Keesokan harinya, ketika Eun-Hye membuka mata, ia tidak mendapati Hyun-Shik di kamar itu. Tampaknya lelaki itu tidak bisa tidur semalaman setelah semua rahasianya terbongkar. Walau Eun-Hye sudah merasa bahwa Hyun-Shik adalah Ji-Hyun sejak kejadian ramyeon di tempat persembunyian. Di sisi lain, kecurigaan Eun-Hye terhadap Woo-Hyun juga meningkat sejak pertemuan di kantor. Tentang siapa lelaki itu dan hubungannya dengan kasus lima belas tahun yang lalu. Bahkan lelaki itu membeberkan segala informasi tentang Im Jae-Ra yang bekerja sama dengan seseorang untuk menguasai Seoul, juga alasan Im Jae-Ra membunuh putra presiden lima belas tahun yang lalu.
Kenapa lelaki itu mengatakan hal itu padanya? Bahkan memberi tahu identitas Hyun-Shik yang hanya bisa diakses oleh Hyun-Shik sendiri.
Siapa Woo-Hyun sebenarnya?
“Kau sudah bangun?”
Eun-Hye tersentak ketika suara parau Hyun-Shik menyapa telinganya. Ia menoleh ke arah Hyun-Shik yang duduk di teras dengan dua cangkir kopi hangat di meja. Lelaki itu memanggilnya sambil mengangkat salah satu cangkir kopi yang dibuat khusus untuk Eun-Hye. Eun-Hye tersenyum, lalu menghampiri Hyun-Shik dan duduk di hadapan lelaki itu.
“Selamat pagi,” ujar lelaki itu dengan senyum yang mengembang di wajahnya.
Perempuan itu mengangguk sembari menyeruput kopinya sebelum membalas salam Hyun-Shik. “Ya, pagi. Apa kau belum tidur dari semalam?”
“Bagaimana kau tahu?”
“Ada lingkaran hitam di sekitar matamu. Kau juga terlihat sangat lelah.”
“Sekarang kau bicara seperti detektif saja. Sebenarnya, aku terkejut ketika tahu kau yang mengirim pesan itu padaku. Apa Ahn Woo-Hyun yang menyuruhmu melakukannya?”
Eun-Hye mengangguk. “Ya, dia bilang aku akan melihat Hyun-Shik yang sebenarnya jika mengirimkan pesan seperti itu dengan menggunakan namanya. Sebenarnya aku sempat bingung apa yang dimaksud olehnya, tapi setelah memikirkan semua tentang ’Hyun-Shik’, aku mulai sadar kalau yang dibicarakan Woo-Hyun memang benar.” Eun-Hye mengeluarkan sebuah foto keluarga, lalu memberikannnya pada Hyun-Shik. “Woo-Hyun tahu segala tentangmu dan juga tentangku. Bahwa kau adalah Han Ji-Hyun, anak yang hilang setelah kematian ibunya.”
“Pantas dia bertindak seakan mengenalku. Siapa dia dan apa hubungannya dengan kasus itu. Kenapa kau percaya padanya? Tidak menutup kemungkinan dia adalah bawahan Im Jae-Ra.”
“Aku percaya padanya, lagipula tidak mungkin ia bawahan Im Jae-Ra.”
“Kenapa kau begitu yakin? Bisa saja ia menipumu, kan?”
“Dia ingin menjatuhkan Im Jae-Ra dan dia bilang kalau ayahmu adalah orang yang menyelamatkannya,” ujar Eun-Hye.
Hyun-Shik terdiam. Matanya membulat ketika jawaban itu terucap. Pikirannya melayang, mencoba menebak-nebak identitas Ahn Woo-Hyun saat itu juga. “Jika artinya ia ingin membalas budi pada ayahku, kenapa dia membicarakan semua rahasia itu denganmu, bukan denganku.”
“Kau akan menemukan jawabannya nanti setelah kita pulang.” Perempuan itu menegak habis kopinya, lalu memakai kembali mantel yang dipinjamkan Hyun-Shik. Ia berdiri, lalu meregangkan otot-ototnya yang kaku. “Aku lapar. Apa kau tahu kedai makanan di dekat sini?”
“Tentu saja.”
***
“Akhirnya aku menemukan kedai tradisional seperti ini.” Eun-Hye berkata dengan wajah berseri-seri dan senyum lebar ketika Hyun-Shik membawanya ke salah satu kedai makanan yang bernuansa tradisional, tempat yang diimpi-impikannya sejak kecil.
