Jung-Im menatap heran Hyun-Shik yang sedang berkutat dengan dokumen. Aroma zat-zat kimia dan buku-buku kuno bercampur di udara. Komputer yang menyala dan menampilkan profil beberapa orang pejabat tinggi, lalu proyektor yang menampilkan susunan rencana dan informasi yang ia dapat. Di samping lelaki itu terdapat liontin dengan bandul busur panah dan jam.
“Kau sudah memecahkan kode yang diberikan Moon In-Soo?” tanya Jung-Im pada Hyun-Shik. Lelaki itu menoleh sekilas pada Jung-Im yang meletakkan teh hangat di pinggiran mejanya.
“Ya, aku sudah memecahkannya.” Hyun-Shik tersenyum. Ia mematikan komputer dan membereskan kertas-kertas yang berceceran di meja dan lantai, lalu meminum teh buatan sahabatnya.
“Informasi apa yang ia berikan?”
“Koordinat GPS. Aku juga sudah menemukan lokasi yang dimaksud Moon In-Soo.”
Jung-Im menatap Hyun-Shik dengan heran. “Koordinat GPS? Apa dia berusaha memberitahu kita lokasi pelaku?”
Hyun-Shik menggeleng. “Seo-Jung dan Moon In-Soo tidak bodoh. Lokasi yang dimaksud mereka adalah rumah Eun-Hye.”
“Rumah Eun-Hye? Apa maksudnya?”
“Semua informasi yang selama ini disembunyikan Seo-Jung ada di sana. Aku akan menyusup ke sana malam ini,” ujar Hyun-Shik. Ia bergegas memakai pakaian serba hitam lengkap dengan topi dan penutup wajahnya, juga mengambil beberapa peralatan yang ia butuhkan. Lelaki itu juga tampak menghubungi seseorang.
“Ah, Chae-Yeong? Apa kau sudah dapat yang aku minta? Baiklah, tidak masalah karena aku akan mendapatkan bukti yang menguatkan dugaan itu,” ujar Hyun-Shik pada lawan bicaranya. Tak lama lelaki itu memutuskan panggilannya.
“Kau bekerja sama dengan Chae-Yeong? Bagaimana jika ia menjebakmu? Bagaimana jika ia memihak ayahnya?” Rentetan pertanyaan dari Jung-Im membuat Hyun-Shik bergidik ngeri. Seperti biasa, sahabatnya itu terlalu khawatir pada semua tindakannya.
“Jangan khawatir. Aku punya plan B jika itu terjadi. Aku harus pergi, kau urus hasil autopsi Lee Kyung-Ju dan jangan lupa buatkan aku sup udang saat aku pulang!”
Jung-Im berdecak kesal melihat kelakuan sahabatnya yang selalu seenak jidat. Pergi dan datang begitu saja, bahkan menghilang berhari-hari dan tiba-tiba lelaki itu sudah tertidur di tempat tidurnya dengan bersimbah darah. Itu benar-benar membuat Jung-Im kesal. Haruskah ia memberikan obat pada sup udangnya nanti? Ah, tidak-tidak. Dia tidak sejahat itu, apalagi orang itu adalah sahabat yang telah ia anggap sebagai keluarganya.
“Akan aku campurkan garam yang banyak pada supmu nanti. Lihat saja,” rutuk Jung-Im kesal.
***
Hyun-Shik memerhatikan setiap detail rumah mewah yang sempat ia tinggali selama satu tahun bersama ibunya. Setelah memperhitungkan jarak jangkauan CCTV yang ada di beberapa sudut rumah, ia berjalan menuju pintu belakang rumah dan melompati pagar. Di sekitar rumah, ia melihat sekitar lima pelayan yang berkumpul, dua penjaga, serta sosok yang ia kenal, Goo-Juu. Rupanya Woo-Hyun menepati janji mereka dengan meningkatkan keamanan di rumah ini. Dua penjaga kiriman Woo-Hyun itu pasti cukup kuat.
Meski begitu, Hyun-Shik tetap bisa mengatasinya tanpa menimbulkan keributan apa pun. Ia berlari kecil dalam posisi membungkuk menelusuri pepohonan yang ditanam di pinggiran pagar. Meski daunnya sedang meranggas, pepohonan itu berhasil menyembunyikannya dengan aman. Ia menembakkan rope gun ke balkon kamar Eun-Hye dan masuk ke sana. Ia mengedarkan pandangan, mencoba mencari tempat persembunyian informasi Seo-Jung sembari mengingat semua kalimat yang diucapkan lelaki itu sebelum meninggal.
