Loading...
Logo TinLit
Read Story - AMORE KARAOKE
MENU
About Us  

 Kita msh d sini nungguin lo.

Pesan itu mengalahkan keragun-keraguan yang terulur menarik kakinya untuk menjauhi kafe bernuansa klasik yang ramai itu.  Hampir 20 menit berdiri di sebrang  tempat nongkrong belantai dua itu, pandangannya hanya tertuju bergantian ke ponsel yang digenggamannya dan bangunan di depannya.

Apa ini tindakan yang benar?

Satu pertanyaan itu tidak henti terngiang di benaknya dan jawabannya tidak akan pernah didapatkan, kecuali  melangkah ke dalam sana lalu duduk berhadapan dengan mereka.

Embusan angin malam menyentak Mora seolah mendorongnya untuk menyebrangi jalan dan membuka pintu kaca kafe itu. Mora menghela napas pelan. Dirapatkannya jaket yang membungkus dirinya lalu sekali lagi memelototi pesan LINE dari Cecil yang belum terbuka itu sebelum akhirnya melangkah menyebrangi jalan.

Semoga setelah memasuki kafe itu, kehidupannya terutama kehidupan pertemanannya kembali normal. Entah akhirnya akan buruk atau baik, dia harus menghadapi realita itu. Karena itu adalah jawaban atas pertanyaan yang terus mengusik benaknya.

***

Nyatanya hal buruk menyambutnya di dalam sana. Di ruangan berlampu temaram itu, gebrakan keras yang disusul dengan suara pecahan gelas mengambil alih suasana kafe menjadi sepi senyap. Semua pasang mata tertuju pada meja paling pojok—tempat berdirinya seorang laki-laki dengan mata yang memerah dan tangan terkepal kuat. Tidak perlu diragukan lagi, jemari terlipat yang buku-bukunya lecet itu penyebab meja itu nyaris terjungkal dan sukses memuntahkan semua barang di atasnya. Puluhan pasang mata di dua lantai tertanam pada sosok menyeramkan yang kini sedang melangkah lebar, menembus beberapa pelayan kafe dan pengunjung yang terpaku berdiri di tengah ruangan. Menebak-nebak ke mana langkah itu berhenti, mereka menahan napas sambil mengikuti gerak langkah kaki itu. Hingga akhirnya langkah itu terhenti di depan seorang perempuan yang tubuhnya dalam seketika bergetar hebat.

Mora mencengkram kuat-kuat tali tasnya. Napasnya berderu cepat seolah telah berlari ratusan kilometer.Raut cowok itu. Tatapan cowok itu. Bibir datar cowok itu. Rahang cowok itu. Masih menampilkan ekspresi yang sama bahkan lebih mengerikan. 

“Kenapa lo berani banget muncul di depan gue?” Suara Devon bernada rendah sarat kebencian.

Devon memendekkan jarak, menyisakan jarak kurang dari sepuluh sentimeter. “Lo udah janji nggak akan muncul lagi di depan gue seumur hidup lo. Kenapa sekarang lo berani banget membiarkan mata gue menangkap lo?”

Mora tidak mampu berkutik sedikit pun. Bibirnya terbuka tipis lalu mengatup lagi. Padahal dia telah berusaha menjauhkan pandangannya bertemu dengan mata gelap itu namun kekuatan kebencian cowok itu terhadapnya tidak mengizinkannya. Kalau tadi saat berdiri di luar angin malam yang menusuk kulitnya, kini embusan napas kebencian cowok itu yang menusuk sel-sel tubuhnya.

Devon mendengus, gemas melihat Mora yang hanya bergeming.“Lo enak banget jalan-jalan di dunia ini, masih punya nyali rupanya.”

Yang hanya mampu Mora lakukan hanya mengigit kuat-kuat bagian dalam bibirnya. Mengapa bumi  memerangkap dirinya dan cowok itu di saat yang tidak tepat? Di saat dia sedang berusaha bangkit melawan masa lalu,  menghadapi realita yang menyakitkan dan di saat mencoba membangun bangunan yang telah hancur.

“Kenapa bumi sudi ditapaki oleh?”

