Chapter XVII
Kau patahkan lagi, Aku kalah.
(2018)
Tahun baru memulai harinya lagi dan begitu cepat waktu sudah berlalu hingga sudah berganti bulan. Aku sudah menyelesaikan kuliah alih jenjang ku dan telah kembali ke kota ku. Tepat oktober lalu aku di wisuda dan kini dunia pekerjaan menantiku, aku di terima bekerja di salah rumah sakit sebagai tenaga kerja honor di kota ku. Aku bekerja denga ijazah DIII ku karena ijazah alih jenjang yang belum selesai proses nya dari kampus. Sebelum mengambil ijazah aku mencari pengalaman di rumah sakit ini. Tidak ada yang mudah di awal apalagi di dunia pekerjaan yang mengharuskan untuk beradaptasi dengan orang-orang baru. Sayangnya setelah rasa nyaman di tempat kerja aku harus mengambil ijazah ku ke kota rantau keduaku. Keputusan berat harus aku ambil untuk meninggalkan pekerjaan ini karena pada dasarnya bekerja di rumah sakit bukanlah impianku. Mama adalah orang yang selalu berpihak dengan keputusan yang ku buat sehingga membulatkan tekad ku untuk kembali ke kota yang telah menahan kakak perempuan ku untuk bekerja disana karena dia memutuskan untuk menetap disana.
“Ma, Nay mau coba les sekalian ya nanti disana?” satu keinginan yang sangat aku pendam untuk mengikuti les bahasa inggris agar dapat menambah pengetahuanku.
“Iya, tapi jangan cuma main-main, kalau ada rezkinya coba Nay kerja disana juga nggak apa-apa” satu kalimat aku simak dengan seksama dan aku memang tidak salah dengar ini restu mama yang melepaskan aku untuk merantau lagi. Tenang Ma, anak mu ini insyaallah tidak akan lupa tempat asalnya, karena aku tetap bahagia tinggal di kota penuh kenangan ini.
***
Masa-masa bekerja ku di rumah sakit pun usai dan aku melewati ramadhan dan lebaran tahun ini dengan santai. Aku begitu antusias entah mengapa seperti tidak pandai jera aku mengadakan acara bukber kembali atau reuni kecil-kecilan kelas X ku. Tahun lalu aku tidak menghadiri acara reuni karena belum pulang dari rantau dan itu mengharuskan aku tidak bertemu dengan dia pangeran batu yang meski melukaiku tapi tetap ku rindu. Meski dengan tulus dan ikhlas aku mengadakan acara ini dengan teman-teman yang lain tapi dia tidak hadir maka tepat setahun aku tidak bertemu dengannya. Semenjak perpisahan itu aku bertemu dengannya hanya beberapa kali dalam beberapa tahun karena dia yang tidak ada. Aku selalu menjadi yang tampak kalah jika untuk urusan hati apalagi rindu.
“Nay dia nggak datang, yaah ada yang rindu donk” Rosa menggoda ku.
“kamu ya sa jangan gitu” dengan cemberut tapi mengiyakan di dalam hati.
“Hai girls!!” sapa Ria dari belakang bersama suami dan anaknya. Dari teman-teman ku ini beberapa sudah menikah dari Akila, Ria, Sisi dan sebentar lagi mungkin Rosa. Di antara mereka aku dan mungkin Diandra yang tidak memiliki pasangan meski Diandra sempat memiliki pacar beberapa waktu lalu.
“kalian ya bikin baper banget sih kan jadi mau nikah juga” Diandra meluapkan isi hati dan aku menyetujui dalam diam. Ini membuat aku menyadari bahwa kami sudah beranjak dewasa semuanya bahkan ada yang sudah menjadi ibu sungguh pemandangan yang indah dan jujur benar-benar membuat iri tapi dalam hal yang baik. Ini juga membuat aku menyadari bahwa aku sudah menunggu dia dalam diam selama jeda waktu ini, delapan tahun. Entah dia tahu atau tidak itu sama sekali tidak mempengaruhi setiap hal yang terjadi. Baik Diandra, Rosa dan teman dekat ku yang lain ingin aku melupakan Dafa dan meminta ku untuk berhenti menunggu nya. Mereka mengatakan bahwa Dafa sama sekali tidak peduli pada ku jadi untuk apa aku peduli.
“Move on deh kamu Nay, dia itu belum tentu nggak pernah pacaran lagi disana” begitulah dari tahun ke tahun aku mendengar nasehat mereka. Aku tidak mengabaikan nasehat itu namun usaha ku belum menampakan hasilnya dan mungkin saja karena aku yang masih sering mencari kabar tentangnya lewat teman ku.