Seorang pelayan menempatkan mereka di salah satu meja di tengah ruangan. Eun-Hye memandang sekelilinya dengan kagum. Kedai tradisional itu tampak sepi, mungkin karena masih pagi. Dengan interior bergaya rumah tradisional Korea. Meja dan lantai kayunya, serta dinding-dinding dengan lukisan Korea. Ia menyukai alunan musik Korea yang mengalun lembut.
Eun-Hye mendesah senang, lalu menatap Hyun-Shik yang duduk di hadapannya. “Kenapa seleramu bagus sekali? Tapi bukankah kedainya masih tutup?”
“ Aku punya syarat spesial di sini,” bisik Hyun-Shik.
Seorang perempuan berusia lima puluhan keluar dari dapur bersama pelayan yang membawakan makanan untuk mereka tanpa harus memesan terlebih dahulu. Sang pelayan meletakkan satu set makanan tradisional yang terdiri dari Galbi, Kongnamul Bab, Oi Naengguk, Moo Saengchae dan Seolleotang.
“Akhirnya kau pulang lagi. Makanlah, aku tahu kau pasti lapar.” Nenek itu berujar dengan lembut seperti seorang ibu yang menyuruh anaknya untuk makan.
Hyun-Shik tersenyum. “Terima kasih. Aku berhutang padamu.”
“Aku harus kembali untuk bersiap-siap, jika kau membutuhkan sesuatu kau bisa memanggil pelayan di sini,” ujar nenek pemilik kedai sembari berlalu meninggalkan mereka.
Hyun-Shik memerhatikan Eun-Hye yang menatapnya bingung seolah meminta penjelasan. “Dia yang membantu keluargaku dulu,” jawab Hyun-Shik sembari melahap sepotong galbi, sedangkan beberapa potong lainnya ia berikan pada Eun-Hye.
“Aku dilahirkan di keluarga yang miskin. Ayahku pulang sebulan sekali dan ibuku hanya pelayan di kedai ini. Kami biasa makan di kedai ini, begitu juga ayahku. Yah, pokoknya akan sangat menyedihkan jika kau tahu semuanya. Aku tidak ingin menceritakannya padamu lebih detail lagi,” ujar Hyun-Shik sembari melanjutkan sarapannya. Ia beralih pada lobak yang diiris kecil-kecil.
Eun-Hye tersenyum simpul melihat lelaki itu makan dengan lahap seperti orang yang tidak makan selama tiga hari. Hal ini membuatnya tak bisa membayangkan betapa kerasnya hidup lelaki yang selama ini ia cintai. Ia mulai melahap potongan galbi yang diberikan Hyun-Shik. Bumbu yang menyerap sempurna membuatnya makan cukup lahap meski kadang terganggu oleh irisan kecil bawang.
“Apa ayahku pernah ke sini?” tanya Eun-Hye tanpa mengalihkan pandangannya dari irisan bawang yang ia singkirkan.
“Ya. Kami sering ke sini, juga taman dan rumah itu.”
“Apa dia makan dengan lahap?”
Hyun-Shik mengangguk. “Ya, dia suka makanan di sini.”
“Syukurlah. Kupikir kalian makan makanan yang tidak sehat,” ujar Eun-Hye sambil terkekeh. “Tapi setelah hari ini aku akan sering-sering membuatkanmu makanan. Aku tidak akan membiarkanmu kelaparan lagi,” ujar Eun-Hye tanpa menyadari kalau Hyun-Shik sedang memerhatikannya.
Setelah selesai, mereka berpamitan pada nenek pemilik kedai. Tapi kali ini, nenek itu memerhatikan Eun-Hye dengan teliti seakan sedang meneliti objek langka. Bahkan sampai memicingkan matanya.
“Sepertinya kau mirip dengan Seo-Jung. Apa kau putrinya?” tanya nenek itu.
Eun-Hye mengangguk sambil tersenyum. “Ya, namaku Kim Eun-Hye.”
“Ahh! Jadi kau putri yang sering dibicarakan, ya. Ternyata kau sangat cantik dan aku tidak menyangka putra Nam-Shik kini bersama dengan putri Seo-Jung. Seperti sebuah takdir yang mempertemukan kalian. Kuharap kalian selalu bersama hingga akhir.” Nenek itu berkata seraya tertawa kecil melihat keduanya yang salah tingkah. Seperti pasangan baru pada umumnya.