Mora bagai memasuki tempat yang diselimuti kobaran api saat dilihatnya pupil mata cowok itu semakin melebar seolah ingin melahapnya.

“Banyak pertanyaan yang terus tersarang di otak gue.”

Devon memangkas habis jarak yang tersisa membuat Mora mundur, menabrak meja bundar di belakangnya. Namun, hasrat Devon menelannya hidup-hidup sudah sangat tinggi sehingga jarak yang tercipta langsung terhapus. Hingga akhirnya, dinding di belakangnya mencegah Mora untuk menciptakan jarak kembali.

“Kenapa bumi masih memberi lo hak untuk melanjutkan hidup? Kenapa lo masih diberi kesempatan untuk menggapai semua impian lo. Sedangkan dia—yang lo matikan—kenapa impiannya harus terenggut? Kenapa lo masih bisa berjalan di tengah ramainya orang sedangkan dia sendirian diselimuti gundukan tanah?”

Bola mata kecoklatan itu semakin memincing tajam, memberi sinyal munculnya kalimat yang semakin membahayakan.

Devon membungkuk lalu menjulurkan lehernya ke samping kepala Mora. “Ini nggak adil.Kenapa lo nggak ikut aja dengan dia?Apa semua hal yang udah gue perbuat nggak cukup bikin lo menghilang dari bumi ini?” Bisiknya berdesis.

Serangan mulut sadis cowok itu sukses memuntahkan emosi yang telah menyesaki dada Mora. Didorongnya Devon dengan kekuatan yang tanpa disadari Mora begitu kuat hingga dia merasa lengannya nyaris copot. Keadaan mulai berbalik. Mora tak lagi menciptakan jarak, tapi dia mulai berjalan mengenyahkan jarak yang tercipta.

“Lo sendiri sama hal dengan gue. Lo sendiri adalah pembunuh. Pembunuh sadis yang mematikan korbannya secara perlahan-lahan, membiarkan korbannya menderita sepanjang tahun.” Sembur Mora sengit. “Lo mau tahu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan lo? Jawabannya karena bumi nggak selamanya mau ditapaki oleh orang yang menghalau realita, tapi bumi membiarkan dirinya ditapaki oleh orang yang kuat menghadapi realita.” Mora menghela napas kuat-kuat, wajah sangar itu semakin mengerikan dari detik ke detik.“Itu alasannya gue masih sanggup berdiri di sini, nggak terpengaruh untuk mengakhiri hidup.”

Dorongan air mata yang sudah bergumul di pelupuk mata tak mampu lagi ditahan Mora. Bulir air mata mulai mengaliri pipinya.“Gue dicap sebagai pembunuh dan kini bokap gue memiliki julukan yang sama dengan gue. Dua realita yang senantiasa menyerang gue.” Suara Mora menekik tinggi yang akhirnya teredam oleh isak tangisnya. “Orang paling kuat adalah orang yang mampu menghadapi kenyataan hidupnya.Orang paling lemah adalah lo, orang yang selalu menolak takdir yang telah digariskan oleh Tuhan.” Mora menjulurkan lehernya, rambut keritingnya menjuntai menyentuh pundak Devon. “Apa lo pikir Nanzo di atas sana bahagia? Gue rasa, dia nggak bahagia sama sekali.”Bisiknya.

Devon menegang. Dia menolehkan kepalanya perlahan. Dilihatnya Mora  yang telah membalikkan badan dan kembali menuju pintu masuk kafe.

“Woy, jangan pernah mulut lo sebut nama dia!” Teriak Nanzo sambil melangkah lebar mengejar Mora. Tangannya hampir mencekal pundak cewek itu ketika sesuatu dari samping menghantam ganas rahangnya hingga tubunya jatuh tersungkur menabrak meja-meja di sekitarnya.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • dede_pratiwi

    fresh banget ceritanya hehe. ditunggu kelanjutannya ya :)