Hyun-Shik berjalan menuju lukisan besar Eun-Hye ketika kecil yang tergantung di dinding. Ia menggeser lukisan itu dan menemukan sebuah tombol kecil. Setelah ia menekan tombol itu, dinding sebelah kanan kamar Eun-Hye bergeser, membuka ruangan yang berbentuk perpustakaan. Ia memasuki ruangan itu dengan hati-hati. Matanya mendapati banyak foto-foto yang terpajang di dinding. Ia meraih sebuah foto Eun-Hye bersama dengan keluarganya. Perempuan itu tampak tersenyum ceria, termasuk kedua kakak dan orangtuanya. Hyun-Shik tersenyum, lalu meletakkannya kembali. Saat berbalik, Hyun-Shik tersentak ketika seorang perempuan berdiri membelakanginya. Perempuan berambut coklat panjang dengan tinggi sekitar 163cm. Soon-Hee–ibu Eun-Hye.
“Ternyata dugaanku benar kalau kau adalah Han Ji-Hyun.” Soon-Hee berbalik menghadap Hyun-Shik yang terpaku melihatnya, terkejut sekaligus bingung bagaimana perempuan itu bisa mengetahui identitasnya.
Soon-Hee berjalan mendekatinya dan memeluk Hyun-Shik yang terpaku di tempat. “Ke mana saja kau selama ini? Aku tidak tahu apa kau baik-baik dan kau hidup dengan layak.”
Sesaat kemudian Soon-He melepaskan pelukannya, matanya menatap lelaki yang sudah dianggap anak kandungnya sejak kecil. “Kau tumbuh dengan baik dan kau tetap tampan seperti dulu. Aku tak mengira kau akan menjejaki jalan yang sama dengan ayahmu dan Seo-Jung.”
Hyun-Shik tersenyum simpul mendengar ucapan Soon-Hee. Ia masih tidak menyangka kalau Soon-Hee tahu tentang Seo-Jung dan informasi rahasia itu. Ia pikir tidak ada yang tahu selain Seo-Jung dan In-Soo.
“Ah, sepertinya ini bukan saat yang tepat untuk reuni.” Soon-Hee berjalan menuju brankas yang diletakkan di sudut ruangan, memasukkan sandi dan membukanya. Ada tumpukkan kertas yang diikat menjadi satu, serta beberapa file di sana. Mungkin berkas mengenai kasus yang pernah Seo-Jung atasi semasa hidupnya. Soon-Hee mengambil flashdisk dan beberapa amplop, kemudian memberikannya pada Hyun-Shik.
“Semua itu adalah rekaman CCTV yang telah disimpan oleh Seo-Jung. Ia berhasil mendapatkan rekaman CCTV pembunuhan putra presiden dan beberapa perjanjian pelaku. Semua informasi ini diberikan Seo-Jung padaku beberapa hari sebelum kematiannya,”jelas Soon-Hee pada Hyun-Shik.
Jujur saja, Hyun-Shik semakin kagum pada Seo-Jung, juga ayahnya. Bahkan Seo-Jung rela hidup menyendiri demi melindungi anak dan perempuan yang ia cintai. Itu adalah hal terberat yang harus dilakukan seorang agen rahasia. Ketika harus mengorbankan kebahagiaan demi keselamatan orang lain.
“Aku juga tahu kalau agen rahasia yang meninggal bersamaan dengan meninggalnya Nam-Gil dan Go-Eun adalah ayahmu. Ibumu juga meninggal tak lama setelah kalian meninggalkan tempat ini. Aku juga tahu kalau Seo-Jung yang mengadopsimu. Meski aku tidak menyangka kenapa kau memilih jalan yang sama dengan ayahmu dan Seo-Jung.”
“Aku hanya ingin memberi keadilan bagi orang yang meninggal dalam kasus itu.”
Soon-Hee terkekeh mendengar jawaban Hyun-Shik. “Kau anak dari Nam-Shik, tapi kau bicara seperti Seo-Jung? Apa-apaan ini? Apa kau sebenarnya adalah anak Seo-Jung?”