Tak mau berlama-lama, mereka membungkukkan tubuhnya dan mengucapkan terima kasih. Nenek itu tertawa lagi, lalu memeluk keduanya sejenak sebelum melepaskannya kembali. “Aku harap bisa bertemu dengan kalian lagi dan tolong jaga diri kalian.”
“Jangan khawatir. Akan kupastikan lelaki ini tak akan kelaparan lagi dan membuatkannya makanan setiap hari,” ujar Eun-Hye sambil tertawa.
“Ya, terima kasih. Aku akan mengingat kalian terus. Sampai jumpa.”
Mereka berdua berbalik dan kembali melangkah meninggalkan nenek yang tersenyum lebar itu. Ia tidak menyangka di usia senjanya masih bisa bertemu dengan keturunan dua agen rahasia yang hebat. Apalagi keturunannya saling mencintai.
Hyun-Shik menggenggam tangan Eun-Hye memasuki mobil. Mereka memutuskan untuk kembali ke rumah Eun-Hye karena mereka sadar pasti banyak orang yang khawatir, khususnya ibu Eun-Hye dan Yoon-Jung.
Eun-Hye kembali tertidur ketika Hyun-Shik mengendarai mobil, membuat lelaki itu berniat mengusilinya. Ia menepikan mobil ke pinggir jalan, lalu membuka sabuk pengamannya. Tangannya bergerak menyentuh pinggiran wajah Eun-Hye, lalu mendekatkan wajahnya pada perempuan itu. Perlahan, Hyun-Shik mulai mengikis jarak antara mereka, lalu mengecup bibir perempuan itu dengan lembut dan kembali menjauhkan wajahnya. Senyumnya mengembang, lalu lelaki itu melepaskan mantel dan menyelimuti Eun-Hye sebelum kembali mengendarai mobil. Ia sesekali menyentuh bibirnya dan kadang berpikir kalau ia sudah gila sekarang, khususnya karena kejadian semalam yang membuatnya tidak bisa tidur.
Tepat ketika mereka hampir sampai, Eun-Hye terbangun, lalu melirik Hyun-Shik yang fokus dengna jalan raya. Senyumnya mengembang, lalu membenarkan posisi duduknya.
“Sudah bangun?” Hyun-Shik melirik dari ekor matanya.
Eun-Hye mengangguk. “Sebentar lagi kita sampai.”
“Padahal aku ingin menunjukkan wajah konyolmu pada ibumu.” Hyun-Shik tersenyum tipis ketika Eun-Hye mencubit lengannya.
Tak sampai lima menit, mereka sampai di rumah Eun-Hye. Mata Hyun-Shik memicing melihat mobil sedan berwarna hitam terparkir di halaman rumah. Seperti ia pernah melihat mobil itu sebelumnya.
Eun-Hye turun dari mobil sebelum Hyun-Shik, lalu memasuki rumah. “Aku pulang!”
Kedatangan mereka disambut dengan antusias para pelayan, terutama Yoon-Jung, sedangkan ibunya tampak sedang berbincang dengan lelaki yang ia curigai, Ahn Woo-Hyun. Ketika mereka masuk ke dalam, Woo-Hyun tampak mengembangkan senyum pada Eun-Hye dan Hyun-Shik. Lelaki itu bangkit dari duduk dan menghampiri mereka. Bahkan memeluk Eun-Hye dan bersalaman dengan Hyun-Shik.
“Jadi, apa hubungan kalian membaik?”
Eun-Hye mengangguk seraya tersenyum. “Ini berkat kau.”
“Apa hubungan Eun-Hye dan Hyun-Shik ada masalah?” tanya ibu Eun-Hye sembari menghampiri putrinya dan Hyun-Shik.
“Ah, kami sempat bertengkar sedikit, tapi sekarang kami sudah berteman lagi.”
“Berteman? Sungguh berteman?” goda Woo-Hyun sambil melirik ke arah Hyun-Shik yang menatapnya tajam. Ia tersenyum pada lelaki itu, tapi Hyun-Shik malah menghindarinya dan menghampiri Jung-Im yang berdiri agak jauh dari mereka.
“Semalam perangkapnya, ya?” tanya Jung-Im.
“Ya. Dia benar-benar pintar menipu dan mengungkap identitasku.”
“Bagaimana dia tahu tentang identitasmu?”
Belum sempat Hyun-Shik menjawab, ia mendapat sebuah pesan singkat dari nomor yang tidak dikenal. Ia membukanya, lalu membaca dalam diam.
