Loading...
Logo TinLit
Read Story - When the Winter Comes
MENU
About Us  

Dengan pakaian serba hitam dan topi, Ji-Hyun duduk di kursi paling belakang pengadilan yang saat ini tengah berlangsung. Matanya memerhatikan mimik wajah Jae-Ra yang tampak tegang. Di samping lelaki itu duduklah seorang pengacara pembela berusia sekitar lima puluhan yang tampak tenang ketika Ji-Ye dengan pakaian jaksa mulai membacakan tuntutan hukum yang akan dijatuhi pada Jae-Ra. Foto-foto ketika Jae-Ra memerintahkan pembunuhan juga ditunjukkan, memberatkan lelaki itu untuk meloloskan diri.

Pengadilan itu berlangsung cukup sengit, tapi Ji-Ye berhasil memenangkannya. Hakim memutuskan untuk melanjutkan sidang di minggu berikutnya. Perlahan para saksi sidang pulang, kecuali Ji-Hyun yang masih memperhatikan raut wajah Jae-Ra yang berusaha tenang. Ji-Hyun terkekeh. “Kupikir dia orang yang berani. Ternyata pengecut juga,” gumamnya sebelum meninggalkan ruang sidang dan menemui Ji-Ye.

Perempuan itu bersama dengan Woo-Hyun berjalan menghampirinya dengan senyum yang merekah. “Lihat? Minggu depan sidang terakhir dan dapat dipastikan Im Jae-Ra akan membusuk di penjara.”

Ji-Hyun tersenyum. “Ya, terima kasih.”

“Harusnya kami yang berterima kasih karena kau telah melindungi Eun-Hye selama ini. Lagipula, kami melakukan ini demi kebaikan semua orang.”

Ji-Hyun kembali tersenyum. Hatinya mulai lega, terutama ketika tahu kondisi Jung-Im sudah mulai membaik meski lelaki  itu belum sadarkan diri. “Tapi, jika Im Jae-Ra menyangkal semua foto itu dan mengatakannya rekayasa, apa yang akan kau lakukan?” tanya Ji-Hyun. Pertanyaan yang semalaman ia pikirkan akhirnya keluar juga.

“Sebenarnya, jika buktinya hanya sebatas foto, rekaman, atau liontin, mereka bisa memutar balikkan fakta, kan?” Ji-Hyun bertanya lagi.

“Kau benar, tapi jangan khawatir. Aku punya kartu AS untuk itu.”

“Apa?”

“Aku, Nam-Gil, dan Eun-Hye. Kita bertiga akan menyerangnya didukung dengan semua bukti itu.”

“Baiklah, aku percayakan pada kalian. Terima kasih telah membantuku. Kurasa aku harus” Ucapan Ji-Hyun terhenti ketika ponselnya berdering. “Maaf, Eun-Hye meneleponku,” pamitnya pada mereka, lalu berlari kecil menuju mobilnya yang terparkir di luar.

“Ada apa?”

Han Ji-Hyun. Tak kusangka kau masih hidup. Itu artinya keparat Kang telah mengkhianatiku. Benar,‘kan?”

Alis Ji-Hyun bertaut dan tangannya mengepal ketika suara yang ia benci itu menyapa telinganya. “Di mana Eun-Hye?” tanyanya.

Lelaki bernama Choi Tae-Joon itu tertawa keras. “Kau ingin tahu? Ah, sayangnya aku tidak ingin memberitahumu sekarang. Kau harus bisa menemukannya sendiri, tanpa bantuan siapa pun. Aku beri kau waktu 48 jam sebelum perempuan ini mati di tanganku.”

“Kau!! Aku akan membunuhmu jika terjadi sesuatu padanya,” ancam Ji-Hyun.

Wahhh, aku takut.” Lelaki itu tertawa lagi. “Tapi sayangnya, hanya ada dua pilihan di sini. Perempuan ini yang mati atau kau yang akan mati. Selamat berjuang, Han Ji-Hyun.”

Panggilan itu diputus dan detik selanjutnya sebuah video terkirim dari ponsel Eun-Hye. Video berdurasi satu menit yang menunjukkan kondisi Eun-Hye terduduk di lantai dengan tangan terikat serta leher yang dirantai. Ditambah beberapa bagian lebam yang membuat rahang Ji-Hyun mengeras dan menghantamkan tinjunya ke kemudi.  Ia berusaha melacak ponsel Eun-Hye, tapi sayang ponsel itu telah dimatikan.

“SIAL!!” Ia membanting ponselnya, lalu mengerang. Ji-Hyun berusaha menenangkan dirinya dan berpikir jernih, tapi gagal. Akhirnya ia memutuskan untuk menemui Im Jae-Ra di sel tahanan.

