“Saudara kembarmu mengirim pesan?!” Hampir saja Jung-Im menjatuhkan ponselnya ketika mendengar ucapan Hyun-Shik. Saat ini mereka sedang berada di tempat persembunyian Seo-Jung sekaligus tempat mereka dibesarkan.
“Bagiamana dia bisa tahu tentang ini semua? Ruangan Direktur NSS, bahkan misi ini. Bisa saja ini adalah jebakan untukmu.” Jung-Im menyumbang pendapatnya. Lelaki itu memang ahli dalam membaca pikiran seseorang dan mengerti kata-kata dalam pesan.
Pendapat Jung-Im membuat Ji-Hyun berpikir sejenak. Di sisi lain, ia membenarkan pendapat Jung-Im, terlebih ia sendiri tidak tahu Ji-Yoon ada di mana.
“Jika dia tahu tentang dirimu, juga misi dan Direktur NSS, itu artinya orang ini juga terlibat dalam misi ini.”
Ji-Hyun mencoba berpikir siapa orang yang sesuai menempati posisi Han Ji-Yoon yang mengirimnya pesan. Tentu saja bukan Ketua Kang karena lelaki itu tidak tahu nama saudara kandungnya. Bukan juga Im Jae-Ra karena lelaki itu terfokus pada Eun-Hye dan liontin. Bagaimana jika Direktur NSS? Mungkin saja mengingat lelaki itu yang mengirimnya catatan.
Ji-Hyun bangkit dari duduknya, lalu mengambil mantelnya. “Aku akan memastikannya setelah ini,” ujarnya sambil berlalu meninggalkan Jung-Im yang masih berkutat dengan laptopnya.
***
Dengan setelan jas, Ji-Hyun berjalan santai melewati para karyawan NSS yang sibuk dengan tugas masing-masing. Bahkan sesekali lelaki itu menyapa dan tersenyum, membuat para karyawan itu tidak curiga padanya. Ia mengukur jarak pandang CCTV, lalu menghindari agar tidak terekam oleh CCTV. Ia berjalan memasuki ruangan yang di bertuliskan ‘Ruangan Direktur’ dengan huruf-huruf hias, lalu menyalakan lampu dan mengamati ruangan itu.
Ada meja kerja yang terbuat dari mahoni, lemari minimalis berwarna putih kaca yang dipenuhi oleh artefak Rusia, serta jam dinding dengan warna keemasan di pinggirannya. Di tengah ruangan, sepasang kursi kayu rancangan Rusia tersusun rapi. Beberapa tumpuk kertas yang berantakkan di atas meja menandakan kepribadian si empu ruangan.
Pikirannya melayang, kembali mengingat pesan yang dikirim Ji-Yoon padanya hingga ia terpaku pada dua kata kunci, yaitu ‘waktu’ dan ‘mati’, serta liontin dan catatan yang dikirimkan oleh Direktur NSS padanya. Matanya tertuju pada jam dinding bergambar busur panah. Ji-Hyun bergegas menurunkan jam itu, lalu tampaklah sebuah brankas dengan lambang yang ada pada liontin. Ia mencocokkannya dengan lubang kosong di brankas dan terbukalah. Tampak sebuah senjata laras panjang yang digunakan oleh special force Rusia dalam perang dua puluh tahun silam dan beberapa rekaman.
Ji-Hyun mengambil semuanya, mengecek satu per satu, lalu memasukkannya ke tas hitam yang telah ia siapkan. Temuan ini berhasil membuat Ji-Hyun tersenyum puas. Akhirnya semua bukti untuk menjatuhkan Im Jae-Ra dan Choi Jin-Woo telah didapatkan.
***
Ji-Hyun menghentikan mobilnya di dekat mobil hitam yang terparkir di pinggiran Sungai Han. Matanya menangkap Woo-Hyun berdiri bersampingan dengan seorang perempuan berambut pendek sebahu. Ji-Hyun turun dari mobil, kemudian menghampiri Woo-Hyun sambil membawa tas hitam yang berisi rekaman.
“Aku percayakan ini pada kalian.” Ji-Hyun memberikan tas itu pada Woo-Hyun.
Woo-Hyun mengangguk. “Kami akan segera membuat tuntutannya.”