Hyun-Shik tertawa mendengar kalimat yang sudah ia dengar dari beberapa orang. Entah Ketua Kang atau siapa pun pasti mengatakan ia mirip dengan Seo-Jung, bukan ayahnya. “Itu pasti karena aku dewasa bersamanya. Aku tidak pernah menghabiskan masa remaja bersama ayah kandungku. Aku bahkan tidak ingat wajahnya.”
“Ah, kau dan Eun-Hye memiliki nasib yang sama, hanya saja kau lebih keras kehidupannya.”
“Itu adalah pilihanku.”
“Kau benar-benar seperti Seo-Jung. Dia akan mengatakan ‘itu adalah pilihanku’ setiap kali aku melihat tubuhnya terluka.”
“Ah, baiklah. Aku tidak ingin menahanmu di sini terlalu lama. Pasti ada banyak tugas yang harus kau lakukan. Kau harus kembali sebelum Eun-Hye pulang. Aku takut dia salah paham dan menganggapmu menggunakannya untuk mendapat informasi ini.”
Hyun-Shik mengangguk, lalu berbalik menuju pintu keluar, namun Soon-Hee menahannya. Hyun-Shik menoleh, mendapati Soon-Hee menatapnya penuh harap. Senyum tulus terukir indah di wajah cantik perempuan itu. “Tolong, lindungi Eun-Hye. Hanya itu yang aku minta darimu.”
Hyun-Shik mengangguk, lalu tersenyum. “Aku akan melindunginya dengan taruhan apa pun.”
***
Sudah hampir tiga jam ia berkutat dengan komputer yang memuat semua berkas bukti kejahatan Im Jae-Ra, liontin, dan buku catatan, serta laporan dari forensik yang didapatkan Jung-Im kemarin. Ditambah rasa pusing yang menghantam kepalanya setelah mendengar informasi dari Chae-Yeong. Memaksanya untuk berhenti sejenak, lalu menyesap kopinya yang ketiga. Sebuah kebiasaan yang menemaninya untuk menganalisa kasus.
“Kau mendapatkannya?” tanya Jung-Im.
Hyun-Shik mengangguk, lalu menunjuk ke arah flashdisk yang tertancap di komputernya. “Aku sudah menduga kalau bapak tua itu menyimpan salinan CCTV. Kebetulan kau sudah bangun. Temani aku untuk menganalisa semuanya.” Hyun-Shik menepuk bagian kosong kursi di sebelahnya.
Hyun-Shik membuka sebuah file yang berisi beberapa video. Video itu diurutkan dengan tanggal rekaman, jadi cukup mudah untuk menarik kesimpulan. Hyun-Shik memutar video yang tanggalnya paling lama. Video yang berdurasi satu menit itu menunjukkan dua lelaki berusia tiga puluhan sedang duduk berhadapan di ruangan rahasia tempat ia dan Chae-Yeong bertemu. Mereka tampak berbincang layaknya sahabat, seakan tidak ada masalah apa pun.
“Itu putra presiden, ‘kan?” Jung-Im menunjuk lelaki dengan setelan jas abu-abu berambut cepak.
Hyun-Shik mengangguk. “Dia adalah Im Jae-Ra.” Lelaki itu menunjuk lelaki yang duduk di hadapan putra presiden.
Hyun-Shik membesarkan volume video, tapi mereka tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan. Dua lelaki itu hanya berbincang tentang hal yang tidak ingin ia dengar, yaitu prostitusi online. Mereka lanjut ke video berikutnya. Kali ini layar komputer menampilkan dua lelaki itu sedang duduk berhadapan, di tempat yang sama seperti di video pertama.
“Kali ini aku akan menguasai Seoul, kau tinggal sediakan dana untuk kampanye dan kita akan menguasai Seoul,” ujar Im Jae-Ra.
Putra presiden itu tertawa dan mengambil koper hitam di sebelahnya. Ia meletakkan koper hitam itu di atas meja, lalu membukanya. Ada banyak uang memenuhi koper itu. “Aku bukan mesin uang yang bisa memberimu uang secara terus menerus, pastikan kau berhasil dalam kampanye.”
“Hahaha!! Jangan khawatir! Akan aku pastikan kampanyenya berhasil dan kita akan menguasai Seoul.”
