Jean menurunkan handphonenya dari telinga dan memasukkannya ke dalam tas. Ia mempercepat jalannya dan segera keluar dari dalam gedung.
“Jean! Jean!” Panggil Rangga beberapa kali. Tetapi Jean tak berhenti berjalan. Ia berlari kecil mencoba menghentikan Jean.
Di luar gedung Rangga berhasil meraih tangan Jean. “Tadi siapa?”
“Ibu kos..” Rengek Jean. “Dia pasti bakalan marah karena aku pulang jam segini.”
“Aku anterin-”
“Gak boleh.” Tolak Jean.
“Kenapa?”
“Aku kan udah kemaleman, terus pulang sama cowok bisa nambah masalah, kak. Lebih baik aku nunggu Uci aja, tadi ibu kos yang nyuruh aku buat nunggu di persimpangan jalan sana.”
“Ya udah aku temenin.”
“Gak usah, kak.”
“Ih, nanti kamu kenapa-kenapa gimana? Di persimpangan itu kan gelap banget. Aku temenin, ya?”
Jean tetap menolaknya. Ia berjalan terburu-buru menuju persimpangan jalan yang tidak jauh dari gedung itu. Rangga pergi mengambil motornya dan diam-diam mengikuti Jean dari belakang untuk memastikan jika dia akan aman-aman saja.
>>>>><<<<<
'Kak, rasanya kita kembali ke masa lalu. Saat kakak masih di teater. Sosok kakak pasti ada dalam masa laluku. Masa lalu yang menyebalkan. Seharian kita pergi bareng keluar masuk toko cuma cari satu barang yang akhirnya membuat aku sadar kalo kakak hanya memanfaatkanku.'
Jean menundukkan kepalanya.
'Yang pernah kau belikan hanyalah sebuah buku. Sebuah buku catatan kecil yang berisi penuh dengan gambar dan catatan dari hasil amarah dan kekesalanku pada hari itu. selalu ku simpan buku itu di paling ujung, agar aku lupa padamu dan berhenti berharap.
Dan kini aku malas untuk kembali. Menjadi bagian darimu sekalipun itu memang benar.'
“Tu kan gue jadi kayak gini, nginget-nginget masa lalu.” Ucap Jean sambil mengambil bantal dan menutup kepalanya dengan bantal itu. “Sadar Jean. Sadar.”
Handpone Jean berdering. Jean segera meletakkan bantalnya dan mengambil handphonenya di atas tumpukan buku. Kak Rangga?
“Halo, Jean. Malem, maaf nih ganggu kamu.”
“Malem juga. Ada apa?” tanya Jean sambil berusaha menyembunyikan amarahnya.
“Cuman tiba-tiba inget kamu aja.”
“Terus?”
“Ya, tadi aku melamun. Inget pas kita masih bareng-bareng main di teater. Waktu itu kamu masih anak bawang, kan?...”
Jean mengingat hari di mana ia baru bertemu dengan Rangga. Pada saat itu Rangga bersikap tegas padanya, tetapi keesokan harinya Rangga benar-benar membuatnya takjub.
“…aku inget pas kita pertama kali jalan. Pas itu”
Jean mematikan saluran teleponnya dan melamun. Nyamuk aja di tepuk pake dua tangan, masa gue jatuh cinta tepuk satu tangan. Gak kebayang ngenesnya gue dulu. Jean meremas kepalanya yang sudah pusing mengurusi Rangga yang entah harus dengan cara apa untuk menyingkirkannya.
>>>>><<<<<
Jean menutup pintu kosannya. Ia mengunci pintu kosannya dan bergegas pergi kerja. Ia mengeluarkan handphonenya.
‘Pagi, Jean. Ingat hari ini latihan.’
Jean memasukkan kunci ke dalam saku celananya.
‘Maaf, kak. Hari ini aku kerja sampai siang.’ Jean memasukkan handphonenya kembali dan pergi menuju tempat kerjanya.
>>>>><<<<<
Rangga menurunkan handphonenya.
“Angkat!!!Jean!!!” kesal Rangga sambil menatap handphonenya dan memegangnya kuat.
“Udah deh, kak. Kita mulai aja latihannya. Jam segini Jean emang kerja.” Ujar Dias sambil menepuk bahu Rangga dari belakang.
Rangga memalingkan pandangannya dan menurunkan tangan Dias dari bahunya. Ia berjalan pergi meninggalkan Dias yang bisa menatapnya sinis dari belakang.
>>>>><<<<<
Oleh Luthfita A.S.