Dengan kecepatan tinggi, Ji-Hyun melajukan mobilnya membelah jalanan Seoul yang padat. Ia tidak peduli pada peraturan lalu lintas yang ia langgar. Hingga akhirnya ia tiba di tempat Jae-Ra ditahan. Ia menunjukkan kartu identitas palsu pada penjaga, lalu menghampiri Jae-Ra di sel penjaranya. Matanya menatap tajam lelaki yang tampak seperti orang gila. Ji-Hyun menggebrak sel Jae-Ra dengan kasar. 

“Di mana Choi Tae-Joon?!”

Lelaki itu tertawa melihat Ji-Hyun tampak kacau dengan emosi yang meledak-ledak. “Kau pikir aku tahu di mana keparat itu? Jika aku tahu, aku sudah membunuhnya sekarang.”

Ji-Hyun mengusap wajahnya dengan kasar ketika mendengar jawaban Jae-Ra. Panik membuatnya tidak bisa berpikir dengan jernih dan melakukan hal bodoh seperti ini. Jae-Ra sudah mengetahui kalau ia dikhianati dan pasti mengincar nyawa Choi Tae-Joon. Mana mungkin lelaki ini diam saja jika tahu lokasi Choi Tae-Joon saat ini. Ia kembali berpikir, lalu teringat pada pesan rahasia yang diberikan Ketua Kang melalui Jung-Im, tepat ketika lelaki itu dipenjara. Pesan yang berisi masa lalu Choi Tae-Joon dan Black Code para agen rahasia.

***

Ji-Hyun memasuki ruang rahasia NSS. Ada puluhan komputer dengan sandi yang berbeda-beda. Matanya menelusuri komputer-komputer itu dari generasi pertama hingga akhirnya menemukan nama Choi Tae-Joon. Ia memasukkan sandi yang didapatnya dari pesan rahasia Ketua Kang, kemudian komputer itu menyala dan menampilkan berbagai data tentang Choi Tae-Joon secara lengkap.

Di usia sembilan tahun, Choi Tae-Joon kehilangan ayahnya yang merupakan special force saat perang di Iraq dan buta akibat kecelakaan. Ibunya yang depresi setelah kematian sang ayah akhirnya memutuskan untuk bunuh diri dan meninggalkan ia di panti asuhan. Lima tahun kemudian ada seorang pendonor yang mendonorkan mata padanya dan sejak saat itu ia berniat untuk membalaskan dendam sang ayah. Ia menjadi agen rahasia yang beroperasi secara internasional. Tapi ketika misinya di Rusia bersama dua rekannya, putra presiden yang saat itu menjabat sebagai Direktur NSS membocorkan informasi dan menyebabkan dua rekannya dibunuh. Setelah kematian putra presiden, ia menggantikan posisi Direktur NSS dan menon-aktifkan Lee Kyung-Ju saat misi di Afganistan bersama Seo-Jung, Nam-Shik, dan Moon In-Soo.

Ji-Hyun tertegun ketika membaca profil lengkap Choi Tae-Joon yang dirahasiakan di Black Code. Sekarang ia mengerti kenapa lelaki itu merencakan semuanya. Ia berniat balas dendam pada putra presiden yang membocorkan informasi rahasia dan menyebabkan kedua rekannya dibunuh. Ia memanfaatkan Jae-Ra yang berniat menjadi wali kota. Tapi rencananya tak berjalan mulus karena munculnya Kim Seo-Jung dan Han Nam-Shik.  Hal ini telah menjelaskan motifnya melakukan semua ini, termasuk menyekap Eun-Hye dan berniat membunuhnya.

Kini ia mengerti bahwa selama ini Choi Tae-Joon berhasil menangkap semua orang dalam jaringnya. Mengatur agar Lee Kyung-Ju dinon-aktifkan dan menjadikannya sebagai kambing hitam kejahatan bersama Im Jae-Ra, lalu melenyapkan Han Nam-Shik dan Kim Seo-Jung tanpa mengotori darahnya. Serta mengirimkan catatan kejahatan dan menjadikannya agen NSS.

Kejahatan yang disembunyikan dengan sangat baik.

Setelah mendapat semua informasi tentang Choi Tae-Joon, Ji-Hyun mengunci kembali data rahasia, lalu bergegas menghubungi Woo-Hyun. Lelaki  itu juga sibuk melindungi ibu Eun-Hye dan Jung-Im secara bersamaan.

“Woo-Hyun, jika sesuatu terjadi padaku, tolong jaga Eun-Hye dan Jung-Im.”

***

Eun-Hye menatap tajam lelaki bernama Choi Tae-Joon yang saat ini berdiri membelakanginya. Ia didudukkan di kursi dengan tangan yang diikat ke belakang. Rantai yang cukup besar melingkar di lehernya cukup longgar, setidaknya membiarkan perempuan itu bernapas. Eun-Hye mengedarkan pandangan ke ruangan dengan penerangan remang-remang. Bau oli dan tanah bercampur menjadi satu, membuatnya mual setiap kali aroma itu tercium.

