“Aretha gak ada di dalem,” ucap Aletha.
Aram dan Rachel baru saja sampai di rumah milik Alvaro yang sempat ditempati Aretha sebelum dia pindah ke apartemen. Mobil Aretha yang terparkir di depannya membuat Aram dan Rachel yakin kalau Aretha berada di dalam, tapi berbeda dengan ucapan Aletha—kembaran Aretha, yang mengatakan bahwa Aretha tidak ada di dalam.
“Itu mobil Aretha,” kata Aram yang berdiri di sebelah Rachel.
“Tapi Aretha gak ada di dalem,” jawab Aletha datar.
“Kalo Aretha ke sini, kasih tau gue,” sela Rachel sebelum Aram sempat membalas perkataan Aletha.
Rachel berbalik dan berjalan menjauh membuat Aram mau tidak mau mengikutinya setelah melayangkan lirikan tajamnya pada Aletha. Aletha juga berbalik dan hendak berjalan masuk ke dalam rumahnya sebelum tiba-tiba berbalik lagi.
Aletha berdecak. “Aretha di dalem,” ujar Aletha dengan nada tidak sukanya. “Dia di kamarnya, dikunci sama mama dan kuncinya dibawa ke Singapur, atau lebih tepatnya kebawa,” tambahnya saat Rachel dan Aram balik badan dan menatapnya tajam.
“Lo emang pinter, tapi lo gak pinter bohong,” ucap Rachel dengan senyum miring.
Rachel berbalik dan berjalan menuju mobil Aram membuat Aram mengikutinya dengan bingung. Kalau Aretha di dalam, kenapa Rachel malah berjalan menuju mobilnya?
“Lo mau ngapain?” tanya Aram.
“Buka mobil lo,” perintah Rachel.
“Aretha di dalem, lo mau ninggalin dia gitu?” tanya Aram heran.
“Emang lo ada kunci kamarnya?” tanya Rachel malas. “Gak ada kan? Rumah itu punya Alvaro, dia pasti punya kunci cadangan.”
“Masuk.”
t h e b e t
“Gue gak bakal mati gara-gara masak mi pake air keran kan?” tanya Aretha pada dirinya sendiri sembari memasukkan bumbu mi instan korea ke dalam panci. “Kan gak lucu kalo ada berita anak SMA ditemukan mati di kamarnya karena mengonsumsi mi instan yang dimasak dengan air keran.”
Aretha membuang bungkus mi instan korea ke sepuluh yang sudah dia masak dalam jangka waktu dua puluh delapan jam. Selama dua puluh delapan jam berada di kamarnya tanpa air putih, tanpa handphone dan tanpa laptopnya, Aretha menghabiskan waktunya dengan menonton seri barat yang belum selesai dia tonton. Ingat oleh-oleh dari Alvaro yang saat itu Aretha letakkan di lantai? Alvaro membelikannya macbook berukuran dua belas inch karena macbook Aretha yang lama rusak, tapi perempuan itu tidak ingin menguras tabungannya dengan membeli yang baru dan memutuskan untuk menggunakan laptop lama milik Alvaro—yang tertinggal bersama handphone-nya di dalam mobil. Untungnya, dulu sebelum pindah ke apartemen Alvaro dan masih tinggal di rumah, Aretha terlalu malas untuk sekedar ke dapur, sehingga dia menyediakan kompor portable dua kardus mi instan korea dan alat untuk memasaknya.
“Kenapa gue bego banget sih?! Masa gak ada satu pun password sosial media yang gue inget, bahkan email?!” Aretha merutuki dirinya sendiri.
t h e b e t
“Aretha dikunci di kamarnya sama nyokap lo,” jelas Rachel pada Alvaro yang berada di seberang telpon.
“Adik lo itu ngajak Sky taruhan, yang kalah harus keluar dari sekolah.” Aram yang menjawab.