Ji-Hyun mengangguk-angguk. Ia percaya pada dua orang yang mengaku sebagai kakak Eun-Hye. Terutama karena Ketua Kang menyelidiki langsung latar belakang Woo-Hyun dan Ji-Ye yang tinggal di panti asuhan selama sembilan tahun. Semua informasi tentang Woo-Hyun dan Ji-Ye sangat sesuai dengan data Nam-Gil dan Go-Eun yang meninggal.
“Baiklah, aku harus pergi untuk mengurus sisanya, tolong perketat keamanan pada Eun-Hye,” ujar Ji-Hyun. “Keberadaanku di dekatnya bisa membuat orang-orang itu curiga dan membatalkan rencana kita. Sebisa mungkin aku dan Eun-Hye tidak bertemu untuk sementara waktu.”
“Tenang saja, akan kupastikan Eun-Hye selamat.”
Ji-Hyun tersenyum, lalu menepuk bahu Woo-Hyun sebelum beranjak. Ia menghubungi Jung-Im agar lelaki itu segera kembali untuk menyusun rencana berikutnya.
“Jung-Im? Kau ada di mana sekarang? Apa kau sudah dapatkan informasi tentang kegiatan Im Jae-Ra selama ini?”
“Sudah, aku akan kembali sekarang.”
“Apa kau sudah membaca pola pikirnya?”
“Ya, ternyata lebih mudah dari yang kubayangkan. Kembalilah aku akan— Pip! BRAKKK!!”
Terdengar suara benturan yang cukup keras dari sana. Mendadak Ji-Hyun panik dan memanggil nama Jung-Im berkali-kali. Hal itu membuat Woo-Hyun dan Ji-Ye yang hendak memasuki mobil ikut berhenti dan menghampiri Ji-Hyun. Ji-Hyun mengerang seraya menendang ban mobilnya ketika menyadari sesuatu. Perkiraannya salah. Bukan Eun-Hye yang menjadi incaran mereka, tapi Jung-Im yang memiliki otak jenius dalam memecahkan arti pesan misterius atau pola-pola yang tidak dimengertinya.
“Ada apa?” tanya Woo-Hyun.
“Mereka mengincar Jung-Im dan aku terjebak.”
Detik selanjutnya Ji-Hyun langsung memasuki mobil dan melacak lokasi ponsel Jung-Im diikuti Woo-Hyun dan Ji-Ye. Ia bahkan tidak peduli pada orang-orang yang mengumpatnya karena terlalu cepat melajukan mobil. Mengabaikan petugas kepolisian yang mengejarnya dan mengabaikan seluruh prinsip seorang agen rahasia. Otak lelaki itu tidak bisa tenang dan berpikir terus menerus hingga ia menemukan sekerumunan orang. Dengan cepat ia turun dari mobil, menerobos barisan itu dan melihat Jung-Im terbaring kaku dengan bersimbah darah. Ada beberapa tenaga medis yang berusaha menyelamatkan nyawanya. Ia hendak menghampiri Jung-Im, tapi Woo-Hyun menahannya.
“Lepaskan aku!”
“Apa kau bodoh?!”
Ji-Hyun berusaha melepaskan tangannya dari Woo-Hyun, tapi gagal. Woo-Hyun menariknya, lalu melempar tubuh Ji-Hyun ke dalam mobil. “Berpikirlah dengan tenang! Apa kau ingin rencana kita gagal? Apa kau ingin pengorbanan Jung-Im sia-sia?! Hah?! Jawab aku!”
“Kau bisa mengatakannya dengan mudah karena dia bukan sahabat dekatmu!” bantah Ji-Hyun sama kerasnya.
“Aku tahu perasaanmu, bodoh! Aku tidak akan membiarkan sahabatmu itu mati! Diamlah di sini dan dinginkan kepalamu! Pikirkan Eun-Hye, orangtuamu dan Seo-Jung! Apa mereka tidak terluka jika melihatmu begini?! Jangan biarkan pengorbanan mereka sia-sia hanya karena emosimu, HAN JI-HYUN!” Woo-Hyun mencengkeram kerah kemeja Ji-Hyun, lalu menghempaskan lelaki itu ke sofa mobil.