 “Tersisa satu jam lagi sebelum nyawamu berakhir. Kita lihat saja apa kekasihmu itu datang menyelamatkanmu atau tidak.” Lelaki itu menyeringai seraya berbalik menghadapnya.  

“Jangan harap kau bisa menggunakanku untuk mengancam Ji-Hyun.”

“Benarkah? Kita lihat saja apa yang akan terjadi.” Lelaki itu berjalan meninggalkannya, sedangkan orang kepercayaan lelaki itu tetap mengawasi Eun-Hye.

Secara diam-diam, Eun-Hye menggesekkan tali yang mengikat kedua tangannya ke lantai sembari mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Matanya menemukan kunci rantai yang tergantung tak jauh dari posisinya sekarang. Ternyata tali yang mengikat kedua tangannya cukup longgar hingga ia berhasil mengeluarkan salah satu tangannya dari sana.

Tapi ketika ia hendak meraih kunci, pengawal Choi Tae-Joon menyadari tindakannya dan berjalan mendekati Eun-Hye.  “Akan kubunuh kau jika berani kabur dari sini,” ancamnya sembari menodongkan pistol pada Eun-Hye.

Ketika pengawal itu hendak mengikat tangannya kembali, Eun-Hye berputar hingga rantai mengikat lehernya bisa melilit pengawal itu. Kemudian dengan satu gerakan, Eun-Hye meraih kunci rantai dan melepas gembok rantai lehernya. Ia mengambil ponselnya dan pistol dari saku pengawal yang masih sibuk melepaskan diri dari rantai, kemudian berlari meninggalkan ruangan itu.

Ketika menemukan jendela yang terbuka, ia menengokkan kepalanya keluar, berusaha mengenali tempat ini, tapi … ini gedung yang meledak lima belas tahun yang lalu. Tempat kematian Go-Eun, Nam-Gil, dan ayah Ji-Hyun. Ia masih mengingat jelas minimarket yang berhadapan dengan gedung  waktu itu. Sebagian gedung masih berdiri kokoh sedangkan bagian lain sudah hancur.

Ketika berhasil mengetahui lokasinya, ia mengirim lokasinya pada Ji-Hyun, tapi ….

Seseorang muncul dan memukul kepalanya dengan tongkat dari belakang. Kesadarannya perlahan menghilang. Meski samar, ia bisa mendengar suara Tae-Joon yang bicara pada pengawalnya.

“Lebih baik kau tertidur sampai pangeranmu datang.”

***

“Apa kau sudah dapat lokasinya?” tanya Ji-Hyun pada Ketua Kang yang tampak berkutat dengan komputer di hadapannya. Tampaklah peta yang menunjukkan titik merah di gedung yang meledak lima belas tahun yang lalu. Ji-Hyun mengeluarkan ponsel, menyamakan lokasi itu dengan lokasi yang dikirim melalui ponsel Eun-Hye.

“Lokasinya sama,” ucap Woo-Hyun.

“Ya, kita hanya punya waktu empat puluh lima menit. Aku akan mengerahkan pasukan-“

“Tidak bisa,” sela Ji-Hyun cepat. “Nyawa Eun-Hye berada dalam bahaya, dia memintaku untuk datang sendirian.”

“Tapi bukankah itu terlalu berbahaya?”

“Aku tahu, tapi kita tidak bisa mempertaruhakn nyawa Eun-Hye. Jika ada pasukan khusus, maka Choi Tae-Joon bisa langsung menghabisi Eun-Hye. Lagipula ada beberapa hal yang ingin kusampaikan secara pribadi dengannya. Kalian cukup awasi kami dari jauh. Aku akan memberikan sinyal jika memang membutuhkan bantuan.”

“Baiklah, tapi kau harus berhati-hati,” ujar Ketua Kang memperingati.

Ji-Hyun mengangguk, kemudian memakai topi dan penutup wajah. “Aku akan kembali.”

***

Ji-Hyun tiba di gedung tempat ayahnya tewas. Ia menghentikan mobilnya di depan gedung, lalu masuk tanpa senjata apa pun. Penerangan gedung itu dimatikan dan membuatnya cukup sulit untuk menemukan perempuan itu. Ia menjelajahi koridor, membuka satu per satu ruangan. Tapi nihil. Ia tidak menemukan mereka di lantai satu. Kemudian ia berlanjut ke lantai dua, melakukan hal yang sama sampai akhirnya ia mendengar suara teriakan dari ruangan di ujung koridor.