Video itu berakhir ketika Im Jae-Ra keluar dari ruangan sambil membawa koper hitam. Hyun-Shik melanjutkan ke rekaman berikutnya yang hanya rekaman suara.
“Kenapa kau tiba-tiba menolak kampanye ini? Bukankah sebentar lagi kita akan mencapai apa yang kita inginkan?!” bentak Im Jae-Ra.
“Awalnya aku memang ingin membuatmu menjadi wali kota Seoul, tapi melihatmu selalu mendapatkan dana illegal yang tidak aku ketahui membuatku muak. Kau memanfaatkan aku untuk mencapai tujuanmu. Karena itulah aku ingin menghentikan semuanya. Aku tidak ingin melihat rakyatku menderita karena diperas olehmu.”
Terdengar suara Im Jae-Ra tertawa. “Hoo, kau bicara sebagai temanku atau putra presiden? Kenapa kau merasa dimanfaatkan? Bukankah ini perjanjian sejak awal? Kau akan menjadi direktur NSS dan aku menjadi wali kota Seoul.”
“Aku bicara sebagai temanmu, Jae-Ra! Aku tidak ingin membuatmu menjadi koruptor!”
“Kita lihat saja nanti, kau atau aku yang akan menang.”
Rekaman suara itu berakhir. Hyun-Shik dan Jung-Im terdiam, saling menatap.“Hei kawan, apa kau akan menjadi seperti itu jika berurusan dengan uang dan jabatan?” tanya Jung-Im dengan raut wajah takut.
Hyun-Shik tertawa mendengar pertanyaan Jung-Im. “Jangan khawatir, aku bukan orang yang rakus pada uang dan jabatan. Aku adalah tipe orang yang lebih mementingkan keluarga dan sahabat.”
“Wooo!! Bisakah aku percaya pada ucapan seorang Kim Hyun-Shik si penipu ulung?” goda Jung-Im seraya tersenyum jahil pada Hyun-Shik yang membalasnya dengan tatapan kesal.
“Kau juga agen rahasia, Jung-Im.” .
“Ah, itu benar, tapi aku merasa kau jauh lebih berbakat dari aku.”
“Itu tidak penting. Mari kita lanjutkan rekaman berikutnya.” Hyun-Shik tidak memedulikan Jung-Im lebih lanjut dan memutar rekaman suara berikutnya.
“Bunuh dia, jangan biarkan dia menghalangi jalanku,” ujar Jae-Ra dengan suara lugas.
“Baik, sesuai dengan perintah anda.”
Rekaman yang berdurasi sepuluh detik itu berhasil membuat Jung-Im dan Hyun-Shik ternganga. Suara terakhir itu bukan suara Im Jae-Ra. Itu artinya ada seseorang yang menyuruh Lee Kyung-Ju untuk membunuh putra presiden. Hyun-Shik beralih pada laporan forensik Kyung-Ju yang menyatakan adanya reaksi racun novischok yang sama dengan penyebab kematian Seo-Jung. Itu artinya Im Jae-Ra hanya boneka yang dipermainkan oleh pelaku utama–penulis catatan dan pemilik liontin. Mereka beralih pada catatan dan liontin, serta hipotesis yang dibuatnya selama ini. Ia membiarkan Jung-Im membacanya, membuat sahabatnya itu menganga karena tidak percaya pada semua yang tertulis di kertas selembar ini.
“Pemilik catatan dan liontin, juga orang yang menon-aktifkan Lee Kyung-Ju, dia yang membocorkan informasi rahasia Seo-Jung dan ayahku, juga orang yang mengetahui bahwa Kim Hyun-Shik adalah Han Ji-Hyun–kepala dari semua kasus ini. Orang yang memiliki posisi tinggi dalam bidang intelijen, dia adalah-“ Kalimat Hyun-Shik terhenti ketika Ketua Kang memasuki ruangan dengan membawa beberapa kotak makanan cepat saji.
“Kalian sudah dapat semua informasinya?” tanya Ketua Kan seraya menghampiri mereka dan duduk di sebelah Jung-Im.
Hyun-Shik mengangguk. “Kasus ini akan segera selesai. Kita punya bukti dan saksi untuk menuntut Im Jae-Ra dan menggagalkan rencananya untuk menguasai Seoul.”