“Ra, lo lagi sama Aram?” tanya Alvaro mengabaikan penjelasan Aram membuat Aram mendengus kesal. “Berdua doang?” tanya Alvaro lagi.
“Adik lo lagi terkurung di kamar tanpa makanan!” sahut Aram sewot.
“Aretha? Kok bisa? Kan gue suruh lo jagain dia, kenapa bisa sampe gitu?” tanya Alvaro dengan nada yang tiba-tiba sewot.
“Tadi gue udah jelasin,” jawab Aram kesal. “Terus lo mau gue ngapain? Nyamperin nyokap lo di Singapur sambil marah-marah minta kuncinya gitu? Bisa-bisa gue gak dikasih restu!”
“Restu apaan? Inget ya, lo sama Aretha cuman sebatas taruhan, gak lebih!”
“Kalian berdua bisa jangan debat gak? Al, lo punya kunci cadangan rumah lo kan?” sela Rachel.
“Jangan bilang ke gue kalo kuncinya lagi sama lo,” sahut Aram.
“Kalo kuncinya sama gue juga apa peduli lo?! Lo sama Aretha cuman sekedar taruhan, gak lebih!” ulang Alvaro membuat Rachel memutar bola matanya malas.
“Jawab pertanyaan gue,” sela Rachel lagi sebelum Aram membalas perkataan Alvaro.
“Di resto tempat Aretha nyanyi setiap hari sab…”
“Al?” Rachel mengernyit tidak suka saat mendengar suara pintu terbuka yang dilanjutkan dengan suara perempuan.
“Gak usah telpon gue lagi, you little jerk!” umpat Rachel sebelum memutus sambungan telponnya secara sepihak.
“Kalian lagi berantem?” tanya Aram tersenyum miring yang dibalas dengan tatapan tajam Rachel. “Okei. Resto yang Alvaro maksud…”
“Nanti gue kasih tau jalannya. Sekarang lo jalanin aja mobil lo dulu,” potong Rachel.
“Gue tau tempatnya,” jawab Aram malas.
“Resto Alvaro ada enam, lo tau resto yang dimaksud Alvaro?” tanya Rachel heran.
Aram mulai menjalankan mobilnya sebelum menjawab pertanyaan Rachel. “Gue pernah gak sengaja liat Aretha nyanyi di resto Alvaro,” jawab Aram dengan sudut bibir yang tertarik ke atas.
t h e b e t
“Lo kembarannya, tapi lo sama sekali gak niat nanya ke kakak lo yang punya kunci cadangan. Lo gak kepikiran, gak peduli atau emang seneng liat Aretha kayak gini?” tanya Tris tidak habis pikir.
Aletha berdiri dengan ekspresi datarnya dan mempertahankan ekspresinya setelah Tris berkata seperti itu. Berbeda dengan Aram yang berdiri memperhatikan Rachel yang sedang mencoba beberapa kunci satu per satu karena tadi dia belum sempat bertanya pada Alvaro yang mana kunci kamar Aretha.
“Akhirnya,” ucap Rachel saat menemukan kunci yang tepat.
“Butuh tiga puluh jam dua puluh tiga menit dua puluh sembilan detik buat kalian nemuin gue dikunci di sini?” tanya Aretha dengan tatapan yang masih tertuju pada macbooknya saat Aram, Rachel dan juga Tris masuk ke dalam kamarnya.
Aretha menutup macbooknya dan bangkit dari posisinya yang sedang tengkurap. Lalu Aretha bangkit berdiri dan berjalan mendekati ketiga temannya.
“Rambut lo?” tanya Aram.
“Gue bosen, jadi gue ngecat rambut.” Aretha mengangkat kedua bahunya. “Dan gue butuh air putih, dan asupan gizi juga, kayaknya gue bakalan tambah bego gara-gara makan sepuluh bungkus mi instan korea dalam jangka waktu tiga puluh jam lebih.”
***
Sampe diitungin gitu berapa lamanya :’)