Akupun melangkah masuk kedalam kelas, setelah sebelumnya mengetuk pintu terlebih dahulu agar orang yang ada didalam kelas menyadari jika aku ada didepan pintu. "Permisi," kata ku sopan pada mereka yang berada didalam kelas.
Seperti yang ku bilang tadi, didalam kelas ini hanya ada beberapa murid saja yang sedang duduk melingkar di bangku mereka, dan saat aku mengetuk pintu barusan, mereka secara serentak menoleh kearah ku dengan tatapan penasaran. "Ada apa?" tanya salah seorang dari mereka yang berkaca mata.
Akupun masuk kedalam kelas lebih jauh lagi, mendekati murid-murid itu dengan langkah santai padahal kenyataan nya gerogi setengah mati. "Gue murid baru disini, bisa bantuin cari tempat duduk yang kosong nggak?" jelasku, meminta bantuan pada mereka dengan nada yang coba ku sopankan, meski sebenarnya terdengar cukup kasar, menurut ku.
Selama sejarah ku menuntut ilmu di sekolah, aku baru merasakan menjadi anak pindahan yang mengurus dirinya sendiri tanpa ada guru yang mendampingi. Maksud ku, biasanya siswa baru yang baru pindah akan didampingi oleh guru yang sedang mengajar di kelas untuk memperkenalkan diri dan mendapatkan bangku, namun sepertinya itu tak terjadi padaku, sebab saat ini aku tak mendapati ada sosok guru sama sekali, bahkan murid kelasnya pun hanya beberapa orang saja, tak sampai seperempat dari jumlah bangku yang ada.
"Oh murid baru," ucap seorang siswi sambil melemparkan pandangannya kepada murid yang lainnya. "Di sana, dibangku kedua ada kursi kosong, kebetulan yang duduk disana baru aja pindah, kamu bisa duduk disana," tambah nya lagi sambil menunjuk sebuah bangku yang berada dijajaran ketiga dari pintu masuk, dan berada dibaris bagian kedua.
Akupun mengangguk paham, "makasih ya," kata ku. Lalu kemudian melangkah pergi untuk duduk di kursi yang di tujukan oleh siswi yang tadi.
Baru saja aku sampai di kursi yang dimaksud, mereka--murid-murid yang tadi--kini telah berada didepan meja ku, mengelilingi ku dengan tatapan penasaran mereka, membuat ku terkejut karena tak menyadari jika sebelumnya mereka telah mengikuti ku. Akupun bertanya, "ada apa?"
Namun pertanyaan ku tak dijawab, dan justru aku kembali diberikan pertanyaan oleh mereka. "Kamu pindahan darimana?" tanya seorang siswi yang mengenakan kerudung putih. "Dari Jakarta," balasku singkat, kemudian mendapatkan respon 'oh' yang panjang dan anggukan paham dari mereka.
"Nama kamu saha?" Kali ini yang bertanya adalah siswa berseragam rapih yang berdiri disamping tempat ku duduk sambil memegang gitar ditangannya. "Panggil aja Tara," balasku singkat, namun tetap ramah.
"Oh Tara, nama lengkap nya?" tanya nya lagi.
"Rafa Sjhar Utara," jelasku lagi membuat mereka puas.
"Di dieu teh kamu tinggal sama saha?"
"Sama kakak."
"Nggak sama orang tua?" tanyanya lagi untuk kesekian kali.
"Nggak."
"Kenapa?"
"Privasi," jawab ku seadanya karena mulai kesal diberikan terus pertanyaan oleh orang yang sama. Mereka pun mengangguk kan kepala sambil melirik dan menyikut kearah teman mereka yang sejak tadi melemparkan pertanyaan padaku.
"Sekarang itu lagi jam olahraga, jadi kelas sepi, terus nggak ada guru. Kamu sebentar kenalin diri lagi sama temen-temen yang lain yah, biar mereka pada kenal kamu, kamu nya juga jadi kenal mereka" kata salah seorang dari mereka lagi. Akupun hanya mengiyakan perkataan nya, dan juga hanya bisa tersenyum sebagai tanda jika aku merasa nyaman, padahal kenyataan nya, sama sekali tidak.
