-3-
Begitu Gue nyampe di sekolah, Gue langsung menuju ke kelas. Ruangan kelas Gue, XII IPS-6 merupakan kelas paling ujung dan paling nggak strategis di deretan IPS. Jauh dari toilet, jauh dari kantin, dan bersebelahan dengan parkiran motor. Sebenernya nggak masalah jauh dari kantin karena Gue memang nggak pernah ke kantin, tapi deket sama parkiran motor itu nyebelin minta ampun. Pasalnya, kelas gue adalah kelas yang selalu pulang terakhir. Entah kenapa guru-guru terlalu betah ngajar di kelas ini. Hal ini mengakibatkan kebisingan waktu anak-anak dari kelas lain yang mau pulang mulai nyalain motor-motornya di parkiran, sementara anak-anak kelas gue masih belajar.
Seperti biasa, Rena datang lebih pagi dari gue. Dia duduk di depan kelas sambil ngemut permen lolipop. Memang Rena itu cantik banget, apalagi pagi-pagi begini, masih seger. Kedua mata kucingnya ngelirik gue waktu gue sampe di depan kelas.
"Pagi Yooo." Sapanya.
"Pagi, bentar ya aku nyimpen tas dulu." Gue masuk ke kelas terus nyimpen tas gue di atas meja, di kelas udah ada beberapa orang yang datang. Nggak termasuk David yang selalu dateng lima belas menit sebelum bel masuk. Abis nyimpen tas, gue jalan keluar kelas terus duduk di sebelah Rena.
"Dingin ya Ren." Dan percakapan canggung pun dimulai.
"Iya nih, dingin." Jawabnya.
Gue diem beberapa saat karena bingung mau ngomong apa lagi. Memang kata orang cinta itu membutakan, menurut Gue sih justru membisukan.
"Kamu, pas liburan semester kemana Yo?"
"Nggak kemana-mana sih, dirumah aja main game, nongkrong bareng dua anak setan. Oh iya ya, kemaren belom sempet ngobrol."
"Iya, kemaren kamu pulang pagi banget. Padahal di kelas rame tuh, si Rudy nembak si Melly." Rena main-mainin kancing di jaket denimnya.
"Wah, diterima nggak?"
"Diterima lah, kan Melly juga suka."
"Kalo dipikir-pikir memang cocok sih."
"Banyak ya, yang pacaran di kelas kita." Katanya dengan nada yang sedikit lebih pelan.
Oke, sekarang gue mulai mikir keras. Sebelom banyak orang yang dateng, mungkin ini saatnya gue nembak dia. Tapi si David bener juga, gue belom pernah bener-bener kencan sama si Rena. Atau mungkin ini kesempatan gue buat ngajak dia jalan, keburu mulai banyak orang. Santai Yo, jangan salah tingkah dan tanya dia baik-baik. Oke, gue siap.
“Ren.”
“Iya Yo?”
“Aku...”
“Hmmm?”
"Emm Ren, aku ke kelasnya si Jaka dulu." Pesan moral, gue tolol.
"Oh iya deh, awas nanti telat masuk kelas." Kata Rena, sementara gue berdiri terus cepet-cepet pergi.
"Yo, kelasnya Jaka disana kan?" Katanya lagi sambil nunjuk ke arah kelas Jaka, Gue ninggalin tempat kejadian perkara dengan kaki gemeteran.
* * *
Di kelasnya Jaka, yaitu kelas XII IPA-1, udah ada beberapa siswa yang dateng. Gue ngintip-ngintip dari depan pintu tapi Jaka kayaknya belum dateng. Waktu gue baru aja mau balik ke kelas, Yudhi Nugraha dan alisnya yang nyambung itu ngagetin gue dari belakang.
"Woy, tumben kesini Yo?" Jujur aja, sulit untuk fokus ngejawab pertanyaan pas kaki gue masih gemeteran, plus gue dihadapkan dengan alisnya Yudhi Nugraha, lengkap juga dengan rambutnya yang kelimis dan kumis tipis dibawah idungnya yang lebar.
"Eh Yudhi, si Jaka udah dateng Yud?" Tanya gue sambil mata gue masih fokus ke alisnya Yudhi.
