Loading...
Logo TinLit
Read Story - Drama untuk Skenario Kehidupan
MENU
About Us  

Pembacaan naskah pada adegan kedua berlangsung heboh seisi ruangan klub film, dari hening karena tidak bisa berkata seenaknya pada Michelle takut akan kena teguran lagi hingga membuat gelak tawa bereaksi akan kehebohan pembacaan dialog dari tokoh pembantu, terutama yang berperan sebagai teman sekelas Celia, sang tokoh utama.

Aura negativitas seakan terduduki oleh aura positivitas entah kenapa, terlalu cepat beradaptasi dengan keberadaan Michelle yang sebenarnya dinilai tidak pantas sebagai pemeran utama karena tidak melalui proses casting. Mereka dapat menilai potensial dari kemampuan Michelle dalam berakting dan membacakan dialog dalam naskah.

Memasuki adegan ketiga, saat semakin banyak yang memberi pendapat berupa kritik dan saran sebagai catatan perbaikan bagi setiap pemeran, Ivan akhirnya meginjakkan kaki pada lantai ruangan klub film, ternganga akan kehebohan latihan dengan pembacaan naskah, tidak menyangka tanpa dia suruh seluruh pemeran sudah mulai berlatih berbicara menggunakan dialog.

“Eh, Ivan!” sahut Bayu sontak menghentikan proses latihan mereka.

“Whoa, enggak apa-apa, kok. Justru gue suka sama attitude lo, tanpa gue suruh, ternyata lo udah pada mulai latihan,” balas Ivan tetap ternganga.

“Ini Ryan yang ngajak kok buat latihan,” sahut Wulan.

“Ya, daripada gabut sih, mending latihan aja sambil nunggu,” Ryan membela.

“Oke, oke, enggak apa-apa gue ganggu bentar latihannya. Nanti diterusin lagi. Soalnya, ada yang pengen gue ngomongin bentar aja,” Ivan meminta, “nah, yang belum kebagian kerjaan, apalagi jadi pemeran atau enggak jadi kameraman, bisa bantu-bantu juga di pascaproduksi.”

Ivan mengambil spidol dan mulai menulis di whiteboard, terutama mengenai pembagian kru pascaproduksi. Editor, produser, dan penata musik menjadi pokok utama dalam pascaproduksi dalam pembuatan film. Editing dalam film juga menjadi pengaruh apakah sebuah film akan terlihat indah dalam pandangan penonton, apalagi jika diselipi musik latar.

“Yang paling gue pengen ngomongin musik latar. Kita juga pengen kan project ini di-upload ke YouTube, kalau pengen film kita stay di sana, mau enggak mau kita enggak boleh sembarang milih background song-nya, takut kena copyright. Gue pengen film kita ada original composition, termasuk original song-nya pas nanti credits di akhir. So, ada yang pengen bikin musik buat filmnya?”

Rendy, pemuda berambut gondrong belah dua, mengangkat tangan di barisan duduk belakang. “Gue udah mulai bikin lagu, kayaknya bisa dibikin ending theme-nya. Gue juga pengen aransemen lagu background-nya, kayaknya kepikiran bakal kayak gimana.”

“Oke, Rendy yang bakal jadi penata musiknya. Kita bakal tunggu aransemen kamu buat ini film.” Ivan menuliskan nama Rendy di bawah tulisan penata musik. “Yang lainnya, bisa jadi produser atau enggak editor, kan? Buat ngedit filmnya pas udah jadi. Kalau produser, bakal aktif juga selama seluruh proses pembuatan film, kayak gue, sutradaranya. Yang jadi produser, gue pengen lo bantu kasih masukan pas latihan, pas syuting, sama pas editing.”

Ivan sekali lagi menuliskan nama anggota yang belum kebagian peran apapun, baik di depan atau di belakang kamera, membagi tugas sebagai produser atau editor. Seluruh anggota menatap setiap nama yang tertulis pada papan tulis, terutama yang belum kebagian peran apapun, memastikan diri mereka menjadi produser atau editor.

