Tanggal tujuh belas bulan sebelas.
Agenda besar di kampus Bintara melepas para mahasiswa yang telah berjuang jiwa raga demi sebuah legalitas. Jika dianalisa, hanya memindahkan tali dari kiri ke kanan. Sepele memang. Tapi perjuangannya jangan di ragukan. Mereka tak kenal lelah sebelum mendapatkan tujuannya. Hari ini wajah-wajah sumringah menghiasi mereka. seolah beban berat telah selesai. Namun sebenarnya, perjalanan yang sesungguhnya baru saja di mulai.
Ritual sepele dan serba-serbi lainnya telah usai. Satu persatu keluar dari hall bersejarah bagi mereka. Kerabat terdekat telah menunggu dengan serangkai bunga atau sejenisnya. Tak ada wajah sendu atau suram. Mereka penuh dengan kebahagian. Namun satu diantara mereka hanya tersenyum kecut ketika keluar dari hall. Memang banyak yang menyambutnya. Bahkan makhluk lain pun ikutan memberi selamat. Tapi, baginya tak ada yang spesial dan biasa saja.
“Selamat nak. Tante bangga, kamu luar biasa lulusan terbaik” ucap Risa
“Terima kasih tante” senyum Zela sambil menyium telapak tanggan.
“Apa kamu gak mau foto sama tante? sepertinya buru-buru” Risa menyindir
“Hehehe. Enggak tante. Ayo kalau mau foto” Zela menyejajari Risa.
***
“Ih! Lu ngasih taunya dadakan sih” keluh Sesil.
“Tau nih. Mau beli buket di mana?” tamabh Lisa
“Ssttt!! Brisik kalian. Di sana pasti ada” Nando gemas dengan temannya yang rempong.
“Hmmmmm.. sorry gue lupa kemarin” Jay meminta maaf.
“Lu tau dari mana Jay? bukannya Zela gak ngasih tau?” Nando penasaran.
“Eh! Iya tau dari mana lu?” imbuh Sesil.
“Gu...”
“Gak mungkin gue bilang dapet undangan yang udah di buang ke tong sampah. Mau di taruh di mana muka gue? Bisa-bisa gue dicengi abis-abisan sama mereka”~ Jay.
“Tau dari siapa?” desak Nando.
Diam. Jay terlihat gelisah dari raut wajahnya. Sedangkan Lisa dan Sesil menahan tawa melihat raut wajah Jay. Lucu sekali sahabat satunya ini ketika panik. Saat ini Jay merapelkan doa semoga ada keajaiban mengalihkan pembiacaraan. Tapi ia masih bingung apa yang tepat supaya tak curiga. Lalu ia tersenyum.
“Ehm. Sepertinya kita sudah sampe. Pak Edi berhenti di sini”
“Wah! Curang pertanyaan belum di jawab loh tadi”
“Yang mana Nando gue lupa” elak Jay sambil tersenyum dan berlalu mencari sosok yang membuat hatinya bergejolak. Ke tiga sahabatnya mengekori sembari melihat-lihat para penjual. Sesil berhenti di penjual bunga dan sejenisnya. Ia memilih dan memilah mana yang bagus. Lisa dan Nando pun mengikuti Sesil. Sedangkan Jay mengembangkan senyum ketika sosok yang di cari berdiri tak jauh dari jangkauannya. Zela dengan senyum khasnya berbasa-basi ngobrol dengan teman seangkatannya.
Jay mengurungkan langkahnya ketika lelaki familiar mendekati Zela sembari menyerahkan seikat bunga. Zela menerima dengan senyum bahagia. Ya, lelaki itu adalah Joni. Hal itu membuat dada Jay kembang kempis. Entahlah, mendadak ia kesal dan rasanya ingin melempar bunga itu ke tong sampah atau kalau perlu ia bakar pakai bensin satu kilo. Ia melonggarkan dasinya.
“Ehm! Gerah bos” goda Sesil
“Iya nih mendadak cuaca panas banget euy. Minum yang dingin-dingin seger keknya” tambah Lisa sambil mengibas-ibaskan tanggannya.
“Dedong. Napa cuma liatin? Nih kasih sana” celetuh Nando sambil memberikan buket bunga dan boneka teddy bertulisan happy gradulation.
Nando tersenyum dengan sikap sahabatnya itu. Jay perlahan medekati Zela yang tengah berbincang asyik dengan Joni. Zela tak sengaja menoleh kiri. Dan matanya melotot ketika tahu siapa yang datang
“Pak bos? Seriusan? Kok bisa?” heran Zela.
“Ehm! Ini buat lu” ketusnya sambil menyodorkan benda itu secara kasar. Joni hanya megulum senyum melihat tingkah Jay. Sesil, Lisa da Nando medekati mereka.