“Ah, baiklah. Akan kusampaikan pada direktur dan menunggu perintah selanjutnya. Sekarang lupakan tentang misi bersenang-senanglah.” Ketua Kang mengeluarkan makanan yang ia beli dan meletakkannya di meja
Wajah keduanya tampak sumringah ketika makanan yang mereka anggap mewah itu terbuka, menyebarkan aroma yang memanjakan penciuman mereka. Tapi belum sempat Hyun-Shik menyantap makanan itu, ponselnya sudah kembali berdering. Dengan perasaan kesal, Hyun-Shik mengangkat panggilan dari Woo-Hyun dan berjalan ke tempat yang agak jauh dari mereka.
“Ada apa?”
“Kau terdengar kesal? Ah, tapi jangan khawatir. Aku menghubungimu dengan kabar gembira.”
“Jangan bertele-tele, aku sedang lapar.” Hyun-Shik memprotes seraya melirik Ketua Kang dan Jung-Im yang memanas-manasinya dengan makanan.
“Aku ingin mengubah permintaanku waktu itu.”
“Apa?” Alis Hyun-Shik bertaut, ia tidak mengerti maksud Woo-Hyun mengatakannya.
“Aku ingin kau tetap bersama Eun-Hye dan melindunginya. Aku rasa kau lebih baik dariku yang meninggalkannya tanpa sepatah kata, jadi aku tidak berhak melarangnya untuk mencintai seseorang yang telah mati-matian melindunginya. Aku bicara padamu sebagai kakak, karena itu tolong lindungi Eun-Hye dan buat ia bahagia.”
Hyun-Shik terdiam, ia tidak bisa menjelaskan situasi hatinya sekarang. Membuatnya tak bisa berkata-kata, bahkan lidahnya seperti dikunci. Kakinya tak bisa bergerak. Entah gembira atau kebingungan. Hyun-Shik terpaku di tempat dan detik selanjutnya ia tersentak ketika suara Woo-Hyun kembali menyapa telinganya.
“Selesaikan misi ini secepatnya dan menikahlah dengan adikku.”
Panggilan itu diputus sebelum Hyun-Shik mengatakan apa pun. Senyumnya merekah dan hatinya seperti berbunga-bunga. Ia kembali pada Jung-Im dan Ketua Kang yang tampak bingung melihatnya tersenyum lebar, kemudian duduk dan menyambar bagiannya.
“Ada apa? Apa sahabatku ini sudah kehilangan akal sehatnya?” tanya Jung-Im tampak takut ketika Hyun-Shik tersenyum lebar. Benar-benar berbeda dengan Hyun-Shik yang biasanya.
“Yahh, kau tidak akan mengerti sebelum jatuh cinta dengan seorang perempuan.”
“Kau akan menikahinya nanti?”
Hyun-Shik mengangguk mantap. “Ya, setelah semuanya selesai aku akan hidup sebagai Han Ji-Hyun. Aku akan membangun keluarga bersamanya. Tidak akan aku sia-siakan perempuan setia sepertinya.”
“Kau ingin berhenti dari NSS?” tanya Ketua Kang.
“Entahlah. Kita lihat saja di akhir nanti.” Ia mengatakannya sembari mengetikkan pesan singkat, lalu mengirimnya pada Eun-Hye.
Besok aku akan menjemputmu.
“Kau akan berkencan besok?” tanya Jung-Im setelah mengintip pesan itu.
“Ya, tadi siang Chae-Yeong mengatakan kalau Im Jae-Ra akan mengincar Eun-Hye, tapi permintaan Woo-Hyun membuatku kesulitan. Tapi hari ini Woo-Hyun mengubah permintaannya dan memudahkanku untuk melindungi Eun-Hye.”
“Chae-Yeong yang mengatakannya? Kau tidak curiga padanya?”
Hyun-Shik menggeleng. “Entah kenapa aku tidak curiga padanya.”
***
Lelaki itu memakirkan mobilnya agak jauh dari halte tempat perempuan itu menunggu. Ia tersenyum ketika melihat perempuan itu berkutat dengan imajinasinya. Kadang perempuan itu tersenyum, kadang juga cemberut. Membuat lelaki itu gemas dan duduk di sampingnya.
“Mau makan ramyeon?” ajak Hyun-Shik sembari menatap wajah cantik Eun-Hye.
Eun-Hye menoleh, wajahnya sedikit terkejut menyadari kedatangan Hyun-Shik. “Kau datang di saat yang tepat. Aku sangat lapar malam ini dan ingin makan ramyeon.”
