tahuku akan hilang dengan sendirinya. Baiklah, aku akan coba diam dibelakangnya.

          “Pak, motornya bener-bener nggak bisa nyala ya?” tanya Kesya. Sepertinya dia belum menyadari kedatanganku dibelakangnya. Bapak tua yang ditanya Kesya sedari tadi berusaha menyalakan motornya namun gagal.

          “Maaf neng, motornya belum bapak service. Kayaknya harus dibawa kebengkel dulu, maklum lah motor tua. Neng mau nungguin bapak sebentar?”

          Kesya tampak memikirkan sesuatu. “Saya jalan aja deh, Pak. Nggak apa kok.”

          “Serius Neng? Bapak jadi nggak enak?”

          Kesya menggeleng. “Nggak apa-apa kok,Pak.”

          “Kalau Neng memang mau jalan, nanti bilang aja sama ibu kalau bayaran hari ini bisa di potong.”

          Kesya segera turun dari motor itu. Ia melepas helmnya dan memberikannya kepada bapak tua yang sepertinya adalah ojek langganannya. “Nggak usah pak, nanti aku bilang sama ibu supaya nggak motong uang bapak hari ini. Lagian udah nggak jauh lagi. Makasi ya, Pak.” ucap Kesya.

          Bapak itu mengangguk dan menerima helm yang diberikan Kesya. “Maaf ya neng, kalau gitu bapak jalan dulu”. Bapak itu juga turun dari motor dan mendorongnya menuju bengkel. Kesya menarik nafas panjang dan membenarkan jaketnya karena udara terasa semakin dingin “Huh, jalan lagi..” keluhnya. Kesya mulai berjalan sambil mengeratkan genggaman tanggannya kedalam jaket.

          Aku hanya diam menatap Kesya yang sudah berjalan meninggalkan tempatnya tadi. Huftt… Sekarang apa yang harus kulakukan? Menyusulnya atau tinggalin aja? Oke, ini cukup membuatku bingung dan tentu saja deg-degan.

          Tinnn..

          Terdengar bunyi bel motor, yang sialnya ternyata berasal dari motorku sendiri. Nafasku ikut berhenti saat melihat Kesya menghentikan langkahnya. Entah apa yang membuatku berani melakukannya, tapi aku tidak peduli lagi karena aku sudah terlanjur menekan bel motorku. Jadi percuma saja jika aku harus berpura-pura bersembunyi sambil berteriak “Bukan aku, bukan aku pelakunya”.

          Kesya segera menoleh. Ia menatapku dengan sedikit terkejut namun sedetik kemudian sudah kembali dingin seperti biasanya. “Hai..” sapa Kesya tanpa ekspresi.

          Sial! Kenapa dia bisa sedingin ini sih! Dengan begini aku tidak tau harus menjawab apa. Salah-salah malah aku membuat kacau dengan salah mengucapkan kata-kata.

          "Ha..aaii. Hmm, elo kenapa jalan kaki?" tanyaku.

          Kesya menaikkan sebelah alisnya. Bodoh, bodoh, bodoh! Kenapa aku mesti bilang begitu sih. Aku rasa dia pasti bingung dengan pertanyaanku. Oke Devan, stay cool! Lo pasti bisa!

          “Gapapa, tadi cuman ada masalah kecil aja. Lo ngapain disini?” tanyanya balik.

          “Eeee... Gue cuman kebetulan lewat sini kok, terus liat elo jadi gue…” Aku tidak bisa meneruskan ucapanku. Aku takut nanti akan salah bicara lagi. Tapi aku tidak mungkin membiarkannya menunggu, aku harus bilang apa?

          Kesya terlihat bingung melihatku yang masih beradu argumen dengan diriku sendiri “Hello..” ucap Kesya sembari melambaikan tangannya didepan wajahku. “Gue duluan ya, udah mau hujan soalnya” ucap Kesya cepat. Tanpa menunggu respon dariku, Kesya langsung berbalik dan meninggalkanku sendirian disana.

          “Eh tunggu..” ucapku seketika. Kesya kembali menghentikan langkahnya dan berbalik kearahku “Ya?”

          "Gue anter lo pulang, tanpa penolakan!" ucapku tegas. Oke, aku tidak tau setan apa yang sudah merasuki diriku saat ini. Mungkin ini salah satu pengaruh dari kedua teman sialanku itu. Tapi tak apa, mungkin sekarang saatnya aku harus mulai tantangannya.

          Aku segera melajukan sedikit motorku agar berada disamping Kesya. "Buruan naik, sebelum kita kehujanan" ucapku. Dapat kurasakan rintik hujan semakin deras dari sebelumnya. Baju kami pun sudah mulai basah dibuatnya. Tanpa pikir panjang lagi, Kesya langsung menyetujui ajakanku. "Oh, oke. Thanks ya atas tumpangan" ucap Kesya. Ia segera menaiki motorku dan aku segera melajukannya secepat mungkin.

          Hujan semakin deras, kami berdua semakin basah oleh guyuran air hujan. Aku bisa melihat melalui kaca spionku jika Kesya kedinginan, terlebih ia tidak mengenakan helm saat ini.

          "Lo gapapa kan?" tanyaku.

          "Nggak apa kok!" jawab Kesya sedikit menggigil.

          Keheningan kembali terjadi diantara kami berdua. Aku merasa sedikit canggung saat harus memulai percakapan dengan Kesya, ditambah saat ini adalah pertama kalinya aku begini akbrab dengannya. Dan jujur, aku merasa kasihan dengannya saat ini. Aku bisa melihat dengan jelas dia sangat kedinginan, ia memeluk tas ranselnya ditambah bibirnya yang mulai membiru. Apa yang harus kulakukan? Mengambil tangannya supaya memelukku? Atau membawanya ke rumahku supaya dia bisa beganti pakaian?