“Wow!! Thank you pak. Thank you. Tapi pak bos tahu dari mana?” tanya Zela
“Dari ini” balas Jay sambil melihatkan undangan di tanggannya.
“Loh bukannya itu sudah saya taruh di tong sampah?” celetuk Zela membuat Jay kelambakan.
“Apa Ze? Undangannya apa tadi?” Sesil pura-pura tak dengar.
“Sa... “
“Ehm. Bisa gak usah di bahas sekarang? Kalian mau foto sama bocil gak” Jay mengalihkan pembicaraan. Semua yang mendengar langsung kaget. Ada yang mengernyit. Aa juga yang melotot dengan ucapan Jay ‘bocil’ Nando yang paham hanya menahan tawa.
“Udah gak usah banyak mikir” ucap Jay lagi sambil mendorong Zela ke angel yang bagus. Lalu ia minta tolong untuk membidik.
“Cheese” ucap mereka berlima.
***
Zela tersenyum ketika mengingat kelakuan Jay dan teman-temannya saat merayakan hari kelulusan. Namun ia tak pungkiri bahwa hatinya nyeri bagaikan terbesit belati ketika baca undangan pernikahan Joni tepat di tanggal lahirnya. Muncul pertanyan, dari sekian banyak tanggal kenapa memilih tanggal itu?. Padahal ia sangat membenci tanggal lahirnya. Baginya, tanggal itu musibah yang maha dahsyat. Mengapa demikian? Karena, dua puluh tahun yang lalu ketika ia lahir. Ke dua orang tuanya telah tiada. Lalu tiga tahun yang lalu, tepat di tanggal lahirnya. Sang Nenek menjadi korban kecelakan hingga meninggalkannya seorang diri.
Zela menghembuskan nafas berat ketika mengingat masa-masa itu. Rasanya, ia ingin protes dengan pilihan tanggal pernikahan Joni. Namun ia sadar bukan siapa-siapanya Joni. hanya sebatas teman. Tak kurang. Tak lebih. Dengan langkah lunglai ia berangkat ke kantor.
“Apa gue ambil saja tawaran bu Ningsih?” monolognya.
“Jangan Ze. Di sini saja jangan tinggalkan aku”
“Ambil aja Ze. Pergila sesuka hatimu. Hihihi”
Para makhluk lain tak mau ketinggalkan. Mereka memberi usul satu sama lain. Hingga Zela geleng-geleng. Jengah. Andai saja tak di keramaian. Di pastikan mereka mendapat omelan maha dahsyat milik Zela yang sudah lama tak ia keluarkan. Karena ke asyikan mendengar clotehan para makhluk alam lain, Zela tak sadar bahwa sudah sampai di kantor. Dan bahkan staff yang lain memberi selamat atas kelulusan kemarin.
“Zela” teriak Sesil
“Oh Bu Sesil. Maaf”
“Pagi-pagi udah bengong aja mikirin apa?”
“Hehehe. Enggak bu”
“Hari ini sepertinya sampai lembur Ze. Banyak banget naskah yang masuk dan pelum di edit. Tim edit banyak yang libur kemarin”
“Baik bu. Saya tidak keberatan”
***
Niat Zela telah bulat. Setelah mempertimbangkan beberapa jam. Alhasil ia menerima tawaran bu Ningsih, salah satu Rektor kampusnya. Ia telah menulis surat pengunduran diri. Hari ini, ia masuk kerja seperti biasanya. Selama perjalanannya ia mengembangkan senyum. Ia berjanji takkan lagi murung hanya karena tanggal lahirnya untuk akad pernikahan.
Flas back
Ketika jam istirahat. Kantin kantor mendadak ramai dengan kehadiran sosok nan cantik. Tentu mereka tahu artis terkenal di penjuru kota. Metra Witama. Semua staff bahagia bisa lihat langsung artis papan atas itu. Semua berebut ingit berfoto.
“Ehm. Permisi. Saya mau lewat” ucap Zela.
“Huuuu. Ganggu aja lu. Mentang-mentang deket sama bos” salah satu dari mereka memprovokasi. Lalu yang lain ikut menyorakin. Membuat Zela geleng kepala. Ia tak mau meladenin. Urusan makin rumit jika di ladenin. Maka ia pun menjauh begitu saja.
Akhirnya ia ke caffe sebrang kantor. Sebenarnya ia sayang. Karena makanan di caffe tak bersahabat bagi kaum karyawan akhir bulan. Namun ia paksakan demi kenyamanan.
“Ehm. Zela? Benar?”
“Iya. Ada yang bisa di bantu”
“Jangan pernah deketin Jay atau punya hubungan spesial dengannya. Karena orang tua kami menginginkan pernikahan diantara kami. Jadi, gue mohon dengan sopan jangan menjalin hubungan spesial dengan Jay”
Flas back end
Zela tersenyum mengingat perkataan Metra. Tapi yang membuatnya ingin tertawa adalah pikiraan Metra.