“Tiara sama Priscil enggak ada ya?” tanya Jenni pada seorang anggota laki-laki di dekatnya.

Ivan meminta, “Gue sama Jenni sama para produser di sini bakal usahain nih, lo juga, lo semua, kita bakal mulai syuting awal Oktober, di kampus. Karena Sabtu dipakai buat ospek jurusan, kita hari Minggu aja syutingnya. Usahain, akhir November kita udah kelar syuting, terus editing kelar sebelum UAS. Kayaknya proses syutingnya bakal kepotong UTS, jadi kita bakal syuting kemungkinan sampai sore atau enggak malam.

“Gue pengen kerjasama dari lo, gue pengen lihat attitude baik lo, gue enggak bakal baik-baik banget, gue bakalan tegas sama lo. Kita enggak pengen film kita enggak jadi lagi cuma gara-gara cari masalah apapun.”

Michelle mengangguk saat mengingat sidang UP, yakni acara menunjukkan proposal skripsi, akan diadakan pada pekan yang sama dengan syuting perdana. Dengan begitu, dia dapat mempersiapkan untuk sidang terlebih dahulu demi menenangkan diri saat syuting perdana.

“Minggu depan, kita coba lagi latihan kayak syuting beneran ya, gue enggak mau ada yang telat satu detik pun. Usahain jangan pada telat, termasuk gue sendiri,” pinta Ivan, “ada yang mau disampaiin sebelum latihan lagi?”

Bayu mengangkat tangan. “Oh ya, kita bisa terusin latihan pada lag imager di kostan, kalau enggak lagi ngerjain tugas.”

“Nah! Itu yang lagi gue usahain!” jawab Ryan. “Sekalian hapalin biar enggak repot-repot pas syuting.”

“Oke, kalau gitu aja, kita terusin aja latihannya. Sampai scene ketiga, kan?” seru Ivan. “Oke, kita mulai!”

***

“Oke, kita cukupi aja latihan hari ini, jangan lupa hapalin dialog kalian,” sapa Ivan ketika langit terlihat mulai menghitam dari arah jendela.

Seluruh anggota klub film yang berkumpul dan duduk bangkit dari karpet atau matras bersiap untuk mengangkat kaki dari ruangan, masing-masing membawa tas untuk meninggalkan daerah kampus dan pulang. Sikap mereka sungguh berubah jika dibandingkan saat latihan perdana, wajah berseri-seri memenuhi suasana latihan yang begitu mengundang gelak tawa dan pendapat.

“Ivan.” Michelle mendekati Ivan yang mulai menghapus setiap tulisan di papan tulis.

“Ya.” Ivan berbalik menatap Michelle.

“Uh … pas kemarin … ma-makasih,” Michelle mengucapkan dengan terbata-bata.

“Ya, enggak apa-apa. Gue juga agak muak sama perlakuan Margin ke lo waktu itu sampai lo mecahin kamera, apalagi kemarin, dorong lo di depan semua orang. Ketua sudah seharusnya bertanggung jawab dengan anggotanya, sama aja kayak sutradara dengan pemain dan krunya. Gue ngelihat lo punya potensi, lo punya bakat jadi pemeran utama. Lo udah berkembang dari pas latihan perdana, tinggal confidence-nya aja.”

Menatap senyuman Ivan, entah kenapa … Michelle terdiam, tepat setelah pemuda di hadapannya itu berkata-kata. Tidak disangka, sang sutradara rela melindungi Michelle dari provokasi Margin.

“Uh … gue duluan, ya,” pamit Michelle canggung menundukkan kepala.

“Oh ya, jangan lupa latihan naskahnya di kostan!” sahut Ivan begitu Michelle telah mengangkat kaki dari ruang klub film.

Sambil menatap Michelle meninggalkan halaman belakang gedung kampus dari kejauhan, Ivan mengambil kembali ponsel dari saku celana. Begitu membuka kunci pada layar, notifikasi pesan masuk langsung muncul.