***
Lebaran usai dan benar hal nya aku tidak bertemu dengannya bahkan aku sudah di malang saat ini. Aku datang lebih awal untuk liburan terlebih dulu dan mendaftar les disini. Suasana kampus dan kota ini belum terlalu asing karena aku belum tepat setahun meninggalkannya. Setelah urusan kampus dan ijazah di tangan aku hendak menikmati liburan dengan belajar bahasa tapi takdir berkata lain. Aku di terima berkerja disini di tempat yang harusnya aku hindari yaitu tempat putih abu-abu berseri. Aku menjadi salah satu guru honor untuk tim kesehetan di SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) dalam beberapa waktu ke depan nanti.
***
Sekolah menjadi kenangan yang begitu indah dan sekaligus membuat gundah jika urusan kenangan putih abu-abu. Aku berjalan menyusuri sekolah ini dengan membayangkan dulu aku juga pernah ada di masa ini. Waktu begitu memunculkan kekejamannya karena itu menandakan bahwa aku sudah melangkah jauh dari masa itu apalagi dia yang bahkan tidak ingin lagi bertegur sapa dengan masa yang sebenarnya pernah menghadirkan aku dan dia.
“Siang Ibu Nayla!!” beberapa murid berlalu menyapa ku dan menyadarkan aku dari lamunan panjang yang tak berujung. Untuk beberapa waktu ke depan sekolah ini, siswa-siswa itu yang akan menjadi teman ku.
***
Telpon berdering memunculkan nama Diandra disana.
“Ya Di ada apa?” seperti resepsionis saja aku bertanya dengan kaku.
“Naaay!!! Kamu ya nggak bilang-bilang udah jadi guru disana. Jadi kamu mau menetap disana Nay?” pertanyaan Diandra membuat aku terdiam.
“Kalau bisa tetap enak di kota kita Di, ini sementara aja karena mereka butuh guru pengganti untuk guru yang sedang cuti Di. Tenang aja kalian dan kota kita tetap yang terbaik” aku mengaskan dalam hati agar tidak terhanyut dan berharap lebih dengan kota ini.
“Kamu jadi les disana Nay?”
“Iya jadi Di, nanti habis les terus guru yang aku gantiin udah selesai cuti sakit aku pulang kok” jawab ku meyakinkan Diandra. Menutup telpon dari Diandra sambil memperhatikan satu pasangan belia di sekolah. Harusnya sebagai guru aku menegur mereka tapi aku malah tersenyum dan merasa nostalgia dengan pemandangan itu. Aku pernah melewati hal itu, kebersamaan dengan rok abu-abu dengan sepatu hitam dan kaus kaki putih. Dia pernah menggandeng tanganku dengan seragam itu, dan lalu dengan seragam itu juga dia meninggalkan ku tanpa jeda. Mata ini berkaca lagi padahal aku sudah hampir dua bulan di sekolah ini tapi perasaan ini selalu berhasil mejebakku kembali ke masa itu. Sambil duduk memikirkan kekonyolan yang tidak ada hentinya aku mendengarkan salah satu lagu indonesia yang membuat aku tertarik dan terbaru di tahun ini terputar membuat masa di sekolah ini semakin membuat aku bernostalgia.
-Berpisah itu Mudah-
Percayalah sayang berpisah itu mudah,
Tak ada kamu di hidupku aku mampu
Namun menghapuskan semua kenangan kita
Adalah hal yang paling menyulitkan untukku..
Lagu ini pasti banyak di dengar oleh orang-orang yang berpisah karena memang tidak ada perpisahan yang mudah. Aku sudah berpisah tujuh tahun yang lalu darinya, tetapi dia selalu menjadi alasan dan salah satu semangat untuk hal-hal baik yang ingin ku capai. Walaupun tidak pernah ada aku dalam semangatnya dan hari-harinya. Karena sebuah kekeliruan yang aku lakukan adalah ketika dia meletakkan aku dalam deretan pilihan dan aku hanya menempatkannya di satu tempat dan satu-satunya pilihan.
“Sudahlah Nay kamu itu terlalu baik untuk laki-laki pengecut seperti dia” mereka kembali menasehati ku.
“Iya aku udah berusaha kok, aku nggak akan mau ketemu dia lagi dan aku yakin kali ini aku menang” ucapku dengan yakin.
“aku nggak rela Nay kalau kamu masih nungguin orang yang sebenarnya nggak mau di tunggu, buat apa coba?” Diandra mengeluarkan tanduk nya.
“Kamu nggak baca status-status sih Nay, dia itu kayaknya sih udah ada orang lain jadi kami sebagai sahabat memohon padamu” begitu ucapan mereka meminta aku yang sebenarnya sudah dari dulu mereka memintanya untuk melupakan Dafa. Meski kadang aku hampir berhasil tapi kadang gagal ketika aku mencari tahu tentang dia sesekali karena rasa ingin tahu. Tapi karena aku tidak berteman dengannya di media sosial aku tidak mengetahui status-status nya yang mereka bicarakan itu.