“Lucu. Jadi pak bos suka gue? Dan ingin menembak gue? Astaga lucu sekali. Gue kok gak peka. Jadi selama ini pak bos nyimpen perasaan. Hmmm” gumam Zela sambil mangut-mangut.
“Ciee. Lagi bahagia nih ceritanya”
“Baru nyadar kau? Kemana aja?”
“Duh Ze. Ze lulusan terbaik tapi kok telat peka sih”
“Memang dia suka dari pertama lihat kau Ze. Jadi batalin rencana kau”
“Iya Ze apa kau tak kasihan dengannya”
Sang empu nama hanya asyik melihat awan di balik kacamatanya. Ia tak meperdulikan bisik-bisik tetangga. Pemberhentian halte terakhir. Semua pada berebut keluar. Saling dorong. Zela turun paling terakhir. Ia mengalah.
“Terima kasih Mang. Sampai jumpa lagi” ucap Zela kepada sang sopir sambil tersenyum dan melambaikan tanggan. Pak sopir hanya menggeleng dan mengangkat bahunya.
Zela hari ini tak seperti biasanya. Sepanjang menuju ruangannya, ia selalu menyapa karyawan lain yang di jumpai sambil tersenyum tak seperti biasanya. Handphonenya berbunyi. Ia mengangkat telfonnya sangat sopan. Jay yang tak sengaja mendengar heran dengan nada bicara Zela.
“Ehm. Pagi pak” sapa Zela ketika balik badan.
“Hmmm” jawab Jay. selalu seperti itu jawabnya. Membuat Zela hanya mengangkat bahu. Tak peduli. Namun, ketika ingat apa yang ada di pikiran Metra membuatnya nahan tawa. Dan ekpreksi Zela tertamgkap basa.
“Apanya yang lucu?”
“Oh tidak ada pak. Saya duluan pak. Permisi”
“Ada yang aneh. Dasar bocil. Selalu saja membuat gue semakin penasaran”~ Jay.
“May be I like you too Mr. Tapi maaf gue harus pergi”
***
Tepat tanggal dua puluh tiga bulan sebelas.
Acara resepsi pernikahan Joni dan Arum telah digelar. Wajah-wajah bahagia menghiasai mereka sekaligus menjadi trending topik hari ini. Semua kerabat maupun bukan kerabat mendoakan kelangengan rumah tangga mereka. Zela dengan anggun menghadiri pernikahan Joni. Sebisa mungkin ia mengembangkan senyum di bibirnya.
Pantang meneteskan air mata atau sejenisnya. Dengan menegakkan badannya menuju Joni dan Arum ingin memberi ucapan selamat. Dan mungkin, ini terakhir melihat sahabat spesial.
“Selamat Arum semoga bahagia selalu. Maut yang memisahkan kalian”
“Aamiin. Terima kasih Ze sudah datang”
Zela hanya tersenyum. Ia memandang Joni yang memalingkan wajahnya berusaha tak ingin kontak mata. Zela menyejajari Joni di samping kirinya. kemudian ia membisikkan sesutau sambil tersenyum dan berlalu. Joni mengernyitkan dahi dan menatap punggung Zela yang sudah tak terlihat. Rasanya, Joni ingin mengejar Zela dan ingin bertanya banyak hal.
Zela bertemu tante Risa mengucapkan selamat dan turut bahagia. Namun di sela-sela pembicaraannya ada makna tersirat. Seolah ia berpamitan secara tak langsung. Setelah urusan selesai. Zela meninggalkan keramain rumah Joni.
“Selamat tinggal Joni, Tante dan kenangan terindah. Semoga kalian bahagia selalu” ucap Zela sambil menatap rumah dua lanatik itu.
***
Dalam keadaan yang sama. Staff ZJ heboh dengan pengunduran diri Zela. Semua staff mendapat secarcik surat. Mereka sangat iba. Jay yang baru datang heran dengan semua staffnya yang lesu tak semangat.
“Ada apa? kenapa dengan kalian?” ketus Jay.
“Jay. Jay. Zela resign”
“Apa? jangan bohong”
“Emang muka gue kelihatan bohong Jay?”
“Tunggu hari ini...”
“Pernikahan Joni” ucap Sesil dan Jay bersamaan.
“Oke. Gue cari dia” celetuk Jay sambil berlalu dan mengambil handphonenya menghubungi nomor Zela. Namun nomornya tak bisa di hubungi.
“Haish! Dasar bocil menyebalkan. Awas aja” gerutu Jay sambil membanting setir menuju rumah Joni. Mengemudinya seperti orang ke rasukan. Selalu meklason hingga kenadaraan di depannya marah-marah.