Sesuai dugaan, pesan itu berasal dari ibunya. Isi pesannya tentu sudah bisa Ivan tebak dalam hati sampai menggelengkan kepala. Alih-alih membalas, dia langsung menghapus pesan yang repetitif itu.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Peran Pengganti; Lintang Bumi
1695      755     10     
Romance
Sudah banyak cerita perjodohan di dunia ini. Ada sebagian yang akhirnya saling jatuh cinta, sebagian lagi berpisah dengan alasan tidak adanya cinta yang tumbuh di antara mereka. Begitu juga dengan Achala Annandhita, dijodohkan dengan Jibran Lintang Darmawan, seorang pria yang hanya menganggap pernikahannya sebagai peran pengganti. Dikhianati secara terang-terangan, dipaksa menandatangani su...
Under a Falling Star
1040      611     7     
Romance
William dan Marianne. Dua sahabat baik yang selalu bersama setiap waktu. Anne mengenal William sejak ia menduduki bangku sekolah dasar. William satu tahun lebih tua dari Anne. Bagi Anne, William sudah ia anggap seperti kakak kandung nya sendiri, begitupun sebaliknya. Dimana ada Anne, pasti akan ada William yang selalu berdiri di sampingnya. William selalu ada untuk Anne. Baik senang maupun duka, ...
Memorieji
7641      1617     3     
Romance
Bagi siapapun yang membaca ini. Ketahuilah bahwa ada rasa yang selama ini tak terungkap, banyak rindu yang tak berhasil pulang, beribu kalimat kebohongan terlontar hanya untuk menutupi kebenaran, hanya karena dia yang jadi tujuan utama sudah menutup mata, berlari kencang tanpa pernah menoleh ke belakang. Terkadang cinta memang tak berpihak dan untuk mengakhirinya, tulisan ini yang akan menjadi pe...
NIKAH MUDA
2839      1043     3     
Romance
Oh tidak, kenapa harus dijodohin sih bun?,aku ini masih 18 tahun loh kakak aja yang udah 27 tapi belum nikah-nikah gak ibun jodohin sekalian, emang siapa sih yang mau jadi suami aku itu? apa dia om-om tua gendut dan botak, pokoknya aku gak mau!!,BIG NO!!. VALERRIE ANDARA ADIWIJAYA KUSUMA Segitu gak lakunya ya gue, sampe-sampe mama mau jodohin sama anak SMA, what apa kata orang nanti, pasti g...
Aku & Sahabatku
17528      2466     4     
Inspirational
Bercerita tentang Briana, remaja perempuan yang terkenal sangat nakal se-SMA, sampai ia berkenalan dengan Sari, sifatnya mengubah hidupnya.
Di Bawah Langit Bumi
2400      922     87     
Romance
Awal 2000-an. Era pre-medsos. Nama buruk menyebar bukan lewat unggahan tapi lewat mulut ke mulut, dan Bumi tahu betul rasanya jadi legenda yang tak diinginkan. Saat masuk SMA, ia hanya punya satu misi: jangan bikin masalah. Satu janji pada ibunya dan satu-satunya cara agar ia tak dipindahkan lagi, seperti saat SMP dulu, ketika sebuah insiden membuatnya dicap berbahaya. Tapi sekolah barunya...
Anne\'s Daffodil
1098      419     3     
Romance
A glimpse of her heart.
Aku Lupa Cara Mendeskripsikan Petang
562      386     2     
Short Story
Entah apa yang lebih indah dari petang, mungkin kau. Ah aku keliru. Yang lebih indah dari petang adalah kita berdua di bawah jingganya senja dan jingganya lilin!
Aku benci kehidupanku
375      256     1     
Inspirational
Berdasarkan kisah nyata
Manusia Air Mata
977      596     4     
Romance
Jika air mata berbentuk manusia, maka dia adalah Mawar Dwi Atmaja. Dan jika bahagia memang menjadi mimpinya, maka Arjun Febryan selalu berusaha mengupayakan untuknya. Pertemuan Mawar dan Arjun jauh dari kata romantis. Mawar sebagai mahasiswa semester tua yang sedang bimbingan skripsi dimarahi habis-habisan oleh Arjun selaku komisi disiplin karena salah mengira Mawar sebagai maba yang telat. ...