Ikut aku setelah ini
-Ahn Woo-Hyun-
“Aku akan mendapat jawabannya hari ini,” ujar Hyun-Shik sambil melihat ke arah Woo-Hyun yang tersenyum padanya. Lelaki itu tampak pamit pada Eun-Hye dan ibunya, lalu pergi. Lelaki misterius yang mengetahui masa lalunya dan juga masa lalu Eun-Hye. Setelah kejadian ini, rasa kecurigaannya semakin besar. Apa memang benar Ahn Woo-Hyun adalah kaki tangan Im Jae-Ra?
Akan ia pastikan lelaki itu mati jika itu memang benar.
Sesaat setelah mobil Woo-Hyun melaju, Hyun-Shik meninggalkan Jung-Im dan memasuki mobilnya. Ia tidak memedulikan Jung-Im atau Eun-Hye yang memanggil namanya karena saat ini ia harus memastikan Woo-Hyun teman atau musuh. Dengan kepala yang dingin, tanpa emosi yang bisa memengaruhi suasana hatinya.
Hyun-Shik mengikuti mobil hitam yang melaju kencang di jalanan Seoul yang cukup padat. Terlihat jelas kalau lelaki itu menantangnya dengan menyalip mobil-mobil yang ada di depan. Hyun-Shik tak mau kalah. Ia mempercepat laju mobillnya mengejar Woo-Hyun yang melaju menuju suatu tempat yang tidak disangka oleh Hyun-Shik.
Tempat kematian Seo-Jung. Gedung yang pembangunannya terhenti dan kini terbengkalai. Ia ingat ketika Lee Kyung-Ju meracuni Seo-Jung dengan Novichok hingga akhirnya lelaki itu meninggal di depan matanya.
Hyun-Shik turun, lalu menghampiri Woo-Hyun. “Siapa kau sebenarnya?” Hyun-Shik langsung to the point.
“Bisakah kita santai sebentar? Kau benar-benar benci padaku, ya?”
“Aku tidak punya waktu untuk berbasa-basi denganmu. Kau tahu tentang kasus lima belas tahun yang lalu, tentang masa laluku dan Eun-Hye, dan tentang identitas asliku.” Hyun-Shik menatap lelaki itu dengan tajam. “Tidak ada yang tahu identitas asliku selain Seo-Jung dan Jung-Im sebelum ini. Apa kau bagian intelijen?”
Woo-Hyun terbahak. “Semua perkataanmu memang benar, tapi ada satu yang salah. Aku bukan bagian dari intelijen. Aku hanya lelaki seusiamu yang tertarik dengan dunia bisnis. Lagipula aku bukan orang bodoh yang mati-matian membela negara, lalu mati seperti Seo-Jung atau ayahmu.”
“Tutup mulutmu.”
“Ah, aku tahu kau pasti tersinggung dengan ucapanku barusan, tapi itulah kenyataannya. Seo-Jung mati di tempat ini dengan cara yang konyol. Itu membuatku sedikit kecewa.”
Hyun-Shik mendesah kesal dan sesekali menggigit bibir bawahnya. “Kurasa aku tidak punya waktu untuk bicara pada lelaki sepertimu. Jangan dekati Eun-Hye, jangan harap bisa menjadikannya alat untuk bisnis atau semacamnya,” ujar Hyun-Shik sembari berlalu. Rasa penasarannya berganti menjadi rasa kesal ketika lelaki itu mulai mengatakan hal buruk tentang ayahnya dan Seo-Jung.
“Bukan itu yang ingin kukatakan padamu. Ini masalah tentang Eun-Hye, tentang kalian.” Woo-Hyun kembali bicara dan berhasil membuat langkah Hyun-Shik terhenti. Hyun-Shik kembali menoleh pada Woo-Hyun yang menghampirinya.
“Aku ingin berterima kasih padamu telah menjaganya selama aku tidak ada. Aku juga berterima kasih padamu karena telah mencintainya, karena kau menjadi alasannya untuk bertahan,” ujar Woo-Hyun dengan raut wajah serius, tapi juga lembut.
“Apa maksudmu?” Alis Hyun-Shik bertaut, tidak mengerti arah tujuan pembicaraan mereka saat ini.
Woo-Hyun mengulurkan tangannya pada Hyun-Shik. “Namaku Kim Nam-Gil, saksi pembunuhan Han Nam-Shik lima belas tahun yang lalu dan juga kakak kandung Kim Eun-Hye.”
Seketika Hyun-Shik mematung mendengar pengakuan dari Woo-Hyun. Seperti kehilangan akal sehatnya sekarang. Ia tidak bisa berkata, lidahnya terasa kelu dan menatap Woo-Hyun tak percaya.