Ji-Hyun mulai mengatur napas dan membenarkan ucapan Woo-Hyun barusan. Harusnya ia bisa lebih tenang agar semuanya tidak berantakan dan mempercayakan Jung-Im pada Woo-Hyun, lalu melakukan tugasnya dengan baik.
“Maaf, aku hanya tidak bisa melihatnya terluka. Dia satu-satunya keluarga yang aku miliki, jadi tolong selamatkan Jung-Im,” pinta Ji-Hyun sembari menitikkan air matanya.
Woo-Hyun mengangguk, lalu menepuk bahu lelaki itu dengan lembut. “Tenang saja, tidak akan kubiarkan lelaki itu mati.” Setelah mengatakannya, Woo-Hyun langsung bergegas menuju tim medis yang hendak membawa Jung-Im ke rumah sakit. Tampak lelaki itu menunjukkan kartu nama, lalu ikut ke dalam ambulans.
Ji-Ye mendekati Ji-Hyun. Lelaki itu menatap lekat ambulans yang perlahan menjauh seakan tidak rela meninggalkan sahabatnya. Ji-Ye menepuk bahu Ji-Hyun. “Tenanglah, kau harus fokus pada puncak kasus ini. Serahkan Jung-Im dan Eun-Hye pada kami.”
Ji-Hyun menoleh, lalu mengangguk. Ia menarik napas, lalu mengembuskannya perlahan. “Kau benar. Harusnya aku bisa mengendalikan emosiku.” Ji-Hyun membenarkan posisi duduk, lalu tersenyum pada Ji-Ye. “Aku akan menemui pengirim pesan itu. Tolong jaga Eun-Hye dan Jung-Im.”
Ji-Ye mengangguk sembari mengacungkan jempolnya. “Baiklah, serahkan padaku. Kita akan bertemu di pengadilan nanti.”
***
Chae-Yeong mempercepat langkah memasuki ruang kerja, lalu menghempaskan tubuhnya ke sofa. Lelaki itu menghela napas, lalu menatap jam tangan pemberian sang ayah dan langsung melepasnya, membuang benda itu ke kotak sampah. Ia tahu ada penyadap yang terpasang di jam tangan itu. Itu artinya Direktur NSS itu sudah tahu identitasnya, juga rencana mereka selama ini.
Chae-Yeong sendiri tidak menyangka kalau Jae-Ra hanya dimanfaatkan selama ini. Berdarah panas dan ceroboh menjadikan lelaki itu sebagai kambing hitam yang menutupi kejahatan Direktur NSS yang saat ini melarikan diri. Berita kejahatan Direktur NSS yang selama ini dihormati oleh para tentara, polisi, maupun rakyat biasa telah tersebar luas ke seluruh dunia. Jalinan kerja sama dengan Rusia terputus ketika kasus pencurian dan pengkhianatan yang dilakukan Direktur NSS terungkap. Ditambah menurunnnya ekonomi Seoul akibat salah satu pilarnya–J&R terlibat kasus pembunuhan berantai.
Lelaki itu bangkit dari duduk, lalu membuka ruang rahasia. Betapa terkejutnya Chae-Yeong ketika mendapati seorang lelaki dengan pakaian serba hitam dan topi duduk di singgasana. Ia duduk di sofa yang melingkari meja.
“Ada apa?”
“Ada yang ingin aku tanyakan padamu.”
Ji-Hyun berdiri, lalu menghampiri Chae-Yeong dan duduk di hadapan lelaki itu. “Apa benar kalau Direktur NSS adalah pengirim catatan sekaligus pemilik liontin yang memerintahkan Lee Kyung-Ju untuk melenyapkan Han Nam-Shik dan Kim Seo-Jung?”
“Apa maksudmu?”
“Bukankah itu adalah hal yang ingin kau katakan padaku, Im Chae-Yeong? Ah! Bukan, harusnya aku memanggilmu Han Ji-Yoon? Apa aku benar?”
Lelaki itu menyeringai. “Tidak aku sangka kau datang secepat ini.”
“Kau memintaku jadi pengawalmu, berpura-pura melamar Eun-Hye, mendekatkanku padanya, lalu kau juga yang memberikanku informasi tentang Im Jae-Ra. Semua itu menunjukkan bahwa kau mengetahui identitas asliku sebagai Han Ji-Hyun. Kau melakukannya secara diam-diam dan menungguku untuk menghampirimu. Ketika aku mengingat kalau kau memiliki tanda yang sama dengan saudara kembarku, aku semakin yakin kalau kau adalah Han Ji-Yoon yang menghilang lima belas tahun yang lalu.”