“Bagaimana jika kita makan di kedai ramyeon? Ramyeon akan lebih lezat ketika ahlinya yang memasak.”
“Baiklah. Akan mengikuti pilihanmu.”
Hyun-Shik tersenyum, lalu menggenggam jemari Eun-Hye dan menuntunnya ke dalam mobil. Hyun-Shik sempat melirik ke arah spion sebelum melajukan mobilnya. Ucapan Chae-Yeong memang benar. Ia menyadari ada mobil hitam yang membututi Eun-Hye jauh sebelum mereka bertemu. Hyun-Shik memutuskan untuk memutar laju mobilnya. Berniat untuk memancing penguntit itu dan dugaannya benar. Penguntit itu mengikutinya.
“Bukankah kedainya di sebelah sana?” tanya perempuan itu sambil menunjuk ke arah yang berlawanan dengan jalur mereka sekarang.
“Aku sedang mencari jalan panjang.”
“Kenapa?”
“Agar bisa bersamamu lebih lama,” goda Hyun-Shik. Ia tersenyum puas melihat wajah Eun-Hye yang merona.
Hyun-Shik menghentikan mobilnya di sebuah kedai yang terletak cukup jauh dari pusat kota. Kedai ramyeon itu cukup ramai dengan beberapa pasangan paruh baya dan pekerja kantoran. Mereka memasuki kedai itu dan memesan ramyeon pada pelayan yang berada di dekat mereka. Hyun-Shik sengaja memilih tempat duduk di dekat jendela agar bisa memantau penguntit yang sampai sekarang ini masih setia mengawasi mereka.
“Apa ada seseorang yang mengikuti kita?” bisik perempuan itu pada Hyun-Shik. Lelaki itu menoleh ke arah Eun-Hye sambil tersenyum.
“Ya, jangan khawatir. Aku akan melindungimu.”
Eun-Hye mengangguk dan tak lama pelayan mengantarkan pesanan mereka. Eun-Hye menyambut ramyeon itu dengan girang. Ia tampak semangat menyantap ramyeon yang ada di hadapannya. Hal itu membuat Hyun-Shik tersenyum. Sebelah tangan Eun-Hye memegang rambutnya yang sedikit keluar dari ikatan rambut.
Hyun-Shik berdiri dan berjalan menuju Eun-Hye. Ia melepas ikatan rambut Eun-Hye, kemudian memakaikannya kembali. “Kau sepertinya terganggu dengan rambutmu, jadi aku ingin memperbaiki ikatannya,” ujar Hyun-Shik sembari kembali ke tempatnya dan mulai menyantap makanannya.
Perlakuan lelaki itu membuat Eun-Hye menarik senyuman dan sesekali melirik Hyun-Shik tanpa disadari lelaki itu. Hatinya menghangat, menyukai semua perlakuan hangat lelaki itu padanya.
“Apa ada yang aneh dengan wajahku?” tanya Hyun-Shik memergoki perempuan yang terus menerus meliriknya. Ia membalas tatapan Eun-Hye hingga perempuan itu salah tingkah.
“Ya, kau sangat lucu sehingga sisi misteriusmu menghilang.” Eun-Hye membalas. Ia tersenyum gemas melihat sisa kuah di sudut bibir Hyun-Shik.
“Apanya yang lucu?”
“Semuanya,” ujar Eun-Hye sambil mengulurkan tangannya dan menyentuh sudut bibir Hyun-Shik, menyapu sisa kuah dengan jarinya membuat wajah Hyun-Shik merona. Jantungnya berdetak cepat dan ia tidak bisa mengontrol perasaannya saat ini. Seakan mendapat balasan atas keusilannya barusan.
“Apa Kim Eun-Hye sudah pintar menggoda sekarang?” Hyun-Shik mengulurkan tangannya dan menyentuh pipi Eun-Hye.
“Itu karena Kim Hyun-Shik datang dan mengajarinya,” balas Eun-Hye dengan senyuman usil di wajahnya.
Keduanya tertawa, lalu melanjutkan menyantap ramyeon yang hangat. Tepat sekali untuk menemani malam yang dingin. Hyun-Shik melirik ke jendela dan menemukan seorang lelaki berpakaian hitam sedang berdiri di depan kedai sambil melirik arlojinya. Hyun-Shik juga melihat mobil yang terparkir di dekat mobilnya. Mobil dengan lambang liontin itu. Itu artinya pelaku yang sebenarnya sedang memerhatikan mereka saat ini, pelaku yang bergabung dengan organisasi illegal.