“Mungkin ini terdengar gila, tapi ayahmu yang menyelamatkanku malam itu. Dia berusaha keras untuk menyelamatkanku dan Go-Eun dari Lee Kyung-Ju. Sejak saat itu aku berniat untuk mencarimu, tapi ada berita bahwa kau menghilang. Aku juga tahu kehadiranku tidak boleh diketahui oleh mereka, jadi aku bersembunyi dalam nama Ahn Woo-Hyun dan mencarimu diam-diam.”
“Apa? Bagaimana aku bisa mempercayaimu!?”
“Aku tahu ini terdengar mustahil, tapi inilah kenyataannya.”
“Bagaimana bisa aku memercayai ucapanmu?! Bagaimana aku tahu kalau kau tidak berbohong saat ini!?” Hyun-Shik mulai meninggikan suaranya dan menajamkan tatapannya pada Woo-Hyun.
“Eun-Hye tidak suka bawang, dia juga tidak suka gelap. Dua rahasia yang hanya diketahui keluarganya. Menurutmu, kenapa aku ingin Eun-Hye tahu kau adalah Han Ji-Hyun? Menurutmu kenapa aku memberitahu bahwa Im Jae-Ra di balik semua penderitaannya? Kau pikir aku mendapatkan informasi itu dengan mudah? Nyawaku dipertaruhkan dalam informasi itu.”
Hyun-Shik terdiam, membenarkan semua perkataan lelaki di hadapannya ini. Memang benar kalau rahasia Eun-Hye hanya diketahui oleh keluarganya. Tentang dirinya sebagai Han Ji-Hyun dan kasus lima belas tahun yang lalu.
“Kau benar-benar … kakaknya Eun-Hye?” tanyanya ragu.
Woo-Hyun mengangguk. “Aku pikir aku tidak akan bisa menemukanmu dan membalas nyawa ayahmu. Tapi ternyata kau sudah dewasa, bahkan jauh lebih hebat dari yang aku bayangkan.”
Hyun-Shik terdiam. Pikirannya kacau, luka lamanya kembali terbuka ketika mengingat saat ia dan ibunya mendengar berita kematian ayahnya. Ia mengusap wajahberkali-kali, mencoba mengendalikan perasaan kacau yang menguasainya saat ini.
“Kau benar, kau seharusnya tidak berada di sini. Kau harus-“
“Aku tahu, tapi tolong rahasiakan ini dari Eun-Hye dan aku punya satu permintaan untukmu.” Woo-Hyun mendekati Hyun-Shik dan menepuk bahunya. “Jika kau mencintai adikku, tolong jangan libatkan ia dalam penderitaan ini lagi. Dia sudah sangat menderita hingga sekarang, aku tidak ingin bebannya bertambah. Aku tahu aku tidak pantas mengatakan hal seperti ini, tapi kasus ini terlalu berbahaya untuknya.”
“Maafkan aku,” lirih Woo-Hyun.
Hyun-Shik terdiam, jantungnya seakan remuk ketika lelaki di hadapannya ini memintanya untuk menjauh dari Eun-Hye. Di sisi lain, ia membenarkan perkataan itu, tapi di sisi lain … ia tidak ingin jauh dari perempuan itu. Setelah menimbang cukup lama, lelaki itu mengangguk. “Baiklah. Aku mengerti perasaanmu sebagai kakak. Mulai besok, aku tidak akan muncul lagi di hadapan Eun-Hye.”
Ia tidak ingin kehilangan Eun-Hye. Satu hal yang ia inginkan yaitu kebahagiaan. Demi orangtua Eun-Hye yang telah menyelamatkannya, ia akan mengorbankan segala yang ia punya, termasuk melepas perempuan itu.
Bunyi dering ponselnya membuat Hyun-Shik tersadar dari pemikirannya yang kacau. Ia mengeluarkan ponsel dan mengangkat panggilan Jung-Im.
Ia memiliki firasat buruk.
***
Dengan perasaan kalang kabut, dua lelaki itu menerobos kerumunan pelayan yang berbisik satu sama lain di dalam rumah Eun-Hye. Hyun-Shik segera menemui Jung-Im yang terluka parah dengan beberapa luka tikam, sedangkan Woo-Hyun mencari keberadaan Eun-Hye di sekitar rumah itu.
