Read More >>"> Raha & Sia (7| Kesal) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Raha & Sia
MENU
About Us  

Sia tidak pernah merasa se-gemas ini pada seseorang! 

Sudah setengah jam ia menunggu Raha keluar dari ruangan itu, sudah setengah jam pula Sia hanya berdiri di sudut tembok ini layaknya batu. Kalau saja Raha bukan orang baru di hidupnya, sudah ia garuk muka pria itu! Raha berhasil membuatnya bertanduk.

"Itu mereka di dalam bahasin apa sih? Lama banget." Sia menghela pendek. "Au ah! Bodo amat. Sia mau pulang!"

Langkah kaki kelima, Sia mendengar suara pintu yang terbuka.

"Mau kemana?"

Alhasil ia berbalik badan. Di sana ada Raha yang menatapnya penuh selidik, sedang pria paruh baya di samping Raha tampak berbungkuk formal.

"Sekali lagi, terimakasih tuan atas kunjungannya." Ramah pria itu. Raha tak menjawab melainkan hanya menepuk pundaknya sopan. 

Raha menghampiri Sia. "Mari saya antar pulang."

"Tidak usah," ketus yang perempuan. 

"Sebagai ucapan terimakasih saya karena kamu sudah menemani saya, maka-"

"Menemani? Lebih tepatnya menunggu seperti orang idiot."

Raha menggaruk tengkuknya. "Yaa, saya minta maaf. Saya juga tidak tahu kalau pak Yahya tidak mau ada orang lain."

"Terserah." Balas Sia seadanya. Ia pun meninggalkan Raha duluan, turun kembali ke bawah dan melewati pengunjung cafe. Sia tak peduli akan Raha yang memanggil-manggil namanya. Sebenarnya Sia teringat surat, namun ia tak peduli lagi. Terserah bagaimana cara Raha mengirim surat itu, Sia tak peduli.

Namun setibanya di pelataran, rupanya Raha berhasil mensejajarkan langkah. "Sia, tunggu."

Dan ya, Sia berbalik badan. Namun enggan menatap pria itu. "Saya mau pulang. Seragam ini masih saya pakai besok."  

"Makanya biar saya yang antar."

"Saya bilang tidak usah!" Bentak Sia merasa kesal sendiri. "Anda ini kenapa sih, sebenarnya? Kenapa anda mengganggu saya?"

"Apa saya terlihat seperti itu? Saya tidak mengganggu kamu, Sia."

"Anda membuat saya pusing. Sejak awal bertemu, saya memang merasa ada yang aneh pada cara anda menatap saya. Kejadian kemarin, dan hari ini. Tadi saya bertanya apa anda suka pada saya, anda mengatakan saya ini over percaya diri." Cecar Sia berkepanjangan. "Lelucon macam apa ini?"

"Sia, bukan seperti itu."

"Lalu seperti apa? Bahkan saya ragu kalau pertemuan kita hari ini adalah suatu kebetulan. Sekarang beritahu saya, apa ada sesuatu yang anda inginkan dari saya? Apa itu? Ayo beritahu. Apa saya terlihat mencuri barang anda malam itu dan anda-"

"Sia cukup!" Tegas Raha dengan rahang yang mengeras. Ia sudah duga sejak awal kalau Sia ini tipe perempuan yang banyak bicara dan tidak mau mendengarkan pihak lain, maunya hanya diri sendiri yang benar. 

"Iya, saya su-"

"STOP!" Sela Sia cepat, ia tidak mau mendengar kelanjutan kalimat itu dari Raha.

Kemudian Hening.

Sia tahu persis apa yang akan Raha katakan tadi. Sia bahkan tidak terkejut lagi bila harus mendengarnya. Karena ia sudah menduga. "Saya tidak mau dengar."

Raha langsung cengo mendengar kalimat itu. Raha heran, perempuan macam apa Sia ini? Apa dia benar-benar buta akan pesona Raha sehingga bisa-bisanya ia berkata seperti tadi? Tidakkah Sia tahu seberapa hebat detak jantung Raha saat bersiap mengatakan kalimat itu? Bahkan detakannya seperti menghantam rusuk.

