Loading...
Logo TinLit
Read Story - Raha & Sia
MENU
About Us  

Sia tidak pernah merasa se-gemas ini pada seseorang! 

Sudah setengah jam ia menunggu Raha keluar dari ruangan itu, sudah setengah jam pula Sia hanya berdiri di sudut tembok ini layaknya batu. Kalau saja Raha bukan orang baru di hidupnya, sudah ia garuk muka pria itu! Raha berhasil membuatnya bertanduk.

"Itu mereka di dalam bahasin apa sih? Lama banget." Sia menghela pendek. "Au ah! Bodo amat. Sia mau pulang!"

Langkah kaki kelima, Sia mendengar suara pintu yang terbuka.

"Mau kemana?"

Alhasil ia berbalik badan. Di sana ada Raha yang menatapnya penuh selidik, sedang pria paruh baya di samping Raha tampak berbungkuk formal.

"Sekali lagi, terimakasih tuan atas kunjungannya." Ramah pria itu. Raha tak menjawab melainkan hanya menepuk pundaknya sopan. 

Raha menghampiri Sia. "Mari saya antar pulang."

"Tidak usah," ketus yang perempuan. 

"Sebagai ucapan terimakasih saya karena kamu sudah menemani saya, maka-"

"Menemani? Lebih tepatnya menunggu seperti orang idiot."

Raha menggaruk tengkuknya. "Yaa, saya minta maaf. Saya juga tidak tahu kalau pak Yahya tidak mau ada orang lain."

"Terserah." Balas Sia seadanya. Ia pun meninggalkan Raha duluan, turun kembali ke bawah dan melewati pengunjung cafe. Sia tak peduli akan Raha yang memanggil-manggil namanya. Sebenarnya Sia teringat surat, namun ia tak peduli lagi. Terserah bagaimana cara Raha mengirim surat itu, Sia tak peduli.

Namun setibanya di pelataran, rupanya Raha berhasil mensejajarkan langkah. "Sia, tunggu."

Dan ya, Sia berbalik badan. Namun enggan menatap pria itu. "Saya mau pulang. Seragam ini masih saya pakai besok."  

"Makanya biar saya yang antar."

"Saya bilang tidak usah!" Bentak Sia merasa kesal sendiri. "Anda ini kenapa sih, sebenarnya? Kenapa anda mengganggu saya?"

"Apa saya terlihat seperti itu? Saya tidak mengganggu kamu, Sia."

"Anda membuat saya pusing. Sejak awal bertemu, saya memang merasa ada yang aneh pada cara anda menatap saya. Kejadian kemarin, dan hari ini. Tadi saya bertanya apa anda suka pada saya, anda mengatakan saya ini over percaya diri." Cecar Sia berkepanjangan. "Lelucon macam apa ini?"

"Sia, bukan seperti itu."

"Lalu seperti apa? Bahkan saya ragu kalau pertemuan kita hari ini adalah suatu kebetulan. Sekarang beritahu saya, apa ada sesuatu yang anda inginkan dari saya? Apa itu? Ayo beritahu. Apa saya terlihat mencuri barang anda malam itu dan anda-"

"Sia cukup!" Tegas Raha dengan rahang yang mengeras. Ia sudah duga sejak awal kalau Sia ini tipe perempuan yang banyak bicara dan tidak mau mendengarkan pihak lain, maunya hanya diri sendiri yang benar. 

"Iya, saya su-"

"STOP!" Sela Sia cepat, ia tidak mau mendengar kelanjutan kalimat itu dari Raha.

Kemudian Hening.

Sia tahu persis apa yang akan Raha katakan tadi. Sia bahkan tidak terkejut lagi bila harus mendengarnya. Karena ia sudah menduga. "Saya tidak mau dengar."

Raha langsung cengo mendengar kalimat itu. Raha heran, perempuan macam apa Sia ini? Apa dia benar-benar buta akan pesona Raha sehingga bisa-bisanya ia berkata seperti tadi? Tidakkah Sia tahu seberapa hebat detak jantung Raha saat bersiap mengatakan kalimat itu? Bahkan detakannya seperti menghantam rusuk.

Raha mengulangnya, berharap setidaknya Sia merona. "Tapi saya benar-benar su-"

"Saya minta agar anda jangan mengatakan hal itu! Saya tidak mau mendengarnya, dan saya tidak mau peduli setelahnya. Anda mengerti?" 

Dan ya, disela lagi.

"Melihat kamu seperti ini, bukannya membuat saya mundur." Raha pun angkat bicara. "Justru saya melihat penolakan ini sebagai pacuan untuk saya lebih semangat lagi mendekati kamu."

"Saya tidak dengar. Saya sedang pakai sendal." Sia melangkah pergi. Dan lagi, Raha menahannya. Kali ini Raha menghadang jalannya. 

"Maksudnya? Apa hubungannya pendengaran dengan sendal? Dan, kamu kan, pakai sepatu bukan sendal?" Picing Raha.

Sia pun menghela napas gusar. Ia tidak suka berlama-lama di sini. "Lupakan. Saya lapar, anda telah membuang waktu saya." 

"Mari makan di dalam? Atau, mau saya antar ke restoran?"

"Kalau pun saya niat makan di dalam lagi, maka saya tidak ingin anda ikut bersama saya."

"Tapi kenapa, Sia?"

Sia tak langsung menjawab melainkan pergi dari situ, melangkah jauh lalu berteriak, "Sia capek ngomong kayak robot!" 

 

? ? ? ?

 

Malamnya, Sia kepikiran. 

"Saya tidak hanya melihat kamu. Tapi saya juga melihat masa depan saya."

"Kalau kamu suka, simpan saja sebagai kenang-kenangan. Kalau tidak suka, simpan juga. Karena saya akan membuatmu menyukainya."