***
Hari berlalu dari nasehat mereka yang selalu terngiang di telinga ku namun rasa penasaran muncul dan aku membuka media sosial untuk mencari tahu sendiri. Selama beberapa hari aku memperhatikan media sosialnya diam-diam, kadang aku tertawa, kadang tidak tega dan khawatir, serta kasihan namun yang terpenting rindu ini membuat ku lagi dan lagi memcari tahu tentang dia membuat aku sedikit tampak konyol lagi. Satu hari itu tiba-tiba dia membuat status yang aku tahu tidak ada statusnyayang menyangkut tentang aku namun kata-kata itu begitu menusukku dalam
“aku tidak akan berbagi-bagi, nikmati saja nostalgiamu sendiri dan aku akan menikmati milikku sendiri” satu status yang membuat dia saling berkomentar dengan gebetannya di twitter hingga entah mengapa angin membuat kering mataku dan turunlah hujan setelah membaca satu komentar lagi darinya.
“Sebenarnya itu tergantung diri sendiri lagi mengapa harus peduli dan berbagi” konyol nya aku mengapa harus bersedih dengan dua kalimat itu. Tapi hatiku yang memang sudah patah semakin patah. Dia seakan menjawab pertanyaan-pertanyaan ku selama ini, seakan dia tahu bahwa aku sedang bernostalgia dan berharap dia merasakan hal yang sama. Lalu hujan mengiringi nostalgia ku yang konyol ini dengan kisah yang sudah usang, dan hati yang patah untuk ke sekian kalinya. Sungguh aku benar-benar telak kalah kali ini dan aku terlalu tahu diri untuk mundur tanpa harus dia tahu lagi. Aku anggap itu isyarat untukku yang beberapa hari ini tampak konyol menjadi stalker nya lagi.
Meski kisah yang ada tidak akan patah karena dia tetap ada disana di tempatnya namun hati ku sudah terlanjur kau paksa menyerah dan mengaku kalah. Tidak ada yang memaksa untuk menunggu karena sungguh itu pilihanku sendiri maka kali ini aku menarik tali yang telah lama aku ikatkan di sela hati. Aku telah jatuh dan memaksa diri mengaku kalah dengan kebencian mu tentang kisah kita, aku kalah dengan keinginanmu untuk tidak lagi menghiraukan ku. Aku sungguh telah kalah dalah kisah yang pernah aku anggap akan berakhir indah namun ternyata itu menempatkan ku untuk menjadi yang paling salah di mata mu. Kamu harusnya sadar tidak ada namanya ikatan dan kenangan kita jika hanya aku sendiri yang memintanya. Aku menutup kisah tentang dirimu sehingga tenang sajalah kamu cinta pertama ku, nanti jika dalam satu waktu tuhan mengharuskan kamu dan aku bertemu akan aku pastikan tidak akan ada lagi sapa untukmu. Aku pastikan itu, aku kalah dan usailah benang harapan yang pernah aku rangkai tentang kita. Jangan ada kata sombong jika nanti kamu melihat aku yang hanya berlalu melewatimu, karena itu artinya aku masih pilu. Aku berharap kamu bahagia dan tersenyum lebar nantinya jika kita sudah dapat saling menyapa tanpa iba dan merasa terpaksa karena artinya sepenuhnya rasa tentang mu telah aku kubur dalam di kotak hati yang tidak akan lagi aku buka.
Mungkin cerita-cerita klasik tentang cinta pertama yang tidak bersatu itu benar adanya karena aku dan dia mengalami hal yang sama. Pupus harapan ku tentang menjadikan dia cinta pertama dan terakhir serta satu-satunya. Aku tahu jika sebuah pertemuan akhirnya berubah perpisahan dan kemudian akan menghadirkan pertemuan baru karena selalu ada kejutan dalam kisah cinta yang tersusun indah oleh sang pemilik semesta. Aku akan terus berusaha untuk belajar mengikhlaskan, karena meski ikhlas itu sulit tapi untuk tidak ikhlas hanya akan memberikan rasa sakit. Biarlah untuk sementara ini aku jadi penunggu hati tapi nanti aku yakin aku akan di beri kisah lagi oleh sang pemilik hati.
“Di, aku sudah menyerah tentang dia ingatkan aku ya jika nanti aku lupa kalau sedang melupakannya” satu kalimat terkirim untuk sahabat terbaikku ini di iringi kaca-kaca yang perlahan meretak dari mata. Sungguh aku tidak pernah berbohong tentang luka ini karena sungguh aku sangat mengnginkan kisah ini indah tidak hanya bermula namun berakhirnya, namun aku tidak tahu mengapa takdir saat ini benar-benar tidak berpihak untuk aku dan dia. Kisah yang tak patah ini telah mengubah arah bukan karena lelah tapi sudah kalah oleh waktu yang tidak menyetujui arah untuk membawa mu kembali padaku.
terimakasih ^^
Comment on chapter Si Biru yang Menjadi Abu