“Apa yang terjadi sebenarnya?” tanya Hyun-Shik sambil memindahkan Jung-Im ke sofa, lalu melepas mantel dan merobek bagian lengan. Ia menekan darah yang terus mengalir dari perut kanan sahabatnya itu. Keringat sudah membanjiri tubuh dan pikirannya kacau. Ia dan Woo-Hyun langsung bergegas menuju tempat ini ketika Jung-Im menghubunginya dan menjelaskan tentang penyerangan yang baru saja terjadi.
“Maafkan aku, tapi semua terjadi begitu cepat. Ketika kau pergi, sekelompok orang tiba-tiba menerobos masuk dan menyerang kami. Harusnya aku bisa melindungi Eun-Hye, tapi ….”
“Tenanglah, jangan salahkan dirimu seperti ini,” ujar Hyun-Shik mencoba menenangkan Jung-Im dan dirinya sendiri.
“Maafkan aku, Hyun-Shik.”
Hyun-Shik menggelengkan kepala. “Tidak, ini bukan salahmu. Kau tidak perlu melakukan apa-apa dan diamlah di sini.”
Jung-Im mengangguk lemah. Kesadarannya menurun karena rasa sakit yang luar biasa dari beberapa luka tikam yang cukup dalam. Tak lama Woo-Hyun kembali dan menghampiri Hyun-Shik yang sedang membersihkan luka-luka Jung-Im.
“Ini gawat. Semuanya ulah Im Jae-Ra dan aku pikir mereka sudah kehabisan akal,” ujar Woo-Hyun dengan napas yang terengah-engah.
“Kau benar. Pemilihan wali kota akan diadakan sebentar lagi. Mereka pasti khawatir karena kita bisa kapan saja mengungkap kebenaran kasus itu.” Hyun-Shik menyetujui pemikiran Woo-Hyun.
Setelah selesai menutup luka-luka Jung-Im, ia mengeluarkan ponselnya dan mulai melacak keberadaan Eun-Hye. Sebuah titik hitam yang terus bergerak menuju daerah Gwangjin yang belum jauh dari tempatnya sekarang.
“Woo-Hyun, bisakah aku mengandalkanmu?”
“Tentu saja.”
“Lindungi Jung-Im dan semua yang ada di sini. Kirimkan semua pengawalmu untuk berjaga di sekitar sini.”
“Bagaimana denganmu? Apa badan intelijen tidak mengirimkan bantuan atau semacamnya?”
“Mereka tidak bisa diandalkan. Bahkan mereka membiarkan Seo-Jung meninggal sia-sia.”
Woo-Hyun menghela napas kesal. Ia mulai menghubungi para pengawal setianya untuk datang kemari, sedangkan Hyun-Shik memerhatikan titik itu dengan teliti. Tak lama, titik itu berhenti di suatu tempat yang ia ketahui sebagai kantor cabang J&R yang mendekati perbatasan Seoul.
“Woo-Hyun,” panggil Hyun-Shik membuat lelaki itu menoleh.
“Apa?”
“Jika sesuatu terjadi padaku hari ini, tolong jangan biarkan Eun-Hye mengetahuinya. Jangan khawatir, aku pasti akan menyelamatkan Eun-Hye dengan taruhan nyawaku, “ ujar Hyun-Shik dengan tatapan serius.
“Kau yakin?”
Hyun-Shik mengangguk. Ia berjalan menuju kamar yang ia tempati, lalu di menit kelima lelaki itu keluar dengan pakaian serba hitam, dengan penutup wajah dan topi. Ia berjalan mendekati Woo-Hyun, lalu berbisik, “Aku akan menghilang dari hidupnya setelah hari ini.”
Belum sempat Woo-Hyun menjawab, lelaki itu telah melesat ke pintu keluar dan terdengar suara mobil Hyun-Shik yang siap melaju. Ia masih mematung di tempat, merenungkan kembali kata-kata yang diucapkan Hyun-Shik barusan. Terbesit rasa bersalahnya pada lelaki itu, tapi inilah yang harus ia lakukan untuk melindungi Eun-Hye.
***
[Bahasa Korea] Galbi = Iga panggang di Korea
[Bahasa Korea] Kongnamul Bab = Nasi campur tauge
[Bahasa Korea] Oi Naengguk = Sup mentimun dingin
[Bahasa Korea] Moo Saengchae = kimchi dari lobak yang diiris-iris
[Bahasa Korea] Seolleotang = sup tulang sapi yang berkuah kental
Novischok Jenis racun saraf
Keren banget ceritanya.
Comment on chapter Prolog