          Tidak, tidak. Itu sangat konyol! Aku menawarinya tumpangan supaya ia segera sampai rumah tapi aku malah membawanya kerumahku. Bisa-bisa Kesya menganggapku sebagai maniak wanita SMA lagi. Oke, pembicaraan ini mulai melantur. Aku harus segera menanyakan rumahnya.

          “Sya, rumah lo yang mana?”

          Kesya menyipitkan matanya "Rumah gue yang pager cat cokelat itu. Didepan pohon jambu" ucap Kesya sembari menunjuk kearah rumahnya. Aku hanya mengangguk dan kembali melajukan motorku.

          Kesya segera turun dari motorku setelah sampai didepan rumahnya "Makasi ya tumpangannya, Van" ucapnya datar. Wajahnya terlihat pucat dari sebelumnya.

          "Eh, iya gapapa. Gue duluan ya.." balasku. Aku kembali melajukan motorku menyusuri jalanan yang sedang diguyur hujan. Sekilas dapat kulihat Kesya memandangi kepergianku sebelum akhirnya ia masuk kedalam rumah. Ada sedikit perasaan senang saat mendapat kesempatan untuk mengantar Kesya pulang. Entah apa yang membuatku senang, aku juga tidak tahu. Tapi yang pasti, aku yakin Dewa Neptunus pasti sedang memberiku jalan untuk menjalani tantangan ini. Karena ini adalah awal yang bagus untuk aku mengenal lebih dekat siapa Kesya.

 

 

                                                                                                                                                       *************

 

 

 

 

 

 

 

 

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Selfless Love
4682      1317     2     
Romance
Ajeng menyukai Aland secara diam-diam, meski dia terkenal sebagai sekretaris galak tapi nyatanya bibirnya kaku ketika bicara dengan Aland.
Di Bawah Langit
3262      1028     1     
Inspirational
Saiful Bahri atau yang sering dipanggil Ipul, adalah anak asli Mangopoh yang tak pernah mengenyam pendidikan di bangku sekolah. Namun, Ipul begitu yakin bahwa seseorang bisa sukses tanpa harus memiliki ijazah. Bersama kedua temannya Togar dan Satria, Ipul pergi merantau ke Ibu Kota. Mereka terlonjak ketika bertemu dengan pengusaha kaya yang menawarkan sebuah pekerjaan sesampainya di Jakarta. ...
Princess Harzel
17190      2538     12     
Romance
Revandira Papinka, lelaki sarkastis campuran Indonesia-Inggris memutuskan untuk pergi dari rumah karena terlampau membenci Ibunya, yang baginya adalah biang masalah. Di kehidupan barunya, ia menemukan Princess Harzel, gadis manis dan periang, yang telah membuat hatinya berdebar untuk pertama kali. Teror demi teror murahan yang menimpa gadis itu membuat intensitas kedekatan mereka semakin bertamba...
Mawar pun Akan Layu
1047      570     2     
Romance
Semua yang tumbuh, pasti akan gugur. Semua yang hidup pasti akan mati. Apa cintamu untukku pun begitu?
Meja Makan dan Piring Kaca
57827      8484     53     
Inspirational
Keluarga adalah mereka yang selalu ada untukmu di saat suka dan duka. Sedarah atau tidak sedarah, serupa atau tidak serupa. Keluarga pasti akan melebur di satu meja makan dalam kehangatan yang disebut kebersamaan.
I Can't Fall In Love Vol.1
2723      1087     1     
Romance
Merupakan seri pertama Cerita Ian dan Volume pertama dari I Can't Fall In Love. Menceritakan tentang seorang laki-laki sempurna yang pindah ke kota metropolitan, yang dimana kota tersebut sahabat masa kecilnya bernama Sahar tinggal. Dan alasan dirinya tinggal karena perintah orang tuanya, katanya agar dirinya bisa hidup mandiri. Hingga akhirnya, saat dirinya mulai pindah ke sekolah yang sama deng...
I'M
9060      1814     4     
Romance
"Namanya aja anak semata wayang, pasti gampanglah dapat sesuatu." "Enak banget ya jadi anak satu-satunya, nggak perlu mikirin apa-apa. Tinggal terima beres." "Emang lo bisa? Kan lo biasa manja." "Siapa bilang jadi anak semata wayang selamanya manja?! Nggak, bakal gue buktiin kalau anak semata wayang itu nggak manja!" Adhisti berkeyakinan kuat untuk m...
Senja Belum Berlalu
4146      1459     5     
Romance
Kehidupan seorang yang bernama Nita, yang dikatakan penyandang difabel tidak juga, namun untuk dikatakan sempurna, dia memang tidak sempurna. Nita yang akhirnya mampu mengendalikan dirinya, sayangnya ia tak mampu mengendalikan nasibnya, sejatinya nasib bisa diubah. Dan takdir yang ia terima sejatinya juga bisa diubah, namun sayangnya Nita tidak berupaya keras meminta untuk diubah. Ia menyesal...
You Can
1262      786     1     
Romance
Tentang buku-buku yang berharap bisa menemukan pemilik sejati. Merawat, memeluk, hingga menyimpannya dengan kebanggaan melebihi simpanan emas di brankas. Juga tentang perasaan yang diabaikan pemiliknya, "Aku menyukainya, tapi itu nggak mungkin."
Sweetest Thing
2285      1139     0     
Romance
Adinda Anandari Hanindito "Dinda, kamu seperti es krim. Manis tapi dingin" R-