Raha mengulangnya, berharap setidaknya Sia merona. "Tapi saya benar-benar su-"

"Saya minta agar anda jangan mengatakan hal itu! Saya tidak mau mendengarnya, dan saya tidak mau peduli setelahnya. Anda mengerti?" 

Dan ya, disela lagi.

"Melihat kamu seperti ini, bukannya membuat saya mundur." Raha pun angkat bicara. "Justru saya melihat penolakan ini sebagai pacuan untuk saya lebih semangat lagi mendekati kamu."

"Saya tidak dengar. Saya sedang pakai sendal." Sia melangkah pergi. Dan lagi, Raha menahannya. Kali ini Raha menghadang jalannya. 

"Maksudnya? Apa hubungannya pendengaran dengan sendal? Dan, kamu kan, pakai sepatu bukan sendal?" Picing Raha.

Sia pun menghela napas gusar. Ia tidak suka berlama-lama di sini. "Lupakan. Saya lapar, anda telah membuang waktu saya." 

"Mari makan di dalam? Atau, mau saya antar ke restoran?"

"Kalau pun saya niat makan di dalam lagi, maka saya tidak ingin anda ikut bersama saya."

"Tapi kenapa, Sia?"

Sia tak langsung menjawab melainkan pergi dari situ, melangkah jauh lalu berteriak, "Sia capek ngomong kayak robot!" 

 

? ? ? ?

 

Malamnya, Sia kepikiran. 

"Saya tidak hanya melihat kamu. Tapi saya juga melihat masa depan saya."

"Kalau kamu suka, simpan saja sebagai kenang-kenangan. Kalau tidak suka, simpan juga. Karena saya akan membuatmu menyukainya."

"Percayalah, saya akan berhasil. Sama seperti yang tadi, berhasil memposisikan diri saya menjadi sesuatu yang berharga."

"Bukankah sesuatu itu disebut berharga ketika ada yang memutuskan untuk mencarinya?"

Kalau dipikir-pikir, Raha ini orangnya melankolis juga. Dia bertutur semaunya. Namun anehnya Sia menangkap itu bukan sebagai gombalan yang semunya berkepanjangan, namun sebagai rajutan puisi di kala senja. Mengevokasi, bukan mencandu. 

Hm. Sia akui, memang. Raha sangat lihai merangkai kata. Dengan gestur prosa-nya yang khas, Raha mempunyai cara tersendiri mengungkapkan isi hatinya. 

Namun sayangnya, Sia bukan tipe perempuan yang mudah luluh hatinya. Tidak menampik, sih, kalau Sia bisa saja tersipu dan termakan prosa -prosa itu. Namun hanya sampai situ, Sia tidak mau membangun urusan lebih dengan lelaki manapun. Baginya, pacaran itu membuang waktu. 

Ini semata-mata ditilik dari sudut pandang Sia. Lagipula, kesenangan hidup tidak hanya dilihat dari sisi asmara. Dan bagi Sia Tadirana, selagi ada makanan maka everything's gonna be fine. Tidak peduli mau ia dicecar jomblo kek, tak laku kek, Sia tak ambil hati. Lagipula seperti yang ia yakini, tidak usah takut perihal jodoh karena sesungguhnya jodoh kita sedang berada di tangan yang maha menjaga. Ah ya, ponsel Sia berdering.

Helen.

"Halo,"

"Waalaikumsalam." Sindir Sia cepat.

"Iya, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Lah? Kenapa jadi kebolak-balik sih?" Kekehnya. "Ada apa nih Helen nelpon malam-malam?"

Terdengar helaian napas Helen di seberang. "Lo benar."

"Benar apa?"

"Tentang Raha."

"Yahhh," Sia berdecak. "Telat Helen percayanya. Tadi Sia ketemu lagi sama dia."

"Apa? Kok bisa?"