Lalu setelah itu, aku pun berbasa basi menanyakan dimana letak toilet didekat kelas ini. Bukan karena aku ingin buang air kecil maupun air besar, aku menanyakan hal itu semata-mata hanya karena ingin keluar dari kelas ini, dan sedikit menghindar dari mereka.
Tapi, rencana ku itu ternyata tak berjalan sesuai dengan apa yang aku inginkan.
Sebab, bukannya pergi sendirian ke toilet, aku justru ditemani oleh mereka semua. Aku tidak meminta, sama sekali tidak. Mereka sendirilah yang menawarkan diri untuk menemani ku, akupun sudah menolak nya, namun mereka tetap tak peduli dengan ucapan ku, dan tetap memilih untuk menemani ku dengan alasan mereka juga ingin ke toilet.
Jadilah kami jalan beramai-ramai menuju toilet dengan suara heboh dari mereka yang sedang asik bercerita, dan hal itu lagi-lagi mengundang perhatian orang-orang, membuat ku tambah merasa tidak nyaman, sekaligus tidak percaya diri.
~
Detik demi detik berlalu begitu cepat saat aku berada disekolah. Tak terasa, hari yang semula pagi kini telah berganti menjadi hampir sore, dan hanya kuhabiskan dengan duduk sendirian dibangku ku tanpa ada seorang teman.
Disebelah kanan ku ada sebuah bangku lagi, namun bangku itu kosong, menurut penjelasan teman-teman yang lain, murid yang duduk disana sedang sakit, jadi tak bisa hadir. Padahal, jika ia ada saat ini, mungkin aku bisa berkenalan dengannya, bertukar pikiran, atau mungkin sekedar mengobrol, daripada harus berdiam diri seperti ini dan memperhatikan pelajaran dengan sangat fokus tanpa ada sesuatu yang menganggu sama sekali.
Sebenarnya bangku yang ada di sekeliling ku sudah sejak tadi mengajak ku bicara. Mereka ramah, dan senang bercerita. Namun sayang nya, kami tak bisa bercerita panjang lebar sebab guru yang sedang mengajar sering kali memperhatikan kami.
Aku juga sudah memperkenalkan diri dihadapan semua teman kelas dan dan juga wali kelas dari kelas ini. Dan respon mereka sangat positif, mereka dengan senang hati menyambut ku. Lebih dari itu, aku sudah berkenalan dengan beberapa siswa yang duduk disekitar bangku ku. Walaupun tak sepenuh nya hafal persis ejaan nama mereka, setidaknya aku sudah lebih sering mengobrol dengan mereka semua.
Misalnya seperti dua bangku yang berada didepan ku, diisi oleh sepasang anak kembar yang bagiku sama sekali tidak mirip. Nama mereka Aldiana dan Aldiano, satunya laki-laki dan satunya lagi perempuan. Meski tak identik, mereka terlihat cukup akrab dibandingkan pasangan anak kembar non identik lainnya yang pernah ku temui, yang biasanya terlihat tidak akrab.
Sedangkan dibelakang ku, ada dua kursi lagi, yang diisi oleh gadis-gadis yang sangat senang bercerita, satunya memakai kerudung dan satunya lagi memakai kacamata. Nama yang memakai kerudung adalah Rara, sedangkan gadis yang tak berkerudung dan memakai kacamata, serta memiliki gingsul adalah Aqila. Rara dan Aqila adalah dua orang yang sejak tadi telah banyak membantu ku. Mereka berdualah yang memberikan ku pertanyaan dan arahan pada saat aku baru datang, dan karena mereka lah aku juga mulai kenal satu persatu dengan teman kelas ku yang lain, mereka sangat baik, juga ramah, dan tentu saja cantik, sebab itu jika ada hal yang ingin ku tanyakan, aku selalu bertanya pada mereka.
Dan disebelah kiriku juga ada kursi, namun ada tiga kursi--dan juga tiga meja--yang berjejer rapih, dan tentu saja di duduki oleh tiga orang anak laki-laki, yang menurut ku, ketiganya adalah anak anak band. Kenapa aku bisa berpikiran seperti itu? Sebab ketiga orang itu sejak tadi terus berkolaborasi dalam menampilkan sebuah lagu. Adalah Ryan yang bertugas untuk memetik gitar, lalu Ed--nama aslinya adalah Edi--yang memukul-mukul meja--selayaknya cajon--dan Adipati yang memiliki peran penting, yaitu sebagai vokalis yang memiliki suara merdu.