    Comment on chapter Chapter 1
Similar Tags
AVATAR
7966      2247     17     
Romance
�Kau tahu mengapa aku memanggilmu Avatar? Karena kau memang seperti Avatar, yang tak ada saat dibutuhkan dan selalu datang di waktu yang salah. Waktu dimana aku hampir bisa melupakanmu�
If Is Not You
10563      2167     1     
Fan Fiction
Kalau saja bukan kamu, mungkin aku bisa jatuh cinta dengan leluasa. *** "Apa mencintaiku sesulit itu, hmm?" tanyanya lagi, semakin pedih, kian memilukan hati. "Aku sudah mencintaimu," bisiknya ragu, "Tapi aku tidak bisa melakukan apapun." Ia menarik nafas panjang, "Kau tidak pernah tahu penderitaan ketika aku tak bisa melangkah maju, sementara perasaank...
Finding Home
1990      940     1     
Fantasy
Bercerita tentang seorang petualang bernama Lost yang tidak memiliki rumah maupun ingatan tentang rumahnya. Ia menjelajahi seluruh dunia untuk mencari rumahnya. Bersama dengan rekan petualangannya, Helix si kucing cerdik dan Reina seorang putri yang menghilang, mereka berkelana ke berbagai tempat menakjubkan untuk menemukan rumah bagi Lost
ARABICCA
2896      1055     2     
Romance
Arabicca, seorang gadis penderita schizoid personality disorder. Selalu menghindari aktivitas sosial, menjauhi interaksi dengan orang lain, tertutup dan mengucilkan diri, terpaksa harus dimasukkan ke sekolah formal oleh sang Ayah agar dia terbiasa dengan aktivitas sosial dan berinteraksi dengan orang lain. Hal tersebut semata-mata agar Arabicca sembuh dari gangguan yang di deritanya. Semenj...
It Takes Two to Tango
464      341     1     
Romance
Bertahun-tahun Dalmar sama sekali tidak pernah menginjakkan kaki di kota kelahirannya. Kini, ia hanya punya waktu dua minggu untuk bebas sejenak dari tanggung jawab-khas-lelaki-yang-beranjak-dewasa di Balikpapan, dan kenangan masa kecilnya mengatakan bahwa ia harus mencari anak perempuan penyuka binatang yang dulu menyelamatkan kucing kakeknya dari gilasan roda sepeda. Zura tidak merasa sese...
Violetta
616      365     2     
Fan Fiction
Sendiri mungkin lebih menyenangkan bagi seorang gadis yang bernama Violetta Harasya tetapi bagi seorang Gredo Damara sendiri itu membosankan. ketika Gredo pindah ke SMA Prima, ia tidak sengaja bertemu dengan Violetta--gadis aneh yang tidak ingin mempunyai teman-- rasa penasaran Gredo seketika muncul. mengapa gadis itu tidak mau memiliki teman ? apa ia juga tidak merasa bosan berada dikesendiri...
Kumpulan Quotes Random Ruth
2046      1082     0     
Romance
Hanya kumpulan quotes random yang terlintas begitu saja di pikiran Ruth dan kuputuskan untuk menulisnya... Happy Reading...
Drama untuk Skenario Kehidupan
10483      2131     4     
Romance
Kehidupan kuliah Michelle benar-benar menjadi masa hidup terburuknya setelah keluar dari klub film fakultas. Demi melupakan kenangan-kenangan terburuknya, dia ingin fokus mengerjakan skripsi dan lulus secepatnya pada tahun terakhir kuliah. Namun, Ivan, ketua klub film fakultas baru, ingin Michelle menjadi aktris utama dalam sebuah proyek film pendek. Bayu, salah satu anggota klub film, rela menga...
Chahaya dan Surya [BOOK 2 OF MUTIARA TRILOGY]
11487      2118     1     
Science Fiction
Mutiara, or more commonly known as Ara, found herself on a ship leading to a place called the Neo Renegades' headquarter. She and the prince of the New Kingdom of Indonesia, Prince Surya, have been kidnapped by the group called Neo Renegades. When she woke up, she found that Guntur, her childhood bestfriend, was in fact, one of the Neo Renegades.
You Can
1218      767     1     
Romance
Tentang buku-buku yang berharap bisa menemukan pemilik sejati. Merawat, memeluk, hingga menyimpannya dengan kebanggaan melebihi simpanan emas di brankas. Juga tentang perasaan yang diabaikan pemiliknya, "Aku menyukainya, tapi itu nggak mungkin."