Payung merah dan Quote
Kala mentari mulai menghilang dari tempat persinggahannya. Gadis bertubuh mungil tersebut berada di taman sukosari. Taman kecil tersebut berada di Desa Sukosari, desa yang jauh dari keramaian kota. Maka dari itu, Piya memilih desa ini sebagai tempat untuknya bisa menyendiri, menenangkan pikiran, dan tempatnya untuk menangis. Desa Sukosari ini juga menjadi pilihan KOPEKAT (Komunitas Pengembangan Masyarakat) sebagai sasarannya. Kopekat sendiri masih meriset desa tersebut untuk mengetahui apa saja permasalahan sosial yang terjadi, dan juga apa yang menjadi kebutuhan dari masyarakat desa Sukosari ini. Sehingga Piya dikenal oleh masyarakat sekitar dan sebaliknya Piya pun juga akrab dengan masyarakat sekitar. Taman Sukosari juga sepi pengunjung, karena masyarakat sekitar lebih memilih pergi ke taman alun-alun kota. Tak heran jika taman kecil ini tak berkembang karena masyarakat sekitarnya pun tak berminat untuk menjadikan taman sukosari ini sebagai tempat untuk menghabiskan waktunya di hari libur. Oleh karena itu, Piya memilih taman ini untuk menangis.
Di bawah pohon beringin taman sukosari, ia menangis dan menuliskan keresahan hatinya di buku kecil bewarna hijau. Buku kecil tersebut selalu ia bawa kemana-kemana, karena selain membaca ia juga suka menulis. Maka tak heran jika ia sering meluapkan keresahan hatinya di buku kecil bewarna hijau tersebut. Kali ini ia menuliskan perasaannya yang masih berduka atas kehilangan sosok ayahnya.
Luka akan kehilangan begitu susah untuk lenyap.
Sesusah itu memang, apalagi kehilangan seseorang yang dicintai.
Akankah luka itu bisa lenyap, dan apakah senyuman bisa mengembang lagi di wajahku?
Mungkinkah ada kebahagiaan yang bisa mengeliminasi luka mendalam tersebut?
Ah, mustahil.
Setelah ia menuliskan perasaanya dalam catatan hijau. Tiba-tiba hujan turun, gadis berkacamata itu melepaskan kacamata dan menghapus air matanya serta memasukkan buku kecil bewarna hijau ke tas ranselnya. Lalu matanya tertuju, pada payung bewarna merah yang berada di sampingnya. Ia juga mencoba untuk melihat sekelilingnya, tapi tidak ada orang. Jadi, ia memutuskan untuk mengambil payung bewarna merah tersebut. Tak hanya payung kecil bewarna merah itu saja yang ia temukan, tapi juga kertas. Piya mengambil kertas tersebut dan membukanya, ternyata ada quote.
Untukmu Pemegang Buku Hijau.
Kehilangan, memang menyakitkan dan menyisihkan luka mendalam.
Tapi, ingatlah bahwa ada kebahagiaan lain yang sedang menunggumu.
Kehilangan akan mengajarkanmu sebuah arti kedewasaan.
Tetap semangat, esok hari kau akan bertemu dengan penyemangat.
-Uknown-
Piya, heran siapa yang memberikan payung merah dan quote tersebut. Selain itu, ia juga heran kenapa isi quote tersebut itu selaras dengan apa yang dirasakannya. Ia pun meninggalkan taman sukosari dengan penuh rasa penasaran.
Sesampainya di rumah, ia masih saja heran dan memikirkan tentang siapa pemberi payung merah dan quote tersebut. Sembari ia keheranan, ia menempelkan quote tersebut di dinding kamarnya yang berwana biru muda itu. Ia mencoba membaca lagi quote tersebut sambil tersenyum tipis.
“Apakah benar apa yang kau tulis?”
“Siapakah kamu?” “Ucap dia sambil senyum tipis.
“Loh kok aku bisa tersenyum?” Ucap dia sambil keheranan karna ia bisa tersenyum.
“Wah hebat sekali kau, terima kasih sudah mengembalikan senyumanku.” Ucapnya sambil ia merebahkan tubuhnya ke tempat tidurnya.