“Kau benar. Aku sengaja melakukan itu semua. Aku pikir aku bisa menggunakan dendam Eun-Hye untuk menangkap mereka, tapi tak kusangka kau muncul dan memiliki perasaan yang kuat padanya. Membuatku semakin yakin untuk mendekatkan kalian berdua.”
“Apa yang kau inginkan? Jika sekadar ingin melenyapkan Im Jae-Ra, aku yakin kau bisa melakukannya sejak dulu. Bahkan kau memiliki barang bukti untuk menghancurkannya.”
“Melenyapkan Choi Jin-Woo. Dialah pelaku semua kejahatan ini. Im Jae-Ra hanya boneka yang ia kendalikan. Dia yang membocorkan identitas ayah kita dan Kim Seo-Jung, juga dialah yang menjebak tim Seo-Jung hingga Lee Kyung-Ju dinon-aktifkan. Ia memerintahkan Lee Kyung-Ju untuk membunuh ayah kita dan Seo-Jung.”
“Jadi maksudmu semua ini terjadi sesuai rencananya?”
Chae-Yeong mengangguk. “Kita semua sudah terjebak dan aku butuh kemampuanmu untuk mengalahkannya.”
Ji-Hyun berpikir sejenak, lalu mengangguk-angguk. “Baiklah, aku percaya padamu.”
Jawaban Ji-Hyun membuat saudaranya itu tersenyum. “Maaf karena telah menghilang darimu selama ini. Sejak aku melihat ayah kita terbunuh, aku sangat takut mereka akan membunuhku dan aku melarikan diri sampai seorang anak kecil bernama Im Chae-Yeong menyelamatkanku.”
“Di mana dia sekarang?”
“Dia sudah meninggal.”
“Kau membunuhnya?”
Chae-Yeong menggeleng. “Dia meninggal karena sakit dan menyuruhku untuk menghentikan ayahnya. Tanpa sepengetahuan Im Jae-Ra dan Direktur itu, aku bergabung sebagai agen rahasia. Sekarang, aku sudah tahu kenapa dia menyuruhku menghentikan Im Jae-Ra.”
Ji-Hyun terdiam dan menantikan lanjutan dari Chae-Yeong.
“Im Jae-Ra membunuh istrinya sendiri.”
Ji-Hyun ternganga ketika mendengarnya, tidak percaya ada orang yang kejam pada keluarganya sendiri. Tidak hanya pada sahabat dan bawahannya, bahkan orang yang ia cintai.
“Mereka sangat mengerikan. Mereka akan melenyapkan siapa saja yang menganggu jalannya untuk berkuasa di Seoul. Sekarang dia tahu kalau aku memihakmu dan dia akan segera membunuhku.”
“Apa kau akan diam saja?”
Chae-Yeong tertawa mendengarnya. “Tentu saja tidak. Aku tidak akan menyerahkan nyawaku pada orang sekeji dia.”
Chae-Yeong beranjak menuju rak buku, mengambil beberapa lembar foto dan berkas perjanjian, lalu menunjukkannya pada Ji-Hyun. Foto-foto yang dipotret reporter yang meninggal gantung diri lima belas tahun yang lalu. Tampak jelas sekali ada dua orang lelaki yang memperhatikan Kyung-Ju menikam putra presiden dari dalam mobil, juga beberapa foto yang memperjelas transaksi antara Kyung-Ju dan Jae-Ra.
“Ini di luar dugaanku. Bagaimana kau bisa mendapatkannya?” Hyun-Shik membaca ulang berkas perjanjian dengan teliti.
“Aku mendapatkannya dari brankas Im Jae-Ra. Sepertinya dia yang membunuh reporter itu dan mencuri foto ini, tapi istrinya menyembunyikan foto ini diam-diam. Mungkin foto ini adalah alasan kenapa ia membunuh istrinya sendiri.”
“Kau punya bukti tentang itu?”
Chae-Yeong menggeleng. “Hanya perkiraanku, tapi menurut Chae-Yeong, orangtuanya tidak pernah rukun.”