"Ooh, tadi sih di depan kelas XI IPS-5."
"Ooh gitu, sip sip. Ntar bilangin aja dicariin gue."
Gue jalan lagi, bermaksud balik ke kelas. Kalo dipikir-pikir, si Jaka memang jangan dulu diganggu sih. Seenggaknya sampai dia beresin dulu masalahnya sama si Silvy. Biasanya sih, Jaka kalo galau nggak pernah lama-lama.
* * *
Begitu Gue nyampe kelas, David lagi duduk di atas meja sambil ngobrol sama si Budi yang duduk di belakang bangku gue. Di sebelah Budi, Asti berdiri dengan muka serius. Putri Astiani, atau yang lebih akrab disapa Asti ini adalah ketua kelas XII IPS-6. Dulunya, gue temen SMP Asti. Gue cukup deket sama dia, soalnya dulu di SMP kita udah dua taun sekelas. Asti itu kecil imut-imut, kulitnya putih, pake kacamata, dan rambutnya pendek sebahu. Asti cukup tegas sebagai ketua kelas, dan kalo ngeliat dari ekspresi mukanya yang serius, kayaknya lagi ada yang nggak beres di kelas.
Keanehan juga bisa gue liat dari Budi Ramadhan yang sekarang ini ada di kelas gue, padahal kan dia anak kelas IPS-1. Ditambah lagi, sekarang udah hampir bel masuk. Budi adalah salah satu korban bully yang paling tragis di SMA Kebangkitan 2 Bandung. Penampilan Budi sangatlah, ya bisa dibilang culun. Seragam sekolahnya selalu dikancingin sampe kerah, badannya kecil, dan pake kacamata yang tebel banget, belom lagi cara ngomongnya yang pelan banget. Hal-hal tersebut bikin si Budi jadi sasaran empuk bagi penindas utama sekolah ini, yaitu Ricky.
Ricky adalah salah satu makhluk yang paling berengsek dalam sejarah putih-abu SMA Kebangkitan 2 Bandung. Tubuhnya tinggi atletis, hampir sama dengan David tapi Ricky sedikit lebih tinggi. Oh ya satu hal lagi, bokapnya Ricky itu petugas administrasi sekolah. Bukan anak guru, bukan anak kepala sekolah, tapi sombongnya luar biasa. Mungkin juga karena dia pemain basket unggulan di sekolah. Sejak kelas X, Budi selalu dimintain uang sama si Ricky dan gengnya. Budi nggak pernah berani ngelaporin soalnya diancam si Ricky, peraturan juga berlaku kalo orang lain ngelaporin Ricky. Malang nasib Budi karena harus sekelas sama Ricky selama tiga taun.
"Ada apaan, pada serius amat?" Tanya gue sambil duduk di bangku gue, sementara Budi diem aja dengan tampang serius, mukanya basah keringetan.
"Si Budi akhirnya berani ngelaporin Ricky Yo, jadi sekarang dia pindah ke kelas kita." Kata Asti.
"Wah hebat lu Bud, terus nasibnya si Ricky gimana?" Tanya gue.
"Masuk ruang BP." Jawab Asti.
"Iya, tapi sekarang saya takut. Gimana nanti kalau Ricky tau saya yang ngelaporin dia?" Kata Budi.
"Tenang aja Bud, kan sekarang lu udah jadi bagian dari kelas kita. Otomatis sekarang lu udah ada dibawah perlindungan anak-anak IPS-6." Kata David nenangin.
"Betul itu, udah kamu santai aja Bud." Sambung Asti, beberapa saat kemudian bel masuk bunyi, anak-anak duduk di bangkunya masing-masing.
* * *
Bel istirahat mengakhiri pelajaran sejarah pagi itu, gue sama David udah siap-siap mau ke ruang kesenian. Baru aja sampe di depan pintu, Ricky sama seorang temennya yang nggak gue kenal tiba-tiba masuk ke kelas.
"Heh culun! Sini Lu!" Bentak Ricky sambil nunjuk-nunjuk Budi yang masih duduk di bangkunya.