Ji-Hyun mempercepat langkahnya, lalu menerobos masuk. Dengan penerangan remang-remang, ia menemukan sosok Eun-Hye, serta dua orang lelaki di sampingnya. Kondisi perempuan itu lebih parah dari sebelumnya. Ia berada di jeruji besi dengan tangan terikat, serta matanya ditutup oleh perban.

“Wah-wah… Pangeran Han Ji-Hyun sudah datang rupanya.” Tae-Joon melirik jam tangannya. “Tersisa sepuluh menit lagi.”

“Lepaskan dia. Kau ingin membunuhku, ‘kan? Aku datang untuk memberiku kesempatan melakukannya. ”

Lelaki itu tertawa puas, lalu mengeluarkan pistol dari balik jas dan mengarahkannya pada Ji-Hyun. Ia memerintahkan pengawalnya untuk menarik rantai yang mengikat leher Eun-Hye dan membuat perempuan itu mengerang kesakitan. “Kau berani juga. Kau punya orang yang ingin dilindungi, mengingatkanku pada orang-orang yang kubunuh waktu itu, khususnya Nam-Shik dan Seo-Jung. Aku akan membebaskannya dengan bayaran nyawamu.”  

Ji-Hyun mengepalkan tangan, lalu melihat Eun-Hye yang tampak kesakitan dengan rantai yang terus menjerat lehernya. Akhirnya ia berlutut dan membiarkan Choi Tae-Joon menempelkan ujung pistolnya ke dahi Ji-Hyun. Tae-Joon memerintahkan pengawalnya untuk mengendurkan rantai agar perempuan itu tidak kehabisan napas.

“Jangan tatap aku seperti itu. Aku akan menepati janjiku untuk melepasnya. Aku juga tidak akan membunuhnya setelah kematianmu.”

Seakan mendapat kekuatan, Eun-Hye menarik rantai yang mengikat lehernya. Ia menahan rasa sakit dan terus memberontak, berusaha melepaskan ikatan tangannya, lalu membuka penutup matanya. Ia melihat Ji-Hyun yang berlutut dengan pistol yang menempel di dahinya. Sang pengawal berusaha menahan perempuan itu dengan membuka jeruji. Memberi Eun-Hye kesempatan untuk keluar dari sana. Eun-Hye menarik kerah kemeja pengawal itu, kemudian membenturkan dahinya cukup kuat. Pengawal itu ambruk, lalu dengan cepat ia mengambil kunci rantai dan membuka rantai.

Eun-Hye berlari ke hadapan Ji-Hyun ketika Choi Tae-Joon hendak menarik pelatuknya. “Hajima!” seru Eun-Hye. Tangannya dengan cepat mengalihkan pistol Choi Tae-Joon ke atas hingga akhirnya peluru itu bersarang di langit-langit.

Tak cukup dengan tindakannya, Eun-Hye memanfaatkan borgol yang ada di lengannya untuk menghajar Choi Tae-Joon dan berhasil membuat lelaki itu terjatuh.

“Eun-Hye? Apa yang kau lakukan?” tanya Ji-Hyun tak percaya dengan tindakan Eun-Hye barusan.

Bukannya menjawab, Eun-Hye malah melayangkan tinjunya pada Ji-Hyun. “Apa kau ingin membuatku gila?! Kita harus menangkapnya, lalu membawanya ke pengadilan saat ini juga!”

Ji-Hyun terdiam sejenak memikirkan kata-kata Eun-Hye. Panik membuatnya tidak bisa berpikir tenang dan memdorongnya melakukan hal-hal gila. Ia bangkit, lalu menarik perempuan itu ke belakang tubuhnya. “Maaf, harusnya aku tidak bertindak bodoh seperti itu. Kau benar.”  

Lelaki itu terbahak seraya berjalan menuju mereka dengan pistol di tangannya. “Anak Nam-Shik dan Seo-Jung sedang berhadapan denganku untuk membalas dendam ayah mereka. Luar biasa.”

“Percuma saja kau melarikan diri karena semua aksesmu telah diputus. Lebih baik kau menyerah dan membusuk di penjara,” ujar Eun-Hye dengan seringai tipisnya.  

Tae-Joon tertawa hambar. “Rupanya kedua anak ini memiliki nyali yang lebih besar dari orangtuanya. Menyerah katamu? Kau ingin aku datang ke pengadilan dan membusuk bersama Im Jae-Ra? Dasar bajingan. Tapi tidak ada salahnya kita bertaruh.”

Tae-Joon mengeluarkan beberapa peluru dan menyisakan satu, kemudian memberikannya pada Eun-Hye. “Jangan salah sasaran jika tidak ingin kehilangan kekasihmu,” lanjutnya sambil menyeringai.

“Baiklah. Aku sudah menunggu waktu-waktu seperti ini,” ujar Ji-Hyun. Ia melepas mantel, lalu melemparnya ke lantai. “Sembunyilah,” bisiknya pada Eun-Hye, tapi perempuan itu menggeleng dan mengarahkan pistolnya pada Tae-Joon.