“Itu tidak kuat di mata hukum, tapi dengan foto ini kita bisa memperkuat bahwa Im Jae-Ra telah memerintahkan mantan agen rahasia untuk membunuh putra presiden. Akan kuhubungi Jaksa Ji-Ye.”
“Kau yakin bisa mempercayai mereka?”
Ji-Hyun mengangguk. “Ya, aku punya banyak alasan untuk percaya pada mereka. Untuk sementara, kau harus pergi dari tempat ini secepatnya.”
“Hm, tentu saja. Hubungi aku jika kau butuh bantuan.”
***
“Apa kau Han Ji-Hyun?”
Sontak anak itu mendongak dan menatap seorang lelaki berambut hitam legam dengan tatapan tajam iris merah anggur yang khas. Garis wajahnya tegas dengan hidung mancung dan bibir yang tipis. Meski raut wajah lelaki itu terlihat baik, Ji-Hyun tetap mundur beberapa langkah. Matanya menunjukkan ketakutan ketika lelaki itu perlahan mendekat sambil mengulurkan tangan..
“Apa kau akan membunuhku?”
“Jangan takut. Aku tidak akan membunuhmu. Aku adalah sahabat Han Nam-Shik, ayahmu. Ikutlah dan tumbuh kuat bersamaku.”
“Bagaimana aku bisa percaya padamu?” Ji-Hyun tetap melangkah mundur, tapi lelaki itu semakin mendekat.
“Kim Eun-Hye, dia putriku. Kau mengenalnya, kan?”
“Eun-Hye? Kau sungguh ayahnya?”
Lelaki itu mengangguk, lalu tanpa disadari kini mereka berhadapan. Lelaki itu menepuk pucuk kepala Ji-Hyun dengan lembut, lalu menyamakan posisi mereka. “Izinkan aku membayar dosa pada ayahmu.”
Meski ragu, Ji-Hyun memberanikan diri untuk menyambut ulurannya. Lelaki itu langsung menarik Ji-Hyun dalam gendongan dan membawanya masuk ke mobil. Ji-Hyun mengedarkan pandangan ke seluruh mobil dan mendapati foto Eun-Hye bersama dengan kedua kakak dan ibunya terpasang di beberapa sisi. Jelas sekali kalau lelaki ini sangat menyayangi mereka.
Mereka terjebak dalam diam hingga lima belas menit kemudian lelaki itu memakirkan mobilnya di belakang gedung tua yang tak terawat. Lelaki itu mengetikkan kode, lalu terbuka ruangan rahasia. Ruangan itu tampak sederhana, tak ada barang mewah apa pun di sana. Hanya meja makan, dua tempat tidur, dan meja yang dipenuhi berkas-berkas. Tak lupa rak buku yang tampak tua di sudut ruangan dan kaca bening tempat menuliskan informasi.
“Appa! Akhirnya kau pulang!” seru anak kecil seusianya sambil berlari dan memeluk lelaki itu. “Siapa dia?” tanya anak itu sembari melihat Ji-Hyun.
“Dia Han Ji-Hyun yang menjadi adikmu sekarang,” ucap lelaki itu mengenalkan Ji-Hyun pada anak itu dan sebaliknya. “Namanya Kim Jung-Im. Dia akan menjadi kakakmu. Kalian berdua mengerti?”
Kedua anak itu mengangguk, lalu tersenyum dan memberi salam satu sama lain. Ji-Hyun menyembunyikan identitasnya dan hidup sebagai Kim Hyun-Shik, nama gabungan ia, Seo-Jung , dan Nam-Shik. Setelah pertemuan itu, keduanya tumbuh bersama dan bersaing dalam belajar. Terutama ketika belajar bela diri. Perlahan waktu berjalan, bakat keduanya mulai tampak.
Ji-Hyun dengan bakat bertarung dan mengamati, sedangkan Jung-Im dengan kemampuan teknologinya dalam melacak dan menjinakkan bom. Dua kemampuan yang saling melengkapi di masa depan nanti. Mereka tumbuh bersama, menghabiskan waktu mereka dengan terus mengasah kemampuan masing-masing. Tapi semua itu berakhir tepat saat kelulusan SMA. Mereka mendapat telepon dari Kyung-Ju yang mengatakan bahwa Kim Seo-Jung dijebak dan dibunuh. Ketika mereka sampai di sana, lelaki yang telah membesarkan mereka sekarat dan mengatakan kalimat terakhirnya. Ji-Hyun dijebak. Ia dituduh membunuh gurunya sendiri dan mendapat hukuman penjara selama lima belas tahun.