Mereka semua sangat ramah kepadaku. Sangat menghargai dan sangat menghormati sesama. Pergaulan kelas ini nampaknya memang berjalan seperti itu, sebab hampir semua murid yang ada disini memperlakukan ku layaknya seorang pendatang baru yang belum tahu apa-apa.
Mereka selalu menjelaskan apapun yang menurut ku perlu ku ketahui tentang kelas ini. Seperti karatkter-karakter penghuni nya, nama dan sifat guru yang mengajar, bahkan sampai nama panggilan penjaga kantin mereka jelaskan padaku.
Akan tetapi, meskipun sejak tadi mereka sudah menjelaskan semua hal yang menurut mereka perlu ku ketahui tentang kelas dan sekolah ini, ada satu hal yang membuat ku masih merasa penasaran, yaitu, adalah tentang orang yang duduk disamping ku.
Aku belum melihat nya, apalagi mengenalnya, maka dari itu aku menanyakan pertanyaan ini pada Aqila dan Rara disaat sela-sela istirahat pelajaran.
"Ohh, kalau yang duduk disitu teh namanya Gerimis Tenggara, biasanya dipanggil Eris.
"Dia laki-laki ya?" tanyaku sekali lagi, dan lansgung ditepis oleh Aqila dan Rara. "Bukan, perempuan."
"Oh perempuan?" tanyaku seakan-akan tak percaya. "Iya," jawab Aqila. "Tapi, biar perempuan, kamu harus hati-hati sama dia," sambungnya lagi.
"Loh, kenapa?" tanyaku heran.
"Soalnya, dia itu jutek, terus judes, kalau salah ngomong, bisa abis kamu di maki-maki sama dia." Akupun diam beberapa detik saat mendengar penjelasan Aqila.
"Tapi, kalau udah kenal, udah deket, dia baik kok," tambah Rara yang berhasil membantu ku membuat kesan positif tentang orang itu dipikiran ku.
Akupun berkhayal, bagaimana nanti reaksinya saat bertemu dengan ku, teman duduk barunya. Apa ia akan menatap ku dengan tatapan tajam? Atau memaki ku hanya karena menjatuhkan pulpennya?
"Tara," panggil Aqila sambil menggoyang-goyang kan bangku ku menggunakan kakinya. "Kenapa?" balasku bingung sambil melihat kearah nya. Akupun melihat jika Aqila dan Rara kini sedang terlihat fokus pada buku pelajaran yang ada didepan mereka, sambil sesekali mencuri-curi pandang melihat kearah ku. "Ada apasih?" tanya ku sekali lagi karena merasa penasaran. Dan beberapa saat kemudian rasa penasaran ku itu terjawab.
"Eh murid baru, lagi ngapain itu? kalau mau cerita jangan dikelas saya, kasian temen yang lain, yang mau belajar. Kalian berdua juga, Aqila, Rara, kenapa ajak murid baru itu cerita? dia kan jadi nggak fokus ..."
Ternyata oh ternyata, yang membuat Aqila dan Rara seketika menjadi diam, adalah karena guru itu. Guru Bahasa Indonesia yang berbadan besar, memakai kacamata, dan mengenakan berjilbab--sedikit mirip dengan 'Cikgu besar' yang ada di kartun Upin dan Ipin. Karakternya pun sama, sering marah-marah. Terhitung sudah tiga kali ia marah-marah hari ini, mulai dari sebelum ia masuk, saat ia masuk, dan sekarang, saat ia menegur ku. Dan nampaknya, ceramahnya kali ini akan panjang, sebab tegurannya kini merembet kemana-mana, termasuk ke si-kembar didepan ku yang sejak tadi hanya diam-diam saja.
Aku dan yang lainnya pun hanya memilih untuk diam, dan mendengarkan ceramahnya yang berlangsung sampai bel pulang. Sebab jika ada yang melanggar disaat ia sedang berceramah, maka bisa dipastikan jika guru yang memiliki julukan 'Mami' itu akan marah dan memberi hukuman untuk satu kelas.