“Jangan khawatir,” balas Eun-Hye dengan senyum tipisnya. “Aku bukan perempuan kecil yang cengeng lagi.”

Tae-Joon dan Ji-Hyun berhadapan. Ji-Hyun melayangkan beberapa pukulan, tapi lelaki itu berhasil menangkisnya dan membalas dengan tendangan kuat yang membuat lelaki itu mundur beberapa langkah. Disusul beberapa pukulan beruntun dari Tae-Joon yang membuat Ji-Hyun kewalahan. Seakan tidak ingin mengalah, Ji-Hyun melakukan pukulan beruntun secara kuat dan cepat sehingga membuat kondisi mereka berbalik. Tae-Joon berusaha memblokir semua serangan Ji-Hyun, tapi gagal. Ji-Hyun kembali melayangkan tendangannya ke pundak Tae-Joon, tapi lelaki itu menangkap kaki Ji-Hyun dan melemparnya ke dinding.

Ji-Hyun bangkit dan menarik kerah kemeja Tae-Joon, begitu juga sebaliknya. Tae-Joon melayangkan tendangannya ke perut kanan Ji-Hyun dengan brutal, sedangkan Ji-Hyun berhasil mengincar lekukan kaki Tae-Joon. Tapi hal itu tak berhasil menjatuhkan Tae-Joon. Ji-Hyun mengincar perut kanan Tae-Joon yang kosong, lalu disusul dengan kakinya yang mengincar pundak kiri. Ia hendak menjatuhkan lelaki itu, tapi Tae-Joon membalik keadaan dan membanting tubuh Ji-Hyun ke lantai.

Ji-Hyun kembali bangkit dan kembali berhadapan dengan Tae-Joon. Ia kembali melayangkan tinjunya ke pundak Tae-Joon, tapi lelaki itu kembali menarik kakinya dan melemparkan tubuh Ji-Hyun ke dinding. Selagi Ji-Hyun berusaha berdiri, lelaki itu mengambil pemukul di sudut ruangan, lalu mengayunkan pemukul itu dengan brutal pada Ji-Hyun. Seakan bisa membaca gerakan Tae-Joon, Ji-Hyun menghindarinya dan menahan gerakkan Tae-Joon. Tae-Joon menjentuskan kepalanya berkali-kali pada Ji-Hyun dan membuat kuncian terhadap Tae-Joon lepas. Dengan pemukul itu, ia kembali mengincar kepala Ji-Hyun, tapi Ji-Hyun berhasil menahannya. Ji-Hyun merebut pemukulnya, lalu mengayunkan ke kepala Choi Tae-Joon dengan kuat.

Di saat yang bersamaan, keduanya ambruk. Tae-Joon dengan kekuatan yang tersisa kembali melayangkan tinjunya pada Ji-Hyun. Begitu pula sebaliknya, Ji-Hyun menahan tangan Tae-Joon yang hendak mencekiknya. Posisi mereka berbalik, kini Ji-Hyun menduduki Tae-Joon dan menghajarnya beberapa kali hingga akhirnya lelaki itu terkulai lemas. Ji-Hyun bangkit, lalu tak lama Ketua Kang bersama pasukan khususnya memasuki gedung dan mengarahkan senjata mereka pada Ji-Hyun dan Tae-Joon.

Lelaki itu tertawa ketika pasukan NSS mengepungnya. “Bertahun-tahun aku menghabiskan hidupku dengan bekerja pada negara, tapi lihatlah diriku sekarang. Kau yang membela negaramu dengan bangganya, tapi lihatlah. Apa yang terjadi pada orang-orang kau sayangi?”

“Han Nam-Shik. Kim Seo-Jung. Ibumu. Kim Jung-Im, dan Kim Eun-Hye. Kau hanya hidup dalam kesengsaraan yang diberikan negara yang kau cintai ini.”

“Tutup mulutmu!!” Ji-Hyun kembali tinjunya berkali-kali seakan hendak menghabisi Tae-Joon.

“Ji-Hyun, hentikan!’ seru Eun-Hye. Ia berlari menarik Ji-Hyun untuk melepaskan Tae-Joon. “Jika kau membunuhnya, maka semua usahamu sia-sia.”

Ji-Hyun menghempaskan genggaman Eun-Hye. Ia mengambil pistol, lalu menempelkannya di dahi Tae-Joon.

“Mari kita akhiri dendammu ini, Han Ji-Hyun. Bukankah tujuanmu adalah aku? Ayo, sekarang kau punya kesempatan melakukannya.”