Tapi keberuntungan berpihak padanya. Ketua Kang berhasil menemukan jaksa bernama Ahn Ji-Ye berhasil membuktikan ia tidak bersalah dan membebaskannya dari penjara. Tepat saat itu, Ji-Hyun mendapatkan catatan yang berisi kejahatan Im Jae-Ra dan Lee Kyung-Ju. Akhirnya ia memutuskan untuk bergabung dengan NSS untuk balas dendam. Ia melindungi Eun-Hye secara diam-diam dan mencari informasi tentang Im Jae-Ra dan juga Lee Kyung-Ju.
Kim Hyun-Shik. Kebangsaan Korea Selatan. Lahir di Seoul. Pekerjaan Agen Rahasia. Bertempat tinggal di Seoul, Korea Selatan. Tidak ada catatan kejahatan atau pendidikan.
Lelaki bernama Ketua Kang itu bangkit dan berjalan mengelilingi anak muda yang menatapnya datar dan dingin. Anak yang berhasil menjawab pertanyaannya dengan kebohongan yang tidak terdeteksi. Ia menyambar lembar profil Hyun-Shik, lalu tersenyum lebar.
“Jadilah agen rahasia yang beroperasi secara diam-diam, tanpa nama, tanpa reputasi. Apa kau setuju?”
Lelaki itu mengangguk mantap. “Ya, aku akan melakukannya.”
***
Ji-Hyun berjalan memasuki ruangan rawat Jung-Im dengan jas putih yang biasa dipakai dokter di rumah sakit. Tak lupa dengan kacamata dan rambut yang ditata rapih, mencerminkan tampilan seorang dokter muda yang tampan. Ia mendekati Jung-Im yang terbaring kaku dengan beberapa jenis alat medis yang terpasang.
“Semuanya akan selesai sebentar lagi. Jangan khawatir, aku baik-baik saja. Kau juga harus berjuang. Kau tidak boleh meninggalkanku seperti ini. Masih ada banyak hal yang harus aku bayarkan padamu, Jung-Im.” Ji-Hyun berdiri tegak hingga bisa melihat Jung-Im menggerakkan ujung kaki dan tangannya. Hal itu membuat Ji-Hyun tersenyum lega. Lelaki itu tidak akan lumpuh. “Kau pasti sangat kesal karena kau terbaring di sini, ‘kan? Kau harus cepat pulih agar aku bisa memintamu memasakkan ramyeon lagi untukku. Pokoknya kau harus sadar ketika aku kembali nanti.”
Ji-Hyun memutuskan untuk segera pergi karena ia tidak bisa berlama-lama di sini. Tidak ada yang boleh tahu keberadaannya karena publik sudah menganggapnya mati. Ia menyentuh wajah sahabatnya seraya tersenyum. “Sampai jumpa lagi dan ingat, kau harus segera bangun.”
Hyun-Shik mengeluarkan ponsel dan menghubungi Ji-Ye yang memberitahu tentang reaksi publik terhadap foto Im Jae-Ra yang mulai tersebar. Terlebih hasil forensik terhadap jasad Lee Kyung-Ju yang diketahui publik. Ia tahu a Woo-Hyun dan Ji-Ye yang melakukan semua ini.
“Jadi, kau bisa menuntut mereka sekarang?”
“Ya, tapi sayangnya Choi Jin-Woo menghilang.”
“Baiklah, aku akan melacaknya setelah ini. Tapi bisakah kau bebaskan Ketua Kang?”
“Wae? Dia sudah mengkhianatimu, ‘kan?”
“Itu semua hanya rencana kami berdua. Ketua Kang ingin membuat Im Jae-Ra dan Choi Jin-Woo berpikir aku sudah mati agar rencanaku yang selanjutnya berjalan lancar,” jelas Ji-Hyun. Hal ini berhasil membuat Ji-Ye tercengang. .
***
Kereen
Comment on chapter Prolog