"Wooo santai bos, pagi-pagi udah marah-marah." Kata David sambil nahan Ricky pake tangan kanannya, sementara gue nahan temennya. Beberapa anak cowok yang masih ada di kelas ikut maju, sedangkan anak-anak cewek cuma bisa ngeliatin.
"Lu nggak usah ikut campur Vid, masalah gue cuma sama si culun." Ricky mengacungkan jari telunjuknya di depan muka David, dan gue masih susah payah nahan badan temennya Ricky yang jauh lebih gede dari gue.
"Wah sayangnya Budi udah jadi anak kelas IPS-6 tuh, jadi kalo lu punya masalah sama dia, berarti lu punya masalah juga sama gue." Kata David santai.
Dalam itungan detik hantaman Ricky mendarat di muka David, seketika baku hantam pun nggak bisa dihindarin. Temennya Ricky ngedorong gue sampe jatoh, beruntung temen-temen yang lain bisa nahan anak itu. Gue bangun terus berusaha nahan David, sementara anak-anak lain nahan Ricky dan temennya. Beberapa saat kemudian guru olahraga yaitu Pak Rosyid, masuk ke kelas.
"Ada apa ini?!" Bentaknya. "Siapa yang memulai?"
"Mereka Paaaak!" Seru anak-anak cewek sambil nunjuk Ricky sama temennya itu.
"Kamu Ricky, baru saja tadi kamu keluar dari ruang BP, sekarang sudah membuat ulah lagi." Kata Pak Rosyid tegas. "Kalian ikut saya." Sambungnya sambil menunjuk David, Ricky, dan temennya Ricky.
* * *
Udah sekitar lima belas menit David masuk ruang BP, menyusul kemudian Budi, dan Asti ikut dipanggil untuk diminta keterangannya sebagai saksi mata. Gue masih nunggu David di depan ruang BP pas Jaka nyamperin gue.
"Yo, katanya si David ribut sama Ricky?"
"Iya Ka, masih di dalem." Jawab Gue sambil nunjuk pintu ruang BP. "Si Ricky duluan sih yang mulai, semoga aja si David nggak mesti dihukum."
"Eh kata si Yudhi, Lu tadi nyariin Gue pagi-pagi?"
"Cuma mau ngecek Lu aja sih, kemaren kan Lu.." Gue nggak nerusin kalimat Gue, takut Jaka kesinggung.
"Tadi.." Jaka diem sebentar. "..tadi Gue ke kelasnya." Sambungnya sambil maksain senyum.
"Santai Ka, next time lu bakal dapet yang lebih baik dari dia." Kata Gue ngehibur, Jaka cuma angkat pundak.
Pintu ruang BP dibuka, kemudian David, Budi, dan Asti keluar, sementara Ricky sama temennya masih di dalem.
"Gimana Vid?" Tanya Gue sambil kita semua jalan ke kelas.
"Pihak sekolah cukup bijak untuk nggak manggil orangtua gue, ya untungnya banyak saksi." Jawab David.
"Si Ricky gimana?" Tanya gue lagi.
"Di skors dua minggu." Kata Asti.
"Cuma di skors? Harusnya dia tuh di DO tau nggak, plus semua duit si Budi yang dia rampok harus dia balikin." Gue geram.
"Mau gimana lagi Yo, dia kan anak petugas sekolah." Kata David.
"Maaf ya Vid, gara-gara saya kamu jadi kena masalah." Kata Budi.
"Santai kali Bud, masa Gue harus diem aja." Jawab David. "Eh, terus masalah lu sama si Silvy gimana?" David nyenggol Jaka pake sikutnya.
"Putus Vid, beneran putus." Jawab Jaka.
"Oh, sama anak kelas 2 itu Ka?" Tanya Asti, Jaka ngangguk. "Nggak usah sedih Ka, kamu kehilangan orang yang nggak sayang sama kamu, sementara dia kehilangan orang yang sayang sama dia, yang rugi dia sendiri." Sambungnya.
"Pinter lu Ti." Kata David, Asti cuma senyum.
* * *
Mantap nih wajib dibaca
Comment on chapter 1