Sebenarnya Sia malas sekali menyebut nama Raha. Namun sepertinya, Helen berhak tahu kalau sepupunya kurang waras.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
PENYIHIR DARI KUBURAN KARANG ANYAR
464      299     0     
Fantasy
Dalam kehidupan manusia di tahun 2123 di mana ilmu pengetahuan dan teknologi semakin canggih dan maju, semua orang dapat mengekspresikan diri dan mendapatkan apa pun yang mereka mau, asal mereka mampu. Standar kehidupan yang meningkat itu dibarengi dengan meningginya biaya hidup, sehingga uang gaji hanya cukup untuk membayar apartemen, gas-listrik-air, uang transport, pakaian dan makanan. Masalah...
Power Of Bias
1064      614     1     
Short Story
BIAS. Istilah yang selalu digunakan para penggemar K-Pop atau bisa juga dipakai orang Non K-Pop untuk menyatakan kesukaan nya pada seseoraang. Namun perlu diketahui, istilah bias hanya ditujukan pada idola kita, atau artis kesukaan kita sebagai sebuah imajinasi dan khayalan. Sebuah kesalahan fatal bila cinta kita terhadap idola disamakan dengan kita mencitai seseorang didunia nyata. Karena cin...
Kala Saka Menyapa
10841      2628     4     
Romance
Dan biarlah kenangan terulang memberi ruang untuk dikenang. Sekali pun pahit. Kara memang pemilik masalah yang sungguh terlalu drama. Muda beranak begitulah tetangganya bilang. Belum lagi ayahnya yang selalu menekan, kakaknya yang berwasiat pernikahan, sampai Samella si gadis kecil yang kadang merepotkan. Kara butuh kebebasan, ingin melepas semua dramanya. Tapi semesta mempertemukannya lag...
A Day With Sergio
1314      642     2     
Romance
Just a Cosmological Things
847      473     2     
Romance
Tentang mereka yang bersahabat, tentang dia yang jatuh hati pada sahabatnya sendiri, dan tentang dia yang patah hati karena sahabatnya. "Karena jatuh cinta tidak hanya butuh aku dan kamu. Semesta harus ikut mendukung"- Caramello tyra. "But, it just a cosmological things" - Reno Dhimas White.
Paragraf Patah Hati
5333      1700     2     
Romance
Paragraf Patah Hati adalah kisah klasik tentang cinta remaja di masa Sekolah Menengah Atas. Kamu tahu, fase terbaik dari masa SMA? Ya, mencintai seseorang tanpa banyak pertanyaan apa dan mengapa.
May be Later
14279      2144     1     
Romance
Dalam hidup pasti ada pilihan, apa yang harus aku lakukan bila pilihan hidupku dan pilihan hidupmu berbeda, mungkin kita hanya perlu mundur sedikit mengalahkan ego, merelakan suatu hal demi masa depan yang lebih baik. Mungkin di lain hari kita bisa bersanding dan hidup bersama dengan pilihan hidup yang seharmoni.
Premium
The Secret Of Bond (Complete)
5768      1305     1     
Romance
Hati kami saling terikat satu sama lain meskipun tak pernah saling mengucap cinta Kami juga tak pernah berharap bahwa hubungan ini akan berhasil Kami tak ingin menyakiti siapapun Entah itu keluarga kami ataukah orang-orang lain yang menyayangi kami Bagi kami sudah cukup untuk dapat melihat satu sama lain Sudah cukup untuk bisa saling berbagi kesedihan dan kebahagiaan Dan sudah cukup pul...
Kamu, Histeria, & Logika
57186      6234     58     
Romance
Isabel adalah gadis paling sinis, unik, misterius sekaligus memesona yang pernah ditemui Abriel, remaja idealis yang bercita-cita jadi seorang komikus. Kadang, Isabel bisa berpenampilan layaknya seorang balerina, model nan modis hingga pelayat yang paling berduka. Adakalanya, ia tampak begitu sensitif, tapi di lain waktu ia bisa begitu kejam. Berkat perkenalannya dengan gadis itu, hidup Abriel...
Persapa : Antara Cinta dan Janji
7259      1775     5     
Fantasy
Janji adalah hal yang harus ditepati, lebih baik hidup penuh hinaan daripada tidak menepati janji. Itu adalah sumpah seorang persapa. "Aku akan membalaskan dendam keluargaku". Adalah janji yang Aris ucapkan saat mengetahui seluruh keluarganya dibantai oleh keluarga Bangsawan. Tiga tahun berlalu semenjak Aris mengetaui keluarganya dibantai dan saat ini dia berada di akademi persa...