Ji-Hyun menatap tajam lelaki itu dengan seringai di wajahnya. “Kau benar. Aku memang punya kesempatan untuk membunuhmu sekarang, tapi aku tidak akan mendengar kata-kata dari pengkhianat sepertimu. Aku tidak ingin tanganku dikotori oleh darahmu.”

Ketua Kang menghampiri mereka dan memberikan borgol pada Ji-Hyun. Membiarkan Ji-Hyun menangkap orang yang menghancurkan hidupnya dan perempuan yang ia cintai.

“Ini untuk mereka yang kau bunuh,” ujar Ji-Hyun sembari memasangkan borgol itu pada Tae-Joon, lalu menghajarnya sekali lagi. “Itu balasan karena menyakiti Jung-Im dan Eun-Hye.”

Ji-Hyun menarik lelaki itu, memaksanya untuk berdiri dan menyerahkannya pada Ketua Kang. Kemudian ia berbalik dan melihat Eun-Hye yang hampir menangis. Ji-Hyun mengembangkan senyum, lalu merentangkan kedua tangannya.

“Dasar bodoh!” Eun-Hye berlari ke pelukan Ji-Hyun dan menangis. “Han Ji-Hyun bodoh!” makinya berkali-kali membuat Ji-Hyun terkekeh. Ia memeluk perempuan itu, lalu sesekali mengecup pucuk kepalanya.

“Semuanya sudah selesai, Eun-Hye.”

***

Eun-Hye dan Ji-Hyun memasuki ruang sidang itu bersama-sama. Sidang terakhir kasus pembunuhan putra presiden dan pelenyapan saksi akan segera dimulai. Perempuan itu mengedarkan pandangan dan melihat beberapa media asing dan lokal yang saling berbincang satu sama lain. Ji-Hyun menggenggam jemari Eun-Hye yang tampak gemetar karena teringat kejadian saat media menyorotinya dengan kilatan cahaya kamera.

 “Jangan takut, aku ada di sampingmu,” bisik Ji-Hyun. Ia membawa Eun-Hye untuk duduk di kursi paling belakang untuk menghindari cahaya media yang pastinya akan sibuk memotret kelangsungan sidang.

Tak lama perempuan dengan pakaian jaksa memasuki ruang sidang, begitu juga dari pihak terdakwa, yaitu Choi Tae-Joon beserta pengacaranya. Terakhir, tiga orang berpakaian hakim memasuki ruang sidang dan memulai persidangan. Ji-Ye berdiri dan membacakan beberapa tuntutan serta bukti yang berhasil mereka dapatkan, termasuk liontin dan rekaman yang didapatkan Ji-Hyun. Kini mereka memanggil Im Jae-Ra yang merupakan terdakwa sebelumnya untuk menjadi saksi.

“Saksi dan terdakwa, Im Jae-Ra. Apa benar lelaki ini yang telah bekerja sama dengan anda untuk memerintahkan pembunuhan?”

Lelaki itu mengangguk. “Ya, itu benar.”

“Pertanyaan selanjutnya. Siapakah pembunuh bayaran yang anda perintahkan?”

“Lee Kyung-Ju. Dia dibunuh oleh Choi Tae-Joon untuk menutupi kejahatannya.”

“Apa yang bisa membuktikan ucapanmu barusan?” desak Ji-Ye.

“Liontin dan rekaman itu.”

Sesuai dengan jawaban Jae-Ra, hakim mengizinkan untuk memutar rekaman itu serta menunjukkan liontinnya. Terdengar jelas bahwa Jae-Ra dan Tae-Joon memang bekerja sama untuk mengambil kekuasaan dari putra presiden. Mendadak ruang sidang menjadi ricuh mengingat Tae-Joon adalah direktur NSS yang dihormati selama ini. Bahkan berhasil mengambil simpati masyarakat dengan mengatasi kejahatan dengan adil, tapi sekarang semua berbalik menghujatnya.

“Tapi bukankah sudah dikatakan bahwa bukti-bukti itu bisa dimanipulasi? Sesuai perkataan kepala kepolisian bahwa rekaman itu merupakan salinan dan bisa dimanipulasi? Ada lima sidik jari yang ditemukan di liontin itu, kita tidak bisa menyimpulkannya sebagai bukti yang kuat,” bantah pengacara Tae-Joon dengan suara yang ditinggikan.

“Maksud anda, rekaman itu direkayasa dan liontin itu bukan milik terdakwa? Benar?” Ji-Ye menyeringai tipis pada sang pengacara dan dibalas dengan anggukkan.

“Ya, benar,” jawab sang pengacara mencoba membaca pikiran Ji-Ye, tapi gagal. Perempuan itu terlalu sulit untuk dibaca pikirannya.