"Percayalah, saya akan berhasil. Sama seperti yang tadi, berhasil memposisikan diri saya menjadi sesuatu yang berharga."

"Bukankah sesuatu itu disebut berharga ketika ada yang memutuskan untuk mencarinya?"

Kalau dipikir-pikir, Raha ini orangnya melankolis juga. Dia bertutur semaunya. Namun anehnya Sia menangkap itu bukan sebagai gombalan yang semunya berkepanjangan, namun sebagai rajutan puisi di kala senja. Mengevokasi, bukan mencandu. 

Hm. Sia akui, memang. Raha sangat lihai merangkai kata. Dengan gestur prosa-nya yang khas, Raha mempunyai cara tersendiri mengungkapkan isi hatinya. 

Namun sayangnya, Sia bukan tipe perempuan yang mudah luluh hatinya. Tidak menampik, sih, kalau Sia bisa saja tersipu dan termakan prosa -prosa itu. Namun hanya sampai situ, Sia tidak mau membangun urusan lebih dengan lelaki manapun. Baginya, pacaran itu membuang waktu. 

Ini semata-mata ditilik dari sudut pandang Sia. Lagipula, kesenangan hidup tidak hanya dilihat dari sisi asmara. Dan bagi Sia Tadirana, selagi ada makanan maka everything's gonna be fine. Tidak peduli mau ia dicecar jomblo kek, tak laku kek, Sia tak ambil hati. Lagipula seperti yang ia yakini, tidak usah takut perihal jodoh karena sesungguhnya jodoh kita sedang berada di tangan yang maha menjaga. Ah ya, ponsel Sia berdering.

Helen.

"Halo,"

"Waalaikumsalam." Sindir Sia cepat.

"Iya, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Lah? Kenapa jadi kebolak-balik sih?" Kekehnya. "Ada apa nih Helen nelpon malam-malam?"

Terdengar helaian napas Helen di seberang. "Lo benar."

"Benar apa?"

"Tentang Raha."

"Yahhh," Sia berdecak. "Telat Helen percayanya. Tadi Sia ketemu lagi sama dia."

"Apa? Kok bisa?"

Sebenarnya Sia malas sekali menyebut nama Raha. Namun sepertinya, Helen berhak tahu kalau sepupunya kurang waras.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
November Night
389      279     3     
Fantasy
Aku ingin hidup seperti manusia biasa. Aku sudah berjuang sampai di titik ini. Aku bahkan menjauh darimu, dan semua yang kusayangi, hanya demi mencapai impianku yang sangat tidak mungkin ini. Tapi, mengapa? Sepertinya tuhan tidak mengijinkanku untuk hidup seperti ini.
Konstelasi
929      484     1     
Fantasy
Aku takut hanya pada dua hal. Kehidupan dan Kematian.
Menuntut Rasa
493      374     3     
Short Story
Ini ceritaku bersama teman hidupku, Nadia. Kukira aku paham semuanya. Kukira aku tahu segalanya. Tapi ternyata aku jauh dari itu.
Tepian Rasa
1409      700     3     
Fan Fiction
Mencintai seseorang yang salah itu sakit!! Namun, bisa apa aku yang sudah tenggelam oleh dunia dan perhatiannya? Jika engkau menyukai dia, mengapa engkau memberikan perhatian lebih padaku? Bisakah aku berhenti merasakan sakit yang begitu dalam? Jika mencintaimu sesakit ini. Ingin aku memutar waktu agar aku tak pernah memulainya bahkan mengenalmu pun tak perlu..
Melepaskan
465      319     1     
Romance
Ajarkan aku membenci tawamu, melupakan candamu. Sebab kala aku merindu, aku tak bisa lagi melihatmu..
Ocha's Journey
341      278     0     
Romance
Istirahatlah jika kau lelah. Menangislah jika kau sedih. Tersenyumlah jika kau bahagia. Janganlah terlalu keras terhadap dirimu sendiri.
Gloria
3741      1287     3     
Romance
GLORIA, berasal dari bahasa latin, berarti ambisi: keinginan, hasrat. Bagimu, aku adalah setitik noda dalam ingatan. Namun bagiku, kamu adalah segumpal kenangan pembuat tawaku.
Premium
GUGUR
15511      2053     9     
Romance
Ketika harapan, keinginan, dan penantian yang harus terpaksa gugur karena takdir semesta. Dipertemukan oleh Kamal adalah suatu hal yang Eira syukuri, lantaran ia tak pernah mendapat peran ayah di kehidupannya. Eira dan Kamal jatuh dua kali; cinta, dan suatu kebenaran yang menentang takdir mereka untuk bersatu. 2023 © Hawa Eve
Perjalanan Kita: Langit Pertama
1972      929     0     
Fantasy
Selama 5 tahun ini, Lemmy terus mencari saudari kembar dari gadis yang dicintainya. Tetapi ia tidak menduga, perjalanan panjang dan berbahaya menantang mereka untuk mengetahui setiap rahasia yang mengikat takdir mereka. Dan itu semua diawali ketika mereka, Lemmy dan Retia, bertemu dan melakukan perjalanan untuk menyusuri langit.
JUST A DREAM
1049      518     3     
Fantasy
Luna hanyalah seorang gadis periang biasa, ia sangat menyukai berbagai kisah romantis yang seringkali tersaji dalam berbagai dongeng seperti Cinderella, Putri Salju, Mermaid, Putri Tidur, Beauty and the Beast, dan berbagai cerita romantis lainnya. Namun alur dongeng tentunya tidaklah sama kenyataan, hal itu ia sadari tatkala mendapat kesempatan untuk berkunjung ke dunia dongeng seperti impiannya....