‘Te, ditempat kamu masih ada lowongan pekerjaan, gak?’
Jean termenung sesaat. Ia tahu jika Rangga tengah membutuhkan pekerjaan setelah kesibukannya di teater kemarin. Tidak ada yang menjamin dalam waktu dekat akan ada pementasan kembali dengan royalti yang sama seperti kemarin. Sekali pun beberapa orang yakin akan hal itu, tapi sejauh ini belum ada informasi pasti.
Jean menjulurkan lehernya, menatap ke arah kubikel milik Dea. Ia melirik ke arah layar ponselnya kembali sebelum beranjak pergi menuju Dea.
“Ada apa, Jean?” Dea memang orang yang memiliki kepekaan tinggi. Karena tanpa mengalihkan tatapannya dari layar komputer, ia tahu siapa yang menghampirinya.
“Gini, mbak. Teman aku lagi nyari-“
“Kalo ada yang mau resign, dia bisa masuk.” Potong Dea langsung.
Jean menghela napasnya pelan. “Maaf, mbak.”
Saat Jean hendak melangkah pergi, Dea kembali berbicara. “Gue ada rencana mau buka cabang baru. Dia bisa ikut kalo mau, tapi gue gak janji kasih gede.”
Jean mengembangkan senyumya. “Biar aku sampein dulu. Makasih mbak.”
“Dengan syarat dan ketentuan berlaku.”
Jean menganggukkan kepalanya. Ia kebali ke tempatnya, dan mulai mengetik balasan untuk Rangga. Setidaknya ia bisa membantu Rangga.
~
“Rapih banget.” Nisa menatap Rangga dari ujung kaki hingga ujung kepala. “Mau kemana?”
“Wawancara kerja.” Rangga menyisir rambutnya dengan hati-hati.
“Dimana?”
“Tempat Jean.”
“Serius?” Nisa menatap ke arah Rangga yang sedang memakai helm dengan hati-hati.
“Kemarin lusa kan, gue nitip map ke lo buat kasih ke Jean.” Rangga menatap jengah pada adiknya tersebut. “Itu surat lamaran kerja.”
“Cepet banget dipanggilnya.”
“Kakak gak nyuruh Jean nyogok, kan?” Tuduh Nisa.
“Sembarangan kalo ngomong!”
“Ya siapa tahu aja.” Nisa membereskan baju yang dikenakannya.
“Buruan! Nanti gue telat nih!”
~
Nisa masuk ke dalam kelas. Dahinya engkerut dalam saat melihat Gina yang tengah menundukkan kepala dengan tangannya sebagai batalan. Ia duduk di samping Jean. “Kenapa tuh anak?”
“Lagi PMS. Mode senggol dikit bacok.” Bisik Jean sambil melirik takut ke arah Gina. “Apalagi abis putus.”
“Wah?!” Pekik Nisa yang langsung mendapatkan cubitan maut dari Jean.
“Kecilin dikit suara lo! Kena amuk tau rasa lo!”
“Hehe, maaf.”
“Eh! Kak Rangga seriusan kerja di tempat lo?” Tanya Nisa yang kini tidak lagi mengecilakn suaranya.
Jean menganggukkan kepalanya. “Kan sebelumnya dia kirim lamaran, kenapa lo gak tahu?”
“Lo dilamar?!” pekik Nisa histeris.
Jean menghela napasnya lelah. Bagaimana mungkin dia masih bertahan dengan teman seperti Nisa. “Surat lamaran kerja kak Rangga, Nisa.”
“Eh iya. Lupa gue.” Nisa menepuk keningnya pelan. Jean menggelengkan kepalanya. “Berarti kalian bakalan sering ketemu dong?”
Jean mengangkat kedua bahunya. “Kata mbak Dea, Rangga bakalan disuruh ngurus ccabang baru.”
“Dimana tuh?”
“Gue gak tahu.”
“Ish, lu mah admin kudet!” Nisa mendorong bahu Jean.
“BISA DIEM GAK SIH!!” Nisa dan Jean terkejut dengan suara yang berasal dari sebelah mereka.
~
Oleh Luthfita A.S.