“Shit! Gue gak tau rumah Joni. haruskah gue telfon Om Ari? Ah bodo amat” umpatnya sambil memukul setir. Lalu Ia menghubungi Om Ari partner kerja Papahnya. Ia tahu bahwa selama ini Joni karyawan partner papanya. Sebenarnya, Jay anti menghubungi orang-orang yang bersangkutan dengan Papanya. Tapi entah mengapa seorang Zela mampu menepiskan egonya. Tanpa basa-basi Jay langsung meminta alamat Joni. Tentu saja Om Ari kaget dengan sikap Jay yang tiba-tiba. Namun, Om Ari langsung memberi alamat lengkap Joni tanpa bertanya alasannya.
Jay langsung mengaktifkan GPS. Dan monitir menujukkan, bahwa butuh wakktu setengah jam sampai di rumah Joni. Jay sangat kesal. Ia ingin marah namun kepada siapa. Ia membuang nafas berat.
“Ze, kenapa lu misterius? Lu harus membayar ulah lu. Pokoknya lu harus tanggung jawab. Ini gak lucu” monolog Jay sambil gelisah karena jalanan padat tak bergerak.
***
“Zela. Luar biasa. Kamu satu yang terbaik dari sekian banyak temanmu. Selamat nak. Orang tuamu pasti bangga”
“Terima kasih bu. Semoga saja begitu”
“Kamu tahu kenapa saya memanggilmu?”
“Maaf bu saya tidak tahu?”
“Saya mempunyai tiket kuliah di London. Dan sekian banyak mahasiswa saya memilihmu. Apakah kamu bersediah?”
“Tapi bu..”
“Pegang tiket ini jika kamu bersediah pergilah. Jika tidak kembalikan kepada saya. Di situ sudah termasuk biaya pendidikan, sehari-hari, tempat tinggal dan transportasi pulang-pergi. Dan bisa jadi paket liburan ketika musim liburan”
Zela tersentah ketika sang pramugari memberi intruksi sebelum pesawat lepas landas. Ia membenarkan duduknya. Ia menoleh ke jendela. Matanya melotot ketika melihat makhluk penghuni rumah melambaikan tanggan dan seolah nangis terseduh. Ia tersenyum simpul. Lalu Ia memakai earphonenya menyenderkan kepala dan menutup mata.
“Good bye memories”~ Zela.
Dalam waktu bersamaan. Jay telah kembali ke kantor dengan wajah lesu, lemas sedih dan entah sulit sekali di terjemahkan lewat rangkaian kata. Ia melewati semua karyawannya. Ini penampakan Jay seperti zombi untuk kali kedua.
“Jay gimana?”
Jay hanya megeleng dan mengangkat bahu. Pasarah. Ia melonggarkan dasinya dan menuju ruangannya. berharap ada pesan dari Zela. Namun nihil. Matanya melihat amplop dekat komputer. Ia lansgung membuka. Ada dua lembar kertas di dalamnya. Satu surat pengunduran diri. yang kedua:
Dear pak bos yang menyebalkan.
Ketika bos membaca surat ini, kemungkinan saya sudah tak ada di kota ini. Maaf bos saya tak pamit secara langsung. Dikarena ada unsur tertentu yang tak bisa saya ucapkan. Saya ucapkan terima kasih telah memberikan kesempatan mengais duit di tempat bos. Dan terima kasih atas waktunya menemani saya ke wahana tempo lalu. itu hari yang sangat berkesan.
Oh iya, terima kasih juga nasehatnya dan maaf reflek saya memelukmu. Ucapan bos mengingatkan saya pada Nenek. Dulu kalau saya melanggar aturannya. Saya di omelin seperti bos waktu itu, lalu saya memeluknya supaya diam. Hehehe. Sorry.
Dan Maaf ya bos bukan maksud ikut campur. Saya hanya ingin berpesan. Berdamailah dengan masa lalu. Sepahit apapun kisah masa lalu, bos harus bisa berdamai. Maafkanlah kesalahan orang yang membuat bos marah, kesal ataupun sejenisnya. Memang bicara itu enak. Tapi seenggaknya cobalah memulai berdamai dengan masa lalu. dan memaafkan orang yang menyayangimu bos. Ups! Ampun bos saya keceplosan. Semoga bahagia selalu bos kejam, menyebalkan.
Jika ingin menghubungi saya. Lewat email yang saya cantumkan. Sampai jumpa lagi bos kejam, menyebalkan. Salam buat semuanya. Oh iya... ada cinta di hati Metra yang selalu menunggu bos. Uhui... kabuuuuur. See you kapan-kapan.
“Hahaha daasar bocil. Sempat-sempatnya godain gue. Dan apaan ini? gue kira mau di kasih tau pergi kemana. Ternyata cuma nyeramahin gue. Joni pula gak tau kemana perginya. Dasar misterius”
SELESAI
Thanks masukannya kaka, siap edit :)
Comment on chapter Episode satu