Setelah mereka menyelesaikan makan malamnya, Hyun-Shik berniat untuk menjebak penguntit. Ia sengaja memutar-mutar jalan sembari memperlama waktunya bersama Eun-Hye. Lelaki itu mengajaknya mengelilingi beberapa tempat perbelanjaan dan juga berjalan-jalan di Deoksugung, lalu berniat mengantarkan perempuan itu kembali ke rumahnya.
“Apa dia masih mengikuti kita?” tanya Eun-Hye sambil melihat ke arah spion.
“Ya, tepat di belakang kita.” Hyun-Shik mempercepat laju mobilnya memasuki jalan tol. Ia menyalip beberapa mobil di depannya dan meninggalkan jarak yang cukup jauh dari penguntit itu. Ada alasan kuat yang membuatnya malas untuk berurusan dengan penguntit itu. Salah satunya karena ia tidak ingin melibatkan Eun-Hye.
Dering ponsel membangunkan Hyun-Shik dan dunia pikirnya. Ia merogoh saku celana dan membaca pesan dari Ketua Kang untuk menemuinya.
“Besok jam tujuh malam, tunggu aku di halte tadi. Ada yang ingin kuberikan padamu. Ok?” Hyun-Shik mengatakannya seraya tersenyum tipis.
“Kenapa kau tidak memberikannya sekarang? Kau membuatku penasaran saja.” Perempuan itu mengatakannya sembari menggembungkan kedua pipinya. Membuat Hyun-Shik terkekeh, lalu mencubit pipi perempuan itu. “Aku ingin melakukannya setelah semua selesai.”
Eun-Hye mengangguk. “Baiklah, aku akan menunggumu.”
“Terima kasih.”
***
Hyun-Shik tiba di jembatan sepi tepat pukul sebelas malam. Ia turun dari mobilnya dengan tas hitam berisi rekaman dan berkas perjanjian, lalu menghampiri Ketua Kang yang tampak bertumpu pada pembatas jembatan dengan posisi membelakanginya.
“Berikan tas itu padaku.” Ketua Kang memberikan perintah tanpa menatap Hyun-Shik yang berdiri di sampingnya.
Hyun-Shik melirik ke sekitar, memastikan tidak ada mata-mata yang mengawasi mereka. Setelah merasa aman, ia memberikan tas hitam itu pada Ketua Kang.
“Misimu sudah berakhir.”
Hyun-Shik mengangkat kedua bahunya, lalu ikut bersandar di pembatas jembatan. “Benarkah? Kupikir kasus ini belum berakhir setelah menyadari kalau kau berpihak pada mereka.” Hyun-Shik menoleh pada kilatan lampu beberapa mobil yang mengepung mereka. Ia memicingkan mata dan melihat lambang liontin pada pintu mobil-mobil itu. Para lelaki berpakaian hitam keluar dari mobil dan memangku senjata laras panjang. Membidik Hyun-Shik bersamaan.
“Aku ulangi sekali lagi. Misimu sebagai Kim Hyun-Shik sudah berakhir dan sudah waktumu untuk menghilang, K-4.” Ketua Kang dengan cepat mengeluarkan pistol yang bersembunyi dalam jasn, lalu menembakkan Hyun-Shik disusul tiga tembakan lain dari komplotannya.
Hyun-Shik merasa tubuhnya memanas. Ia mulai sulit untuk menjaga keseimbangan seiring rasa sakit itu menguasai tubuhnya. Tubuh Hyun-Shik oleng dan terjatuh melewati pembatas jembatan, terjun bebas ke dalam sungai yang dalam. Perlahan kesadarannya menghilang, hanya tersisa ingatan tentang Eun-Hye. Samar-samar ia merasa perempuan itu memanggilnya, tapi tubuhnya tak mampu untuk bergerak. Hyun-Shik berusaha mendapat kembali kesadaran, tapi gagal. Tekanan air membuatnya semakin sulit bernapas dan akhirnya matanya tertutup rapat dengan nadi yang perlahan melemah.
Keren banget ceritanya.
Comment on chapter Prolog