 “Ada seseorang yang dapat membuktikannya. Seseorang yang berada di sini sekarang.” Ji-Ye berdiri menghadap masyarakat umum dan media yang menghadiri persidangan. Matanya sesekali melirik Eun-Hye dan Ji-Hyun. “Yaitu perempuan yang ada di sana,” lanjutnya sembari menunjuk Eun-Hye yang berjalan menuju tengah ruangan bersama dengan ibunya dan Ji-Hyun.

Sontak semua hadirin menoleh ke belakang, serta media yang siap memotret wajah Eun-Hye. Tapi Ji-Hyun memberikan isyarat agar media tidak berlebihan mengambil gambar.

“Korban penyanderaan, Kim Eun-Hye, anak dari Jung Soon-Hee dan Kim Seo-Jung yang sempat menghilang dari publik setelah tragedi peledakkan gedung. Saksi satu-satunya yang menyaksikan kejadian dan juga saksi yang menyimpan liontin.”

Eun-Hye melangkah ke depan dengan ragu-ragu, tapi Ji-Hyun menepuk bahunya, menyemangati perempuan itu dengan senyuman hingga Eun-Hye berani duduk di kursi saksi.

“Bisa anda jelaskan bagaimana kondisi saat itu?”

Eun-Hye mengangguk. “Saat itu aku dan kedua kakakku sedang menunggu ayah untuk menjemput kami. Karena haus, kami berniat membeli minuman di minimarket yang ada di dekat sana. Tapi tiba-tiba saja kami mendengar suara tembakkan dan kami menghampirinya karena penasaran. Saat kami masuk, kakak laki-lakiku, Kim Nam-Gil, menemukan liontin, lalu kami menyaksikan Lee Kyung-Ju mengancam seorang lelaki, lalu membunuhnya.”

“Apa dia menghubungi seseorang saat itu?”

Eun-Hye mengangguk. “Orang inilah yang ia hubungi saat itu.” Eun-Hye menoleh pada Choi Tae-Joon yang menyeringai ke arahnya.

“Tunggu dulu! Bagaimana anda bisa yakin kalau yang diteleponnya saat itu adalah terdakwa Choi Tae-Joon?” tanya pengacara pembela yang berusaha mematahkan kesaksiannya.

“Apa yang anda dengar dari percakapan mereka?”

“Aku tidak mendapatkan liontinnya. Mungkin liontinnya dipegang oleh K-1.” Eun-Hye mengulangi kalimat yang membekas sangat jelas dalam ingatannya. Disusul dengan trauma hari itu. Tangan Eun-Hye mulai gemetar, terutama ketika para media mulai memotret ke arahnya.

“K-1 merupakan kode agen rahasia Kim Seo-Jung yang dibunuh beberapa tahun setelahnya. Itu artinya Lee Kyung-Ju yang merupakan agen rahasia yang dinon-aktifkan menghubungi seseorang yang mengerti kode itu. Orang awam tidak akan mengerti apa itu K-1 atau yang lainnya. Maka saksi menyimpulkan bahwa orang yang dihubungi saat itu adalah Choi Tae-Joon yang merupakan Direktur NSS dan mantan agen rahasia. Benar begitu?”

Eun-Hye mengangguk. “Setelah perceraian orangtuaku, seorang lelaki menyerangku dan Ji-Hyun, yaitu Choi Tae-Joon. Awalnya aku mengira lelaki itu adalah Lee Kyung-Ju, tapi setelah mendengar langsung suara Choi Tae-Joon, aku yakin suara itu milik Choi Tae-Joon,” tambah Eun-Hye.

Pernyataan terakhir Eun-Hye membuat para hadirin saling berbisik satu sama lain. Khawatir akan kondisi Eun-Hye yang trauma terhadap kilatan cahaya, Ji-Ye mempersilakannya untuk duduk kembali. Para jaksa berdiri dan menghadap hakim.

“Dengan ini, kasus pembunuhan putra presiden, Han Nam-Shik, Kim Seo-Jung, Hwang Hye-Mi, Lee Kyung-Ju, dan pembunuhan berencana terhadap Kim Eun-Hye, Kim Jung-Im, dan Han Ji-Hyun telah ditutup. Pelaku yaitu Im Jae-Ra dan Choi Tae-Joon akan dikenakan hukuman seumur hidup.” Sang hakim membunyikan palunya sebagai akhir persidangan.

“Semua sudah selesai,” gumam Eun-Hye dengan senyuman di wajahnya. Ia melirik Ji-Hyun yang tampak tersenyum. Air mata perempuan itu mulai mengalir, lalu memeluk Ji-Hyun dengan erat hingga membuat lelaki  itu mundur beberapa langkah.

“Terima kasih telah melakukan semuanya untukku, Ji-Hyun. Terima kasih telah bertahan untukku.”

***

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (60)
Similar Tags
Sekotor itukah Aku
22158      3795     5     
Romance
Dia adalah Zahra Affianisha. Mereka biasa memanggilnya Zahra. Seorang gadis dengan wajah cantik dan fisik yang sempurna ini baru saja menginjakkan kakinya di dunia SMA. Dengan fisik sempurna dan terlahir dari keluarga berada tak jarang membuat orang orang disekeliling nya merasa kagum dan iri di saat yang bersamaan. Apalagi ia terlahir dalam keluarga penganut islam yang kaffah membuat orang semak...
Love vs Ego
9152      2031     1     
Fan Fiction
WATTPAD PUBLISHED STORY(MsJung0414) Choi Minho merupakan seorang pangeran vampire yang membuat keresahan didalam keluarganya dan klan vampire karena keganasannya. Untuk mengatasi keganasannya ini, keluarganya pun menyuruh Minho untuk mendekati seorang gadis pemilik kekuatan supranatural yang bisa mengembalikan Minho menjadi normal dan membawa keuntungan besar untuk bangsa vampire. Berha...
Menghukum Hati
450      268     0     
Romance
Apa jadinya jika cinta dan benci tidak bisa lagi dibedakan? Kau akan tertipu jika salah menanggapi perlakuannya sebagai perhatian padahal itu jebakan. ???? Ezla atau Aster? Pilih di mana tempatmu berpihak.
Flowers
406      283     1     
Inspirational
Zahra, remaja yang sering menggunakan waktu liburnya dengan bermalas-malasan di rumah, menggunakan satu minggu dari libur semesternya untuk mengunjungi tempat yang ingin dikunjungi mendiang Kakaknya. Bukan hanya demi melaksanakan keinginan terakhir Kakaknya, perjalanan ini juga menjadi jawaban atas semua pertanyaannya.
Apakah Kehidupan SMAku Akan Hancur Hanya Karena RomCom?
4026      1170     1     
Romance
Kisaragi Yuuichi seorang murid SMA Kagamihara yang merupakan seseorang yang anti dengan hal-hal yang berbau masa muda karena ia selalu dikucilkan oleh orang-orang di sekitarnya akibat luka bakar yang dideritanya itu. Suatu hari di kelasnya kedatangan murid baru, saat Yuuichi melihat wajah murid pindahan itu, Yuuichi merasakan sakit di kepalanya dan tak lama kemudian dia pingsan. Ada apa dengan m...
AraBella [COMPLETED]
37030      3658     13     
Mystery
Mengapa hidupku seperti ini, dibenci oleh orang terdekatku sendiri? Ara, seorang gadis berusia 14 tahun yang mengalami kelas akselerasi sebanyak dua kali oleh kedua orangtuanya dan adik kembarnya sendiri, Bella. Entah apa sebabnya, dia tidak tahu. Rasa penasaran selalu mnghampirinya. Suatu hari, saat dia sedang dihukum membersihkan gudang, dia menemukan sebuah hal mengejutkan. Dia dan sahabat...
Salendrina
2427      897     7     
Horror
Salendrina adalah boneka milik seorang siswa bernama Gisella Areta. Dia selalu membawa Boneka Salendrina kemanapun ia pergi, termasuk ke sekolahnya. Sesuatu terjadi kepada Gisella ketika menginjakan kaki di kelas dua SMA. Perempuan itu mati dengan keadaan tanpa kepala di ruang guru. Amat mengenaskan. Tak ada yang tahu pasti penyebab kematian Gisella. Satu tahu berlalu, rumor kematian Gisella mu...
Aku Tidak Berlari
723      508     0     
Romance
Seorang lelaki memutuskan untuk keluar dari penjara yang ia buat sendiri. Penjara itu adalah rasa bersalahnya. Setelah bertahun-tahun ia pendam, akhirnya ia memutuskan untuk menceritakan kesalahan yang ia buat semasa ia sekolah, terhadap seorang perempuan bernama Polyana, yang suatu hari tiba-tiba menghilang.
Jingga
6081      1551     2     
Romance
Kehilangan memang sangat menyakitkan... Terkadang kita tak mampu mengekspresikan kesedihan kita membuat hati kita memendam sakit... Tak berakhir bila kita tidak mau mengakui dan melepas kesedihan... Bayang-bayang masa lalu akan selalu menghantui kita... Ya... seperti hantu... Jingga selalu dibayangi oleh abangnya yang sudah meninggal karena kecelakaan... Karena luka yang mendalam membuatnya selal...
May be Later
16117      2373     1     
Romance
Dalam hidup pasti ada pilihan, apa yang harus aku lakukan bila pilihan hidupku dan pilihan hidupmu berbeda, mungkin kita hanya perlu mundur sedikit mengalahkan ego, merelakan suatu hal demi masa depan yang lebih baik. Mungkin di lain hari kita bisa bersanding dan hidup bersama dengan pilihan hidup yang seharmoni.